Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PONDASI TIANG

D/B 4 pondasi telapak


4 D/B 10 pondasi sumuran
I.1. Fungsi Pondasi Tiang
D/B 10 pondasi tiang
dimana
: D=
kedalaman
pondasi
Secara
umum
fungsi
bangunan pondasi adalah untuk meneruskan gaya yang
B = lebar pondasi
D

diterimanya ke tanah dasar pondasi. Sedangkan pondasi dalam umumnya digunakan


apabila lapisan tanah kuat (keras) terletak sangat dalam. Berdasarkan ketentuan umum,
pemilihan tipe pondasi dapat dilakukan sebagai berikut :

Gambar 1.1 Kriteria umum pemilihan tipe pondasi


Pondasi tiang digunakan untuk beberapa maksud, antara lain :
1. Meneruskan beban bangunan yang terletak di atas tanah lunak/air ke lapisan tanah
pendukung yang kuat.
2. Mampu memberikan dukungan yang cukup untuk mendukung beban bangunan
melalui gesekan dinding tiang dengan tanah sekitar (lapisan tanah keras relatif
dalam).
3. Menahan beban horisontal dan beban yang arahnya miring (misal : dinding penahan,
pondasi dermaga).
4. Menahan beban bangunan untuk tanah mengembang (expansive soil) akibat
kembang-susut tanah karena perubahan musim tropis (kemarau hujan).
5. Mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas akibat tekanan
hidrostatis atau momen penggulingan (misal : tower transmisi, bangunan lepas
pantai, pondasi papan reklame).
6. Mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus air (misal :
abutment jembatan).
7. Memadatkan tanah pasir sehingga kapasitas dukung tanah meningkat.

tanah pasir

(g)

I.2. Tipe-tipe Pondasi Tiang


Berbagai tipe pondasi tiang sangat tergantung pada beban yang bekerja pada pondasi
tersebut, kondisi tanah sekitar, bahan pondasi yang ada dan cara-cara pelaksanaan
pemancangan. Berikut perbedaan tipe pondasi tiang pancang :

Gambar 1.2 Beberapa jenis pengunaan pondasi tiang


Beberapa perbedaan tipe pondasi tiang pancang :
A. Cara Tiang Meneruskan Beban
1) Tiang tahanan ujung (End/Point Bearing Pile), yaitu tiang yang meneruskan
beban melalui ujungnya ke lapisan keras/baik dengan kuat dukung tinggi.
2) Tiang gesekan (Friction Pile), yaitut tiang yang meneruskan beban melalui
gesekan antara permukaan tiang dengan tanah sekelilingnya (untuk jenis tanah
pasir/nilai kuat geseknya [] tinggi).
3) Tiang lekatan (Adhesive Pile), yaitu tiang yang meneruskan beban melalui
lekatan antara permukaan tiang dengan tanah sekelilingnya (untuk jenis tanah
lempung/nilai kohesinya [c] tinggi).

B. Perpindahan Volume Tanah Yang Terjadi Akibat Pemancangan


1) Tiang perpindahan besar (Large Displacement Pile), yaitu tiang pejal/berlubang
dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi
perpindahan volume tanah yang cukup besar, misal : tiang kayu, tiang beton
pejal, tiang beton prategang, tiang baja bulat yang tertutup pada ujungnya.
2) Tiang perpindahan kecil (Small Displacement Pile), yaitu tiang dengan ujung
terbuka yang dipancang ke dalam tanah sehingga perpindahan volume tanah
relatif kecil, misal : tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang baja H,
tiang baja ujung terbuka, tiang ulir.
3) Tiang tanpa perpindahan (Non Displacement Pile), yaitu tiang yang dipasang di
dalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah, misal : tiang bor (tiang
beton yang dicor langsung di dalam lubang hasil pengeboran tanah), pipa baja
diletakkan dalam lubang kemudian dicor dengan beton.
Beberapa tipe tiang pancang berdasarkan perpindahan volume tanah akibat proses
pemancangan dapat dilihat pada Gambar 1.3, sedangkan Gambar 1.4 menunjukkan
panjang maksimum dan beban maksimum untuk berbagai macam tiang yang umum
dipakai dalam praktek (Carson, 1965).
dipancang

dituang adukan beton

dipancang

tiang pejal/ ujung tertutup

penulangan
adukan beton

tiang berlubang

lubang bor

(a)

(b)

(c)

Gambar 1.3 Beberapa tipe tiang pancang berdasarkan perpindahan volume tanah
akibat proses pemancangan.

(e)

60 ton

30 ton

50 ton

80 ton

80 ton

80 ton

100 ton

100 ton

60 ft

60 ft

80 ft

80 ft

80 ft
tiang pipa

120 ft

cor di tempat

100 ft

100 ft

tiang kayu

cor dalam selubung beton pracetak

tiang pipa di isi

catt : gambar tanpa skala

profil H

silinder prategang

Gambar 1.4 Panjang dan beban maksimum untuk berbagai macam tipe tiang
yang umum dipakai dalam praktek (Carson, 1965).
C. Bahan Yang Dipakai
1. Tiang Kayu
a. Beban yang dapat dipikul relatif kecil, untuk tiang tunggal berkisar 270
sampai 300 kN.
b. ukuran tergantung klasifikasi bahan dan beban yang diterima umumnya 15
sampai 25 cm, panjang 6 8 m .
c. Sifat mudah rusak akibat serangga atau terletak pada peralihan kondisi
terendam dan kering.
d. Dalam pelaksanaan pemancangan, bagian kepala dan ujung tiang diberi
perkuatan besi agar tidak hancur.
2. Tiang Beton
1) Tiang beton pracetak (Precast Reinforce Concrete Pile)
a. Beban yang dapat dipikul relatif besar, untuk tiang tunggal berkisar 300
800 kN.
b. Ukuran tiang disesuaikan dengan alat transport yang ada (trailler) dan
kemampuan mesin pemancang yang tersedia, secara umum untuk tiang

tidak berlubang : 20 60 cm, panjang 20 40 m, sedangkan untuk tiang


berlubang : 140 cm, panjang 60 m.
c. Bentuk penampang : lingkaran, persegi empat, segitiga dan oktagonal (segi
delapan).
d. Tiang dirancang agar mampu menahan gaya dan momen saat
pengangkatan, tegangan saat pemancangan dan beban yang harus dipikul
dari struktur yang direncananakan.
2) Tiang beton pratekan (Precast Prestressed Concrete Pile)
a. Beban yang dapat dipikul relatif besar dari pada tiang beton pracetak.
b. Ukuran tiang dapat lebih baik dari pada tiang beton pracetak.
c. Bentuk penampang umumnya lingkaran, berubang dengan ujung tiang
tertutup.
3) Tiang beton cor di tempat (Cast in place piles), tiang tipe ini dilakukan
dengan membuat lubang terlebih dahulu, ada dua tipe tiang beton ini :
a. Tiang yang terselubung pipa, yaitu : pipa dipancang terlebih dahulu
kemudian lubang pipa dimasuk-kan adukan beton dan pipa ditinggal dalam
tanah, misal : standar Raimond.
b. Tiang yang tidak terselubung pipa, yaitu : pipa dipancang terlebih dahulu
kemudian sambil pipa ditarik lubang pipa dimasukkan adukan beton, misal
: tiang Franki.
3. Tiang Baja
a. Beban yang dapat dipikul sangat besar, untuk tiang tunggal dapat menahan
beban hingga 1000 kN.
b. Umumnya berbentuk pipa (baik yang terbuka/tertutup), profil H, WF (),
segi enam dll.
c. Kelemahannya adalah bersifat korosif terhadap asam dan air.
d. Mudah dalam pelaksanaan pemancangan dan penyambungan.
e. Untuk menembus jenis-jenis tanah keras, ujung tiang diberi sepatu agar
tidak mudah rusak.

4. Tiang Komposit
Merupakan kombinasi antara dua material yang berbeda (misal : kayubeton,
bajabeton), kombinasi bahan tiang pancang/tiang bor ini dilakukan untuk
mengatasi permasalahan pada kondisi tanah tertentu (misal : untuk tanah korosif
perlu kombinasi bajabeton, problem pembusukan tiang kayu dapat diatasi
dengan kombinasi kayubeton).
D. Cara Pemancangan Tiang
1. Metode pukulan
Pada prinsipnya, tiang didirikan di atas tanah dengan ujung tiang pada bagian
bawah dan ujung kepala tiang dipukul agar ujung tiang pancang dapat masuk ke
dalam tanah tanah. Alat pemukul berupa palu/hammer yang beratnya
disesuaikan dengan tiangnya. Alat bantu lain berupa mobil craine atau tripod.
2. Metode getaran (vibration)
Pada prinsipnya, getaran dihasilkan oleh benda dengan sumbu eksentris yang
diputar dibagian ujung kepala tiang yang diteruskan ke ujung tiang lainya,
sehingga struktur tanah berubah lebih lunak dan tiang lebih mudah masuk ke
dalam tanah. Alat ini mempunyai kelebihan dibandingkan metode pukulan
karena tidak menimbulkan polusi suara dan getaran yang lembut tidak
menimbulkan kerusakan pada bangunan-bangunan disekitar pemancangan.
3. Metode semprotan air (jetting)
Pada prinsipnya, metode ini memanfaatkan semprotan air dengan tekanan tinggi
melalui pipa-pipa yang ditempatkan di sekeliling tiang, akibat semprotan air
maka butir-butir tanah menjadi lepas dan kuat dukung tanah menurun tajam
sehingga tiang mudah masuk ke dalam tanah, umumnya digunakan untuk tanah
granuler (berbutir pasir).

I.3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemilihan Jenis dan Dimensi Tiang
Pemilihan jenis dan dimensi tiang pancang/taing bor perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Lokasi dan tipe bangunan.
2. Keadaan/kondisi tanah.
3. Daya dukung aksial dan lateral/horisontal.
4. Ketersediaan peralatan (alat pemancangan dan alat transportasi).
5. Pertimbangan lingkungan (polusi suara, akses jalan dan gangguan sewaktu
pemancangan lainnya).
6. Ketahanan tiang (mulai dari pengangkutan, pemancangan hingga beban
bangunan bekerja).
7. Nilai ekonomis.
I.4. Syarat-syarat Dalam Perencanaan Pondasi Tiang
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam perencanaan pondasi tiang :
1. Beban yang diterima oleh pondasi tidak melebihi daya dukung tanah maupun
kekuatan bahan tiang untuk menjamin keamanan bangunan.
2. Pembatasan penurunan yang terjadi pada bangunan lebih kecil dari batas
maksimum penurunan yang diperbolehkan dan tidak merusak struktur.
3. Pengendalian atau pencegahan efek pelaksanaan konstruksi pondasi, misal :
getaran saat pemancang-an, galian atau pekerjaan pondasi yang lain untuk
membatsi pergerakan bangunan atau struktur lain di sekitar lokasi pkerjaan
pondasi.

BAB II
DAYA DUKUNG TIANG TUNGGAL

II.1. Daya Dukung Berdasarkan Kekuatan Struktur Bahan Tiang


Jenis bahan (material) pondasi tiang tergantung pada besarnya beban yang
direncanakan, kondisi lapisan tanah pendukung serta elevasi muka air tanah.
Kekuatan struktur tiang tanpa memperhitungkan pengaruh tekuk, maka daya dukung
tiang tersebut di-tentukan oleh tegangan ijin dari bahan tiang yang dipakai, sehingga
dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
P/A

(2.1)

dimana :

= tegangan pada penampang tiang

= tegangan ijin bahan dari tiang

= beban total konstruksi bangunan atas

= luas penampang tiang


II.2. Daya Dukung Tiang Berdasarkan Cara Statis (Teori Mekanika Tanah)

Perhitungan didasarkan pada penggunaan parameter-parameter geser tanah (c dan )


untuk meng-hitung kekuatan geser tanah pendukung. Harga c dan diperoleh melalui
pengujian di laboratorium maupun uji di lapangan. Secara umum perhitungan statis ini
dikategorikan dalam 2 (dua) kelompok utama, yaitu : tiang tahanan ujung (end bearing
piles) dan tiang gesekan dinding/kulit (fraction piles). Dua kelompok utama tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Qu

Qu

Qu

Qs
L

tanah lunak

tanah lunak

Qs

lapisan
tanah keras
Lb
batuan
Qp
Qu Qp

Qp
Qu Qp

Qp
Qu Qs

(a)

(b)

(c)

Gambar 2.1 (a) dan (b) end/point bearing piles (c) friction piles.
II.3. Daya Dukung Tiang Tunggal Persamaan Umum
Kapasitas beban ulimit (batas/maksimum) pada tiang (Q u) = tahanan ujung bawah
ultimit (Qp) + tahanan gesek ultimit (Qs) antara dinding dan tanah berat sendiri tiang
(Wp).
Qu

= Qp + Qs Wp

(2.2)

Qall

= Qu SF

(2.3)

dimana :
Qu

= daya dukung tiang ultimit (batas)

Qp

= daya dukung ujung tiang

Qall

= daya dukung tiang ijin

Qs

= daya dukung gesekan selimut tiang

Wp

= berat sendiri tiang

SF

= faktor keamanan (safety factor)

II.4. Daya Dukung Ujung Tiang (Qp)


Daya dukung ujung tiang secara pendekatan dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan daya dukung ultimit pondasi dangkal, sebagai berikut :
qp

Qp
Ap

c p .Nc * q.Nq * 0,5. .D.N *

(2.4)

dimana :
qp

= tahanan ujung per satuan luas tiang [kN/m]

Qp

= daya dukung ujung tiang [kN]

Ap

= luas penampang ujung tiang [m]

= kohesi tanah pada ujung tiang [kN/m]

= . z = tekanan vertikal (overburden) pada ujung tiang [kN/m]

= berat volume tanah [kN/m]

= diameter tiang [m]

Nc*, Nq*, N* = faktor daya dukung yang memasukkan faktor bentuk dan faktor
kedalaman tiang (fungsi dari sudut gesek tanah, )

Dalam kenyataannya nilai 0,5..D.N relatif kecil (diabaikan) dan tekanan vertikal
(overburden) merupakan tekanan vertikal efektif (q), maka persamaan (2.4) dapat
ditulis menjadi berikut :
Qp = qp . Ap = Ap . (c.Nc* + q.Nq*)

(2.5)

dimana :
Qp

= daya dukung ujung tiang [kN]

qp

= tahanan ujung per satuan luas tiang / satuan perlawanan ujung tiang [kN/m]

Ap

= luas penampang ujung tiang [m]

= kohesi tanah pada ujung tiang [kN/m]

= . z = tekanan vertikal (overburden) efektif pada ujung tiang [kN/m]

= berat volume tanah [kN/m]

Nc*, Nq* = faktor daya dukung yang memasukkan faktor bentuk dan faktor kedalaman
tiang (fungsi dari sudut gesek tanah, )
Selanjutnya akan dibahas cara menghitung daya dukung ujung tiang berdasarkan cara :
Mayerhof, Vesics, Janbus dan Coyle-Catello.
II.4.1. Daya Dukung Ujung Tiang Metode Mayerhof (1976)
Dalam perhitungnya Mayerhof menggunakan asumsi sebagai berikut :
1. Satuan perlawanan ujung tiang (qp) pada tanah berpasir (granuler) akan meningkat
sesuai dengan ketebalan lapisan pendukung dan mencapai harga maksimum pada
Lb/D = (Lb/D)cr, dimana : Lb adalah ketebalan tanah homogen yang sama dengan
panjang tiang (L), lihat Gambar 2.2. dan Gambar 2.1.(b).
2. Bila tiang pancang sampai kedalaman pendukung dimana Lb < L (Gambar 2.2), maka
nilai qp konstan (qp = ql).
3. Hubungan nilai (Lb/D)cr dan sudut gesek dalam () ditunjukkan pada Gambar 2.3.
4. Faktor daya dukung meningkat dengan Lb/D dan mencapai harga maksimum pada
Lb/D 0,5.(Lb/D)cr
5. Faktor daya dukung Nc* dan Nq* menggunakan Gambar 2.4.

10

unit point resistant, qp

(Lb = D)cr

qp = ql
L/D = Lb/D

Gambar 2.2 Nilai unit perlawanan ujung tiang (qp) pada tanah pasir homogen.

Gambar 2.3 Hubungan (Lb/D)cr dan sudut geser dalam (Mayerhof, 1967).

11

Gambar 2.4 Hubungan nilai Nc* dan Nq* maksimum dan sudut gesek dalam,
(Mayerhof, 1976).
Daya dukung ujung tiang pada tanah berpasir (granuler), c = 0 adalah :
Qp = qp . Ap = Ap . q.Nq*

(2.6)

Harga Qp tidak boleh melampaui harga batas Ap. ql, sehingga


Qp = Ap . q.Nq* Ap. ql

(2.7)

Dengan harga perlawanan ujung batas (ql) adalah :


ql [kN/m]

= 50 . Nq* tan

(2.8)

ql [lb/ft]

= 1000 . Nq* tan

(2.9)

dimana :
ql

= perlawanan ujung batas (ultimit) [kN/m] atau [lb/ft]

= sudut gesek dalam []

Ap

= luas penampang tiang [m atau ft]

Np

= faktor daya dukung tanah

12

Berdasarkan penyelidikan lapangan, Mayerhof menyarankan besarnya perlawanan


ujung batas (ql) pada tanah berbutir yang homogen (L = L b), menggunakan data
Standart Penetration Test (SPT) sebagai berikut :
ql [kN/m]

= 40 . N.L/D 400 N

(2.10)

ql [lb/ft]

= 800 . N.L/D 800 N

(2.11)

dimana :
N

= nilai SPT rata-rata disekitar ujung tiang


(10.D diatas ujung tiang dan 4.D dibawah ujung tiang)

= ketebalan tanah homogen setebal L [m]

= diameter tiang pancang [m]

Bila tiang pancang pada tanah berpasir yang lepas di atas lapisan pasir padat maka
satuan perlawanan ujung tiang seperti Gambar 2.5 dapat dihitung dengan perumusan
sebagai berikut :
qp q l ( l )

[ql (d) q l ( l ) ].L b


10.D

q l (d)

(2.12)

dimana :
ql(l)

= satuan perlawanan unjung batas (ultimit) pasir lepas (loose sand), yang

ditentukan dari persamaan 2.8 dan 2.9 dengan menggunakan harga maksimum Nq* dan
pasir lepas.
ql(d)

= satuan perlawanan unjung batas (ultimit) pasir padat (dense sand), yang

ditentukan dari persamaan 2.8 dan 2.9 dengan menggunakan harga maksimum Nq* dan
pasir padat.
Lb

= panjang tiang yang tertanam pada lapisan pasir padat.

13

unit point resistant, qp

loose sand

ql(l)
Lb
dense sand

ql(d)
depth

Gambar 2.5 Variasi hubungan unit perlawanan ujung tiang pada tanah berlapis.
Daya dukung ujung tiang pada tanah lempung jenuh, = 0 adalah :
Qp = qp . Ap = Ap .c.Nc* = 9 . cu . Ap

(2.13)

dimana :
Qp

= daya dukung ujung tiang [kN]

qp

= tahanan ujung per satuan luas tiang / satuan perlawanan ujung tiang [kN/m]

Ap

= luas penampang ujung tiang [m]

cu

= kohesi tanah lempung diujung tiang

Daya dukung ujung tiang pada tanah tanah kohesif dengan nilai (c ) 0, maka
daya dukung ujung batas dapat dihitung dengan persamaan di bawah.
Qp = qp . Ap = Ap . (c.Nc* + q.Nq*)
II.4.2. Daya Dukung Ujung Tiang Metode Vesics (1977)
Dalam analisanya Vesics mengusulkan cara perhitungan daya dukung tiang dengan
teori : expansion of cavities, teori ini berdasarkan parameter tegangan efektif sebagai
berikut :
Qp = qp . Ap = Ap . (c.Nc* + o.N*)

(2.14)

dimana :
o

= tegangan efektif rata-rata di bagian bawah ujung tiang


1 2.K o
q'
3

0 '

(2.15)

14

Ko

= koefisien tekanan tanah dalam kondisi diam = 1 sin

(2.16)

Nc*,N*= faktor daya dukung tanah dengan memakai persamaan 2.5. yang dimodifikasi
menjadi persamaan 2.14.
Hubungan nilai Nc* pada rumus 2.14 menjadi :
Nc* = (Nq* 1) . cot

(2.17)

N* = f (Irr)

(2.18)

Irr = reduce rigidity index for the soil


Irr

Ir
1 Ir .

(2.19)

Ir = rigidity index for the soil


Ir

Es
Gs

2.(1 s )(c q'.tan ) c q'.tan

(2.20)

dimana :
Es

= modulus elastisitas tanah

= angka poissons

Gs

= modulus geser tanah

= regangan rata-rata pada daerah plastis di ujung tiang

Pada kondisi tidak ada perubahan volume (pada tanah pasir atau lempung jenuh), maka
= 0, sehingga :
Ir= Irr

(2.21)

Harga Nc* dan o selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1, sedangkan harga I r dapat
digunakan tabel sebagai berikut :
No.
Jenis Tanah
1. Pasir (DR = 0,5 0,8)

Ir
75 150

2.

Lanau dan lempung (drained condition) 50 100

3.

Lempung (undrained condition)

100 200

15

Tabel 2.1 Harga Nc* dan N*


Irr

0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

10
6.97
1.00
7.34
1.13
7.72
1.27
8.12
1.43
8.54
1.60
8.99
1.79
9.45
1.99
9.94
2.22
10.45
2.47
10.99
2.74
11.55
3.04
12.14
3.36
12.76
3.71
13.41
4.09
14.08
4.51
14.79
4.96
15.53
5.45
16.30
5.98
17.11
6.56
17.95
7.18
18.83
7.85
19.75

20
7.90
1.00
8.37
1.15
8.87
1.31
9.40
1.49
9.96
1.70
10.56
1.92
11.19
2.18
11.85
2.46
12.55
2.76
13.29
3.11
14.08
3.48
14.90
3.90
15.77
4.35
16.69
4.85
17.65
5.40
18.66
6.00
19.73
6.66
20.85
7.37
22.03
8.16
23.26
9.01
24.56
9.94
25.92

40
8.82
1.00
9.42
1.16
10.06
1.35
10.74
1.56
11.47
1.80
12.25
2.07
13.08
2.37
13.96
2.71
14.90
3.09
15.91
3.52
16.97
3.99
18.10
4.52
19.30
5.10
20.57
5.75
21.92
6.47
23.35
7.26
24.86
8.13
26.46
9.09
28.15
10.15
29.93
11.31
31.81
12.58
33.80

60
9.36
1.00
10.04
1.18
10.77
1.38
11.55
1.61
12.40
1.87
13.30
2.16
14.26
2.50
15.30
2.88
16.41
3.31
17.59
3.79
18.86
4.32
20.20
4.93
21.64
5.60
23.17
6.35
24.80
7.18
26.53
8.11
28.37
9.14
30.33
10.27
32.40
11.53
34.59
12.91
36.92
14.44
39.38

80
9.75
1.00
10.49
1.18
11.28
1.39
12.14
1.64
13.07
1.91
14.07
2.23
15.14
2.59
16.30
3.00
17.54
3.46
18.87
3.99
20.29
4.58
21.81
5.24
23.44
5.98
25.18
6.81
27.04
7.74
29.02
8.78
31.13
9.93
33.37
11.20
35.76
12.62
38.30
14.19
40.99
15.92
43.85

100
10.04
1.00
10.83
1.19
11.69
1.41
12.61
1.66
13.61
1.95
14.69
2.28
15.85
2.67
17.10
3.10
18.45
3.59
19.90
4.15
21.46
4.78
23.13
5.50
24.92
6.30
26.84
7.20
28.89
8.20
31.08
9.33
33.43
10.58
35.92
11.98
38.59
13.54
41.42
15.26
44.43
17.17
47.64

200
10.97
1.00
11.92
1.21
12.96
1.45
14.10
1.74
15.34
2.07
16.69
2.46
18.17
2.91
19.77
3.43
21.51
4.02
23.39
4.70
25.43
5.48
27.64
6.37
30.03
7.38
32.60
8.53
35.38
9.82
38.37
11.28
41.58
12.92
45.04
14.77
48.74
16.84
52.71
19.15
56.97
21.73
61.51

300
11.51
1.00
12.57
1.22
13.37
1.48
15.00
1.79
16.40
2.15
17.94
2.57
19.62
3.06
12.46
3.63
23.46
4.30
25.64
5.06
28.02
5.94
30.61
6.95
33.41
8.10
36.46
9.42
39.75
10.91
43.32
12.61
47.17
14.53
51.32
16.69
55.80
19.13
60.61
21.87
65.79
24.94
71.34

400
11.80
1.00
13.03
1.23
14.28
1.50
15.66
1.82
17.18
2.20
18.86
2.65
20.70
3.18
22.71
3.79
24.93
4.50
27.35
5.33
29.99
6.29
32.87
7.39
36.02
8.66
39.44
10.10
43.15
11.76
47.18
13.64
51.55
15.78
56.27
18.20
61.38
20.94
66.89
24.03
72.82
27.51
79.22

500
12.19
1.00
13.39
1.23
14.71
1.51
16.18
1.85
17.80
2.24
19.59
2.71
21.56
3.27
23.73
3.91
26.11
4.67
28.73
5.55
31.59
6.57
34.73
7.75
38.16
9.11
41.89
10.67
45.96
12.46
50.39
14.50
55.20
16.83
60.42
19.47
66.07
22.47
72.18
25.85
78.78
29.67
85.90
16

22

8.58
20.71
9.37

10.95
27.35
12.05

13.97
35.89
15.50

16.12
41.98
17.96

17.83
46.88
19.94

19.29
51.04
21.62

24.61
66.37
27.82

28.39
77.30
32.23

31.41
86.09
35.78

33.97
93.57
38.81

500
101.8

Lanjutan : Tabel 2.1 Harga Nc* dan N*


Irr

23
24
25

26

27

28

10

20

40

60

80

100

200

300

400

21.71

28.84

38.09

44.73

50.08

54.66

71.56

83.68

93.47

10.21
22.75
11.13

13.24
30.41
14.54

17.17
40.41
18.99

19.99
47.63
22.21

22.26
53.48
24.81

24.20
58.49
27.04

31.37
77.09
35.32

23.84

32.05

42.85

50.69

57.07

62.54

82.98

12.12

15.95

20.98

24.64

27.61

30.16

39.70

24.98

33.77

45.42

53.93

60.87

66.84

89.25

13.18

17.47

23.15

27.30

30.69

33.60

44.53

26.16

35.57

48.13

57.34

64.88

71.39

95.02

14.33

19.12

25.52

30.21

34.06

37.37

49.88

27.40

37.47

50.96

60.93

69.12

76.20 103.01

15.57

20.91

28.10

33.40

37.75

41.51

55.77

3
36.52 40.68 44.22
90.51 101.39 110.70
41.30 46.14 50.29
120.2
97.81 109.88
3
46.61 52.24 57.06
130.4
105.61 118.96
4
52.51 59.02 64.62
141.3
113.92 128.67
9
59.05 66.56 73.04
153.1
122.79 139.04
0
66.29 74.93 82.40

17

29

28.69

39.42

53.95

64.71

73.58

81.28 110.54 132.23 150.11

16.90

22.85

30.90

36.87

41.79

46.05

30.03

41.49

57.08

68.69

78.30

86.64 118.53 142.27 161.91

18.24

24.95

33.95

40.66

46.21

51.02

31.43

43.64

60.37

72.88

83.27

92.31 126.99 152.95 174.49

19.88

27.22

37.27

44.79

51.03

56.46

32.89

45.90

63.82

77.29

88.50

98.28 135.96

21.55

29.68

40.88

49.30

56.30

62.41

34.41

48.26

67.44

81.92

94.01 104.58 145.46

23.34

32.34

44.80

54.20

62.05

35.99

50.72

71.24

86.80

99.82 111.22 155.51

25.28

35.21

49.05

59.54

68.33

37.65

53.30

75.22

91.91 105.92 118.22 166.14

27.36

38.32

53.67

65.36

39.37

55.99

79.39

97.29 112.34 125.59 117.38

29.60

41.68

58.68

71.69

41.17

58.81

83.77 102.94 119.10 133.34 189.25

32.02

45.31

64.13

43.04

61.75

88.36 108.86 126.20 141.50 201.78

34.63

49.24

70.03

62.27

74.30

84.21

30

31

69.43

77.31

32
85.96

33
68.92

95.46

34
76.02 105.90

35
75.17

83.78 117.33

36
82.62

92.24 129.87

37
78.57

90.75 101.48 143.61

38
86.05

99.60 111.56 158.65

83.14

94.48

165.6
1
92.80
178.9
8
104.3
3
193.2

3
92.90 105.84 117.11
208.4
164.29 187.87
3
131.2
103.66 118.39
4
224.6
176.33 202.09
2
146.8
115.51 132.24
7
241.8
189.11 217.21
4
164.1
128.55 147.51
2
260.1
202.64 233.27
5
183.1
142.89 164.33
6
279.6
216.98 250.30
0
204.1
158.65 182.85
4
300.2
232.17 268.36
6
227.2
175.95 203.23
6
322.1
248.23 287.50
7
252.7
194.94 225.62
1

18

44.99

64.83

93.17 115.09 133.66 150.09 215.01 265.23 307.78

37.44

53.50

76.45

47.03

68.04

98.21 121.62 141.51 159.13 228.97 283.19 329.24

40.47

58.10

83.40 103.05 119.74 134.52 193.13 238.62

49.16

71.41 103.49 128.48 149.75 168.63 243.69 302.17

43.74

63.07

51.38

74.92 109.02 135.68 158.41 178.62 259.22 322.22

47.27

68.46

53.70

78.60 114.82 143.23 167.51 189.13 275.59 343.40

51.08

74.30 108.08 134.56 157.21 177.36 257.99 321.22

56.13

82.45 120.91 151.16 177.07 200.17 292.85 365.75

55.20

80.62 117.76 146.97 172.00 194.31 283.80 354.20

58.66

86.48 127.28 159.48 187.12 211.79 311.04 389.35

59.66

87.48 128.28 160.48 188.12 212.79 312.03 390.35

61.30

90.70 133.97 168.22 197.67 224.00 330.20 414.26

64.48

94.92 139.73 175.20 205.70 232.96 342.94 429.98

64.07

95.12 140.99 177.40 208.77 236.85 350.41 440.54

69.71

103.00 152.19 191.24 224.88 254.99 376.77 473.42

66.97

99.75 148.35 187.04 220.43 250.36 371.70 468.28

75.38

111.78 165.76 208.73 245.81 279.06 413.82 521.08

39

40

94.20 109.24 122.54 175.11 215.78 250.23

41
90.96 112.68 131.18 147.59 212.84 263.67

42
99.16 123.16 143.64 161.83 234.40 291.13

43

44

45

46

47
48

345.4
1
280.7
1
370.0

4
277.26 311.50
396.1
351.95
2
345.3
306.94
4
423.7
375.97
4
382.5
339.52
3
452.9
401.36
6
423.3
375.28
9
483.8
428.21
8
468.2
414.51
8
516.5
456.57
8
517.5
457.57
8
551.1
486.54
6
571.7
504.82
4
587.7
518.20
2
631.2
556.70
5
626.3
551.64
6
613.65 696.6

19

70.01

104.60 156.09 197.17 232.70 264.58 394.15 497.56 586.96

81.54

121.33 180.56 227.82 268.69 305.37 454.42 573.38 676.22

73.19

109.70 164.21 207.83 245.60 279.55 417.82 528.46 624.28

88.23

131.73 196.70 248.68 293.70 334.15 498.94 630.80 744.99

49

50

4
667.2
1
768.5
3
710.3
9
847.6

1
From Design of Pile Foundation by A.S. Vesic in NCHRP, Synthesis of Highway
Practice 42, Transport Research Board, 1977
Note : Upper number Nc*, Lower number N*
II.4.3. Metode Janbu (1976)
Dalam perhitung daya dukung ujung tiang (Qp) Janbu mengusulkan sebagai berikut :
Qp = qp . Ap = Ap . (c.Nc* + q.Nq*)

(2.22)

Harga Nc* dan Nq* didasarkan pada keruntuhan permukaan tanah pada ujung tiang
seperti Gambar 4.6 atau dengan rumus sebagai berikut :
Nq * [tan (1 tan )].e . '.tan

Nc* = (Nq* 1) . cot

(2.23)
(2.24)

Variasi nilai Nc* dan Nq* dengan dan seperti Gambar 2.6. Nilai = 70 digunakan
untuk lempung lunak (soft clays) dan = 105 untuk pasir padat (dense sandy soils).

20

Gambar 2.6 Faktor daya dukung cara Janbus.


II.5. Daya Dukung Akibat Gesekan Kulit / Selimut Tiang (Qs)
Daya dukung akibat gesekan selimut tiang dinyatakan dalam persamaan dan
Gambar 2.7.a sebagai berikut :
Qs = p.L.f

(2.25)

dimana :
p

= keliling penempang tiang

= panjang tiang

= satuan perlawanan geser pada setiap kedalaman z


Qu
unit frictional resistance, f
D

L=15.D

f
z

(a)

(b)

Gambar 2.7 Satuan perlawanan geser tiang pada tanah pasir (granuler).
II.5.1.

Satuan Perlawanan Geser (f) Pasir

Satuan perlawanan geser pada setiap kedalaman yang ditinjau pada tiang adalah sebagai
berikut :
f = K . v . tan

(2.26)

21

dimana :
K

= koefisien tekanan tanah

= tegangan efektif vertikal pada kedalaman yang ditinjau

= sudut geser antara tanah dan tiang

Harga K = Kp (koefisien tekanan tanah pasif Rankine) pada ujung bawah tiang, nilainya
< Ko (koefisien tekanan tanah kondisi diam) pada ujung bawah tiang.

Harga K pada persamaan 2.26 dapat menggunakan nilai sebagai berikut :


Tipe pile
Bored or jetter
Low displacement driven / perpindahan kecil
High displacement driven / perpindahan besar

K
K = Ko = 1 sin
K = Ko 1,4 Ko
K = Ko 1,8 Ko

Bhusan (1982) merokomendasikan harga ujung tiang highdisplacement driven sebagai


berikut :
K tan = 0,18 + 0,0065.Dr , dan

(2.27)

K = 0,50 + 0,008.Dr

(2.28)

dimana :

= sudut geser antara tanah dan tiang ()

Dr

= relatif densiti (%)

Harga v pada persamaan 2.26 akan meningkat dan mencapai harga maksimum pada
kedalaman antara 15 20.D dan selanjutnya konstan setelah itu (Gambar 2.27.b).
Kedalaman kritis (L) tergantung beberapa faktor yaitu : sudut geser tanah ( ),
compressibility dan relative density (Dr). Harga L untuk perhitungan dipakai 15.D.
Harga pada persamaan 2.26 tergantung dari investigasi di lapangan, umumnya
memakai batasan antara 0,5 0,8..

22

Mayerhof (1976) mengemukakan harga rata-rata satuan perlawanan geser (fav) dengan
rata-rata Standart Penetration Test (N-SPT) :
Tiang pancang dengan perpindahan besar (high-displacement driven pile) :
fav (kN/m)

= 2. N , atau

(2.29)

fav (lb/ft)

= 40. N

(2.30)

Tiang pancang dengan perpindahan kecil (low-displacement driven pile) :


fav (kN/m) = N , atau

(2.31)

fav (lb/ft) = 20. N

(2.32)

dimana :
N

= nilai N-SPT rata-rata sepanjang tiang

sehingga :
Qs = p.L.fav
II.5.2.

(4.33)
Satuan Perlawanan Geser (f) Pada Lempung

Berikut beberapa metode menentukan satuan perlawanan geser pada tanah lempung :
1) Metode
Metode ini dikemukakan oleh Vijayvergiya dan Focht (1972) yang didasarkan adanya
perubahan tanah akibat tiang yang dipancang menyebabkan tekanan pasif pada setiap
kedalaman, sehingga rata-rata perlawanan geser kulit (fav) adalah :
fav = .( v + 2. cu )

(2.34)

dimana :
v = tegangan vertikal efektif rata-rata sepanjang tiang

cu

= kuat geser undrained rata-rata (untuk = 0)

= diperoleh perdasarkan kedalaman pemancangan tiang (Gambar 2.8)

sehingga :
Qs = p.L.fav

(2.35)

Ilustrasi cu dan v dapat dilihat pada Gambar 2.9 dengan perhitungan sebagai berikut :

23

cu

(c u1.L1 c u2 .L 2 c u3 .L 3 ...)
L

(2.36)

(A1 A 2 A 3 ...)
L

(2.37)

A1, A2, A3, merupakan luasan dari diagram tegangan efektif vertikal (Gambar 2.9)

Qu
undrained cohesion, cu
cu1

L1

A1

L2

tegangan efektif vertikal, u

cu2

A2

Gambar 2.8 Harga terhadap kedalaman tiang (McClelland, 1974).


L3

cu3

A3

24

(a)

depth

depth

(b)

(c)

Gambar 2.9 Aplikasi metode pada tanah berlapis.


2) Metode
Metode ini dikemukakan oleh Tomlinson untuk tanah lempung dengan harga
perlawanan geser kulit (f ) :
f = .cu

(2.38)

dimana :

= faktor adhesi/lekatan secara empiris (Gambar 2.10)

cu

= kuat geser undrained

Harga diperoleh dari Gambar 2.10, untuk tanah lempung konsolidasi normal
(normally consolidated clay) dengan cu 50 kN/m harga = 1, sehingga :
Qs = f. p.L = .cu.p.L

(2.39)

25

Gambar 2.10 Variasi harga dengan kohesi undrained (cu) untuk tanah lempung.

3) Metode
Bila tiang dipancang pada lempung jenuh (saturated clay) maka tegangan air pori tanah
di sekeliling tiang akan bertambah dan harga satuan perlawanan geser (f ) adalah :
f = .u

(2.40)

dimana :
u

= tegangan vertikal efektif

= K . tan R

(2.41)

= sudut geser dalam tanah (remolded clay)

= koefisien tekanan tanah


K

= 1 sin R

= (1 sin R).OCR (untuk over consolidated clay)

(untuk normal consolidated clay)

(2.42)
(2.43)

OCR = overconsolidated ratio


sehingga :
f = (1 sin R).tan R.u(untuk normal consolidated clay)

(2.44)

f = (1 sin R).tan R.OCR.u(untuk over consolidated clay)

(2.45)

Qs = f. p.L

(2.46)

dan :

26

II.6. Daya Dukung Tiang Menurut Coyle dan Castello (Qu)


Daya dukung ujung tiang secara pendekatan dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan daya dukung ultimit pondasi dangkal, sebagai berikut :
Qu = Qp + Qs = q.Nq*.Ap + fav.p.L

(2.47)

dimana :
q

= tegangan vertikal efektif di ujung tiang

fav

= satuan perlawanan geser selimut tiang rata-rata sepanjang tiang


K. v ' tan

= koefisien tekanan tanah lateral

v '

= tegangan efektif rata-rata timbunan tanah

= sudut geser antara tiang dan tanah

(2.48)

Harga Nq* dan K dapat diperoleh dari Gambar 2.11 dan Gambar 2.12 yang merupakan
hubungan antara L/D dengan sedangkan asumsi harga = 0,8..
sehingga :
Qu = Qp + Qs = q.Nq*.Ap + p.L.K. v ' tan (0,8.)

(2.49)

27

Gambar 2.11 Nilai Nq* dari hubungan antara L/D dengan


(Coyle dan Castello, 1981).

Gambar 2.12 Nilai K dari hubungan antara L/D dengan


(Coyle dan Castello, 1981).

28

II.7. Daya Dukung Tiang Berdasarkan Uji Pembebanan (Pile Load Test)
Uji pembebanan tiang di lapangan merupakan salah satu cara untuk menentukan daya
dukung tiang dan hasilnya dianggap sangat mendekati daya dukung tiang yang
sebenarnya. Sehingga cara ini sering diguna-an untuk menguji perencanaan daya
dukung tiang dibandingkan dengan cara yang lain. Dengan kata lain tujuan dari uji
pembebanan adalah menentukan dan memeriksa daya dukung tiang pancang rencana.
Selain itu, data hasil uji pembebanan tiang dapat digunakan untuk memetapkan kriteria
pelaksanaan konstruksi pondasi. Dalam metode pelaksanaan uji pembebanan tiang di
lapangan dapat dilakukan dalam arah vertikal (axial compression), tarik vertikal (pullput test) dan pembebanan horisontal (lateral load test).

Gambar 2.13 Skema Uji Pembebanan


Pada Gambar 2.13 menunjukkan skema diagram uji pembebanan tarik vertikal, dimana
untuk beban reaksinya (counter weight) digunakan sistem tiang angker (anchor pile)
dan sumber bebannya menggunakan dongkrak hidrolis (hydraulic jack). Selain sistem
tiang angker, terdapat juga sistem kenletge yaitu penggunaan tumpukan balok baja atau
balok beton sebagai beban reaksi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan uji pembabanan di lapangan:
29

1. Tiang uji dipancang pada lokasi tanah dekat lubang bor dan kondisi tanah yang
relatif jelek .
2. Metode pemancangan tiang diusahakan sama seperti yang digunakan dalam
pelaksanaan konstruksi.
3. Tenggang waktu untuk pelaksanaan uji pembebanan 24 jam setelah pembenanan
(tanah pasir) dan 30 60 hari setelah pembebanan (tanah lempung).
4. Besarnya beban reaksi direncanakan minimal 200% dari beban rencanan .
5. Prosentase peningkatan dan pengurangan beban digunakan sebesar 25% beban
rencana.
6. Setelah maksimum pembebanan tercapai, beban mulai dikurangi (unloading) dengan
kecepatan maksimum sama dengan pembebanan sebelumnya.

Load (Q)

Pada Gambar 2.14 menunjukkan hubungan antara beban dan penurunan untuk tahab
Load (Q)

penambahan beban (loading) dan pengurangan beban (unloading) pada beban Q


Qu

Q2

(a)

Settlement

Qu

tertentu. Untuk beban Q tertentu, penurunan tiang netto dapat dihitung bila Q = Q 1,
sehingga penurunan netto (snet) dapat dihitung sebagai berikut :
dimana

St(2)
snet(1) = st(1) 1 se(1)
St(1)
(b)
:

snet(1)

= penurunan netto

st(1)

= penurunan total

se(1)

= penurunan elastis

(2.50)

Net Settlement (snet)

Daya dukung batas (Qu) ditentukan dengan menganalisa diagram hubungan antara
beban Q1 dengan snet(1). Penentuan daya dukung lain didasarkan pada kriteria peraturan
tertentu yang memperhitungkan besar penurunan yang diijinkan.
Q1

Se(1)
Se(2)

Unloading

Unloading

30

Gambar 2.14 (a) Hubungan antara pembebanan dan total penurunan (b) hubungan
antara pembebanan dan penurunan netto
II.8. Daya Dukung Tiang Berdasarkan Data Sondir
Untuk menentukan daya dukung pondasi tiang dengan data sondir ada 3 (tiga) cara :
1. Cara Konvensional
2. Cara Schmertmann dan Nottingham (1975)
3. Cara Tumay dan Fakhroo (1981)

Cara Konvensional
Daya dukung satu tiang :
qu

qc .A JHP.O

F1
F2

(2.51)

dimana :
qc

= nilai konus (nilai rata-rata harga konus diambil 4.D di bawah ujung tiang dan

8.D di atas ujung tiang)


JHP

= jumlah hambatan pelekat sepanjang tiang

= penampang tiang

= keliling tiang

= faktor keamanan

Cara Schmertmann dan Nottingham (1975)


Daya dukung satu tiang :
qu = qp + qs
qp

(2.52)

qc1 qc 2 2 qc3
2

(2.53)

31

18.D . f .A

qs K s,c .

L 8
L 0

L L

L 8.D

.A s

(2.54)

dimana :
qp

= daya dukung ujung tiang

qs

= daya dukung akibat lekatan

qc1

= nilai konus rata-rata dari 0,7.D s/d 4.D di bawah ujung tiang arah a b

qc2

= nilai konus minimum dari 0,7.D s/d 4.D di bawah ujung tiang arah b c

qc3

= nilai konus rata-rata dari 0,7.D s/d 8.D di atas ujung tiang

Ks,c

= faktor koreksi (Ks = 2 untuk pasir, Kc = 2 untuk lempung) lihat Grafik 8

= diameter tiang

fs

= hambatan lekatan tanah dari data sondir

As

= luas selimut tiang

= panjang total tiang

Untuk bore pile, Schmertmann (1978) menyarankan harga qc dikalikan 0,75 artinya
untuk memperhitungkan pengurangan tegangan efektif yang bekerja sepanjang tiang.
Cara Tumay dan Fakhroo (1981)
Daya dukung satu tiang :
qu = qp + qs

(2.55)

dimana :
qp

= daya dukung ujung tiang (cara Schmertmann)

qs

= daya dukung akibat gesekan kulit = L . O . fo

fo

= unit lekatan = m . fs

fs

= JHP L

fs

= lekatan rata-rata

JHP

= jumlah hambatan lekatan sepanjang tiang

= panjang tiang

= keliling tiang

= koefisien lekatan (nilai : 0,50 s/d 10,0)


II.9. Daya Dukung Tiang Berdasarkan Data N-SPT

Secara umum

32

1. Uji penetrasi standar (Standart Penetration Test / SPT) adalah uji penetrasi secara
dinamis yang dilaku-kan di lapangan terhadap contoh tanah yang terganggu
(disturbed), mengkombinasikan pengujian penetrasi sekaligus penarikan contoh
(sampling).
2. Keuntungan : pengujiannya cepat dan pengerjaannya yang mudah, sederhana dan
praktis.
3. Standar pengujian : ASTM D 1586-84 (Standart Methode for Peneration Test and
Split-Barrel Sampling of Soil).
Prosedur Pelaksanaan
1. Split-spoon dengan diameter luar 2,0 inch dan diameter dalam 1,5 inch
dimasukkan/dipukul kedalam lapisan tanah sedalam 18 inch dengan menggunakan
palu (hammer) seberat 140 lb. dijatuhkan secara bebas pada ketinggian 30 inch
dengan energi 4200 inch.lb.
2. Banyaknya jumlah pukulan palu yang diperlukan untuk memasukkan split-barrel
sampler pada penetrasi 6,0 inch kedua dan 6,0 inch ketiga dikenal dengan Standart
Penetration Resistance (N-SPT)
3. Hasil pembacaan N-SPT dinyatakan ditolak dan pelaksanan pengujian dihentikan
apabila :
Diperlukan 50 kali pukulan untuk setiap pertambahan penetrasi 150 mm
Telah dicapai penetrasi dengan 100 kali pukulan
10 kali pukulan berturut-turut tidak menunjukkan kemajuan
II.10.

Daya Dukung Tiang

Daya dukung satu tiang :


Qu = Qp + Qs

(2.56)

dimana :
Qu

= kapasitas tiang dalam kondisi batas

Qp

= kapasitas ujung tiang dalam kondisi batas

Qs

= kapasitas friksi tiang dalam kondisi batas

Mayerhof (1956) mengusulkan formulasi daya dukung batas dengan harga N-SPT
sebagai berikut :

33

Tiang pancang dengan perpindahan besar (high-displacement driven pile) :


Qu 4.A p .Np

N.A s
50

(2.57)

Tiang pancang dengan perpindahan kecil (low-displacement driven pile) :


Q u 4.A p .Np

N.A s
100

(2.58)

dimana :
Qu

= daya dukung batas pondasi tiang (ton)

Ap

= luas penampang dasar tiang (m)

Np

= nilai N-SPT pada dasar pondasi

As

= luas permukaan keliling tiang (m)

= nilai N-SPT rata-rata sepanjang tiang

Mayerhof (1967) unit tahanan ujung (qp) pada tanah pasir akan bertambah dengan
bertambahnya kedalaman tiang sampai sampai ratio (L b/D) dan akan mencapai
maksimum pada saat (Lb/D) = (Lb/D)cr
Mayerhof (1976) unit tahanan ujung (qp) pada tanah lempung homogen (L = Lb) adalah
qp (kN/m) = 40. N (L/D) 400.D

(2.59)

dimana :
N

= nilai N-SPT rata-rata pada 10.D di atas dan 4.D di bawah ujung tiang

Mayerhof (1976) unit friksi tiang rata-rata (fav) sebagai berikut :


Tiang pancang dengan perpindahan besar (high-displacement driven pile) :
fav (kN/m)

= 2. N , atau

(2.60)

fav (lb/ft)

= 40. N

(2.61)

Tiang pancang dengan perpindahan kecil (low-displacement driven pile) :


fav (kN/m)

= N , atau

(2.62)

fav (lb/ft)

= 20. N

(2.63)

dimana :
N

= nilai N-SPT rata-rata sepanjang tiang

Dengan demikian kapasitas daya dukung batas oleh Mayerhof menjadi :


L
Qu 40.A p .qp .N p.L. f av
D

(2.64)
34

dimana :
Ap

= luas ujung tiang

= lebar tiang

= panjang pemancangan tiang

= keliling tiang

qp

= kapasitas ujung tiang dalam kondisi batas

fav

= friksi tiang rata-rata

Sehingga kapasiats daya dukung ijin pondasi tiang :


Q all

Qu
FS

(2.65)

dimana :
Qu

= kapasitas daya dukung batas tiang

FS

= angka keamanan (2,5 s/d 4)

II.11.

Daya Dukung Tiang Berdasarkan Rumus-rumus Pancang

Pengembangan rumus-rumus pancang yang ada didasarkan pada prinsip-prinsip impulsmomentum, yaitu : mencari persamaan energi yang ditimbulkan oleh palu (hammer)
terhadap kerja yang dilakukan oleh tiang dalam bentuk penetrasi dengan jarak
perlawanan tertentu serta memperhitungkan kehilangan energi.
Semakin besar perlawanan tiang akan semakin besar pula daya dukung tiang dalam
menahan beban. Kehilangan energi dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
pemampatan elastis tiang, redaman pe-lindung kepala tiang (pile cap) dan efisiensi dari
palu pancang.
Secara umum telah diketahui bahwa ketelitian penggunaan rumus-rumus pancang dalam
memperkira-kan daya dukung tiang tidak memberikan hasil yang dapat diandalkan. Hal
ini disebabkan oleh ketidakseragaman lapisan tanah dan kondisi palu pancang
menyangkut efisiensi palu yang berubah selama pelaksanaan pemancangan pada lokasi
pekerjaan yang sama.

35

Walau demikian rumus pancang (driving formula) atau rumus dinamik (dynamic
formula) masih cukup luas penggunaannya terutama untuk menentukan apakah tiang
telah mencapai harga daya dukung yang cukup pada kedalaman yang direncanakan.
Selain itu, rumus pancang digunakan pula untuk menentukan kapan pelaksanaan
pemancangan tiang dihentikan, dimana daya dukung dari tiang diperkirakan sama
dengan hasil uji pembebanan tiang atau tiang lainnya yang dipancang pada kondisi
tanah yang sama.
Bagaimanapun juga pemancangan tiang pada tanah lempung atau tanah lunak tetap
dilakukan sampai pada kedalaman yang sama bukan berdasarkan jumlah pukulan
tertentu. Perlawanan penetrasi dapat juga digunakan untuk menghindar terjadinya
kerusakan tiang dikarenakan kelebihan energi pancang (overdriving).
Berikut ini akan dijelaskan 3 (tiga) rumus pancang dari sekian banyak rumus pancang
yang telah dikembangkan :
Rumus Engineering News Record (ENR)
Rumus dinamis didasarkan pada hubungan :
Energi yang masuk = energi yang digunakan + energi yang hilang, atau :
Energi yang digunakan = perlawanan tiang x penetrasi palu (perpindahan tiang)
Bila energi ditranformasikan sebagai Qu yang menghasilkan penetrasi sebesar s dan
energi yang hilang sewaktu pemancangan (E) maka didapat :
E = Qu.s + E ; bila E = Qu.C dan E = WR . h
maka didapat :
WR.h = Qu.s + Qu.C, atau :
Qu

WR .h
sC

(2.66)

dimana :
WR

= berat palu

= tinggi jatuh palu (cm)

= penetrasi tiang per satuan pukulan (cm)

= konstanta untuk palu jatuh bebas (drop hammer) = 2,54 (cm) 1,0 (inch)
untuk palu uap (steam hammer) = 0,254 (cm) 0,1 (inch)

36

FS

=6

Untuk palu aksi tunggal dan palu ganda (palu uap) notasi W R, h diganti HE (energi palu)
dan E (efisiensi palu), sehingga rumus menjadi :
Qu

HE .E
sC

(2.67)

dimana :
HE

= energi palu

= efisiensi palu

Rumus Engineering News Record Modified (ENRM)


Rumus yang digunakan :
Qu

E.WR .h WR n.WP

s C WR WP

(2.68)

dimana :
E

= efisiensi palu

= penetrasi tiang per satuan pukulan (cm)

WR

= berat palu

= konstanta = 2,54 (cm)

WP

= berat tiang

= koefisien restitusi antara palu dan kepala tiang

= tinggi jatuh palu (cm)

FS

= 4 s/d 6

Tabel 2.2 Harga efisiensi palu pancang (E)


No
.
1
2
3

Type Hammers

Single and double acting hammers


Diesel hammers
Drop hammers

0,70 0,85
0,80 0,90
0,70 0,90

37

Tabel 4.3 Harga koefisiensi resititusi (n)


No
.
1
2
3

Jenis Bahan Tiang

Cast iron hammes or concrete piles (without cap)


Wood cushion on steel piles
Wooden piles

0,40 0,50
0,30 0,40
0,25 0,30

Rumus Pasific Coast Uniform Building Code (PCUBC)


Rumus yang digunakan :
Qu

E.HE .WR .C1


s C2

(2.69)

C1

WR n.WP
WR WP

(2.70)

C2

Qu .L
A E

(2.71)

dimana :
E

= efisiensi palu

= penetrasi tiang per satuan pukulan (cm)

HE

= energi palu

= luas penampang tiang

WR

= berat palu

= 0,25 tiang baja dan 0,10 tiang lainnya

WP

= berat tiang

FS

=4

Petunjuk pengunaan rumus PCUBC :

38

1. Hitung Qu dengan harga C2 diambil = 0


2. Hitung C2 dengan menggunakan 75% harga Qu
3. Hitung kembali Qu dengan menggunakan harga C2 yang baru dan seterusnya sampai
Qu (pakai) = Qu (hitung)
Rumus Michigan
The Michigan State Highway Commission (1965) menunjukkan hasil studi perhitungan
pile driving dengan mengambil 3 lokasi yang berbeda dan 88 sampel tiang yang diuji.
Berdasarkan pengembangan dari rumus ENRM dikemukakan rumus sebagai berikut :
Qu

1,25.HE WR n.WP

sC
WR WP

(2.72)

dimana :
HE

= energi palu maksimum (lb-in)

= 0,1 inch

Rumus Danish
Rumus ini didasarkan pada kondisi tanah runtuh :
E.HE

Qu
s

E.HE .L
2.A p .EP

(2.73)

dimana :
E

= efisiensi palu

= panjang tiang

HE

= energi palu

AP

= luas penampang tiang

EP

= modulus bahan tiang

SF

= 3 s/d 6

Rumus Janbus
Rumus yang dupakai :
Qu

E.HE
s K 'u

(2.74)

dimana :

39

K 'u c d . 1 1

c d

(2.75)

cd

(2.76)

= 0,75 + 0,15 . (WP + WR)


E.HE .L
A P .EP .S

= efisiensi palu

= penetrasi tiang per satuan pukulan (cm)

HE

= energi palu

AP

= luas penampang tiang

WR

= berat palu

EP

= modulus bahan tiang

WP

= berat tiang

= panjang tiang

FS

= 4 s/d 5

(2.77)

40

II.12.

Daya Dukung Tiang Bor - Tunggal

Jenis dan Metode Konstruksi Tiang Bor


Tiang yang dibor dibuat dengan cara membor lubang silindris hingga kedalaman
tertentu kemudian diisi dengan beton berupa lubang lurus atau dasarnya diperbesar.
Jenis struktur tiang bor/sumuran yang dibor (drilled shaft) :
1. Kaison yang digali/kaison
2. Tiang pancang yang dibor (bored pile) dibatasi D 760 mm
3. Tiang dengan dasar diperbesar (belled pile)
Metode konstruksi fondasi tiang bor :
1. Metode kering :
a) Sumuran digali
b) Sumuran diisi beton
c) Kerangka tulangan dipasang sampai kedalaman yang dibutuhkan
d) Metode ini untuk tanah kohesif dan muka air tanah di bawah dasar tiang atau yang
permeabilitasnya rendah
2. Metode acuan :
a) Metode ini dipakai pada tanah granuler atau deformasi lateralnya yang berlebihan
b) Acuan dipakai untuk menahan masuknya air tanah
c) Sebelum acuan dipasang, adonan spesi encer (slurry) untuk mempertahankan
lubang kemudian baru acuan dipasang dan adonan dikeluarkan.
3. Metode adonan, digunakan bila metode 1 dan 2 tidak mungkin dilaksanakan.
II.13.

Daya Dukung Pondasi Tiang Bor

Untuk tanah dasar lempung


Q all

Qu A P

(1,3.c.Nc L '. .Nq 0,4. .B.Nq)


SF SF

(2.78)

Q all

A P .(9.c)
SF

(2.79)

Untuk tanah dasar pasir


Qall

AP
(L '. .Nq 0,4. .B.Nq )
SF

(2.80)

41

dimana :
L

= dibatasi sampai 15.D

AP

= luas dasar pilar

SF

=3

Untuk tanah pasir bisa digunakan rumus Mayerhof (1956), dimana penurunan dibatasi
tidak lebih dari 25mm.
SPT

Sondir

Q all A P

N55
2,5

Q all A P

qC
10

(kips)

(kips)

(2.81)
(2.82)

42

BAB III
DAYA DUKUNG KELOMPOK TIANG

III.1.

Daya Dukung Kelompok Tiang

Pada umumnya fondasi tiang dibentuk dalam kelompok tiang untuk dapat menahan
beban struktur bangunan alas dan menyalurkan ke lapisan tanah dibawahnya Tiangtiang tersebut disatukan oleh plat belon yang disebut sebagai "pile cap". Fungsi pile cap
adalah untuk menyatukan antar tiang dan mendistribusikan beban pada tiang-tiang
tersebut, lihat Gambar 3.1.a.
Bila letak antar tiang dalam kelompok tiang saling berdekatan, penyebaran tegangan
yang disalurkan melalui tiang ke tanah disekitarnya saling overlap, lihat Gambar 3.1.b.
Idealnya jarak antar tiang dalam kelompok tiang minimum, d = 2.5 D, dan umumnya
digunakan antara d = 3 D s/d 3.5 D (D = diameter tiang).

Number of pile in group = n1 x n2


note : Lg Bg
Lg = (n1 1).d + 2.(D/2)
Bg = (n2 1).d + 2.(D/2)

Gambar 3.1 Tipikal kelompok tiang.

43

Dalam menetukan daya dukung kelompok tiang perlu dilihat jarak antar tiang dimana
terdapat dua ke-mungkinan yaitu : perhitungan kelompok tiang terdapat 2 (dua)
penempatan jarak antar tiang yang berbeda yaitu (1) kelompok tiang dalam blok
kesatuan dengan ukuran Lq x Bq x L dan (2) kelompok tiang secara individu.
III.2.

Daya Dukung Kelompok Tiang pada Tanah Non Kohesif (Sand Soil)

Kelompok Tiang Aksi Individu


Apabila jarak antar tiang dalam kelompok d 3.D, maka besar kapasitas gesekan kulit
adalah :
Qg(u)

= .Qu = n1.n2.(Qp + Qs)

(3.1)

dimana :
Qp

= q.Nq*.Ap

(lihat teori Mayerhof)

Qs

= fav . p . L

(toeri Qs secara umum)

fav

= K.v.tan

sehingga :
Qg(u)

= .Qu = n1.n2.( q.Nq*.Ap + K.v.tan . p . L)

(3.2)

Kelompok Tiang Aksi Blok Kesatuan


Apabila jarak antar tiang dalam kelompok d 3.D, maka kelompok tiang dalam blok
kesatuan mempunyai dimensi : Lg x Bg x L, sehingga daya dukung kelompok tiang :
Qq(u)

fav . pq . L

(3.3)

dimana :
pq

= keliling kelompok tiang (blok) = 2.(n1 + n2 2).d + 4.D

fav

= rata-rata unit satuan gesekan kulit (average unit frictional resistance)

= panjang tiang
III.3.

Daya Dukung Kelompok Tiang pada Tanah Kohesif (Clay Soil)

Kelompok Tiang Aksi Individu


Apabila jarak antar tiang dalam kelompok d 3.D, maka besar kapasitas gesekan kulit
adalah :

44

Qg(u)

= .Qu = n1.n2.(Qp + Qs)

(3.4)

dimana :
Qp

= Nq* . cu(p) . Ap = 9 . cu(p) . Ap (lihat teori Mayerhof)

cu(p)

= undrained cohesion tanah lempung di ujung tiang

Qs

= fav . p . L = .cu.p.L (lihat teori )

sehingga :
Qg(u)

= .Qu = n1.n2.( 9. cu(p) . Ap + .cu.p.L)

(3.5)

Kelompok Tiang Aksi Blok Kesatuan


Apabila jarak antar tiang dalam kelompok d 3.D, maka kelompok tiang dalam blok
kesatuan mempunyai dimensi : Lq x Bq x L, sehingga daya dukung kelompok tiang :
Qg(u)

= Qp + Qs

(3.6)

dimana :
Qs

= pq . cu . L = .2(Lq + Bq) . cu L

Qp

= Ap . qp = Ap . cu(p) . Nc* = (Lq . Bq). cu(p) .Nc*

Dimana harga Nc* (Gambar 3.2) merupakan hubungan antara H/B dan L/B (B = Bq dan L =
Lq), sehingga :
Qg(u)

= Lq . Bq. cu(p) .Nc* + .2(Lq + Bq) . cu L


; lihat Gambar 3.2. dan 3.3. (3.7)

=Membandingkan nilai persamaan (3.5) dan (3.7) dan angka terkecil : Qg(u)

45

Gambar 3.2 Daya dukung kelompok tiang pada tanah kohesif.

Gambar 3.3 Hubungan Nc* dengan Lg/Bg dan L/Bg (Bjerrum and Eides).

46

III.4.

Efisiensi Kelompok Tiang ( ; Eg)

Efisiensi kelompok tiang dirumuskan sebagai berikut :

Q g(u)
Qu

f av .[2.(n1 n2 2).d 4.D].L


n1.n2 .p.L. f av

(3.8)

dimana :

= efisiensi kelompok tiang


Qg(u)

= daya dukung batas kelompok tiang

Qu

= daya dukung batas tiang tunggal

Persamaan efisiensi kelompok dapat ditulis sebagai berikut :

2.(n1 n2 2).d 4.D


n1 .n2 .p

(3.9)

Sehingga :
2.(n1 n2 2).d 4.D
Qu
n1.n2 .p

Q g(u)

(3.10)

Untuk praktisnya, bahwa jika :


1 : Qg(u) = . .Qu

dalam hal ini d 3.D

1 : Qg(u) = .Qu dalam hal ini d 3.D


Efisiensi kelompok tiang saran Converse-Labarre Formula, dirumuskan sebagai berikut :
(n 1).m (m 1).n
1
90.m.n

; tan1 (D / s)

(3.11)

dimana :

= efisiensi kelompok tiang

= jumlah baris tiang

= jumlah tiang dalam satu baris

= sudut dalam derajat

= jarak pusat ke pusat antar tiang

= diameter tiang

47

III.5.

Distribusi Beban Pada Tiang

Jika beban luar uang bekerja pada kelompok tiang adalah beban vertikal sentries, maka
beban yang bekerja pada masing-masing tiang adalah :
Qp = Qv n

(3.12)

dimana :
Qp

= beban tiang tunggal

Qv

= beban total vertikal

= jumlah tiang dalam kelompok tiang

Apabila beban vertikal tersebut bekerja eksentris terhadap titik pusai kelompok tiang,
maka sesuai dengan teori mekanika teknik maka besarnya tegangan yang timbul pada
suatu titik dengan jarak berturut-turut x dan y terhadap titik pusat adalah :

M y .x
Iy

M x .y
Ix

(3.13)

Dari Gambar 3.4 dapat diketahui bila beban eksentris maka beban pada masing-masing
tiang dalam kelompok dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Qp

Q v My .x
M .y

A b x A b
n
Iy
Ix

(3.14)

dimana :
Ab

= luas penampang tiang tunggal

Ix

= momen inersia terhadap sumbu : x - x


= I0 + Ab . y ; I0 = 0
= Ab . y

Iy

= momen inersia terhadap sumbu : y - y


= Ab . x

Mx

= Qv . ey

My

= Qv . ex

= eksentrisintas

= jumlah jarak masing-masing tiang terhadap sumbu y y

= jumlah jarak masing-masing tiang terhadap sumbu x x

Qu

= daya dukung batas tiang tunggal

48

sehingga :
Qp

Q v Q v .e y .y
Q .e .x

A b v x A b
n A b . y
A b . x

(3.15)

atau :
1 e y .y e x .x

n y x

Qp Q v

(3.16)

Gambar 3.4 Distribusi tiang dalam kelompok.

49

Gambar 3.5 Penempatan tiang dalam kelompok tiang.

50

Anda mungkin juga menyukai