Oleh :
Angelia Wattimury
31140022
31140025
Inggrid Evlantine
31140026
Candra Gunawan
31140027
Ester Yuan
31140028
31140030
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan mangrove adalah hutan yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi
oleh pasang surut air laut, sehingga lantai hutannya selalu tergenang air. Menurut Steenis
(1978) mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut.
Soerianegara (1993) bahwa hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai,
biasanya terdapat di daearah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh: 1) tidak
terpengaruh iklim; 2) dipengaruhi pasang surut; 3) tanah tergenang air laut; 4) tanah rendah
pantai; 5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk; 6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri dari
api-api (Avicenia sp.), pedada (Sonneratia sp.), bakau (Rhizophora sp.), lacang (Bruguiera
sp.), nyirih (Xylocarpus sp.), nipah (Nypa sp.) dll. Hutan mangrove merupakan salah satu
bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah
pesisir, pantai, dan atau pulau-pulau kecil, dan merupakan potensi sumber daya alam yang
sangat potensial.
Fungsi hutan mangrove secara ekologis diantaranya sebagai tempat mencari makan
(feeding ground), tempat memijah (spawning ground), dan tempat berkembang biak (nursery
ground) berbagai jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya, tempat bersarang berbagai
jenis satwa liar terutama burung dan reptile (Setiawan, 2013)
Ekosistem hutan mangrove sangat rapuh dan mudah rusak. Kerusakan bisa saja
disebabkan oleh tindakan mekanis secara langsung, seperti memotong, membongkar, dan
sebagainya. Juga sebagai akibat yang tidak langsung seperti perubahan salinitas air,
pencemaran air, karena adanya erosi, pencemaran minyak dan sebagainya. Oleh karena itu,
hutan mangrove yang bertindak sebagai tempat berlangsungnya proses-proses ekologis dan
pendukung kehidupan hendaknya dapat terhindar dari unsur-unsur yang merusak tersebut.
Kerusakan ekosistem mangrove dapat ditekan dengan mencegah dan mengelola berbagai
faktor yang menyebabkan kerusakan ekosistem tersebut. Karena itu, setiap upaya dilakukan
untuk menekan kerusakan ekosistem mangrove, perlu mengidentifikasi faktor-faktor
penyebabnya (Ghufron, 2012).
Suatu ekosistem dikatakan rusak apabila tidak sesuai lagi dengan peruntukkannya dan
juga adanya kerusakan lingkungan atau kematian populasi dalam suatu ekosistem.
B. Tujuan Praktikum
Mempelajari dan mengkaji ekosistem mangrove beserta kerusakannya dan upaya
untuk menanggulanginya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis
pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang
mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Secara
ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang
pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi
terhadap garam (Santoso, et al., 2000).
Adapun ciri-ciri dari hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah :
memiliki jenis pohon yang relatif sedikit; memiliki akar yang unik misalnya seperti jangkar
melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora sp., serta akar yang mencuat vertikal
seperti pensil pada pidada Sonneratia sp. dan pada api-api Avicennia sp.; memiliki biji
(propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada
Rhizophora sp memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon. Sedangkan tempat hidup
hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya
adalah tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada
saat pasang; tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat; daerahnya
terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat; airnya berkadar garam
(bersalinitas) payau (2-22 ) (LPP Mangrove, 2012).
Karakteristik dari ekosistem mangrove dipengaruhi oleh keadaan tanah, salinitas,
penggenangan, pasang surut, dan kandungan oksigen. Adapun adaptasi dari tumbuhan
mangrove terhadap habitat tersebut tampak pada morfologi dan komposisi struktur tumbuhan
mangrove (Rismunandar, 2000).
Ekosistem mangrove sangat rumit, karena terdapat banyak factor yang saling
mempengaruhi, baik di dalam maupun di luar pertumbuhan dan perkembangannya.
Berdasarkan tempat tumbuhnya kawasan mangrove dibedakan menjadi zonasi, yang disebut
dengan nama jenis-jenis vegetasi yang mendominasi. Selain itu, Mall et. Al (1982)
menyebutkan tiga zona perbedaan penggenangan yang juga berakibat pada perbedaan
salinitas. Hal inilah yang membuat adanya perbedaan jenis di kawasan mangrove.
1. Zona proksimal, yaitu kawasan (zona) yang terdekat dengan laut. Pada zona ini
biasanya ditemukan jenis-jenis R. apiculata, R. mucronata, dan S. alba
2. Zona middle, yaitu kawasan (zona) yang terletak diantara laut dan darat. Pada
zona ini biasanya akan ditemukan jenis-jenis S. caseolaris, R. alba, B.
gymnorrhiza. A, marina, A officianalis, dan Ceriops tagal.
3. Zona distal yaitu zona yang terjauh dari laut. Pada zona ini biasanya akan
ditemukan jenis-jenis Heritiera littoralis, Pongamia, Pandanus spp., dan Hibiscus
tiliaceaus.
Pembagian zonasi juga dapat dilakukan berdasarkan jenis vegetasi yang
mendominasi, dari arah laut ke daratan berturut-turut (Arief, 2003) sebagai berikut.
1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada zona
ini, tanah berlumpur lembek dan kadar garam tinggi. Jenis Avicennia banyak
ditemui berasosiasi dengan Sonneratia spp. Karena tumbuh di bibir laut, jenisjenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan dari hempasan
ombak laut. Zona ini juga merupakan zona perintis atau pioneer, karena terjadinya
penimbunan sedimen tanah akibat cengkeraman perakaran tumbuhan jenis-jenis
ini.
2. Zona Rhizopora, terletak di belakang zona Avicennia dan Sonneratia. Pada zona
ini, tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perkakaran
tanaman tetap terendam selama air laut pasang.
3. Zona Bruguiera, terletak di belakang Zona Rhizophora. Pada zona ini, tanah
berlumpur agak keras. Perakaran tanaman lebih peka serta hanya terendam pasang
naik dua kali sebulan.
4. Zona Nypah, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona ini
sebenarnya tidak harus ada, kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir (sungai)
ke laut.
Zonasi ini merupakan zonasi yang masih lengkap karena semua jenis masih
terdapat didalam kawasan. Di beberapa kawasan serta kepulauan di Indonesia,
tidak seluruh zonasi ini ada. Ketidaksempurnaan penggenangan atau pun pasang
surut.
Sebagai pelindung daratan dari abrasi pantai, gelombang atau angin kencang;
Sebagai pengendali intrusi air laut;
Sebagai habitat dari berbagai jenis fauna;
Sebagai tempat mencari, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan dan
udang;
5. Sebagai penyedia lahan melalui proses sedimentasi;
6. Pengontrol penyakit malaria;
7. Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air).
Menurut Saenger (1981) fungsi ekosistem hutan mangrove adalah
1. Fungsi fisik, yaitu menjaga pantai tetap stabil, melindungi pantai dan tebing
sungai, mencegah terjadinya erosi pantai (abrasi), serta sebagai perangkap zat
pencemar dan limbah.
2. Fungsi biologi, yaitu sebagai dearah pasca larva dan yuwana jenisjenis ikan
tertentu dan menjadi habitat alami berbagai jenis biota dengan produktivitas yang
tinggi, serta bersarangnya burung-burung besar.
3. Fungsi ekonomi atau fungsi produksi, yaitu menghasilkan produk langsung
(seperti bahan bakar, bahan bangunan, alat penangkap ikan, pupuk pertanian,
bahan baku kertas, makanan, obat-obatan, minuman dan tekstil), maupun produk
tidak langsung (seperti tempattempat rekreasi dan bahan makanan dan produk
yang dihasilkan sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat).
Adapun kegiatan yang dapat merusah hutan Mangrove menurut (Berwick, 1983) yaitu :
Kegiatan Dampak Potensial
1. Tebang habis tumbuhan mangrove
Berubahnya komposisi tumbuhan; pohon-pohon mangrove akan digantikan
oleh spesies-spesies yang nilai komersialnya rendah dan hutan mangrove yang
ditebang habis ini tidak lagi berfungsi sebagai daerah mencari makanan (feeding
ground) dan daerah pengasuhan (nursery ground) yang optimal bagi bermacam ikan
dan udang stadium muda.
2. Pengalihan aliran air tawar, misalnya pada pembangunan irigasi
a. Peningkatan salinitas hutan mangrove, yang menyebabkan dominasi dari spesiesspesies yang lebih toleran terhadap air yang menjadi lebih asin; ikan dan udang
dalam stadium larva dan juvenil mungkin tidak dapat mentoleransi peningkatan
salinitas, karena mereka lebih sensitif terhadap perubahanperubahan lingkungan.
b. Menurunnya tingkat kesuburan hutan mangrove karena pasokan zat-zat hara 18
Kajian Potensi dan Pengembangan Hutan Mangrove di Kabupaten Serdang
Bedagai melalui aliran air tawar berkurang
3. Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan
a. Mengancam regenerasi stok-stok ikan dan udang di perairan lepas pantai yang
memerlukan hutan mangrove sebagai nursery ground larva dan stadium muda
ikan dan udang.
b. Pencemaran laut oleh bahan-bahan pencemar yang sebelum hutan mangrove
c.
BAB III
METODOLOGI
Avicennia sp
Avicennia sp merupakan pohon bakau yang toleransi dengan kadar garam tertinggi,
getah yang dihasilkan memiliki rasa yang asin, sekitar 10% dari air laut. Avicennia sp
mengeluarkan kelebihan garam melalui pori pori khusus yang ada pada daunnya, yang
biasa terlihat seperti lapisan kristal yang kemudian akan terbawa oleh angin dan hujan. Daun
Avicennia sp kecil , berbentuk oval, dan memiliki ujung runcing seperti pneumatophores
untuk mengantisipasi kekurangan oksigen dalam lumpur habitatnya, yang akan keluar secara
berkala dan menyebar menembus lupur dan muncul ke permukaan. Avicennia sp memiliki
tinggi tumbuh hingga 25 meter. Buah yang dihasilkan kecil dengan panjang satu sampai dua
sentimeter. Bunga Avicennia sp berwarna kuning
memproduksi serbuk sari steril sementara bunga jantan menghasilkan ovula steril. Avicennia
sp juga dapat diregenerasi melalui batang pohonnya, sehingga dapat melakukan pertunasan
dari stek pohon. Avicennia sp merupakan tanaman bakau yang tumbuh dibarisan pertama
pada deretan tanaman mangrove, yang dapat menembus lumpur dan gumuk pasir, serta
hidupnya dapat selalu tergenang oleh air laut. ( Ria, 2001 )
Rhizopora sp
Rhizophora sp. merupakan salah satu jenis tanaman mangrove, yaitu kelompok
tanaman tropis yang bersifat halophytic atau toleran terhadap garam. Pohon dengan
ketinggian mencapai 30 m dengan diameter batang mencapai 50 cm. Memiliki perakaran
yang khas hingga mencapai ketinggian 5 meter, dan kadang-kadang memiliki akar udara yang
keluar dari cabang. Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah. Tumbuh pada tanah
berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada saat pasang normal. Tidak menyukai substrat
yang lebih keras yang bercampur dengan pasir. Tingkat dominasi dapat mencapai 90% dari
vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Menyukai perairan pasang surut yang memiliki
pengaruh masukan air tawar yang kuat secara permanen. Percabangan akarnya dapat tumbuh
secara abnormal karena gangguan kumbang yang menyerang ujung akar. Kepiting dapat juga
menghambat pertumbuhan mereka karena mengganggu kulit akar anakan. Tumbuh lambat,
tetapi perbungaan terdapat sepanjang tahun. Daun berwarna hijau tua dengan hijau muda
pada bagian tengah dan kemerahan di bagian bawah. Gagang daun panjangnya 17-35 mm dan
warnanya kemerahan. Bentuk daun elips menyempit, ujungnya meruncing. Ukuran: 7-19 x
3,5-8 cm. Bunga biseksual, kepala bunga kekuningan yang terletak pada gagang berukuran
<14 mm. Letak: Di ketiak daun. Formasi: kelompok (2 bunga per kelompok). Daun mahkota:
4; kuning-putih, tidak ada rambut, panjangnya 9-11 mm. Kelopak bunga: 4; kuning
kecoklatan, melengkung. Benang sari: 11-12; tak bertangkai.Buah kasar berbentuk bulat
memanjang hingga seperti buah pir, warna coklat, panjang 2-3,5 cm, berisi satu biji fertil.
Hipokotil silindris, berbintil, berwarna hijau jingga. Leher kotilodon berwarna merah jika
sudah matang. Ukuran: Hipokotil panjang 18-38 cm dan diameter 1-2 cm.
Bruguiera cylindrica
Belukar, menjalar melebar di permukaan tanah, dengan ketinggian kurang dari 2 m.
Tumbuh subur pada daerah lumpur kering atau lumpur berpasir di belakang kawasan hutan
mangrove. Daun berwarna Hijau tua mengkilap di bagian atas, kaku dan tertekuk ke dalam.
Bentuknya elips, bulat memanjang, dan ujungnya meruncing. Ukuran daun dengan panjang
3-4 cm. Bungan berbentuk lonceng. Letaknya di ketiak daun, formasi berkelompok (3 bunga
per kelompok). Daun mahkota: berjumlah 5 putih bersih, bagian bawahnya bertangkai
panjang. Kelopak bunga hijau dan jaraknya agak jauh dari daun mahkota. Benang sari terjurai
sangat panjang jika dibandingkan dengan mahkota bunganya, warnanya merah keunguan.
Buah berbentuk bulat telur, warna hijau hingga kecoklatan, permukaannya seperti kulit,
mengkilat dan berdaging. Ukuran diameter buah 7-10 mm.
Nypa fruticans
Palma tanpa batang di permukaan, membentuk rumpun. Batang terdapat di bawah
tanah, kuat dan menggarpu. Tinggi dapat mencapai 4-9 m. Tumbuh pada substrat yang halus,
pada bagian tepi atas dari jalan air. Memerlukan masukan air tawar tahunan yang tinggi.
Jarang terdapat di luar zona pantai. Biasanya tumbuh pada tegakan yang berkelompok.
Memiliki sistem perakaran yang rapat dan kuat yang tersesuaikan lebih baik terhadap
perubahan masukan air, dibandingkan dengan sebagian besar jenis tumbuhan mangrove
lainnya. Serbuk sari lengket dan penyerbukan nampaknya dibantu oleh lalat Drosophila.
Buah yang berserat serta adanya rongga udara pada biji membantu penyebaran mereka
melalui air. Kadang-kadang bersifat vivipar. Daun seperti susunan daun kelapa. Panjang
tandan/gagang daun 4 - 9 m. Terdapat 100 - 120 pinak daun pada setiap tandan daun,
berwarna hijau mengkilat di permukaan atas dan berserbuk di bagian bawah. Bentuknya
lanset dan ujungnya meruncing. Ukuran daun 60-130 x 5-8 cm. Tandan bunga biseksual
tumbuh dari dekat puncak batang pada gagang sepanjang 1-2 m. Bunga betina membentuk
kepala melingkar berdiameter 25-30 cm. Bunga jantan kuning cerah, terletak di bawah kepala
bunganya. Buah berbentuk bulat, warna coklat, kaku dan berserat. Pada setiap buah terdapat
satu biji berbentuk telur. Ukuran diameter kepala buah: sampai 45 cm. Diameter bijinya 4-5
cm.
b. Kondisi hutan/lahan
Kondisi lahan sebagian besar masih ditumbuhi oleh mangrove dan didominasi oleh
suatu jenis mangrove. Adanya kerusakan pada suatu wilayah dapat dilihat ketika tidak adanya
mangrove berukuran besar. Ini dapat terlihat di daerah sekitar penginapan yang dahulunya
adalah bekas tambak udang. Kerusakan lain dapat dilihat dari banyaknya mangrove jenis
Nypah yang hidup bukan pada zona optimalnya. Kerusakan yang terjadi dapat dikarenakan
penebangan pohon bakau yang digunakan sebagai kayu bakar, pencurian pencurian batang
kayu pohon bakau untuk dijadikan bahan baku arang, sedimentasi alamiah (oleh mangrove
jenis Nypah) yang akan merubah komposisi lingkungan ekosistem hutan mangrove, serta
kehadiran usaha pertambakan dan industri disekitar kawasan hutan mangrove semakin
mengurangi luas dan keanekaragaman ekosistem mangrove.
Polybag
Cangkul
Kamera
E. Cara Kerja
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
B. Pembahasan
Hutan Mangrove adalah hutan yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi
oleh pasang surut air laut, sehingga
Mangrove dibedakan menjadi dua macam hutan yaitu hutan pantai dan hutan rawa. Hutan
pantai adalah hutan yang berada dan tumbuh disepanjang pinggiran pantai, tanahnya kering,
tidak pernah mengalami genangan air laut ataupun air tawar sedangkan hutan rawa adalah
hutan yang tumbuh tergenang air tawar, biasanya terletak di belakang air payau.
Pembagian zonasi dapat dilakukan berdasarkan jenis vegetasi yang mendominasi (dari
laut ke daratan):
1. Zona Avicennia yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Avicennia sp. dan Sonneratia
sp. Lokasi jalur ini biasanya terletak di depan pinggir laut dan terletak pada lapisan
paling luar dari hutan mangrove. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dan berkadar
garam tinggi. Jenis Avicennia banyak ditemui berasosiasi dengan Sonneratia spp.
Karena tumbuh di bibir laut, jenis jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat dan
dapat bertahan dari hempasan ombak laut. Zona ini juga merupakan zona
perintis/pioner, karenanya terjadi penimbunan sedimen tanah akiban cengkraman
perakaran tumbuhan jenis jenis ini
2. Zona Rhizopora yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Rhizophora sp. dan kadangkadang juga dijumpai Bruguiera spp, Ceriops sp dan Xylocarpus sp. Zona ini terletak
dibelakang zona Avicennia. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dengan kadar
garam lebih rendah. Perakaran tanaman tetap terendam selama air laut pasang surut.
3. Zona Bruguiera yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Bruguiera spp. dan kadangkadang juga dijumpai Xylocarpus sp, Kandelia sp, dan Aegiceras sp. Zona ini terletak
dibelakang zona Rhizophora. Pada zona ini, tanah berlumpur agak keras. Perakaran
tanaman lebih peka serta hanya terendam pasang naik dua kali sebulan.
4. Zona Nypah yang didominasi oleh tanaman Nypah sp. dan merupakan pembatas
antara daratan dan lautan.
Pada praktikum kali ini, observasi dilakukan mulai dari pelabuhan hingga sampai ke
daerah Kampung Laut. Disepanjang jalan dapat dilihan adanya dominansi oleh salah satu
populasi mangrove. Misalnya saja, pada foto 1 dan 4 didominasi oleh jenis Nypah sp, foto 2
dan 3 didominasi oleh jenis Rhizopora sp. Terlihat disini adanya dominansi suatu populasi
mangrove yang berbeda beda antara suatu daerah dengan daerah lain. Namun yang pasti,
semakin dekat dengan pelabuhan maka daerah tersebut akan semakin didominasi oleh jenis
Nypah sp.
Keberadaan mangrove jenis Nypah menandakan bahwa didaerah tersebut telah
mengalami kerusakan ekosistem sebelumnya sehingga ditumbuhi oleh mangrove jenis
Nypah. Perlu diketahui bahwa mangrove jenis Nypah dapat tumbuh dan beradaptasi dengan
segala jenis kondisi lingkungan dengan mudah. Ini dikarenakan persebaran dari biji
mangrove Nypah yang mudah untuk tumbuh dan terbawa arus. Buah mangrove jenis Nypah
akan tumbuh didaerah yang keberadaan mangrove jenis lainnya sedikit. Ketika berhasil
tumbuh, maka akan terjadi ledakan populasi yang didominasi oleh mangrove jenis Nypah
tersebut.
ditumbuhi oleh mangrove jenis Nypah akan didominasi oleh mangrove jenis Nypah tersebut,
tidak peduli zonasi yang ada.
Keberadaan banyaknya mangrove jenis Nypah membuat terjadinya penurunan
pasokan bahan organik dilautan. Ini dikarenakan struktur daun dan batang mangrove jenis
Nypah yang lebih sulit dan keras untuk diurai menjadi bahan organik. Mangrove jenis Nypah
juga tidak mendukung keberadaan biota laut untuk berlindung dan berkembang biak
dikarenakan bentuk struktur tanamannya yang kurang mendukung bagi kehidupan biota laut.
Tetapi, untuk daerah yang lebih jauh dari pelabuhan, masih dapat ditemukan zonasi
yang sesuai dengan pembagian berdasarkan vegetasi yang dominan. Pada zonasi ini masih
dapat ditemukan jenis mangrove secara lengkap mulai dari Avicennia hingga Nypah. Ini
menandakan bahwa daerah tersebut masih belum mengalami kerusakan ekosistem yang parah
sehingga zonasinya masih terlihat cukup jelas. Namun, daerah yang memiliki zonasi yang
cukup jelas pembagiannya jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan daerah yang
memiliki zona secara acak. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa ekosistem
mangrove yang ada telah mengalami kerusakan walaupun belum cukup parah. Namun,
kerusakan tetap terjadi karena ekosistem telah mengalami peralihan fungsinya dan tidak
sesuai dengan peruntukannya.
Faktor faktor kerusakan hutan Mangrove
Seiring berjalan waktu yang terus menerus menyebabkan jumlah manusia yang ada
dibumi menjadi bertambah, pertambahan jumlah manusia tersebut tentunya membutuhkan
terpenuhinya kebutuhan baik sandang, pangan dan papan, sehingga perlunya alih fungsi
hutan mangrove. Alih fungsi hutan mangrove yang tidak memperhatikan fungsi ekologi dan
konservasi hutan mangrove. Faktor-faktor yang mengakibatkan rusaknya hutan mangrove
akibat dari alih fungsi hutan mangrove adalah:
1. Faktor Alam
Faktor alam merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kerusakan hutan
mangrove, tetapi hal ini bersifat sekunder. Bersifat sekunder artinya faktor penyebabnya
jarang terjadi atau sewaktu-waktu dan wilayah kerusakannya relatif sempit, yaitu:
Angin topan, dapat merusak dengan mencabut pohon-pohon bakau sampai keakarnya atau
oleh pengendapan yang masih atau mengubah salinitas air dan tanah.
Gelombang tsunami, dapat merusak sehingga pohon-pohon bakau dapat tercabut dari
akarnya.
Organisme isopoda kecil, yaitu Sphaeroma terebrans. Isopoda ini merusak akar penunjang
bakau dengan cara melubanginya, sehingga pohon-pohon bakau menjadi tumbang.
2. Faktor Manusia
Salah satu faktor penyebab terjadinya kerusakan hutan mangrove yang bersifat primer.
Bersifat primer artinya faktor penyebabnya terjadi setiap saat dan wilayah kerusakannya luas.
a. Konversi alih fungsi hutan mangrove, konversi ini didasarkan pada kepentingan ekonomi
semata tanpa memperhatikan fungsi ekologi. Konversi hutan mangrove itu sendiri, hanya
akan merusak fungsi hutan mangrove baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka
panjang.
b. Ekploitasi yang berlebihan terhadap hutan mangrove yang dilakukan untuk keperluan kayu,
kayu bakar, kertas, kayu lapis, tatal, bubur kayu, arang maupun yang diperuntukkan sebagai
lahan pertanian, pertambakan, penambangan dan pemukiman pada akhirnya mempunyai
dampak negatif terhadap sumber daya alam tersebut.
c. Pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir yang belum terarah. Dalam era reformasi ini,
pemerintah daerah melalui otonomi daerah, belum secara serius mengelola dan
memanfaatkan wilayah pantai terutama hutan mangrove.
d. Penegakkan hukum yang lemah. Hal ini disebabkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan
dalam pengelolaan sumberdaya hayati hutan bakau tanpa memperhatikan fungsi ekologi dan
konservasi, tidak ditindak tegas secara hukum, sehingga mereka bebas mengeksploitasi hutan
e.
kerusakan ekosistem.
f. Konversi hutan mangrove untuk berbagai kepentingan (perkebunan, tambak, pemukiman,
kawasan industri, wisata dan lain-lain), tanpa mempertimbangkan kelestarian dan fungsinya
terhadap lingkungan sekitar.
g. Pembuangan limbah produksi ataupun rumah tangga terkadang di buang ke sungai, yang
pada akhirnya bermuara di perairan hutan bakau.
Solusi
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan
mangrove antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
mangrove
Program komunikasi yang berkesinambungan antara masyarakat sekitar dengan
instansi terkait tentang fungsi ekologi dan konservasi hutan mangrove
8.
Penegakan hukum yang tegas kepada siapa saja yang memanfaatkan hutan mangrove
tanpa terkendali sehingga merusak hutan mangrove, yang mengakibatkan hilangnya
9.
BAB V
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa ekosistem mangrove yang menjadi lokasi praktikum kali
ini sudah mengalami kerusakan ekosistem. Ini disebabkan karenan adanya perubahan fungsi
dan peruntukan dari ekosistem mangrove tersebut. Keberadaan mangrove jenis Nypah yang
mendominasi suatu daerah menandakan bahwa pada daerah tersebut tidak dijumpai zonasi
yang terbagi berdasarkan vegetasinya dan lingkungan optimal untuk berkembang. Mangrove
jenis Nypah akan mengakibatkan sedimentasi dan penurunan keanekaragaman jenis
mangrove yang ada pada suatu daerah. Kendati kerusakan ekosistem tersebut masih belum
parah, masyarakat disekitar sana telah sadar dalam upaya melakukan restorasi agar ekosistem
mangrove dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Hal ini terbukti dengan adanya
kegiatan konservasi mangrove yang dimulai dari proses pembibitan hingga pendewasaan dan
langsung diaplikasikan pada lahan bekas tambak udang yang mengakibatkan kerusakan
ekosistem mangrove.
DAFTAR PUSTAKA
Steenis, CGGJ Van. 1985. Flora UntukSekolah di Indonesia. PT. PradnyaParamita- Jakarta
Pusat.Hal.22-23.
Soerionegara, I, 1993. Kebijakan dan Strategi Nasional dalam Pemanfaatan dan Pelestarian
Ekosistem Mangrove di Indonesia. LIPI- Yayasan LPP Mangrove.
Setiawan, H. 2013. Status Ekologi Mangrove Pada Berbagai Tingkat Ketebalan. Jurnal
Penelitian Kehutanan Wallacea. Vol 2 No. 2 Juni 2013: pp 104-120
Ghufran. M. H. Kordi K, 2012. Ekosistem Mangrove: Potensi, Fungsi dan Pengelolaan. PT
Rineka Cipta. Jakarta.