BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asiditas adalah kemampuan air untuk menetralkan larutan basa kuat untuk
mencapai pH tertentu, sedangkan alkalinitas adalah kemampuan air untuk
menetralkan larutan asam. Asiditas dan alkalinitas ditentukan dengan
melakukan titrasi menggunakan fenolftalin (PP) dan metil jingga. Titrasi adalah
cara penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan larutan standar yang
sudah diketahui konsentrasinya. Pada percobaan asiditas dan alkalinitas, jenis
titrasi yang digunakan adalah titrasi asam basa.
Alkalinitas mampu menetralisir keasaman didalam air. Sifat alkalinitas
dipengaruhi
oleh
ion
hidroksida,
ion
karbonat,
dan
ion
bersama dengan air akan membentuk karbondioksida dan oksigen. Dalam hal
fotosintesis ada perbedaan yang sangat mendasar antara fotosintesis yang
berlangsung dalam ekosistem teristerial dibandingkan dengan yang berlangsung
pada ekosistem air.sumber karbondioksida yang dibutuhkan pada proses
fotosintesis yang berlangsung pada ekosistem teristerial sepenuhnya langsung
diambil dari atmosfer, sementara proses fotosintesis pada ekosistem air
bergantung kepada sumber karbondioksida yang terdapat di dalam air.
Ada jenis-jenis tumbuhan air yang dapat mengasimilasi karbondioksida
bebas yang terlarut dalam air secara langsung. Tetapi, sumber karbondioksida
penting lainnya adalah berupa ion karbonat dan ion bikarbonat karena pH di
suatu perairan umumnya berkisar pada pH netral, maka jarang ditemukan
karbondioksida dalam bentuk lepas.CO2 yang terlarut dalam air biasanya
merupakan factor terbesar pengaruh asiditas pada air. CO2 itu sendiri biasanya
lebih banyak terkandung di dalam tanah dibandingkan pada air permukaan, dan
CO2 dapat menimbulkan korosi.
Asiditas
Mempelajari cara menentukan asiditas dan melakukan pemeriksaan asiditas
pada sampel air yang dititrasi dengan menggunakan indicator metil jingga.
1.2.2
Alkalinitas
Mempelajari cara menentukan alkalinitas dan melakukan pemeriksaan
alkalinitas pada sampel air yang dititrasi dengan menggunakan indicator
fenolftalin (PP)
1.2.3 CO2
Melakukan pemeriksaan CO2 yang terkandung dalam sampel air.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asiditas
Asiditas didefinisikan sebagai kemampuan air menetralkan basa kuat untuk
mencapai pH tertentu. Asiditas air disebabkan oleh adanya asam-asam mineral kuat
(HCL, H2SO4), garam-garam berasal dari reaksi antara asam kuat dengan basa
lemah, dan CO2 yang terlarut dalam air. CO2 yang terlarut dalam air biasanya
merupakan faktor terbesar penyebab asiditas terhadap air.
Asiditas pada sistem air alami adalah kapasitas air untuk menetralisir OH-. Air
asam biasanya tidak diperhitungkan, kecuali untuk kasus polusi berat. Asiditas
biasanya merupakan hasil dari adanya asam lemah seperti H2SO4-, CO2, H2S,
protein, asam-asam lemak dan ion-ion logam asam, terutama Fe3+. Asiditas lebih
sukar ditentukan daripada alkalinitas, karena dua kontributor utama, CO2 dan H2S,
merupakan larutan volatil yang segera hilang dari sampel (Mindriany Syafila, 1994)
:
CO2 + OH- HCO3H2S + OH- HS + H2O
Suatu titrasi basa kuat terhadap sampel air yang mengandung karbon dioksidabikarbonat-karbonat yang sudah ditetesi indicator fenolftalein menunjukkan adanya
proses netralisasi dari bentuk asam karbonat (H2CO3) menjadi bikarbonat (HCO3-)
pada pH 8,3. Pada pH 8,3 terjadi perubahan warna larutan yang nyata yaitu dari
warna bening menjadi keunguan. Oleh karena itu, pada pH 8,3 disebut sebagai titik
akhir titrasi. Apabila pada larutan ditetesi oleh indikator metil jingga, titik
ahkhirnya berubah menjadi pada pH 4,5 yang ditandai dengan perubahan warna
larutan nyata, yaitu dari warna merah menjadi jingga. Berdasarkan itu, pada pH 8,3
dan pH 4,5 dijadikan sebagai acuan titik akhir titrasi dalam penentuan asiditas.
Dengan perngertian tersebut kita mengenal:
Asiditas total
Asiditas total ditentukan oleh titrasi dengan basa untuk mencapai titik
akhir fenolftalein.
2.2 Alkalinitas
Alkalinitas air merupakan kemampuan air untuk menetralkan asam. Secara
umum sifat alkalinitas air disebabkan oleh adanya garam-garam basa lemah dan
basa kuat yang terkandung. Beberapa ion yang menyebabkan sifat alkalinitas pada
air yaitu:
NaHCO3
BAB III
METODA
3.1 Waktu dan tempat
Hari dan tanggal
Jam
: 7.00
Tempat
: 610'00.3"S
10646'46.4"E
Gambar 3.1.1 Lokasi sampling
Lokasi
sampling
Nama Alat
Tabel 3.2.1 Alat praktikum
No.
Nama Alat
Ukuran
Jumlah
Pipet gondok
50 ml
Labu erlenmeyer
1000 mL
3
Buret
Gelas piala
1
100 mL
Nama Bahan
Tabel 3.2.1 Alat praktikum
No.
Nama Bahan
Konsentrasi
H2SO4
NaOH
No.
Nama Bahan
Konsentrasi
3 tetes
Indicator fenolftalin
3 tetes
3.4
Metode
Metode titrimetri yang dikenal juga sebagai metode volumetri merupakan cara
analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia. Dalam
setiap metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan
zat pendeteksi yang disebut titran. Titran ditambahkan ke dalam larutan analit
menggunakan peralatan khusus yang disebut buret sampai mencapai jumlah
tertentu hingga mencapai titik ekuivalen. Pencapaian tiik ekuivalen umumnya
ditandai oleh perubahan zat tertentu yang sengaja dimasukkan ke dalam analit yang
dikenal sebagai indikator. Perubahan indikator terjadi bila semua analit telah
bereaksi dengan titran. Kelebihan sedikit titran bereaksi dengan indikator, sehingga
terjadi perubahan pada indicator, yang biasa ditunjukkan oleh perubahan warna.
Kelebihan titran harus diupayakan sekecil mungkin melalui penambahan titran
setetes demi tetes agar tercapai kesalahan sekecil mungkin (Ibnu,2004).
Titrimetri atau analisis volumetri adalah salah satu cara pemeriksaan jumlah zat
kimia yang luas pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan. Pada
satu segi cara ini menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat,
ketelitian dan ketepatannya cukup tinggi. Pada segi lain, cara ini menguntungkan
karena dapat digunakan untuk menentukan kadar berbagai zat yang mempunyai
sifat yang berbeda-beda (Harizul, 2002).
Mengukur volume larutan adalah jauh lebih cepat dibandingkan dengan
menimbang berat suatu zat dengan suatu metode gravimetri. Akurasinya sama
dengan metode gravimetri. Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri,
dimana zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang
konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi
larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi
harus berlangsung secara cepat, reaksi berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi
samping. Selain itu, jika reagen penitrasi yang diberikan berlebih maka harus dapat
diketahui dengan suatu indikator. Metode volumetric secara garis besar dapat
diklasifikasikan dalam empat kategori sebagai :
1. Titrasi asam basa yang meliputi reaksi asam dan basa baik kuat maupun
lemah.
2. Titrasi redoks adalah titrasi yang meliputi hampir semua reaksi oksidasi
reduksi.
3. Titrasi pengendapan adalah titrasi yang meliputi pembentukan endapan,
seperti titrasi Ag atau Zn dengan K4FE(CN)6 dengan indikator
pengadsorpsi.
4. Titrasi kompleksometri sebagian besar meliputi titrasi EDTA seperti titrasi
spesifik dan juga dapat digunakan untuk melihat perbedaan pH pada
pengompleksan (Khopkar,2008).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nama
Pengukuran
Cuaca Lokasi
Hasil
Cerah
Berawan
2.
Suhu Lokasi
29C
3.
Bau Air
Busuk
4.
Tampak
Hitam
Warna Air
5.
Kedalaman
80 cm
Sungai
6.
Q (debit)
0,499
3 /
Gambar
Hasil
1.
Suhu Sampel
29C
2.
DHL
717
3.
pH
7,14
Gambar
4.1.2.1 Asiditas
Tabel 4.3 tabel hasil pengamatan asiditas
No
Gambar
1.
Keterangan
Air sampel sebanyak 50 ml
tambahkan indikator fenolftalein (3
tetes)
2.
4.1.2.2 bebas
Tabel 4.4 tabel hasil pengamtan CO2 bebas
No
1.
Gambar
Keterangan
Air sampel sebanyak 50 ml
tambahkan indikator fenolftalein (3
tetes)
No
Gambar
2.
Keterangan
Air sampel + indikator fenolftalein
yang sudah dititrasi dengan NaOH
0,1 M
4.1.2.3 Alkalinitas
Tabel 4.4 tabel hasil pengamatan alkalinitas
No
1.
Gambar
Keterangan
Air sampel sebanyak 50 ml
tambahkan indikator metil jingga (3
tetes)
2.
4.2 Perhitungan
Asiditas
(A+B) x NNaOH
Asiditas Total =
Rumus :
mL sampel
x 1000 x CaCO3
BE
Asiditas Total =
(A+B) x NNaOH
mL sampel
x 1000 x CaCO3
:0
BE
: 50 gr ekivalen / mol
: 0,1 N
Asiditas total =
1,2 ml+0,8 ml
2
(0+1) x 0,1
50 ml
= 1ml
x 1000 x 50
= 20 mg/L
Alkalinitas
Rumus: Alkalinitas m. j. sebagai CaCO3 =
(BA) x N
ml sampel air
x 1000 x BE CaCO3
BE
(BA) x N
ml sampel air
:0
BE
: 50 gr ekivalen / mol
23 ml+23 ml
2
= 23ml
x 1000 x BE CaCO3
: 0,1 N
(230) x 0,1
50
x 1000 x 50
= 460 mg/L
CO2 Bebas
Rumus :
AxN
ml sampel air
x 1000 x BE CO2
BE
: Normalitas NaOH
AxN
ml sampel air
x 1000 x BE CO2
1,2 ml+0,8 ml
BE
: 44 gr ekivalen / mol
: 0,1 N
1 x 0,1
50
= 1ml
x 1000 x 44
= 17,6 mg/L
4.3 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan analisis sampel air sungai grogol. Lebih
spesifiknya sampel air ini diambil pada sungai grogol dekat dengan waduk tomang,
dan termasuk pada daerah transisi sungai.
Sampel diambil dengan menggunakan cara grab sampling. Pada saat
pengambilan sampel air, cuaca di lokasi pengambilan sampel cerah berawan.
Matahari tidak terik menyinari tetapi tidak hujan juga. Diperkirakan sejam sebelum
pengambilan sampel, lokasi tidak dituruni hujan juga. Kecepatan aliran air sungai
grogol relatif tenang dan lambat yaitu sebesar 0,048 m/s. Setelah dilakukan
perhitungan, didapati sungai grogol memiliki debit sebesar 0,499 m3/detik.
Suhu sampel yang diukur pada lokasi pengambilan sampel menunjukkan
29C. suhu tersebut sama dengan suhu lokasi saat dilakukannya pengambilan
sampel. Sungai grogol pada bagian lokasi pengambilan sampel ini memiliki
kedalaman sekitar 80 cm. diduga sungai ini tidak begitu dalam dikarenakannya
sudah terjadi pengendapan pada dasar sungai sehingga mempengaruhi sungai
menjadi dangkal.
Hasil pengamatan kali ini akan dibandingkan dengan dua baku mutu. Yang
pertama adalah baku mutu untuk sungai golongan c, atau sungai yang
diperuntukkan untuk perikanan dan peternakan. Baku mutu kedua adalah baku
mutu untuk air minum yang dikeluarkan oleh kementrian kesehatan.
Pertama akan dibahas mengenai bau dari sungai grogol. Jika kita melihat ke
baku mutu dari permenkes no. 492 tahun 2010, air yang akan dipergunakan sebagai
air minum tidak boleh berbau. Dari hasil pengamatan sungai grogol, tercium bau
menyengat lebih mengarah kearah bau busuk. Dari situ dapat diartikan secara
baunya, sungai grogol sudah tidak memenuhi syarat baku mutu untuk dijadikan air
minum.
Lalu jika ditinjau secara warna, warna air sungai grogol menunjukkan
warna hitam sedangkan jika bandingkan dengan baku mutu, pada baku mutu sudah
tertulis bahwa air yang dapat digunakan untuk air minum adalah air yang tidak
berwarna atau bening (jernih). Dapat diartikan dalam segi warna kasat mata, air
sungai grogol tidak memenuhi syarat jika ingin dijadikan air minum.
Dilakukan juga pengukuran pH sampel air sungai grogol. Didapati nilai pH
sungai grogol sebesar 7,14. Nilai pH sebesar itu masih termasuk netral. Pada baku
mutu permenkes untuk air minum, pH yang diperbolehkan adalah 6,5 sampai 8,5.
Jadi untuk dijadikan air minum, sungai grogol masih memenuhi syarat. Sedangkan
jika kita bandingkan dengan baku mutu golongan c, dimana nilai pH diharuskan
berada di antara nilai 6 sampai dengan 8,5. Dapat diartikan bahwa air sungai grogol
masih memenuhi syarat untuk difungsikan dibidang perikanan maupun
pertenakkan.
BAB V
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan dari percobaan penentuan asiditas alkalinitas dan CO2
dalam air adalah sebagai berikut:
5.1 Asiditas
1. Nilai asiditas dari air sungai grogol adalah sebesar 20 mg/L.
2. Setelah di rata-rata, digunakan NaOH sebanyak 1 ml untuk melakukan
titrasi.
5.2 Alkalinitas
1. Nilai alkalinitas dari air sungai grogol adalah sebesar 460 mg/L.
2. Ditinjau dari nilai alkalinitas, sungai grogol masih bisa digunakan sebagai
bahan baku air minum.
3. Digunakan H2 SO4 0,1 N sebanyak 23 ml untuk melakukan titrasi.
5.3 CO2 Bebas
1. Nilai CO2 bebas dari air sungai adalah 17,6 mg/L.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Harizul,Rivai. 2002. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : Universitas Indonesia.
http://analisisairdanmineralarmilah16.blogspot.com/2015/03/penetapan-asiditasdan-alkalinitas.html
(diakses pada 29 maret 2015 pukul 12.43)
https://elfianpermana010.wordpress.com/2013/05/14/hubungan-alkalinitasdengan-parameter-lain/
(diakses pada 29 maret 2015 pukul 12.45)
https://jujubandung.wordpress.com/2012/06/08/parameter-fisika-kimia-biologipenentu-kualitas-air-2/
(diakses pada 29 maret 2015 pukul 12.21)
http://www.o-fish.com/parameter_air.html.
(diakses pada 29 maret 2015 pukul 12.50)
Ibnu,Sodiq. 2004. Kimia Analitik. Malang : JICA
Khopkar,S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas
Indonesia Press
Lindu, Muhammad, Diana Hendrawan, Pramiati Purwaningrum, dan Fahima
Hernita Sari. 2015. Penuntun Praktikum Laboratorium Lingkungan I.
Jakarta: Universitas Trisakti.
Syafilia, Mindriany. 1994. Kimia Lingkungan I. Bandung : ITB.