Anda di halaman 1dari 48

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SETTING

KOOPERATIF TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS


PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI
DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA
KELAS VIII SMP NEGERI 1
SUNGAI RAYA
DESAIN PENELITIAN

OLEH:
PRINADI
NIM. 311200168
PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MIPA DAN TEKNOLOGI


INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(IKIP-PGRI) PONTIANAK
2016
PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SETTING
KOOPERATIF TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS
PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI
DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA
KELAS VIII SMP NEGERI 1

SUNGAI RAYA

Tanggung Jawab Yudiris Material Pada Mahasiswa:

PRINADI
NIM. 311200165
PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN MATEMATIKA

Disetujui Oleh:

Pembimbing Utama

Eka Kasah Gordah, M.Pd


NPP. 202 2003 015

Pembimbing Pembantu

Iwit Prihatin, M.Pd


NPP. 202 2005 029

BAGIAN 1
RENCANA PENELITIAN

A. Latar Belakang

Hambatan dalam belajar matematika disebabkan oleh beberapa hal


salah satunya ialah gaya belajar mereka yang mungkin belum sesuai dengan
karakteristik peserta didik itu sendiri, untuk itulah seorang pendidik harus
mampu mengenali setiap karakteristik dari para peserta didik yang
dibimbingnya sehingga tercipta proses belajar yang maksimal dan
menyenangkan bagi masing-masing karakteristik yang dimiliki oleh peserta
didik. Selain gaya belajar siswa, kemampuan pemahaman matematis siswa
juga merupakan hambatan dalam pembelajaran matematika.

Lemahnya siswa dalam hal kemampuan pemahaman matematis


akan mempengaruhi kemampuannya dalam matematika itu sendiri. Hal
ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Wahyudin (1999) bahwa salah
satu penyebab siswa lemah dalam matematika adalah kurangnya siswa
tersebut memiliki kemampuan pemahaman untuk mengenali konsepkonsep dasar matematika (aksioma, definisi, kaidah, dan teorema) yang
berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibahas (dipelajari).

Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang diprediksi dapat


efektif dalam meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa adalah
pembelajaran berbasis masalah dengan setting kooperatif. Alasan mengapa
memilih pembelajaran berbasis masalah dengan setting kooperatif adalah
.karena menurut Tan (Rusman, 2011: 245) pembelajaran berbasis masalah
merupakan inovasi dalam pembelajaran karena kemampuan berpikir siswa
betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang
sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Siswa
memilih masalah yang menarik untuk dipecahkan, sehingga mereka
termotivasi berperan aktif dalam belajar.

Pada jenjang pendidikan SMP, materi matematika yang diajarkan pada


kelas VIII semester I salah satunya adalah materi Relasi dan Fungsi. Pada
pokok bahasan Relasi dan Fungsi keaktifan siswa sangat diperlukan karena
pokok bahasan ini banyak menuntut siswa untuk dapat mengkonstruksikan
dan memahami materi secara mendalam. Materi ini bukan materi hafalan
sehingga jika siswa belum memahami konsepnya maka siswa akan kesulitan
dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, Bagaimanakah


penerapan pembelajaran berbasis masalah setting kooperatif terhadap
kemampuan pemahaman matematis pada materi relasi dan fungsi ditinjau dari
gaya belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sungai Raya?. Adapun sub-sub
masalahnya adalah:

1. Apakah kemampuan pemahaman matematis siswa yang diterapkan


pembelajaran berbasis masalah setting kooperatif lebih baik dari pada
pembelajaran konvensional?

2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa


dengan gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik?

3. Pada masing-masing gaya belajar, apakah terdapat perbedaan kemampuan


pemahaman matematis siswa pada pembelajaran berbasis masalah setting
kooperatif dan pembelajaran konvensional?

4. Pada

masing-masing

pembelajaran,

apakah

terdapat

perbedaan

kemampuan pemahaman matematis siswa dengan gaya belajar visual,


auditorial, dan kinestetik?

C. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk


mengetahui penerapan pembelajaran berbasis masalah setting kooperatif
terhadap kemampuan pemahaman matematis pada materi relasi dan fungsi
ditinjau dari gaya belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sungai Raya. Selain
itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Apakah kemampuan pemahaman matematis siswa yang diterapkan


pembelajaran berbasis masalah setting kooperatif lebih baik dari pada
pembelajaran konvensional.

2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa


dengan gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik.

3. Pada masing-masing gaya belajar, apakah terdapat perbedaan kemampuan


pemahaman matematis siswa pada pembelajaran berbasis masalah setting
kooperatif dan pembelajaran konvensional.

4. Pada

masing-masing

pembelajaran,

apakah

terdapat

perbedaan

kemampuan pemahaman matematis siswa dengan gaya belajar visual,


auditorial, dan kinestetik.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bacaan, informasi,


dan referensi bagi teman teman mahasiswa program studi matematika
khususnya di IKIP PGRI Pontianak untuk melakukan kegiatan
penelitiannya atau untuk menambah wawasannya.

2. Praktis

a. Bagi Sekolah

Bisa menjadi sumbangan pemikiran yang baru bagi guru yang


mengajar

untuk

berkreatifitas

dalam

menggunakan

model

pembelajaran yang memang sangat banyak dan bervariasi, juga untuk


mengenalkan pembelajaran berbasis masalah setting kooperatif kepada
guru yang mengajar di SMP Negeri 1 Sungai Raya.

b. Bagi Siswa

Dapat menumbuhkan interaksi dan meningkatkan pemahaman


matematis siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar.

c. Bagi Lembaga

Lembaga akan

lebih dikenal oleh masyarakat, dan

mudah untuk

bersaing dengan fakultas-fakultas lain yang ada di Indonesia.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Agar peneliti tetap terfokus kepada obyek penelitian, maka peneliti


perlu memperjelas dan mempertegas ruang lingkup penelitian yang meliputi
variabel-variabel dan definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2014:

3), variabel penelitian adalah suatu

atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang
mempunyai variabel tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan ditarik kesimpulannya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:

a. Variabel Bebas

Menurut Sugiyono (2014: 4), Variabel bebas adalah merupakan


variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya
atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah Penerapan pembelajaran berbasis masalah setting kooperatif

dan konvensional pada materi relasi dan fungsi dan gaya belajar visual,
auditorial, dan kinestetik.

b. Variabel Terikat

Menurut Sugiyono (2014: 4), Variabel terikat adalah variabel


yang dipengaruhi oleh atau yang menjadi akibat karena adanya
variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan
pemahaman matematis setelah diberikan pembelajaran berbasis
masalah setting kooperatif dan konvensional pada materi relasi dan
fungsi.

c. Variabel Kontrol

Menurut Sugiyono (2014: 6), variabel kontrol adalah variabel


yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel
bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang
tidak diteliti. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah :

1) Guru yang mengajar

Guru yang mengajar dikelas kontrol dan dikelas eksperimen adalah


guru yang sama.

2) Jumlah jam pelajaran.

Jumlah jam pelajaran adalah sama banyak dikelas kontrol maupun


dikelas eksperimen.

3) Materi yang diajarkan.

Materi yang diajarkan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol


adalah materi relasi dan fungsi.
2. Definisi Operasional

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda maka peneliti merasa


perlu menjelaskan beberapa istilah sebagai berikut:

a. Penerapan

Penerapan dalam penelitian ini adalah perihal mempraktekkan


penggunaan pembelajaran berbasis masalah setting kooperatif untuk
meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa.

b. Pembelajaran berbasis masalah setting kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang


mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam suatu kelompok

kecil untuk mencapai tujuan belajar. Model pembelajaran berbasis


masalah merupakan model pembelajaran yang menghadapkan peserta
didik pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam
belajar atau dengan kata lain peserta didik belajar melalui
permasalahan-permasalahan, dengan guru sebagai pembimbing dan
fasilitator.

Penerapan Pembelajaran berbasis masalah setting kooperatif


adalah pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang mengutamakan
adanya kerjasama antar siswa dalam suatu kelompok kecil dimana
dalam pelaksanaannya terdapat bimbingan dan arahan guru baik secara
lisan maupun yang tertulis sedemikian sehingga siswa dapat
menyelesaikan permasalahan-permasalahan pada materi yang sedang
dipelajarinya.

c. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran

konvensional

adalah

pembelajaran

dengan

menggunakan metode ceramah, di mana guru menyampaikan materi


dan diikuti dengan pengerjaan soal oleh siswa. Konvensional juga
dapat diartikan pengajaran biasa yang dilakukan guru dalam proses
mengajar.

d. Kemampuan Pemahaman Matematis

Kemampuan pemahaman matematis adalah salah satu tujuan


penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materimateri yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan,
namun lebih dari itu dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti
akan konsep materi pelajaran itu sendiri.

e. Gaya Belajar Siswa

Gaya belajar adalah cara peserta didik bereaksi dan menggunakan


perangsang-perangsang yang diterimanya dalam proses belajar. Gaya
belajar dalam penelitian ini adalah gaya belajar visual, auditorial, dan
kinestetik.

f. Materi Relasi dan Fungsi

Relasi adalah sesuatu yang menunjukkan hubungan unsur-unsur


yang termuat dalam himpunan tertentu dengan unsur-unsur yang
termuat dalam himpunan yang lain sedangkan fungsi adalah relasi
khusus dari himpunan A ke himpunan B dengan syarat semua anggota
himpunan A memiliki pasangan dengan anggota himpunan B dan
setiap anggota himpunan A berpasangan dengan tepat satu anggota

himpunan B. Materi relasi dan fungsi dibatasi yaitu menyatakan


bentuk fungsi.

F. Hipotesis

Setiap penelitian perlu dirumuskan suatu hipotesis sebagai dugaan


sementara pemecahan masalah yang akan diteliti. Menurut Arikunto (2013:
110), Hipotesis adalah sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalah penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah:

1. Kemampuan pemahaman matematis siswa yang diterapkan pembelajaran


berbasis masalah setting kooperatif lebih baik dari pada pembelajaran
konvensional.

2. Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa dengan


gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik.

3. Pada masing-masing gaya belajar, terdapat perbedaan kemampuan


pemahaman matematis siswa pada pembelajaran berbasis masalah setting
kooperatif dan pembelajaran konvensional.

4. Pada masing-masing pembelajaran, terdapat perbedaan kemampuan


pemahaman matematis siswa dengan gaya belajar visual, auditorial, dan
kinestetik.

G. Metodologi Penelitian
1. Metode, Bentuk, dan Rancangan Penelitian

a. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode


eksperimen. Menurut Sugiyono (2015: 107) metode penelitian
eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan
untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam
kondisi yang terkendalikan. Alasan dipilihnya metode eksperimen
dalam penelitian ini untuk membandingkan data-data yang diperoleh
dari sumber yang berbeda perlakuan, yang dalam hal ini antara
pembelajaran

berbasis

masalah

setting

kooperatif

dengan

konvensional pada materi relasi dan fungsi di kelas VIII SMP Negeri 1
Sungai Raya.

b. Bentuk Penelitian

Bentuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi


Experimental Design (eksperimen semu). Quasi Experimental Design
digunakan karena karena tidak mungkin bagi peneliti untuk
mengontrol dan memanipulasi semua variabel yang relevan.

c. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah faktorial design.


Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 2x3,
dengan dua variabel bebas yaitu dua jenis pembelajaran dan gaya
belajar siswa, serta satu variabel terikat yaitu kemampuan pemahaman
matematis siswa. Rancangan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1. 1 Rancangan Penelitian

Kemampuan pemahaman matematis


siswa dengan gaya belajar (b)
Model Pembelajaran

Visual

Auditorial

Kinestetik

(b1)

(b2)

(b3)

Pembelajaran
Masalah

Berbasis
setting

(a1 b1)

(a1 b2)

(a1 b3)

(a2 b1)

(a2 b2)

(a2 b3)

Kooperaatif (a1)
Pembelajaran
Konvensional (a2)
Keterangan:

(a1) = Pembelajaran Berbasis Masalah setting Kooperaatif


(a2) = Pembelajaran Konvensiaonal
(b1) = Gaya Belajar Visual
(b2) = Gaya Belajar Auditorial
(b3) = Gaya Belajar Kinestetik
a1b1 = Kemampuan pemahaman matematis siswa setelah diterapkan
pembelajaran Berbasis Masalah setting Kooperatif dengan
gaya belajar visual
a1b2 = Kemampuan pemahaman matematis siswa setelah diterapkan
pembelajaran Berbasis Masalah setting Kooperatif dengan
gaya belajar auditorial
a1b3 = Kemampuan pemahaman matematis siswa setelah diterapkan
pembelajaran Berbasis Masalah setting Kooperatif dengan
gaya belajar kinestetik
a2b1 = Kemampuan pemahaman matematis siswa setelah diterapkan
pembelajaran Konvensioanal dengan gaya belajar visual

a2b2 = Kemampuan pemahaman matematis siswa setelah diterapkan


pembelajaran Konvensioanal dengan gaya belajar auditorial
a2b3 = Kemampuan pemahaman matematis siswa setelah diterapkan
pembelajaran Konvensioanal dengan gaya belajar kinestetik

2. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2014: 61), populasi adalah wilayah


generalisasi yang terdiri dari atas objek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan menurut
Arikunto (2013: 173), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.
Jadi, kesimpulan dari populasi berdasarkan pendapat para ahli adalah
seluruh objek/subjek tertentu yang akan dijadikan sebagai penelitian.
Adapun populasi dalam penelitian ini seluruh siswa kelas VIII SMP
Negeri 1 Sungai Raya yang terdiri dari 11 kelas.

b. Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2014: 62), sampel adalah bagian dari jumlah


dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan menurut
Arikunto (2013: 174), sampel adalah sebagian atau wakil populasi

yang diteliti. Dengan kata lain sampel adalah sebagian dari populasi
untuk mewakili seluruh populasi.

Teknik yang digunakan untuk menentukan kelas eksperimen dan


kelas kontrol adalah teknik cluster random sampling yaitu penarikan
sampel dengan cara random dimana yang dipilih adalah kelompokkelompok bukan individual (Darmadi, 2011: 49). Dalam penelitian ini,
teknik penarikan sampel dari populasi yang telah dikelompokkan dan
kelompok tersebut dipilih secara acak setelah anggota populasi
dianggap homogen.

c. Uji Keseimbagan

Sebelum uji keseimbangan, dilakukan terlebih dahulu uji


prasyarat yaitu uji normalitas dengan menggunakan metode Lillifors
dan uji homogenitas dengan menggunakan uji F. Setelah diuji
diketahui kedua kelas tersebut berdistribusi normal dan variansinya
homogen. Selanjutnya dilakukan uji keseimbangan dengan uji-t
berdasarkan nilai ulangan harian siswa pada materi sebelumnya.
3. Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi 3 tahap yaitu tahap
persiapan, tahap pelaksanaan dan akhir.

a. Tahap persiapan, meliputi:

1) Mengadakan observasi yang bertujuan menetapkan subjek dan


waktu pelaksanaan kegiatan penelitian.

2) Mengurus surat izin yang diperlukan, baik dari lembaga maupun


dari sekolah yang bersangkutan.

3) Menyiapkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan instrumen


penelitian berupa kisi-kisi soal post-test, dan kunci jawaban posttest.

4) Mengambil sampel penelitian sebanyak dua kelas sebagai kelas


eksperimen dan kelas kontrol di SMP Negeri 1 Sungai Raya.

5) Melakukan uji coba soal test di SMP Negeri 2 Sungai Raya.

6) Menganalisis data hasil uji coba untuk mengetahui validitas,


reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda instrumen
penelitian.

b. Tahap pelaksanaan, meliputi:

1) Menguji homogenitas sampel penelitian dari nilai ulangan umum


matematika siswa pada materi sebelumnya.

2) Memberikan perlakuan dengan melaksanakan pembelajaran


dengan pembelajaran berbasis masalah setting kooperatif dan
pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

3) Memberikan soal post-test pada kelas eksperimen dan kelas


kontrol.

c. Tahap akhir, meliputi:

1) Menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian yang terdiri


dari data kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan uji statistik.

2) Menyimpulkan hasil pengolahan data sebagai jawaban dari


masalah penelitian.

3) Menyusun laporan penelitian.


4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

a. Teknik pengumpulan data

Menurut Sugiyono (2015: 308), Teknik pengumpulan data


merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan
utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Pada penelitian ini
pengumpulan data menggunakan teknik sebagai berikut:

1) Teknik Pengukuran

Menurut Nawawi (2015: 101), Teknik pengukuran adalah


cara

mengumpulkan

data

yang

bersifat

kuantitatif

untuk

mengetahui tingkat atau derajat aspek tertentu dibandingkan


dengan norma tertentu pula sebagai satuan ukur yang relevan.
Teknik pengukuran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pemberian nilai belajar siswa dalam bentuk post-test untuk
mengetahui perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2) Teknik Komunikasi tak Langsung

Menurut Nawawi (2015: 101), Teknik komunikasi tak


langsung adalah cara mengumpulkan data yang dilakukan dengan
mengadakan hubungan tidak langsung atau dengan perantaraan
alat, baik berupa alat yang sudah tersedia maupun alat khusus yang
dibuat untuk keperluanitu. Teknik komunikasi tak langsung dalam
penelitian ini adalah mengumpulkan data penelitian dengan

menggunakan angket untuk mengelompokkan siswa pada masingmasing kategori gaya belajar.

b. Alat pengumpulan data

1) Angket Gaya Belajar

Menurut Sugiyono, (2015: 199) kuesioner merupakan teknik


pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya. Angket yang digunakan adalah angket tertutup.
Pertanyaan dikatakan tertutup jika pertanyaan itu jawabannya
sudah ditentukan lebih dahulu sehingga responden tidak diberi
kesempatan memberikan alternatif jawaban. Angket ini digunakan
untuk mengetahui gaya belajar siswa sebelum diberikan perlakuan
pembelajaran. Skala pengukuran yang digunakan pada angket
adalah skala Likert. Menurut Sugiyono (2015: 134), skala Likert
yaitu untuk mengukur pendapat dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Prosedur pemberian
skor pada tiap-tiap kategori angket gaya belajar adalah sebagai
berikut:

Tabel 1.2 Tabel Skor Kategori Skala Likert


Kategori

Pernyataan Positif

Pernyataan negatif

Selalu
Sering
Jarang
Tidak pernah

4
3
2
1

1
2
3
4

2) Angket Respon

Angket respon yang digunakan dalam penelitian ini berupa


pertanyaan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran
berbasis masalah setting kooperatif materi Relasi dan Fungsi
dengan menggunakan skala Likert mempunyai suatu pernyataan
dengan jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju
(KS), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Setiap
jawaban tersebut memiliki skor tersendiri sesuai dengan positif
atau negatifnya item tersebut.

Pernyataan yang bersifat positif

maupun negatif skor diberikan berdasarkan tabel berikut:

Tabel 1.3 Skoring Angket Respon dengan Skala Likert


Pernyataan Positif
Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju

Pernyataan Negatif
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Kurang Setuju
Setuju
Sangat Setuju

Skor
5
4
3
2
1

(Sugiyono, 2015: 135)

3) Tes Kemampuan Pemahaman Matematis siswa

Adapun prosedur penyusunan tes dalam penelitian ini adalah


sebagai berikut

a) Membuat kisi-kisi soal

Kisi-kisi soal digunakan sebagai pedoman untuk penulisan


soal agar sesuai dengan materi yang diajarkan dan sesuai
dengan tujuan tes. Kurikulum yang digunakan harus sesuai
dengan pendidikan matematika yang ada di SMP Negeri 1
Sungai Raya, komponen harus jelas dan mudah dipahami.

b) Penulisan Butir Soal

Tahap awal dalam penulisan butir soal adalah dengan


menentukan jumlah soal yang disusun. Penulisan butir soal ini
mungkin pertama-tama banyak dijumpai kekurangan dan
kesalahan, maka dari itu perlu kiranya membuat butir soal
dengan jumlah lebih banyak dari soal yang dibutuhkan karena

soal-soal tersebut akan dipilih agar sesuai dengan kisi-kisi yang


dibuat. Dengan penggunaan soal yang tepat tergantung pada
perilaku/kompetensi yang akan diukur, dengan harapan soal
tersebut dapat mengukur kemampuan akhir siswa dalam hal ini
adalah kemampuan pemahaman matematis siswa.

c) Membuat Kunci Jawaban

Setelah soal uji coba dibuat yang sesuai dengan kisi-kisi,


maka dari itu dibuat kunci jawaban yang sesuai dengan soal
yang ada dan penskorannya disesuaikan dengan kisi-kisi soal
tersebut.

d) Validitas isi

Menurut Darmadi (2011: 117) berpendapat bahwa


validitas isi ialah derajat dimana sebuah tes mengukur
cakupan substansi yang ingin diukur. Maka dari itu,
penyusunan soal uji coba disesuaikan dengan kurikulum
pendidikan matematika untuk kelas VIII SMP Negeri 1 Sungai
Raya.

Validitas isi dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan


pertimbangan dan penilaian dari satu orang dosen pembimbing,

satu orang dosen program studi pendidikan matematika IKIPPGRI Pontianak dan satu orang guru bidang studi matematika
di SMP Negeri 1 Sungai Raya sebagai validator guna melihat
valid atau tidaknya alat tes yang akan digunakan

e) Validitas butir soal

Sebuah

item

dikatakan

valid

apabila

mempunyai

dukungan besar terhadap skor total, dengan kata lain dapat


dikemukakan bahwa sebuah item memiliki validitas yang
tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan
teknik korelasi product moment dengan angka kasar, yaitu
sebagai berikut.
Rumus validitas butir soal menurut (Hendriana dan Soemarmo,
2014:62):
r=

n xy( x )( y )

{n x ( x ) }{n y ( y ) }
2

Keterangan:
x : skor siswa pada suatu butir
y : skor siswa pada seluruh butir
Menurut Arikunto (Hendriana dan Soemarmo, 2011: 63)
kriteria klasifikasi sebagai berikut:
0,00<r 0,20 menunjukkan validitas butir tes sangat rendah
0,20<r 0,40 menunjukkan validitas butir tes rendah
0,40<r 0,60 menunjukkan validitas butir tes cukup

0,80<r 1,00 menunjukkan validitas butir tes sangat tinggi

f) Daya Pembeda

Untuk melihat suatu butir soal mampu membedakan


antara siswa yang belum mnguasai materi yang dipelajari dan
siswa yang belum menguasai materi digunakan daya pembeda.
Menurut Hendriana dan Soemarmo (2014: 64) suatu butir tes
dikatakan memiliki daya beda yang baik artinya butir tes
tersebut dapat membedakan kualitas jawaban antara siswa
sudah paham dan yang belum paham tentang tugas dalam butir
tes yang bersangkutan. Indeks daya beda biasanya dinyatakan
dengan proporsi. Semakin tinggi proporsi itu, maka semakin
baik soal tersebut membedakan antara siswa yang pandai dan
peserta didik yang kurang pandai. Daya beda ditentukan
dengan:
D=

n XY ( X )( Y )

{ n ( X ) ( X ) } { n ( Y ) ( Y ) }
2

Keterangan:
n : banyaknya siswa
X : Skor tiap butir
Y : Skor total
(Budiyono, 2011: 33)
Dengan kriteria menurut Arikunto (Hendriana dan Soemarmo,
2014: 64) sebagai berikut:

0,00 DB <0,20

menunjukkan daya beda butir tes jelek

0,20 DB <0,40

menunjukkan daya beda butir tes cukup

0,40 DB <0,70

menunjukkan daya beda butir tes baik

0,70 DB <1,00

menunjukkan daya beda butir tes baik


sekali

g) Indeks kesukaran

Kualitas soal yang baik, disamping memenuhi validitas


dan reliabilitas adalah adanya keseimbangan dari tingkat
kesulitan soal tersebut. Suatu soal hendaknya tidak terlalu
sukar dan tidak terlalu mudah. Untuk memenuhi tingkat
kesukaran suatu soal bentuk uraian digunakan rumus berikut:
P=

S
Sma ks

Keterangan:
P
: Tingkat kesukaran
S
: rerata skor butir
Sma ks

: skor maksimum untuk butir tersebut


(Budiyono, 2011: 40)

Klasifikasi tingkat kesukaran suatu soal adalah sebagai berikut:

0,000,30 : Sukar
0,310,70

: Sedang

0,711,00 : Mudah
h) Reliabilitas Soal

Suatu instrumen disebut reliabel, jika hasil pengukuran


dengan instrumen tersebut adalah sama jika sekiranya
pengukuran tersebut dilakukan pada orang yang sama pada
waktu yang berlainan atau pada orang-orang yang berlainan
(tetapi mempunyai kondisi yang sama) pada waktu yang sama
atau pada wavtu yang berlainan (Budiyono, 2011: 13). Untuk
melihat reliabilitas tes berbentuk essay mengguanakan rumus
Alpha sebagai berikut:
Si2
n

r 11 =
1
n1
St 2

( )(

Keterangan:
r 11 : koefisien reliabilitas tes
n

Si

: banyaknya butir soal tes


2

: jumlah variansi tiap butir tes

St 2 : variasi skor total


(Budiyono, 2011: 18)

5. Teknik Analisis Data

Untuk menjawab rumusan masalah yang mengandung dua variabel


bebas seperti dalam penelitian ini maka digunakan uji anava dua jalan
dengan sel tak sama. Dua faktor yang digunakan untuk menguji signifikasi
perbedaan efek baris, efek kolom serta kombinasi efek baris dan efek
kolom terhadap kemampuan pemahaman matematis adalah faktor A
(model pembelajaran) dan faktor B (gaya belajar siswa). Menurut
Budiyono (2009:206) alasan digunakannya anava dua jalan bertujuan
untuk menguji signifikan interaksi dua variabel bebas terhadap variabel
terikat. Sebelum data dianalisis dengan pengujian anava, maka akan
dilakukan uji prasyarat dan uji keseimbangan terlebih dahulu.

a. Uji Homogenitas Populasi

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variansi-variansi dari


sejumlah populasi penelitian sama atau tidak disebut uji homogenitas
variansi populasi. Salah satu uji homogenitas variansi untuk k populasi
adalah uji Bartlett, (Budiyono, 2009: 174)

1) Hipotesis;

12 22 ... k2
H0

(variansi populasi homogen)

H1

: Tidak semua variansi (variansi populasi tidak homogen)

Keterangan:

= 2 untuk model pembelajaran pada baris

= 3 untuk kategori gaya belajar pada kolom

2) Signifikansi () = 5% = 0,05

3) Statistik Uji yang digunakan:

S p 2=
Nk

b=

[(S

2 n11

.( S2

2 n21

Sp

... ( Sk

bk ( ; n , n ,n n )=
1

1
2 nk 1 N k

n1 .b k . ( ; n1 ) +n2 . bk . ( ; n2 ) ++ nk . bk .( ; n k )
N

Dengan:

k = banyaknya kelompok

k = 2 untuk model pembelajaran pada baris


k = 3 untuk kategori gaya belajar pada kolom

4) Tarif signifikansi ; = 5% = 0,05

5) Daerah Kritis (DK)

{bb> bk ( ; n1 , n2 , n3 nk )}

DK =

6) Keputusan Uji

Jika

bhitung

tidak terletak di daerah kritis maka H0 diterima

atau distribusi dinyatakan sama (homogen), dan bila

bhitung

terletak di daerah kritis maka H0 ditolak atau distribusi dinyatakan


tidak sama (tidak homogen).

7) Kesimpulan

Populasi-populasi homogen jika H0 diterima

Populasi-populasi tidak homogen jika H0 ditolak

b. Uji Normalitas Sampel

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian ini


dari populasi berdistribusi normal atau tidak.

1) Hipotesis;

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

2) Signifikansi () = 5% = 0,05

3) Statistik Uji yang digunakan:

Tabel 1.2 Tabel Bantu Uji Lilliefors

Xi

Z i=

Z i=

X i X
s

2009: 170)

X i X
s

F(

zi

S (z i)

|F ( z i )S ( z i)|

(Budiyono,

Keterangan:
Xi

= angka pada data

Zi

= transpormasi dari angka ke notasi pada distribusi normal

= standar deviasi

F(

zi

= probalitas komulatif normal

S(

zi

= probalitas komulatif empiris

S(

z i =

banyaknya angka sampai angka ke n


banyaknya seluruh angka pada data

Statistik uji dengan metode ini, sebagai berikut:

L = Maks

|F ( z i )S ( z i)|

Dengan F(

zi

S(

zi

= P(Z

zi

);Z

= proposal cacah Z

4) Daerah Kritis

N(0,1)
zi

terhadap seluruh z

DK =

{ LL> L ;n } dengan n adalah ukuran sampel

5) Keputusan Uji

Dengan kriteria:

a) Nilai

|F ( z i )S (z i)|

terbesar < nilai tabel = data berdistribusi

normal

b) Nilai

|F ( z i )S (z i)|

terbesar > nilai tabel = data tidak

berdistribus normal

c. Uji Keseimbangan

Uji keseimbangan dalam penelitian ini untuk mengetahui


kemampuan awal kedua kelas eksprimen dan kelas kontrol. Data yang
di lihat untuk uji yaitu nilai ulangan harian siswa pada materi
sebelumnya. Sebelum dilakukan uji keseimbangan kedua sampel di uji
homogen dengan uji F dan normalitas dengan Lillifors. Menurut
Budiyono (2009: 151) langkah-langkah uji keseimbangan dengan
statistik uji t dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Hipotesis

H0: 1=2

(kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai


kemampuan sama)

H1: 12

(kelas

eksperimen

dan

kelas

kontrol

tidak

mempunyai kemampuan sama)

2) Taraf signifikan () = 0,05

3) Statistik uji yang digunakan

sp
s 2p

X2

1
1

n1 n 2

~ t n1 n 2 2

n1 1 s12 n2 1 s 22
n1 n2 2

Dengan:
t

X1

X2

: harga statistik yang diuji t ~ t(n1 + n2 2)

: rata-rata nilai ulangan harian kelas VIII A semester 2 kelas


eksprimen

: rata-rata nilai ulangan harian kelas VIII E semester 2 kelas


kontrol

s12

s 22

: variansi dari kelas eksperimen

: variansi dari kelas kontrol

n1

: cacah anggota kelas eksperimen

n2

: cacah anggota kelas kontrol

s 2p

: variansi gabungan
sp

: standar deviasi

4) Daerah kritik

DK =

{tt <t

;n1 ;n22
2

atau t>t

5) Keputusan uji

H0 ditolak jika t DK

;n1; n22

6) Kesimpulan

Jika H0 tidak ditolak maka kelas eksperimen dan kelas kontrol


mempunyai kemampuan yang sama.

Jika H0 ditolak maka kelas eksperimen dan kelas kontrol


mempunyai kemampuan yang berbeda.

d. Uji Anava 2x3 Sel Tak Sama

Untuk pengujian hipotesis menggunakan analisis variansi dua


jalan dengan sel tak sama. Budiyono (2009: 228) yang dimaksud
dengan sel tak sama adalah bahwa frekuensi masing-masing sel tidak
harus sama. Analisis variansi dua jalan bertujuan untuk menguji
perbedaan efek 2 variabel bebas yaitu model pembelajaran (faktor A)
dan gaya belajar (faktor B) serta interaksi antara model pembelajaran
dengan gaya belajar siswa (faktor AB) terhadap variabel terikatnya.
Asumsi bagi analisis variansi dua jalan adalah sebagai berikut:

Model data

x ijk =+ i + j + ( )ij + ijk

Dengan:
1. Xijk

= data amatan ke-k pada baris ke-i kolom ke-j.

2.

= rerata dari seluruh data amatan (rerata besar).

3. i

= i = efek baris ke-i pada variabel terikat.

4. j

= j = efek kolom ke-j pada variabel terikat.

5. ()ij = ij ( + i + j)= interaksi baris ke-i dan kolom ke-j pada


variabel terikat.
6. ijk

= Deviasi data Xijk terhadap rerata populasinya (ij) yang


berdistribusi normal dengan rataan 0;

7. i

= 1, 2,dengan : 1 = pembelajaran berbasis masalah setting

8.

kooperatif
2 = model pembelajaran konvensional

9. J

= 1, 2, 3,dengan: 1 = gaya belajar visual


2 = gaya belajar auditorial
3 = gaya belajar kinestetik

10. k

= 1, 2, , nij ; nij = banyaknya data amatan pada setiap sel.


(Budiyono, 2009: 229)

1) Hipotesis

H0A :

i= 0, untuk setiap i = 1, 2 (tidak ada perbedaan efek antar


baris terhadap variabel terikat)

H1A : paling sedikit ada satu i yang tidak nol (ada perbedaan efek
antar baris terhadap variabel terikat)

H0B : j= 0, untuk setiap j = 1, 2, 3, (tidak ada perbedaan efek antar


kolom terhadap variabel terikat)

H1B : untuk paling sedikit ada satu j yang tidak nol (ada perbedaan
efek antar kolom terhadap variabel terikat)

H0AB : ()ij= 0 untuk semua uji (tidak ada interaksi antara barisdan
kolom terhadap variabel terikat)

H1AB : untuk paling sedikit ada satu ()ij yang tidak nol (Ada
interaksi antara baris dan kolom terhadap variabel terikat)

2) Statistik Uji

a) Untuk H0A adalah

Fa =

RKA
RKG

yang merupakan nilai dari

variabel random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan


p1 dan

N pq ;

b) Untuk H0B adalah

Fb =

RKB
RKG

yang merupakan nilai dari

variabel random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan


q1 dan

N pq ;

c) Untuk H0AbB adalah

Fab =

RKAB
RKG

yang merupakan nilai dari

variabel random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan


( p1)(q1) dan

N pq ;

3) Daerah Kritis

Daerah kritik untuk Fa adalah DK =

{ FF> F ; p1, N pq }

Daerah kritik untuk Fb adalah DK =

{ FF> F ; q1, N pq }

Daerah kritik untuk Fab adalah DK =

{ FF> F ;(p1)(q1), N pq }

4) Keputusan Uji

H0 :{F|F ditolak apabila Fhitung terletak di daerah kritik

5) Rangkuman Analisis

Setelah dilakukan perhitungan(komputasi) pada anava dua jalan


(Two Way Anava) dengan sel tak sama, selanjutnya data
disajikan(rangkum) seperti berikut:

Tabel 1.3

Sumber
Model
Pembelajaran
(A)
Gaya Belajar
(B)
Interaksi (AB)
Galat (G)
Total

Analisis Variansi Dua Jalan


JK
Dk
RK
Fobs

P
< atau
>

JKA

p1

RKA

Fa

F*

JKB

q1

RKB

Fb

F*

JKA
B
JKG
JKT

(p1)(q-1)
N-pq
N-1

RKA
B
RKG
-

Fab

F*

< atau
>
< atau
>
-

Keterangan:
p

= Probabilitas amatan

F* = Nilai F yang diperoleh dari tabel


(Budiyono, 2009: 215)

e. Uji Lanjut Anava

Uji lanjut setelah uji analisis dilakukan untuk memberikan makna


mengenai interaksi dan efek sederhana (Simple Effect), uji lanjut Anava
ini

menggunakan

Metode

Scheffe,

dimana

Metode

Scheffe

menghasilkan cacah beda rerata signifikan paling sedikit, hal ini berarti
bahwa banyaknya beda rerata pada uji lanjut sangat tergantung kepada
metode komparasi ganda yang digunakan.

Apabila H0 dalam uji Anava ditolak maka perlu dilakukan uji


lanjut anava untuk melihat mana yang lebih baik. Langkah-langkah
dalam menggunakan metode scheffe sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi semua pasangan komparasi rerata

2) Merumuskan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi tersebut.

3) Taraf signifikansi = 5% = 0,05

4) Mencari harga statistik uji F dengan rumus sebagai berikut:

a) Komparasi rerata antar baris tidak perlu karena hanya terdapat


dua model pembelajaran, jadi langsung dilihat pada rerata

marginalnya untuk melihat mana yang lebih baik apabila H0


ditolak.

b) Komparasi Rerata Antar Kolom

H o : .i . j

Statistik uji:

( X .i X . j )

F. i. j =

RKG

1 1
+
n. i n. j

Keterangan:
F.i-.j
= nilai Fobs pada perbandingan kolom ke-i dan
kolom ke-j

X i
= rataan pada sampel ke-i

Xj
= rataan pada sampel ke-j
RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan
analisis variansi
n.i

= ukuran sampel ke-i

n.j

= ukuran sampel ke-j

Sedangkan daerah kritik untuk uji ini adalah :

{ FF> ( q1 ) F ; q1,N pq }

DK =

(Budiyono, 2009: 216)

c) Komparasi Rataan Antar Sel pada Kolom yang Sama

Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang
sama adalah :

H o : ij kj

Statistik uji:

Fijkj =

( X ij X kj )
RKG

Dengan :

1 1
+
nij n kj

Fij kj

= nilai Fobs pada perbandingan rataan pada sel ij dan rataan


pada sel kj

X ij
= rataan pada sel ke-ij

X kj
= rataan pada sel ke-kj
RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan
analisis variansi
nij

= ukuran sel ke-ij

nkj

= ukuran sel ke-kj

Sedangkan daerah kritik untuk uji ini adalah :

DK =

{ FF> ( pq1 ) F ; pq1, N pq }

(Budiyono, 2009: 216)

d) Komparasi Rataan Antar Sel pada Baris yang sama.

Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar sel pada Baris yang
sama adalah:

H o : ij ik

Statistik uji:

( X ij X ik )

Fijik =

RKG

1 1
+
nij n ik

Dengan :

Fij ik

= nilai Fobs pada perbandingan rataan pada sel ij dan


rataan pada sel ik

X ij
= rataan pada sel ke-ij

X ik
= rataan pada sel ke-ik
RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan
analisis variansi
nij

= ukuran sel ke-ij

nik

= ukuran sel ke-ik

Sedangkan daerah kritik untuk uji ini adalah :

DK =

{ FF> ( pq1 ) F ; pq1, N pq }

(Budiyono, 2009 : 217)

Anda mungkin juga menyukai