Anda di halaman 1dari 8

INDIVIDU DALAM ORGANISASI

Organisasi adalah system yang menekan korbannya, individu. Setiap orang hidup dalam
konformitas, yang menelanjangi harga-diri mereka dan hidup dalam lingkungan artifisial. Tidak
ada tantangan dan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan psikologis. Yang ada hanya rasa
aman sebagai imbalan mengatakan ya, sembari tersenyum, dan memakan pakaian dinas
yang rapi. Orang-orang telah terbiasa dengan keseluruhan itu sehingga tidak memberontak,
tetapi mereka seyogyanya memberontak. Sebaliknya, organisasi secara sosial dan moral
dipersalahkan.
Di samping sejarah telah ada pandangan tentang orang dan organisasi yang terus
menerus berada dalam keadaan bertentangan, tetapi dewasa ini kita menyadari bahwa
keduanya dapat hidup secara harmonis untuk memenuhi kepentingan bersama. Orang-orang
menggunakan organisasi sebagai sarana untuk mencapai tujuan mereka sama seperti halnya
organisasi mendayagunakan orang-orang untuk mencapai tujuannya. Di sini terdapat transaksi
timbal-balik di mana masing-masing memperoleh maslahat dari yang lain.

BEBERAPA ISU TENTANG KONFORMITAS


Tesis Dasar Konformitas
Konformitas adalah keadaan bergantung pada norma orang lain tanpa pemikiran mandiri. Tesis
dasar konformitas individu terhadap organisasi dinyatakan oleh Whyte dan Argyris dalam buku
yang berbeda pada tahun 1950-an. Dalam bukunya Organization Man, Whyte menulis tentang
orang-orang yang begitu terlibat dalam kehidupan perusahaan sehingga mereka semakin
bergantung padanya secara psikologis. Mereka cenderung menyesuaikan diri dengan nilai-nilai
dan tindakan perusahaan tanpa benar-benar mempersoalkannya.
Dalam

bukunya

Personality

and

Organization

Argyris

terutama

memusatkan

perhatiannya pada isu psikologis seperti perwujudan diri. Argyris percaya bahwa orang-orang
ingin diperlakukan sebagai orang dewasa, tetapi perusahaan besar mengharapkan mereka
untuk menyesuaikan diri dengan peraturan dan praktik dengan cara yang tidak mempersoalkan
dan tidak dewasa. Kurangnya kesesuaian antara harapan dan realita menimbulkan konflik dan
frustasi. Menurut Argyris falsafah dasarnya adalah sebagai berikut:

Analisis sifat dasar makhluk manusia yang relative dewasa dan organisasi formal mengarah
pada kesimpulan bahwa terdapat ketidakselarasan bawahan antara perwujudan diri keduanya.
Ketidakselarasan dasar itu menimbulkan situasi konflik, frustasi, dan kegagalan bagi kedua
belah pihak.
Salah satu kemungkinan akibat ketidakselarasan ini adalah bahwa para pegawai
mungkin semakin pasif untuk berusaha beradaptasi dengan lingkungan kerja yang mengekang.
Kemudian, apabila organisasi melakukan perubahan untuk memperbesar otonomi dan
perwujudan diri pegawai, maka mereka tetap pasif, terasing dan tidak mampu beraksi secara
positif terhadap kesempatan baru. Ini adalah suatu kondisi di mana pegawai terus-menerus
bergantung sekalipun perubahan organisasi memungkinkan kemandirian yang lebih besar. Hal
ini menunjukkan salah satu risiko yang timbul dalam organisasi yang menekankan pentingnya
konformitas. Konflik timbul semata-mata sebagai tantangan yang memerlukan penanggulan
lebih baik untuk mencapai hasil yang lebih baik pula.
Terhadap Apa Seseorang Menyesuaikan Diri?
Ada beberapa cara yang berbeda yang dengannya seseorang dapat dikatakan menyesuaikan
diri dengan organisasi. Salah satunya adalah jenis konformitas dengan mana orang
menyesuakan diri pada persyaratan teknologi. Dengan memperhatikan konformitas yang lebih
biasa terhadap norma kelompok, terdapat tiga kelompok utama sebagai tempat orang-orang
menyesuaikan diri. Salah satunya di antaranya adalah organisasi itu sendiri. Kelompok lainnya
adalah kelompok kerja informal dan komunitas ekstern.
Beberapa Bidang Pengaruh Organisasi Yang Absah
Setiap organisasi menetapkan kebijaksanaan dan persyaratan tertentu bagi prestasi. Apabila
organisasi dan individu menetapkan batas pengaruh yang abash secara berbeda, maka
kemungkinan besar akan timbul konflik organisasi, keadaan ini dapat menghambat keefektifan.
Alasan yang sama juga berlaku bagi isu lainnya. Sepanjang ada kesempatan tentang
keabsahan pengaruh itu di antara pihak-pihak yang terlibat, mereka tentunya puas dnegan
keseimbangan kuasa dalam hubungan mereka.
Beberapa contoh bidang kesepakatan dan ketidaksepakatan, umumnya terdapat
kesepakatan atas pengaruh organisasi terhadap tingkah laku kerja seperti keteraturan kantor
dan jam kerja pegawai. Selain itu juga ada kesepakatan bahwa organisasi seyogyanya tidak
sangat mencampuri aktivitas pribadi di luar pekerjaan. Sebaliknya, terdapat ketidaksepakatan

tertentu yang menyangkut tingkah laku di luar pekerjaan yang dapat mempengaruhi reputasi
perusahaan.
Model Keabsahan Pengaruh Organisasi
Dua variabel penting adalah tingkah laku dalam pekerjaan atau di luar pekerjaan dan tingkah
laku yang berkaitan atau tidak berkaitan dengan pekerjaan. Ada kesepakatan atas keabsahan
tinggi apabila tingkah laku itu terjadi dalam pelaksanaan pekerjaan dan berkaitan dengan
pekerjaan. Keabsahan cenderung kurang diterima aoabila tidak ada kaitan yang jelas antara
tindakan dengan pekerjaan. Apabila tindakan itu dilakukan dalam pelaksanaan pekerjaan tetapi
tidak berkaitan dengan pekerjaan maka persoalan keabsahan akan timbul. Umumnya hanya
keabsahan sedang yang didikung, bergantung pada situasi.
Tingkah Laku di Luar Pekerjaan
Kuasa perusahaan mengatur tingkah laku pegawai di luar pekerjaan sangat terbatas, tentunya
apabila tingkah laku itu tidak berkaitan dengan pekerjaan, sedikit alasan bagi majikan untuk
melibatkan diri. Sebaliknya, beberapa aktivitas di luar pekerjaan dapat mempengaruhi majikan,
sehingga menimbulkan persoalan pengaruh organisasi. Hubungan dasarnya adalah sebagai
berikut: Semakin besar kaitan tingkah laku seseorang dengan pekerjaannya pada saat sedang
tidak bekerja, semakin besar dukungan bagi pengaruh organisasi atas pegawai.

HAK PRIVASI
Hak privasi terutama mengacu pada pelanggan yang dilakukan organisasi terhadap kehidupan
pribadi seseorang dan pengungkapan informasi rahasia secara tidak sah tentang seseorang.
Para pegawai, pelanggan, dan pihak laim percaya bahwa keyakinan agama, politik, dan sosial
mereka bersifat pribadi dan tidak boleh dicurigai atau dianalisis, sekalipun ada pengecualian.
Pandangan yang sama juga berlaku bagi tindakan, pembicaraan, dan tempat pribadi.
Pengecualiannya hanya dimungkinkan apabila keterlibatan pekerja jelas terbukti, dan beban
pembuktian itu ada pada majikan.

DISIPLIN
Bidang disiplin dapat menimbulkan dampak yang kuat terhadap individu dalam organisasi.
Disiplin adalah tindakan manajemen untuk menegakkan standar organisasi. Tindakan ini dapat
bersifat preventif dan dapat bersifat korektif.
Disiplin Preventif
Disiplin preventif adalah tindakan yang dilakukan untuk mendorong pegawai mentaati standard
an peraturan sehingga tidak terjadi pelanggaran. Tujuan pokoknya adalah mendorong pegawai
untuk memiliki disiplin-diri. Dengan cara ini para pegawai berusaha menegakkan disiplin-diri
sendiri ketimbang pimpinan yang memaksanya.
Pimpinan berusaha agar pegawai mengetahui dan memahami standar, apabila pegawai
tidak mengetahui standar yang diharapkan mereka penuhi perilaku mereka cenderung tidak
menentu atau salah arah. Para pegawai lebih mungkin mendukung standar yang turun mereka
susun, mereka juga lebih mungkin mendukung standar yang dinyatakan secara positif
ketimbang yang sebaliknya.
Disiplin Korektif
Pendisiplinan korektif adalah tindakan yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran peraturan;
tindakan ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya pelanggaran lebih lanjut sehingga
tindakan di masa yang akan datang akan sesuai dengan standar. Tindakan korektif biasanya
berupa jenis hukuman. Tujuan tindakan disipliner adalah sebagai berikut:

Memperbaiki perilaku pelanggar standar


Mencegah orang lain melakukan tindakan yang serupa
Mempertahankan standar kelompok yang konsisten dan efektif

Tujuan tindakan disipliner adalah positif. Sifatnya mendidik dan memperbaiki. Tujuannya
adalah memperbaiki perilaku di masa yang akan datang dan bukan menghukum perilaku di
masa lalu. Tindakan disipliner yang paling akhir adalah pemecatan, yaiutu pemberhentian
pegawai dari perusahaan karena alasan tertentu.

Disiplin Progresif

Kebanyakan perusahaan menerapkan kebijakan disiplin progresif, yang berarti bahwa terhadap
pengulangan pelanggaran dijatuhkan hukuman yang lebih berat. Tujuannya adalah memberikan
kesempatan bagi pegawai untuk memperbaiki diri sebelum terkena hukuman yang leih serius.
Pendisiplinan yang progresif juga memberikan waktu bagi pimpinan untuk bekerja sama dengan
pegawai guna memperbaiki kesalahan yang dilakukan.
Pendekatan Penyuluhan Terhadap Disiplin
Kebanyakan organisasi menggunakan penyuluhan dalam kaitannya dengan pendisiplinan,
tetapi beberapa perusahaan telah melangkah lebih jauh dan menerapkan pendekatan
penyuluhan dalam keseluruhan prosedur. Dalam pendekatan ini, pegawai dinasihati secara
progresif bukan dihukum dan karena beberapa pelenggaran pertama atas standar organisasi.
Focus pendekatan penyuluhan adalah upaya menghimpun fakta dan pembimbingan
untuk menimbulnya perilaku yang diinginkan daripada menggunakan hukuman untuk
meniadakan perilaku yang tidak diinginkan. Dengan cara ini citra diri dan kehormatan pegawai
dipertahankan dan hubungan penyelia-pegawai tetap kooperatif dan konstruktif.

TANGGUNG JAWAB INDIVIDU TERHADAP ORGANISASI


Hubungan employment sifatnya dua arah. Tidak perlu dipersoalkan lagi bahwa organisasi
memiliki tanggungjawab kepada individu, tetapi ini juga berarti bahwa individu memiliki
tanggungjawab kepada organisasi. Employment adalah transaksi sosial timbal-balik. Setiap
pegawai melakukan investasi keanggotaan tertentu dalam organisasi dan mengharpkan
imbalan yang berharga dari organisasi. Organisasi juga menginvestasi sesuatu dalam diri
individu dan organisasi pun mengharapkan imbalan yang menguntungkan.
Hubungan itu menguntungkan kedua belah pihak apabila maslahat lebih besar dari
pengeluaran yang diukur berdasarkan system nilai secara keseluruhan. Hubungan yang
menguntungkan itu rusak apabila salah satu pihak tidak bertindak secara bertanggungjawab
terhadap kebutuhan pihak lain. Seperti halnya organisasi, pegawai juga dapat gagal bertindak
secara bertanggungjawab. Apabila demikian halnya dengan melakukan pengendalian yang
ketat untuk berusaha mempertahankan pengoperasian system secara berhasil.
Transaksi sosial yang disebut employment menimbulkan tanggungjawab timbal-balik
antara individu dan organisasi. Sebaliknya, kewajiban ini tidak mendukung aktivitas melawan

hukum atau aktivitas yang sangat melanggar standar sosial atau hati nurani pribadi pegawai.
Semua pegawai mempertahankan ha katas keyakinan pribadi mereka sendiri. Adakalanya
apabila pimpinan mengabaikan tantangan internal terhadap tindakan yang tidak benar, para
pegawai menyingkapkan tindakan yang diduga keras tidak benar itu kepada public.

KARAKTERISTIK BAWAHAN
Konsep Karakteristik Bawahan
Karakteristik bawahan adalah ciri-ciri kematangan, kemampuan, kebutuhan, pengalaman, dan
kepuasan yang dimiliki oleh pegawai di suatu organisasi. Organisasi itu dapat berupa sekolah,
universitas, atau lembaga pendidikan lainnya. Karakteristik bawahan sangat menentukan gaya
kepemimpinan yang akan diterapkan oleh pemimpin pendidikan. Gaya kepemimpinan yang
diterapkan oleh pemimpin sangat bergantung pada karakteristik bawahan.
Bawahan dengan kemampuan yang tinggi tidak cocok jika diterapkan gaya
kepemimpinan direktif tetapi gaya yang suportif akan lebih cocok, sebaliknya, bawahan yang
mempunyai kemampuan rendah sangat memerlukan bantuan, bimbingan, dan pengarahan
dalam melaksanakan tugas sehari-hari, sehingga cocok jika diterapkan gaya kepemimpinan
yang direktif.
Komponen-Komponen Karakteristik Bawahan
Karakteristik bawahan mencakup aspek-aspek kematangan, lokus control, kemampuan
melaksanakan tugas, kebutuhan berprestasi, pengalaman, kebutuhan untuk kejelasan,
kepuasan, semangat kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, kebutuhan sosial, dan kesiapan
menerima tanggungjawab.
Hubungan Antara Karakteristik Bawahan dan Gaya Kepemimpinan
Hasil penelitian Mathieu (dalam Kreitner dan Kinicki,1992) menemukan bahwa bawahan
dengan kebutuhan berprestasi rendah lebih suka kepemimpinan direktif (yang berorientasi pada
tugas), sementara bawahan dengan kebutuhan berprestasi tinggi menginginkan kepemimpinan
suportif. Dalam kaitannya dengan kebutuhan bawahan terhadap kejelasan, bawahan yang
memiliki kebutuhan terhadap kejelasan tinggi lebih terpuaskan dengan kepemimpinan direktif,
sementara bawahan dengan kebutuhan terhadap kejelasan rendah terpuaskan oleh
kepemimpinan yang suportif.
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa jika pegawai dalam menjalankan tugas tidak
jelas, kepemimpinan direktif tinggi meningkatkan kepuasan dan motivasi, sementara jika tugas
jelas, kepemimpinan direktif atau orientasi tugas mengurangi kepuasan dan motivasi. Dalam

kaitannya dengan kebutuhan sosial, semakin tinggi kebutuhan sosial bawahan, semakin efektif
diterapkan gaya kepemimpinan suportif dan partisipatif.
Sementara itu, lokus kontrol eksternal memiliki hubungan dengan kepemimpinan direktif,
yang berorientasi pada tugas dan lokus kontrol internal memiliki hubungan dengan
kepemimpinan partisipatif, yang berorientasi pada hubungan antar manusia. Kebutuhan
bawahan tentang bimbingan dan pengarahan berhubungan dengan keefektifan kepemimpinan
yang berorientasi pada tugas, sementara kebutuhan support emosional berhubungan dengan
keefektifan kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan antar manusia.
Berdasarkan penelitian Hersey dan Blanchard, semakin tinggi tingkat kesiapan
bawahan, semakin cenderung pemimpin menggunakan gaya kepemimpinan yang berorientasi
pada hubungan kemanusiaan, sementara semakin rendah tingkat kesiapan bawahan,
pemimpin semakin cenderung menerapkan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik
bawahan berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan. Secara lebih rinci dapat disimpulkan jika
bawahan semakin matang, lokus kontrol diri, terampil, berprestasi, berpengalaman,
bersemangat, kebutuhan tinggi, maka kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan antar
manusia yang relevan diterapkan. Sebaliknya jika ciri-ciri yang disebutkan tersebut rendah,
maka gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas relevan diterapkan.

Anda mungkin juga menyukai