Anda di halaman 1dari 25

BAB I

KASUS

Identitas Pasien
Nama

: Ny. T

Usia

: 52 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Cibedug Hilir, cangkuan wetan

Anamnesis
Keluhan utama : Muntah darah dan buang air besar kehitaman
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluh muntah darah dan buang air besar kehitaman sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Muntah bewarna merah kehitaman sebanyak kurang lebih setengah gelas
kecil tiap kali muntah. Dalam sehari muntah seperti ini dapat terjadi sebanyak 3x per hari.
Keluhan juga disertai buang air besar bewarna kehitaman seperti aspal yang lengket dan
berbau busuk sebanyak 2x per hari. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut tengah atas
disertai rasa mual yang membuat pasien malas makan. Nyeri perut bagian tengah atas sering
muncul jika pasien telat makan. Pasien memiliki riwayat penyakit maag sebelumnya kurang
lebih 3 tahun kebelakang.

Riwayat penyakit serupa sebelumnya (muntah darah dan buang air besar kehitaman)
diakui pasien sekitar 1 tahun lalu dan di rawat 6 hari di Rumah Sakit. Pasien mengakui
hampir tiap hari meminum obat pereda nyeri untuk mengurangi rasa nyeri di persendiannya.
Meminum obat ini hampir kurang lebih 6 tahun sebelumnya. Riwayat peminum alkohol
disangkal, riwayat penyakit kuning sebelumnya disangkal pasien. Riwayat penyakit darah
tinggi disangkal.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos Mentis GCS : 15
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi

: 96 x / menit

Respirasi

: 20x / menit

Suhu

: 36,7 derajat celcius

Mata

: Konjungtiva anemis + / +
Sklera ikterik

-/-

THT

: Tidak ada kelainan

Mulut

: Bibir sianosis (-), Lidah kotor (-) Frenulum ikterik (-)

Leher

: Trakhea

Di tengah, deviasi (-)

KGB

: Tidak teraba membesar

JVP

: Tidak meningkat

Thorax
Inpeksi

: Bentuk dada normal, pergerakan nafas kanan kiri simetris, spider nevi (-)

Palpasi

: Fremitus taktil simetris kanan kiri

Perkusi

: Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru


Ronkhi -/- , Wheezing -/Inspeksi

Palpasi

: Iktus kordis teraba di sela iga V garis aksilaris anterior sinistra

Perkusi

Auskultasi

Iktus kordis tidak terlihat

Batas atas

sela iga II garis parasternal sinistra

Batas kanan

sela iga IV garis sternal dekstra

Batas kiri

sela iga IV garis midklavikula sinistra

Bunyi jantung I - II reguler murni, murmur (-)

Abdomen
Inspeksi

Perut datar, simetris

Palpasi

: Supel, asites (-), nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak

Perkusi

: Timpani, shifting dullness (-) , Ascites (-), Ruang traube kosong

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

teraba

Ekstremitas
Superior

: Anemis (-/-), oedem (-/-), eritema palmaris (-/-)

Inferior

: Anemis (-/-), oedem (-/-),

Diagnosis Banding
Anemia ec Hematemesis Melena ec Gastritis erosif hemoragika
Anemia ec Hematemenis Melena ec Ulkus peptikum berdarah
Anemia ec Hematemesis Melena ec Pecahnya varises esofagus
Pemeriksaan Penunjang
Hematologi
Hemoglobin

7,6 g%

(12-16,5 g%)

Hematokrit

25,6%

(37-48%)

Leukosit

8.800/uL

(5000-10.000/uL)

Trombosit

182.000/uL

(150.000-450.000/uL)

SGOT

23 U/L

(<31 U/L)

SGPT

24 U/L

(<31 U/L)

Billirubin total

0,86 mg/dL

Billirubin direk

0,38 mg/dL (<0,2 mg/dL)

Billirubin indirek :

0,48 mg/dL (<0,7 mg/dL)

(<1,0 mg/dL)

Ureum

19 mg/dL

(15-40 mg/dL)

Creatinin

0,84 mg/dL (0,6-1,1 mg/dL)

GDS

110 mg/dL

Diagnosis Kerja
Anemia ec Hematemesis Melena ec Gastritis Erosif hemoragika
Terapi
IVFD RL 20 gtt/menit
Omepazole 1 x 40 mg iv
Ondansentron 3 x 4 mg iv
Sucralfat 4 x 1 cth
As. Tranexamat 3 x 500 mg iv
Vit K 1 x 10 mg iv
Transfusi PRC 2 unit
(Pasien menolak dipasang nasogastric tube walaupun telah diberikan penjelasan dan
menandatangani penolakan tindakan pemasangan nasogastric tube)

Follow up
Hari ke 2
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi

: 88 x/menit

Respirasi

: 20 x/menit

Suhu

: 37,1 derajat celcius

Keluhan utama : Muntah darah dan buang air besar berdarah berkurang 1x/ hari, rasa mual
dan nyeri epigastrium berkurang
Hasil Laboratorium :
Hb

: 9,6 g%

Hematokrit : 31,4%
Leukosit

: 8800 /uL

Trombosit : 181.000 /uL


Diagnosis : Anemia ec Hematemesis Melena ec gastritis erosif hemoragika dalam terapi
Terapi : IVFD RL 20 gtt/menit, Omeprazole 1x 40 mg iv, Ondansentron 3 x 4 mg iv ,
Sucralfat 4 x 1 C, Asam tranexama 3x 500 mg iv, Vit K 1x10 mg iv

Hari ke 3
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi

: 80 x / menit

Respirasi

: 22 x / menit

Suhu

: 37, 2 derajat celcius

Keluhan : Muntah dan buang airbesar berdarah tidak dikeluhkan lagi, mual dan nyeri
epigastrium berkurang
Hasil Laboratorium :
Hb

: 9,8 g%

Ht

: 33%

Leukosit : 8.800 /uL


Trombosit : 181.000 /uL
Diagnosis : Anema ec Hematemesis Melena ec gastritis erosiva dalam terapi
Terapi : IVFD RL 20 gtt/menit, Omeprazole 1x 40 mg iv, Ondansentron 3 x 4 mg iv ,
Sucralfat 4 x 1 C, Asam tranexamat 3x 500 mg v, Vit K 1x 10 mg iv

Hari ke 4
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi

: 80 x / menit

Respirasi

: 20 x / menit

Suhu

: 36, 7 derajat celcius

Keluhan : Muntah dan buang airbesar berdarah tidak dikeluhkan lagi, mual dan nyeri
epigastrium berkurang
Hasil Laboratorium :
Hb : 9,8 g%
Ht : 34%
Leukosit : 8.800 /uL
Trombosit : 184.000 /uL
Diagnosis : Anema ec Hematemesis Melena ec gastritis erosiva dalam terapi
(Hari ke empat pasien menandatangani untuk pulang paksa atas kemauan pasien sendiri)

BAB III
Identifikasi Masalah

1. Apakah diagnosis yang tepat pada pasien ini?


2. Apakah penyebab hematemesis melena pada pasien ini?
3. Bagaimanakah penangan pasien yang tepat?

BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosa sementara yaitu


Hematemesis Melena et causa Gastritis erosif. Terdapat tanda-tanda fisik pada pasien yang
mengarahkan diagnosa pada Hematemesis Melena et causa Gastritis erosif yaitu muntah
darah yang berwarna hitam pekat seperti kopi, buang air besar yang berwarna hitam seperti
ter, mual dan muntah, nyeri tekan epigastrium, pernah mengalami riwayat gastritis
sebelumnya, serta terdapat riwayat pemakaian obat-obatan untuk mengurangi rasa nyeri sendi
dalam jangka waktu yang lama. Muntah darah yang berwarna hitam pekat seperti kopi
diakibatkan oleh perdarahan yang berasal dari saluran cerna bagian atas yaitu lambung, yang
telah tercampur dengan asam lambung. Warna darah tergantung pada jumlah asam lambung
yang ada dan lamanya kontak dengan darah. Darah dapat berwarna merah segar bila tidak
tercampur dengan asam lambung atau merah gelap, coklat, ataupun hitam bila telah
bercampur dengan asam lambung atau enzim pencernaan sehingga hemoglobin mengalami
proses oksidasi menjadi hematin.
Buang air besar yang berwarna hitam seperti ter juga diakibatkan oleh tercampurnya
darah dengan asam lambung. BAB hitam (melena) baru dijumpai apabila terjadi paling
sedikit perdarahan sebanyak 50-100 mL. Perdarahan saluran cerna bagian atas juga dapat
bermanifestasi sebagai hematokesia bila perdarahan banyak dan aktif serta waktu transit
saluran cerna yang cepat.
Berdasarkan anamnesis juga, diperoleh data bahwa pasien merasa sakit di daerah ulu
hati. Sakit ini sudah dirasakan sejak beberapa bulan terakhir dan hilang timbul. Sakit
dirasakan seperti menusuk-nusuk dan perih. Sakit hilang bila pasien makan. Kadang-kadang
pasien merasa mual. Cepat merasa kenyang dan terkadang terasa kembung.

10

Berdasarkan keterangan ini disimpulkan bahwa pasien pernah menderita gastritis.


Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis yang ditemukan berupa
dispepsia yang dikeluhkan pasien ini. Gastritis terjadi karena terjadi gangguan keseimbangan
faktor agresif dan defensif. Gastritis akut dapat disebabkan oleh NSAIDs, alkohol, gangguan
mikrosirkulasi mukosa lambung maupun stress. Gastritis kronik disebabkan oleh
Helicobacter pylori. Kemungkinan terjadi gastritis Akut pada pasien ini karena terdapat
riwayat pemakaian obat-obatan yang mengandung anti inflamasi.

Gambar 3.1 Faktor defensif dan agresif yang mempengaruhi proses ulkus peptikum

Umumnya obat-obatan tersebut mengandung bahan-bahan yang dapat mengakibatkan


perangsangan asam lambung yang berlebihan ataupun menghambat serta mengganggu dari
fungsi perlindungan mukosa lambung terhadap asam lambung sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya perdarahan lambung. Kandungan obat-obatan tersebut diantaranya yang terbanyak
adalah NSAIDs (Asam mefenamat) dan berbagai jenis steroid (prednisone, deksametason
dll). Efek samping NSAIDs pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung. Efek samping
pada lambung memang yang paling sering terjadi. NSAIDs merusak mukosa lambung
malalui 2 mekanisme yakni : topikal dan sistemik.

11

Bagan 3.1 Peran obat nsaid serta kortikosteroid dalam memblokade prostaglandin E2

Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena NSAIDs bersifat asam dan lipofilik,
sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan.
Efek sistemik NSAIDs tampaknya lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat
produksi prostaglandin menurun, NSAIDs secara bermakna menekan prostaglandin. Seperti
diketahui prostaglandin merupakan substansi sitiprotektif yang amat penting bagi mukosa
lambung. Efek sitiproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa,
meningkatkan sekresi mukus, dan ion bikarbonat dan meningkatkan epithelial defense. Aliran
darah mukosa yang menurun menimbulkan adhesi neutrofil pada endotel pembuluh darah
mukosa dan memacu lebih jauh proses imunologis.

12

13

Radikal bebas dan protease yang dilepaskan akibat proses imunologis tersebut akan
merusak mukosa lambung. Berdasarkan penelitian, terbukti sebagai faktor resiko untuk
mendapatkan efek samping semakin besar dari penggunaan NSAIDs adalah digunakan secara
bersama-sama dengan steroid, usia lanjut > 60 tahun, dan masih mengkonsumsi obat-obatan
tersebut walaupun telah menderita penyakit gastritis sebelumnya tanpa diberikan obat-obatan
pelindung untuk mukosa lambung. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa
pasien mengalami Hematemesis Melena et causa Gastritis Akut erosif. Namun untuk
menegakkan diagnosis secara pasti harus dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi. Secara
endoskopi akan dijumpai kongesti mukosa, eresi-erosi kecil, dan kadang-kadang disertai
dengan perdarahan kecil-kecil. Menentukan status hemodinamik pada saat pasien datang
sangatlah penting karena hal ini akan mempengaruhi prognosis. Di samping itu, tanda-tanda
gangguan sirkulasi perifer juga harus diwaspadai.
Pada saat pemeriksaan tidak didaparkan tanda-tanda hipovolemik sampai syok, yaitu
tekanan darah masih dalam batas normal, nadi dan napas juga dalam batas normal serta akral
tidak dingin. Hanya ditemukan konjungtiva pucat yang menandakan terjadi anemia, dan hal
ini dibuktikan dengan pemeriksaan Hb yang hanya 7,6 gr/dl.
Diagnosis banding pasien ini adalah Hematemesis Melena et causa Tukak Peptikum
dan Hematemesis Melena et causa varises esofagus. Berdasarkan penelitian bahwa penyebab
terbanyak dari hematemesis melena adalah diakibatkan oleh pecahnya varises esofagus,
gastritis erosif dan tukak peptikum. Gejala-gejala yang timbul hampir sama. Pada
Hematemesis Melena yang diakibatkan oleh varises esofagus terdapat riwayat penyakit atau
kelainan hati sebelumnya, dan umumnya darah yang dimuntahkan berwarna merah segar
karena berasal dari pembuluh darah esofagus yang pecah walaupun terdapat juga warna
muntahan darah berwarna hitam karena ada darah yang mengalir ke lambung dan bercampur
dengan asam lambung.

14

Untuk mengetahui apakah terdapat kelainan pada hati dapat dilakukan pemeriksaan
fungsi hati seperti SGPT, SGOT dan apabila diperlukan dapat dilakukan USG hati.

Gambar 3.2 Varises esofagus pada gambaran endoskopi

Sedangkan Hematemesis Melena yang dikibatkan oleh Tukak Peptikum, untuk


membedakannya dengan gastritis erosif dapat dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi.
Pada gastritis erosif dapat dijumpai kongesti mukosa, eresi-erosi kecil, dan kadang-kadang
disertai dengan perdarahan kecil-kecil. Sedangkan pada tukak peptik dapat dijumpai erosi
yang lebih luas dan dalam atau luka terbuka. Nyeri pada tukak duedonum umumnya tidak
terlokalisasi, rasa sakit timbul waktu merasa lapar, biasanya terjadi setelah 90 menit sampai 3
jam post prandial dan nyeri dapat berkurang sementara sesudah makan, minum susu atau
minum antasida. Nyeri spesifik timbul dini hari, antara tengah malam dan jam 3 dini hari
yang dapat membangunkan pasien, dan rasa sakit terletak pada daerah sebelah kanan garis
tengah perut. Sedangkan rasa sakit pada tukak lambung timbul setelah makan., dan terjadi
pada daerah sebelah kiri dari garis tengah perut.

15

Gambar 3.3 Ulkus peptikum pada endoskopi


Pemeriksaan penunjang yang diusulkan adalah Darah lengkap, hemostasis (waktu
perdarahan, pembekuan, protrombin), elektrolit (Na, K, Cl), Fungsi hati (SGPT/SGOT,
albumin, globulin), endoskopi dan USG hati. Pemeriksaan darah berguna untuk menilai
keadaan sekaligus sebagai panduan untuk terapi. Sebagai contohnya kadar Hb dapat
digunakan untuk panduan kapan harus dilakukan tranfusi darah. Karena pasien mengalami
kehilangan darah baik melalui muntah ataupun feses, atau perdarahan di dalam lambung
maka pada pemeriksaan Hb yang diharapkan adalah terjadinya penurunan kadar Hb.
Elektrolit juga diperiksa karena ketika pasien muntah akan terjadi juga defisit elektrolit yang
hilang bersama muntahan tersebut. Defisit elektrolit ini juga harus dikoreksi.
Pemeriksaan fungsi hati diperlukan, untuk menilai apakah telah terjadikelainan pada
hati dan sebagai pertimbangan dalam pemberian terapi khususnya pada obat-obatan yang di
metabolisme di hati. Endoskopi dilakukan untuk mengetahui asal tempat terjadinya sumber
perdarahan, penyebab perdarahan, aktivitas perdarahan dan sebagai diagnostik pasti. USG
hati dilakukan apabila ada indikasi untuk melihat gambaran keadaan hati.
Terapi kausal yang diberikan pada pasien ini adalah golongan obat penghambat pompa
proton seperti Lansoprazole. Mekanisme kerja PPI adalah memblokir enzim K+H+ATP ase
yang akan memecah K+H+ATP menghasilkan energi yang akan digunakan untu
mengeluarkan enzim HCL dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. Selanjutnya

16

dapat pula diberikan obat-obatan golongan antihistamin H2 seperti Ranitidine, obat ini
bekerja dengan cara memblokir efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak
dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Efek ini bersifat reversibel. Selain itu
diberikan juga obat-obatan pelindung mukosa lambung seperti sucralfate yang mekanisme
kerjanya melalui pelepasan kutub alumunium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif
molekul protein membentuk lapisan fisiokokemikal pada daerah erosi, yang melindunginya
dari pengaruh agresif asam lambung. Atau dapat diberikan obat-obatan analog prostaglandin
seperti misoprostol yang dapat mengurangi sekresi asam lambung, menambah sekresi mukus,
bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa
lambung. Selain itu diberikan juga obat-obatan antasida yang mempunyai kemampuan untuk
menetralkan asam lambung atau mengikatnya, seperti Magnesium hidroksida atau
Alumunium hidroksida.

Bagan 3.2 Alur tatalaksana perdarahan saluran cerna bagian atas

17

Pemberian vitamin K pada kasus-kasus perdarahan saluran cerna bagian atas


diperbolahkan, dengan peetimbangan pemberian tersebut tidak merugikan dan relatif murah.
Vitamin K bermanfaat dalam proses pembekuan darah dan dapat mengembalikan masa
protrombin menjadi normal. Faktor pembekuan darah yang bergantung pada vitamin K
adalah faktor II, VII, IX, dan X. Apabila terjadi defisiensi vitamin K maka proses pembekuan
akan berlangsung lama dan perdarahan dapat terjadi terus-menerus.

Bagan 3.3 Proses fisiologi pembekuan darah, serta peran vit K pada proses koagulasi

Bagan 3.4 Peran asam tranexamat pada proses anti fibrinoltik sebagai hemostat agen

18

Pemberian obat-obatan antasida dan antagonis reseptor H2 tidak boleh diberikan pada
waktu yang bersamaan, karena obat-obatan antasida dapat menghambat absorbsi dari obatobatan lain. Pemberian dapat dilakukandengan tenggang waktu 1-2 jam. Sebagai contoh
pemberian antasida dilakukan 1 jam sebelum makan dan obat-obatan antihistamin H2
diberikan 1 jam setelah makan. Untuk obat-obatan antagonis H2 dan cytoprotective agent
pemberiannya boleh dilakukan secara bersama-sama. Apabila kita menggunakan sucralfate,
maka pemberiannya juga jangan diberikan bersamaan dengan antasida, karena sucralfate
membutuhkan PH asam untuk aktivasi.

19

TIJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Hematemesis adalah muntah darah yang berwarna hitam yang berasal dari saluran
cerna bagian atas. Melena yaitu buang air besar berwarna hitam ter yang berasal dari saluran
cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di
atas (proksimal) dari ligamentum Treitz, mulai dari jejenum proksimal, duodenum, gaster dan
esofagus.
B. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan keadaan gawat darurat yang
sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Perdarahan dapat
terjadi antara lain karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum.
Delapan puluh persen dari angka kematian akibat perdarahan SCBA di bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI/RSCM berasal dari pecahnya varises esofagus akibat penyakit sirosis hati dan
hepatoma. Berdasarkan laporan di SMF Penyakit Dalam RSU dr. Sutomo Surabaya, dari
1673 kasus perdarahan SCBA, penyebab terbanyak adalah 76,9% pecahnya varises esofagus,
19,2% gastritis erosif, 1,0% tukak peptikum, 0,6% kanker lambung dan 2,6% karena sebabsebab lain. Laporan dari RS Pemerintah di Jakarta, Bandung dan Yogyakarta urutan 3
penyebab terbanyak perdarahan SCBA sama dengan di RSU dr. Sutomo. Sedangkan laporan
dari RS Pemerintah di Ujung Pandang menyebutkan tukak peptikum menempati urutan
pertama penyebab SCBA. Laporan kasus di RS Swasta yakni RS Darmo Surabaya
perdarahan karena tukak peptikum 51,2%, gastritis erosif 11,7%, varises esofagus 10,9%,
keganasan 9,8%, esofagitis 5,3%, sindrom Mallori-Weiss 1,4%, tidak diketahui 7%, dan
penyebab-penyebab lain 2,7%. 16 Di negara barat tukak peptikum menempati urutan pertama
penyebab perdarahan SCBA dengan frekuensi sekitar 50%.

20

C. DIAGOSIS
Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi sebagai hematemesis,
melena atau keduanya. Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah : 1). Sejak kapan
terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar, 2). Riwayat perdarahan
sebelumnya, 3). Riwayat perdarahan dalam keluarga, 4). Ada tidaknya perdarahan di bagian
tubuh lain, 5). Riwayat penggunaan obat-obatan NSAIDs dan anti koagulan, 6). Kebiasaan
minum alkohol, 7). Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah,
demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi, alergi obat-obatan, 8).
Riwayat transfusi sebelumnya. Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan stigmata penyebab
perdarahan, seperti stigmata sirosis, anemia, akral dingin dan sebagainya. Status
hemodinamik saat masuk ditentukan dan dipantau karena hal ini akan mempengaruhi
prognosis. untuk keperluan klinik, maka harus dibedakan apakah perdarahan beeasal dari
varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam
pengelolaan dan prognosisnya. Untuk membedakan apakah perdarahan yang terjadi berasal
dari saluran cerna bagian atas atau bawah dapat dilakukan cara praktis yaitu sebagai berikut.

D. SARANA DIAGOSTIK
Sarana diagnostik yang biasa digunakan pada kasus perdarahan saluran cerna ialah
endoskopi gastrointestinal, radiografi dengan barium, radionuklid, dan anguografi. Pada
semua pasien dengan tanda-tanda perdarahan saluran cerna bagian atas atau yang asal
perdarahannya masih meragukan pemeriksaan endoskopi SCBA merupakan prosedur pilihan.
Dengan pemeriksan ini sebagian besar kasus diagnosis penyebab perdarahan bisa ditegakkan.
Selain itu dengan endoskopi bisa juga dilakukan upaya terapeutik. Bila perdarahan masih
tetap berlanjut atau asal perdarahan sulit dididentifikasi perlu pertimbangan pemeriksaan
dengan radionuklid atau angiografi yang sekaligus bisa digunakan untuk menghentikan

21

perdarahan. Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal


perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest membuat klasifikasi
perdarahan tukak peptikum atas dasar temuan endoskopi yang bernmanfaat untuk
menentukan tindakan selanjutnya. Terapi endoskopi dibagi atas modalitas, yaitu terapi
topikal, terapi mekanik, terapi injeksi, dan terapi termal. Pada terapi mekanik digunakan
hemoklip untuk menjepit tempat perdarahan atau melalui kabel elektrokauter. Teknik
pengikatan dengan rubber band banyak digunakan dalam proses pengikatan varises
.
E. PENATALAKSANAAN
Langkah resusitasi berupa pemasangan jalur intravena dengan cairan fisiologis, bila
perlu transfusi PRC, darah lengkap (whole blood), mpacked cell, dan FFP. Tindakan yang
paling sederhana untuk menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas adalah bilas
lambung dengan air es melalui pipa nasogastrik. Pemasangan pipa nasogastrik dikerjakan
melalui lubang hidung pasien, kemudian dilakukan aspirasi isi lambung. Bila pada aspirasi
terdapat darah, selanjutnya dulakukan bilas lambung dengan air es sampai isi lambung
tampak bersih dari darah atau tampak lebih jernih warnanya. Tindakan tersebut disebut
gastric spooling. Ada 5 manfaat dari tindakan ini, yaitu :
1. Tindakan diagnostik dan pemantauan apakah perdarahn masih berlangsung
terus atau tidak.
2. Menghentikan perdarahan (efek vasokontriksi dari es)
3. Memudahkan pemberian obat-obatan oral ke dalam lambung.
4. Membersihkan darah dari lambung untuk mencegah koma hepatik.
5. Persiapan endoskopi.

22

Bilas lambung juga dapat dilakukan dengan menggunakan air suhu kamar. Berdasarkan
percobaan pada hewan, kumbah lambung dengan air es kurang menguntungkan, waktu
perdarahan jadi memanjang, perfusi dinding lambung menurun, dan bisa timbul ulserasi pada
mukosa lambung. Pada perdarahan saluran cerna ini dianggap terdapat gangguan hemostasis
berupa defisiensi kompleks protrombin sehingga diberikan vitamin K parenteral dan bila
diduga terdapat fibrinolisis sekunder dapat diberikan asam traneksmat parenteral. Produksi
asam lambung yang meningkat karena stress fisik maupun psikis ditekan dengan pemberian
antasida dan antagonis reseptor H2 (ranitidine, famotidine, atau roksatidine). Antasid
diharapkan bermanfaat untuk menekan asam lambung yang sudah berada di lambung
sedangkan antagonis reseptor H2 untuk menekan produksi asam lambung. Selain itu dengan
pertimbangan bahwa proses koagulasi atau pembentukan fibrin akan terganggu oleh suasana
asam, maka diberikan antisekresi asam lambung, mulai dari antagonis reseptor H2 sampai
penghambat pompa proton (omeprazole, lansoprazole, pantoprazole). Di samping itu terdapat
obat-obatan yang bersifat meningkatkan defense mukosa (sukralfat) yang dapat dipakai
sebagai regimen alternatif.
Pemberian obat yang bersifat vasoaktif akan mengurangi aliran darah splanknikus
sehingga diharapkan proses perdarahan berkurang atau berhenti. Dapat dipakai vasipresin,
somatostatin, atau okreotid. Vasopresin bekerja sebagai vasokonstriktor pembuluh splanknik,
sedangkan somatostatin dan okreotid melalui efek menghambat sekresi asam lambung dan
pepsin, menurunkan aliran darah di lambung, dan merangsang sekresi mukus lambung.
Pemasangan Sengstaken-Blakemore tube (SB tube) dapat dikerjakan pada kasus yang
diduga terdapat varises esofagus. SB tube terdiri dari 2 balon (lambung dan esopfagus).

23

Balon lambung berfungsi sebagai jangkar agar SB tube tidak keluar saat balon esofagus
dikembangkan. Balon esofagus tersebut secara mekanik menekan langsung pembuluh darah
varises yang robek dan berdarah. Balon SB tube memiliki 3 lumen, yaitu untuk balon
lambung, balon esifagus, dn untuk memasukkan obat-obatan atau makann ke dalam lambung
atau untuk membilas lambung dengan air es. Komplikasi yang dapat terjadi adalah
pneumonis aspirasi, kerusakan esofagus, dan obstruksi jalan napas.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Sastroamoro, S dkk., 2007., Panduan Pelayanan Medis Departemen Penyakit Dalam RSUP
Nasional dr. Cipto Mangunkusumo., Jakarta
2. Mansjoer, A dkk., 2001., Hematemesis Melena dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi
ketiga Jilid I., Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Media Aesculapius hal.634636
3. Adi, P., 2006., Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV., Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia., Jakarta., hal.289-292
4. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia., 2008., ISO Farmakoterapi., PT.ISFI : Jakarta.
5. Mubin, AH., 2006., Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Edisi 2 :Diagnosis dan Terapi,
EGC : Jakarta
6. Mycek, MJ., Harvey, RA., Champe, PC., 2001., Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2.,
Widya Medika : Jakarta

25

Anda mungkin juga menyukai