Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN

PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN I


ASIDITAS, ALKALINITAS DAN co2
KELOMPOK 12

1. Riestidy Dwicaesa Putri (082001300035)


2. Siti Amira (082001300039)
3. Maya Putri Dayanti (082001300053)

ASISTEN : Fajriani Widya Haryanti

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS ARSITEKTUR LANSEKAP DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asiditas adalah kemampuan air untuk menetralkan larutan basa kuat untuk
mencapai pH tertentu, sedangkan alkalinitas adalah kemampuan air untuk
menetralkan larutan asam. Asiditas dan alkalinitas ditentukan dengan
melakukan titrasi menggunakan fenolftalin (PP) dan metil jingga. Titrasi adalah
cara penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan larutan standar yang
sudah diketahui konsentrasinya. Pada percobaan asiditas dan alkalinitas, jenis
titrasi yang digunakan adalah titrasi asam basa.
Alkalinitas mampu menetralisir keasaman didalam air. Sifat alkalinitas
dipengaruhi

oleh

ion

hidroksida,

ion

karbonat,

dan

ion

hidrokarbonat/bikarbonat. Secara khusus alkalinitas sering disebut sebagai


besaran yang menunjukkan kapasitas pembufferan dari ion bikarbonat, dan
tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut dalam
air akan bereaksi dengan ion hydrogen sehingga menurunkan kemasaman dan
menaikkan Ph. Alkalinitas berperan dalam menentukan kemampuan air untuk
mendukung pertumbuhan alga dan kehidupan air lainnya, hal ini dikarenakan:
a. pengaruh system buffer dari alkalinitas
b. alkalinitas berfungsi sebagai reservoir untuk karbon organic. Sehingga
alkalinitas diukur sebagai factor kesuburan air.
Asiditas (keasaman) adalah banyaknya basa yang diperlukan untuk
menetralkan asam dalam air, merupakan kapasitas kuantitatif air untuk bereaksi
dengan basa kuat sehingga menstabilkan Ph hingga mencapai 8,3 atau
kemampuan air untuk mengikat OH- untuk mencapai pH 8,3 dari pH asal yang
rendah. Semua air yang memiliki Ph<8,5 mengandung asiditas.
Meskipun karbondioksida sangat mudah larut dalam air,umumnya zat ini
tidak terdapat dalam keadaan bebas melainkan dalam keadaan berkaitan dengan
air membentuk asam karbonat.
Di dalam sel tubuhan dan hewan, karbondioksida terbentuk dari proses
respirasi senyawa organik, sementara melalui proses fotosintesis karbondioksida

bersama dengan air akan membentuk karbondioksida dan oksigen. Dalam hal
fotosintesis ada perbedaan yang sangat mendasar antara fotosintesis yang
berlangsung dalam ekosistem teristerial dibandingkan dengan yang berlangsung
pada ekosistem air.sumber karbondioksida yang dibutuhkan pada proses
fotosintesis yang berlangsung pada ekosistem teristerial sepenuhnya langsung
diambil dari atmosfer, sementara proses fotosintesis pada ekosistem air
bergantung kepada sumber karbondioksida yang terdapat di dalam air.
Ada jenis-jenis tumbuhan air yang dapat mengasimilasi karbondioksida
bebas yang terlarut dalam air secara langsung. Tetapi, sumber karbondioksida
penting lainnya adalah berupa ion karbonat dan ion bikarbonat karena pH di
suatu perairan umumnya berkisar pada pH netral, maka jarang ditemukan
karbondioksida dalam bentuk lepas.CO2 yang terlarut dalam air biasanya
merupakan factor terbesar pengaruh asiditas pada air. CO2 itu sendiri biasanya
lebih banyak terkandung di dalam tanah dibandingkan pada air permukaan, dan
CO2 dapat menimbulkan korosi.

1.2 Tujuan Penelitian


1.2.1

Asiditas
Mempelajari cara menentukan asiditas dan melakukan pemeriksaan asiditas
pada sampel air yang dititrasi dengan menggunakan indicator metil jingga.

1.2.2

Alkalinitas
Mempelajari cara menentukan alkalinitas dan melakukan pemeriksaan
alkalinitas pada sampel air yang dititrasi dengan menggunakan indicator
fenolftalin (PP)

1.2.3 CO2
Melakukan pemeriksaan CO2 yang terkandung dalam sampel air.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asiditas
Asiditas didefinisikan sebagai kemampuan air menetralkan basa kuat untuk
mencapai pH tertentu. Asiditas air disebabkan oleh adanya asam-asam mineral kuat
(HCL, H2SO4), garam-garam berasal dari reaksi antara asam kuat dengan basa
lemah, dan CO2 yang terlarut dalam air. CO2 yang terlarut dalam air biasanya
merupakan faktor terbesar penyebab asiditas terhadap air.
Asiditas pada sistem air alami adalah kapasitas air untuk menetralisir OH-. Air
asam biasanya tidak diperhitungkan, kecuali untuk kasus polusi berat. Asiditas
biasanya merupakan hasil dari adanya asam lemah seperti H2SO4-, CO2, H2S,
protein, asam-asam lemak dan ion-ion logam asam, terutama Fe3+. Asiditas lebih
sukar ditentukan daripada alkalinitas, karena dua kontributor utama, CO2 dan H2S,
merupakan larutan volatil yang segera hilang dari sampel (Mindriany Syafila, 1994)
:
CO2 + OH- HCO3H2S + OH- HS + H2O
Suatu titrasi basa kuat terhadap sampel air yang mengandung karbon dioksidabikarbonat-karbonat yang sudah ditetesi indicator fenolftalein menunjukkan adanya
proses netralisasi dari bentuk asam karbonat (H2CO3) menjadi bikarbonat (HCO3-)
pada pH 8,3. Pada pH 8,3 terjadi perubahan warna larutan yang nyata yaitu dari
warna bening menjadi keunguan. Oleh karena itu, pada pH 8,3 disebut sebagai titik
akhir titrasi. Apabila pada larutan ditetesi oleh indikator metil jingga, titik
ahkhirnya berubah menjadi pada pH 4,5 yang ditandai dengan perubahan warna
larutan nyata, yaitu dari warna merah menjadi jingga. Berdasarkan itu, pada pH 8,3
dan pH 4,5 dijadikan sebagai acuan titik akhir titrasi dalam penentuan asiditas.
Dengan perngertian tersebut kita mengenal:

Asiditas total
Asiditas total ditentukan oleh titrasi dengan basa untuk mencapai titik
akhir fenolftalein.

Asiditas asam kuat atau asiditas mineral

Asiditas mineral merupakan asiditas yang disebabkan oleh asam


mineral. Dapat juga disebut asiditas metil orange karena untuk
menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator metil orange untuk
mencapai pH 3,7. Asiditas mineral di dalam air dapat berasal dari
industri metalurgi, produksi materi organik sintetik, drainase buangan
tambang, dan hidrolisis garam-garam logam berat.
Asiditas mineral terdapat di limbah industri, terutama industri metalurgi
dan produksi materi organik sintetik. Beberapa air alami juga
mengandung asiditas mineral. Kebanyakan dari limbah industri
mengandung asam organik. Kehadirannya di alam dapat ditentukan
dengan titrasi elektrometrik dan gas chromatografi.
Asiditas merupakan sifat air yang perlu diperhatikan, karena asam
menunjukkan sifat yang sangat korosif dan dapat mempengaruhi proses kimiawi
dan proses biologis tertentu.
Asiditas air ditentukan berdasarkan proses netralisasi ion-ion H+ dengan larutan
standaralkali (basa kuat) pada pH tertentu yang disebut sebagai titik akhir titrasi.
Keberadaan ion-ion H+ dalam larutan tersebut merupakan hasil disosiasi ataupun
hidrolisis ketika bereaksi dengan standar alkali (basa kuat). Titik akhir titrasi
ditandai dengan adanya perubahan warna larutan yang sudah diberikan indikator.
Umumnya indikator yang digunakan adalah metil jingga dan fenolftalein. Asam
kuat ditetapkan dengan menggunakan indikator metil jingga yang memberikan
warna merah pada pH kurang dari 4,5 dan warna jingga pada pH lebih dari 4,5.
Sementara asiditas CO2 terlarut ditetapkan dengan menggunakan indikator
fenolftalein yang tidak memberikan warna pada pH kurang dari 8,3 tetapi
memberikan warna ungu pada pH lebih dari 8,3.

2.2 Alkalinitas
Alkalinitas air merupakan kemampuan air untuk menetralkan asam. Secara
umum sifat alkalinitas air disebabkan oleh adanya garam-garam basa lemah dan
basa kuat yang terkandung. Beberapa ion yang menyebabkan sifat alkalinitas pada
air yaitu:

Ion hidroksida (OH-)

Ion karbonat (CO32-)

Ion hidrokarbonat/bikarbonat (HCO3-)

Pada awalnya, alkalinitas adalah gambaran pelapukan batuan yang terdapat


pada sistem drainase. Alkalinitas dihasilkan dari karbondioksida dan air yang dapat
melarutkan sedimen batuan karbonat menjadi bikarbonat. Jika Me merupakan
logam alkali tanah (misalnya kalsium dan magnesium), maka reaksi yang
menggambarkan pelarutan batuan karbonat ditunjukkan dalam reaksi
MeCO3 + CO2 + H2O Me2+ + 2HCO32Kalsium karbonat merupakan senyawa yang memberi kontribusi terbesar
terhadap nilai alkalinitas dan kesadahan di perairan tawar. Senyawa ini terdapat di
dalam tanah dalam jumlah yang berlimpah sehingga kadarnya di perairan tawar
cukup tinggi. Kelarutan kalsium karbonat menurun dengan meningkatnya suhu dan
meningkat dengan keberadaan karbondioksida. Kalsium karbonat bereaksi dengan
karbondioksida membentuk kalsium bikarbonat (Ca(HCO3)2) yang memiliki daya
larut lebih tinggi dibandingkan dengan kalsium karbonat (CaCO3) (Cole, 1983
dalam Effendi 2003).
Selain itu, alkalinitas juga ditimbulkan oleh garam-garam yang berasal dari
asam lemah seperti borat, silikat, dan fosfat. Namun tidak terlalu berpengaruh
karena umumnya keberadaan senyawa tersebut hanya dalam konsentrasi lemah.
Hasil pengukuran alkalinitas pada air digunakan dalam mengontrol pengolahan
air bersih dan air limbah. Air limbah rumah tangga mempunyai alkalinitas yang
lebih tinggi daripada alkalinitas air bersih.
Nilai alkalinitas berkaitan erat dengan korosivitas logam dan dapat
menimbulkan permasalahan pada kesehatan manusia, terutama yang berhubungan
dengan iritasi pada sistem pencernaan (gastro intestinal). Nilai alkalinitas yang baik
berkisar antara 30 500 mg/liter CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas lebih dari
40 mg/liter CaCO3 disebut perairan sadah (hard water), sedangkan perairan dengan
nilai akalinitas lebih dari 40 mg/liter disebut perairan lunak (soft water). Untuk
kepentingan pengolahan air, sebaiknya nilai alkalinitas tidak terlalu bervariasi.

Ada dua macam alkalinitas, yaitu:


1. Alkalinitas fenolftalein
Alkalinitas phenophtalein dapat diketahui dengan titrasi asam sampai
mencapai pH dimana HCO3- merupakan spesies karbonat dominan (pH =
8,3).
2. Alkalinitas total
Alkalinitas total dapat diketahui dengan titrasi asam untuk mencapai titik
akhir metil orange (pH = 4,5) dimana spesies karbonat dan bikarbonat telah
dikonversi menjadi CO2.
Alkalinitas pada air memberikan sedikit masalah kesehatan. Alkalinitas
yang tinggi menyebabkan rasa air yang tidak enak (pahit). Pengukuran
asiditas-alkalinitas harus dilakukan sesegera mungkin dan biasanya
dilakukan di tempat pengambilan contoh. Batas waktu yang dianjurkan
adalah 14 hari.
Alkalinitas berperan dalam menentukan kemampuan air untuk mendukung
pertumbuhan alga dan kehidupan air lainnya, hal ini dikarenakan (Anonymous A,
2010) :
1. Pengaruh sistem buffer dari alkalinitas;
2. Alkalinitas berfungsi sebagai reservoir untuk karbon organik. Sehingga
alkalinitas diukur sebagai faktor kesuburan air.
2.3 Penetapan CO2 Bebas
Air permukaan mengandung CO2 bebas kurang dari 10 mg/L sedangkan air
tanah umumnya memiliki kadar CO2 bebas dapat lebih tinggi dari air permukaan.
Keberadaan CO2 dalam air dapat menimbulkan korosi, oleh karena itu dalam proses
pengolahan air dilakukan rekarbonisasi pada tahapan akhir.
CO2 bebas bereaksi dengan natrium karbonat atau natrium hidroksida
membentuk natrium bikarbonat.
CO2 + NaOH

NaHCO3

Telah sempurnanya reaksi pembentukkan natrium bikarbonat ditandai adanya


perubahan warna larutan menjadi merah muda pada titik ekivalen, yaitu sekitar pH

8,3 dengan bantuan penambahan indikator fenolftalein sebelumnya pada larutan


sampel. Penentuan CO2 bebas harus dilakukan segera setelah pengambilan sampel.

BAB III
METODA
3.1 Waktu dan tempat
Hari dan tanggal

: Selasa, 24 Maret 2015

Jam

: 7.00

Tempat

: Jalan Daan Mogot 1 no. 103, Grogol Petamburan,

..Jakarta Barat, 11510


Koordinat

: 610'00.3"S
10646'46.4"E
Gambar 3.1.1 Lokasi sampling

Gambar 3.1.1 Lokasi sampling dalam peta

Lokasi
sampling

3.2 Alat dan Bahan

Nama Alat
Tabel 3.2.1 Alat praktikum
No.

Nama Alat

Ukuran

Jumlah

Pipet gondok

50 ml

Labu erlenmeyer

100, 200 dan

1000 mL
3

Buret

Gelas piala

1
100 mL

Nama Bahan
Tabel 3.2.1 Alat praktikum
No.

Nama Bahan

Konsentrasi

H2SO4

0,02 N & 0,1 N

NaOH

0,1 N & 0,02 N

No.

Nama Bahan

Konsentrasi

Indicator metil jingga

3 tetes

Indicator fenolftalin

3 tetes

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Asiditas
1. Masukkan air sampel sebanyak 50 mL ke dalam labu erlenmayer. Lalu ukur
pH dari air sampel tersebut.
2. Teteskan 3 tetes indikator fenolftalein ke dalam air sampel tersebut.
Goyang-goyangkan tabung erlenmayernya agar tercampur.
3. Titrasi dengan larutan NaOH 0,02 N hingga warna beningnya berubah
menjadi warna ungu muda.
4. Catatlah volume dari NaOH yang terpakai.
3.3.2 Alkalinitas
1. Masukkan air sampel sebanyak 50 mL ke dalam labu erlenmayer. Lalu ukur
pH dari air sampel tersebut.
2. Teteskan 3 tetes indikator metil jingga ke dalam air sampel tersebut.
Goyang-goyangkan tabung erlenmayernya agar tercampur.
3. Titrasi dengan larutan H2SO4 0,02 N hingga warnanya berubah menjadi
warna kuning kemerahan.
4. Catatlah volume dari H2SO4 yang terpakai.

3.3.3 Penetapan CO2 Bebas


1. Masukkan air sampel sebanyak 50 mL ke dalam labu erlenmayer. Lalu ukur
pH dari air sampel tersebut.
2. Teteskan 3 tetes indikator fenolftalein ke dalam air sampel tersebut.
Goyang-goyangkan tabung erlenmayernya agar tercampur.
3. Titrasi dengan larutan NaOH 0,02 N hingga warna beningnya berubah
menjadi warna ungu muda.
4. Catatlah volume dari NaOH yang terpakai.

3.4

Metode
Metode titrimetri yang dikenal juga sebagai metode volumetri merupakan cara

analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia. Dalam
setiap metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan
zat pendeteksi yang disebut titran. Titran ditambahkan ke dalam larutan analit
menggunakan peralatan khusus yang disebut buret sampai mencapai jumlah
tertentu hingga mencapai titik ekuivalen. Pencapaian tiik ekuivalen umumnya
ditandai oleh perubahan zat tertentu yang sengaja dimasukkan ke dalam analit yang
dikenal sebagai indikator. Perubahan indikator terjadi bila semua analit telah
bereaksi dengan titran. Kelebihan sedikit titran bereaksi dengan indikator, sehingga
terjadi perubahan pada indicator, yang biasa ditunjukkan oleh perubahan warna.
Kelebihan titran harus diupayakan sekecil mungkin melalui penambahan titran
setetes demi tetes agar tercapai kesalahan sekecil mungkin (Ibnu,2004).
Titrimetri atau analisis volumetri adalah salah satu cara pemeriksaan jumlah zat
kimia yang luas pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan. Pada
satu segi cara ini menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat,
ketelitian dan ketepatannya cukup tinggi. Pada segi lain, cara ini menguntungkan
karena dapat digunakan untuk menentukan kadar berbagai zat yang mempunyai
sifat yang berbeda-beda (Harizul, 2002).
Mengukur volume larutan adalah jauh lebih cepat dibandingkan dengan
menimbang berat suatu zat dengan suatu metode gravimetri. Akurasinya sama
dengan metode gravimetri. Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri,

dimana zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang
konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi
larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi
harus berlangsung secara cepat, reaksi berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi
samping. Selain itu, jika reagen penitrasi yang diberikan berlebih maka harus dapat
diketahui dengan suatu indikator. Metode volumetric secara garis besar dapat
diklasifikasikan dalam empat kategori sebagai :
1. Titrasi asam basa yang meliputi reaksi asam dan basa baik kuat maupun
lemah.
2. Titrasi redoks adalah titrasi yang meliputi hampir semua reaksi oksidasi
reduksi.
3. Titrasi pengendapan adalah titrasi yang meliputi pembentukan endapan,
seperti titrasi Ag atau Zn dengan K4FE(CN)6 dengan indikator
pengadsorpsi.
4. Titrasi kompleksometri sebagian besar meliputi titrasi EDTA seperti titrasi
spesifik dan juga dapat digunakan untuk melihat perbedaan pH pada
pengompleksan (Khopkar,2008).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Pengamatan Insitu
Tabel 4.1 Tabel Pengamatan insitu
No.
1.

Nama
Pengukuran
Cuaca Lokasi

Hasil
Cerah
Berawan

2.

Suhu Lokasi

29C

3.

Bau Air

Busuk

4.

Tampak

Hitam

Warna Air
5.

Kedalaman

80 cm

Sungai
6.

Q (debit)

0,499
3 /

Gambar

4.1.2 Pengukuran Exsitu


Tabel 4.2 Tabel pengukuran exsitu
No

Hasil

1.

Suhu Sampel

29C

2.

DHL

717

3.

pH

7,14

Gambar

4.1.2.1 Asiditas
Tabel 4.3 tabel hasil pengamatan asiditas
No

Gambar

1.

Keterangan
Air sampel sebanyak 50 ml
tambahkan indikator fenolftalein (3
tetes)

2.

Air sampel + indikator fenolftalein


yang sudah dititrasi dengan NaOH
0,1 M

4.1.2.2 bebas
Tabel 4.4 tabel hasil pengamtan CO2 bebas
No
1.

Gambar

Keterangan
Air sampel sebanyak 50 ml
tambahkan indikator fenolftalein (3
tetes)

No

Gambar

2.

Keterangan
Air sampel + indikator fenolftalein
yang sudah dititrasi dengan NaOH
0,1 M

4.1.2.3 Alkalinitas
Tabel 4.4 tabel hasil pengamatan alkalinitas
No
1.

Gambar

Keterangan
Air sampel sebanyak 50 ml
tambahkan indikator metil jingga (3
tetes)

2.

Air sampel + indikator metil jingga


yang sudah dititrasi dengan H2 SO4
0,1 M

4.2 Perhitungan
Asiditas
(A+B) x NNaOH

Asiditas Total =

Rumus :

mL sampel

x 1000 x CaCO3

: Volume NaOH unntuk titrasi dengan indikator metil jingga

:Volume NaOH untuk titrasi dengan indikator fenolptalein.

BE

: Berat ekivalen CaCO3

Asiditas Total =

(A+B) x NNaOH
mL sampel

x 1000 x CaCO3

:0

BE

: 50 gr ekivalen / mol

: 0,1 N

Asiditas total =

1,2 ml+0,8 ml
2

(0+1) x 0,1
50 ml

= 1ml

x 1000 x 50

= 20 mg/L

Alkalinitas
Rumus: Alkalinitas m. j. sebagai CaCO3 =

(BA) x N
ml sampel air

x 1000 x BE CaCO3

: Volume larutan standard asam untuk titrasi tahap I (P.P)

: Volume larutan standard asam untuk titrasi tahap II (m.j.)

BE

: Berat ekivalen CaCO3

: Normalitas larutan asam

Alkalinitas m. j. sebagai CaCO3 =

(BA) x N
ml sampel air

:0

BE

: 50 gr ekivalen / mol

23 ml+23 ml
2

= 23ml

x 1000 x BE CaCO3

: 0,1 N

Alkalinitas m. j. sebagai CaCO3 =

(230) x 0,1
50

x 1000 x 50

= 460 mg/L
CO2 Bebas

Rumus :

AxN

ml sampel air

x 1000 x BE CO2

: Volume NaOH yang terpakai

BE

: Berat ekivalen CO2

: Normalitas NaOH

AxN
ml sampel air

x 1000 x BE CO2

1,2 ml+0,8 ml

BE

: 44 gr ekivalen / mol

: 0,1 N

1 x 0,1
50

= 1ml

x 1000 x 44

= 17,6 mg/L

4.3 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan analisis sampel air sungai grogol. Lebih
spesifiknya sampel air ini diambil pada sungai grogol dekat dengan waduk tomang,
dan termasuk pada daerah transisi sungai.
Sampel diambil dengan menggunakan cara grab sampling. Pada saat
pengambilan sampel air, cuaca di lokasi pengambilan sampel cerah berawan.
Matahari tidak terik menyinari tetapi tidak hujan juga. Diperkirakan sejam sebelum
pengambilan sampel, lokasi tidak dituruni hujan juga. Kecepatan aliran air sungai

grogol relatif tenang dan lambat yaitu sebesar 0,048 m/s. Setelah dilakukan
perhitungan, didapati sungai grogol memiliki debit sebesar 0,499 m3/detik.
Suhu sampel yang diukur pada lokasi pengambilan sampel menunjukkan
29C. suhu tersebut sama dengan suhu lokasi saat dilakukannya pengambilan
sampel. Sungai grogol pada bagian lokasi pengambilan sampel ini memiliki
kedalaman sekitar 80 cm. diduga sungai ini tidak begitu dalam dikarenakannya
sudah terjadi pengendapan pada dasar sungai sehingga mempengaruhi sungai
menjadi dangkal.
Hasil pengamatan kali ini akan dibandingkan dengan dua baku mutu. Yang
pertama adalah baku mutu untuk sungai golongan c, atau sungai yang
diperuntukkan untuk perikanan dan peternakan. Baku mutu kedua adalah baku
mutu untuk air minum yang dikeluarkan oleh kementrian kesehatan.
Pertama akan dibahas mengenai bau dari sungai grogol. Jika kita melihat ke
baku mutu dari permenkes no. 492 tahun 2010, air yang akan dipergunakan sebagai
air minum tidak boleh berbau. Dari hasil pengamatan sungai grogol, tercium bau
menyengat lebih mengarah kearah bau busuk. Dari situ dapat diartikan secara
baunya, sungai grogol sudah tidak memenuhi syarat baku mutu untuk dijadikan air
minum.
Lalu jika ditinjau secara warna, warna air sungai grogol menunjukkan
warna hitam sedangkan jika bandingkan dengan baku mutu, pada baku mutu sudah
tertulis bahwa air yang dapat digunakan untuk air minum adalah air yang tidak
berwarna atau bening (jernih). Dapat diartikan dalam segi warna kasat mata, air
sungai grogol tidak memenuhi syarat jika ingin dijadikan air minum.
Dilakukan juga pengukuran pH sampel air sungai grogol. Didapati nilai pH
sungai grogol sebesar 7,14. Nilai pH sebesar itu masih termasuk netral. Pada baku
mutu permenkes untuk air minum, pH yang diperbolehkan adalah 6,5 sampai 8,5.
Jadi untuk dijadikan air minum, sungai grogol masih memenuhi syarat. Sedangkan
jika kita bandingkan dengan baku mutu golongan c, dimana nilai pH diharuskan
berada di antara nilai 6 sampai dengan 8,5. Dapat diartikan bahwa air sungai grogol
masih memenuhi syarat untuk difungsikan dibidang perikanan maupun
pertenakkan.

Selanjutnya, pengamatan konduktivitas pada air sampel sungai grogol.


Dengan menggunakan alat conductcivity metre, didapati DHL sebesar 717 oscm.
Dapat kita bandingkan hasil nilai DHL tersebut dengan baku mutu air sungai
golongan c dimana nilai DHL maksimum adalah 750 os/cm. dapat diartikan
bahwa jika ingin dipergunakan sebagai perikanan maupun peternakan, air sungai
grogol masih memenuhi syarat scara DHL nya.
Pada praktikum ini diamati alkalinitas dari sampel air sungai grogol.
Dilakukan titrasi sampel sebanyak dua kali agar mengecilkan kemungkinan untuk
terjadinya kesalah. Setelah dilakukan titrasi dan dihitung, didapati nilai alkalinitas
sungai grogol sebesar 460 ppm. Karena sungai grogol memiliki alkalinitas lebih
dari 20 ppm, sungai grogol dapat digolongkan sebagai perairan yang stabil.
Diketahui bahwa nilai alkalinitas suatu air jumlahnya relatif sama dengan
nilai kesadahan air tersebut. Oleh karena itu, kita dapat melihat nilai kesadahan
pada baku mutu dan membandingkannya. Pada baku mutu dari meteri kesehatan,
nilai kesadahan suatu air yang akan digunakan sebagai air minum tidak boleh
melebihi 500 ppm. Dapat diartikan jika ditinjau dari alkalinitasnya, air sungai
grogol masih bisa digunakan sebagai air minum karena nilai alkalinitasnya tidak
melebihi 500 ppm. Air yang memiliki nilai alkalinitas atau kesadahan lebih dari
500 ppm biasanya memiliki kadar garam natrium yang tinggi dan tidak disukai oleh
organisme aquatic.
Dicari juga nilai asiditas dari air sungai grogol. Sama seperti alkalinitas,
dilakukan dua kali titrasi agar mengecilkan kemungkinan terjadi kesalahan. Akan
tetapi pada titrasi asiditas ini, didapati volume NaOH yang digunakan selama dua
kali titrasi memiliki perbedaan lebih dari 0,1 ml. kesalahan ini terjadi
dikarenakannya kuran hati-hati saat meneteskan NaOH sehingga terlalu banyak
NaOH yang dititrasi pada air sampel.
Setelah volume NaOH yang digunakan di rata-rata dan dilakukan
perhitungan, didapati bahwa air sungai grogol memiliki nilai asiditas mg/L CaCO3
sebesar 20 mg/L dan nilai mg/L CO2 sebesar 17,6 mg/L.

BAB V
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan dari percobaan penentuan asiditas alkalinitas dan CO2
dalam air adalah sebagai berikut:

5.1 Asiditas
1. Nilai asiditas dari air sungai grogol adalah sebesar 20 mg/L.
2. Setelah di rata-rata, digunakan NaOH sebanyak 1 ml untuk melakukan
titrasi.

5.2 Alkalinitas
1. Nilai alkalinitas dari air sungai grogol adalah sebesar 460 mg/L.
2. Ditinjau dari nilai alkalinitas, sungai grogol masih bisa digunakan sebagai
bahan baku air minum.
3. Digunakan H2 SO4 0,1 N sebanyak 23 ml untuk melakukan titrasi.
5.3 CO2 Bebas
1. Nilai CO2 bebas dari air sungai adalah 17,6 mg/L.

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Harizul,Rivai. 2002. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : Universitas Indonesia.
http://analisisairdanmineralarmilah16.blogspot.com/2015/03/penetapan-asiditasdan-alkalinitas.html
(diakses pada 29 maret 2015 pukul 12.43)
https://elfianpermana010.wordpress.com/2013/05/14/hubungan-alkalinitasdengan-parameter-lain/
(diakses pada 29 maret 2015 pukul 12.45)
https://jujubandung.wordpress.com/2012/06/08/parameter-fisika-kimia-biologipenentu-kualitas-air-2/
(diakses pada 29 maret 2015 pukul 12.21)
http://www.o-fish.com/parameter_air.html.
(diakses pada 29 maret 2015 pukul 12.50)
Ibnu,Sodiq. 2004. Kimia Analitik. Malang : JICA
Khopkar,S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas
Indonesia Press
Lindu, Muhammad, Diana Hendrawan, Pramiati Purwaningrum, dan Fahima
Hernita Sari. 2015. Penuntun Praktikum Laboratorium Lingkungan I.
Jakarta: Universitas Trisakti.
Syafilia, Mindriany. 1994. Kimia Lingkungan I. Bandung : ITB.

Anda mungkin juga menyukai