Anda di halaman 1dari 4

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No.

1, (2012) 1-4

Pengambilan Minyak Atsiri dari Melati dengan


Metode Enfleurasi dan Ekstraksi Pelarut Menguap
Nazma Sabrina Sani, Rofiah Racchmawati dan Mahfud
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
mahfud@chem-eng.its.ac.id
Abstrak--Di Indonesia pemanfaatan bunga melati masih
terbatas sebagai pewangi teh, dekorasi dan bunga tabur. Sebagai
bunga yang harum, melati sangat potensial untuk bahan baku
minyak melati. Penelitian ini bertujuan mempelajari proses
pembuatan minyak atsiri dari bunga melati dengan
menggunakan metode enfleurasi dan pelarut menguap, pengaruh
komposisi lemak dan pelarut terhadap rendemen dan mutu
minyak atsiri yang dihasilkan serta membandingkan aroma
terbaik yang mendekati aroma dari bahan baku. Pada metode
enfleurasi adsorben yang digunakan adalah, mentega putih (mp)
dan mentega kuning (mk). Perbandingan yang digunakan yaitu
(100% mp, 30% mp:70% mk, 50% mp:50% mk, 70% mp:30%
mk, 100% mk). Pergantian bunga diakukan setiap 24 jam
selama 7 hari. Pada metode ekstraksi pelarut menguap pertama,
pelarut yang digunakan n-heksan 96% dan etanol 99,5%.
Perbandingan bunga dan pearut 1:2. Proses ekstraksi bunga
dan pelarut menggunakan overhead stirer dan berlangsung
selama 4 jam Hasil penelitian menunjukkan metode enfleurasi
memiliki rendemen 0,094-0,416%, dengan rendemen tertinggi
pada variabel 30% mp:70% mk. Pada metode ekstraksi pelarut
menguap concrete yang dihasilkan dari pelarut n-heksan 0,32%,
sedangkan pelarut etanol tidak dapat digunakan untuk
mengekstrak bunga. Kualitas minyak atsiri yang dihasilkan
lebih bagus menggunakan metode enfleurasi serta rendemen
yang yang diperoleh lebih besar.
Kata kunci--minyak atsiri, enfleurasi, pelarut menguap, ekstraksi

I. PENDAHULUAN
Tanaman melati terdapat hampir disetiap daerah di
Indonesia, terutama di Pulau Jawa, misalnya di daerah
Pasuruan, Pamekasan, Banyumas, Purbalingga, Pemalang dan
Tegal. Adapun jenis melati yang banyak terdapat di Pulau
Jawa menurut Rukmana (1997) antara lain Jasminum sambac
(melati putih), Jasminum multiflorum (star jasmine) dan
Jasminum officinale (melati gambir). Bunga yang digunakan
harus dalam kondisi kering karena bunga dengan kondisi basah
yang biasa disebabkan karena embun dapat menimbulkan
ketengikan pada lemak yang disebabkan oksidasi lemak karena
adanya kandungan H2O. Kondisi bunga yang masih kuncup
serta mekar penuh juga tidak dapat digunakan untuk
menghasilkan minyak atsiri selain karena tidak dapat mekar
dan tidak harum, bunga pada kondisi kuncup sangat sulit
digunakan untuk proses enfleurasi karena bunga harus
diletakkan dengan posisi seluruh bagian menempel pada lemak
sehingga lemak dapat mengadsorbsi minyak di seluruh kelopak
bunga. Bunga dengan kondisi mekar penuh aroma harumnya

telah banyak yang menguap sehingga tidak dapat dimanfaatkan


baik (Suyanti et al,2004). Kondisi bunga yang digunakan
dalam penelitian ini memiliki tingkat ketuaan panen M-1
(kuncup siap mekar). Bunga dengan tingkat ketuaan panen
M-1 memiliki ukuran kuntum bunga optimal, berwarna putih,
pada saat kuncup tidak harum, setelah mekar harum.
Komponen minyak melati yang dominan menurut ketaren
(1985) adalah benzil asetat (65%), kemudian diikuti oleh
linalool (15,5%), linalool asetat (7,5%), benzil alcohol (6,0%),
jasmone(3,0%), indole (2,5%), dan metil anthramilate (0,5%).
Pengambilan minyak atsiri yang terkandung dalam
bunga melati tidak bisa dilakukan dengan cara
penyulingan/destilasi seperti halnya pada bunga melati, sedap
malam, violet, jonquil, dan beberapa jenis bunga lainnya. Hal
ini disebabkan oleh penyulingan dengan uap air atau air
mendidih yang relatif lama cenderung merusak komponen
minyak karena proses hidrolisa, polimerisasi dan
resinifikasi, komponen yang bertitik didih tinggi khususnya
yang larut dalam air tidak dapat diangkut oleh uap air
sehingga rendemen minyak dan mutu yang dihasilkan
lebih rendah (Guenther, 1987). Oleh karena itu melati harus
diproses dengan metode ekstraksi lain untuk mengambil
minyak atsirinya (minyak melati). Salah satu metode
ekstraksi yang dapat dilakukan untuk melati adalah metode
enfleurasi (ekstraksi dengan lemak dingin) dan ekstraksi
pelarut menguap. Metode enfleurasi memanfaatkan lemak
sebagai media untuk mengadsorpsi aroma wangi yang
dihasilkan oleh jenis bunga tertentu misalnya melati, sedap
malam dan mawar. Lemak yang sudah siap digunakan
ditempatkan diatas bingkai kaca atau chasis, kemudian disusun
bertingkat dan diusahakan terbebas dari sinar matahari dan
udara. Karena jika terganggu dua hal tersebut dapat
menyebabkan kerusakan lemak dan terganggunya proses yang
pada akhirnya gagal produksi. Metode ekstraksi pelarut
menguap merupakan suatu metode ekstraksi yang
menggunakan pelarut menguap untuk memisahkan minyak dari
jaringan tumbuhan. Pelarut yang biasa digunakan dalam
metode ini adalah etanol dan n-heksan.
Keberhasilan proses enfleurasi tergantung pada
kualitas lemak yang digunakan dan ketrampilan dalam
mempersiapkan lemak. Penggunaan lemak dalam metode
enfleurasi bisa menggunakan lemak sapi, lemak babi, lemak
kambing, lemak ayam, minyak kelapa, minyak sawit, minyak
jagung, minyak kedelai. Campuran antara 1 bagian lemak sapi
dan 2 bagian lemak babi menurut Guenther (1987)
menghasilkan mutu minyak paling baik. Penggunaan lemak
babi dalam proses enfleurasi harus dihindari karena

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4


mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Sebagai
alternatif dalam penelitian ini menggunakan adsorben
mentega yang terbuat dari lemak hewan dan mentega putih.
Puguh (2001) meneliti proses enfleurasi menggunakan
adsorben lemak sapi dengan campuran minyak jagung,
minyak kelapa, minyak kedelai, minyak sawit. Rendemen
yang dihasilkan berkisar 0,005% - 0,07%, sedangkan Huda
(2010) menggunakan adsorben lemak sapi, lemak kambing,
dan lemak ayam. Komponen minyak melati yang terbaca
hanya indole dengan kadar 0,6% dan yang lainnya adalah
lemak
Mentega merupakan produk berbentuk padat lunak
yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya,
dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan
makanan yang diizinkan SNI (1995). Mentega mengandung
lemak 81 %, kadar air 18 % dan kadar protein maksimal 1 %
(Astawan Mita Wahyuni & Astawan Made, 1998). Lemak
mentega berasal dari lemak susu hewan. Lemak mentega
sebagian besar terdiri dari asam palmitat, oleat dan stearat
serta sejumlah kecil asam butirat dan asam lemak sejenis
lainnya. Mentega putih (Shortening/Compound fat) adalah
lemak padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan
tertentu dan umumnya berwarna putih (Winarno,1991). Pada
umumnya sebagian besar mentega putih dibuat dari minyak
nabati seperti minyak biji kapas, minyak kacang kedelai,
minyak kacang tanah dan lain-lain. Mentega putih
mengandung 80% lemak dan 17% air (Astawan Mita
Wahyuni & Astawan Made, 1998).
Proses enfleurasi menghasilkan minyak dengan
rendemen lebih banyak dan minyak yang dihasilkan lebih
wangi dibandingkan dengan ekstraksi pelarut menguap
(Guenther, 1987). Atas dasar alasan tersebut
maka
diperlukan penelitian dengan membandingkan metode
ekstraksi dengan enfleurasi yang mengunakan mentega serta
metode ekstraksi dengan pelarut menguap untuk mendapatkan
suatu teknik yang efisien dalam pengambilan minyak atsiri
melati. Penelitian ini bertujuan mempelajari proses
pembuatan minyak atsiri dari bunga melati dengan
menggunakan metode enfleurasi dan pelarut menguap,
pengaruh komposisi lemak dan pelarut terhadap rendemen
dan mutu minyak atsiri yang dihasilkan serta membandingkan
aroma terbaik yang mendekati aroma dari bahan baku.
II. METODOLOGI
Di dalam penelitian ini akan dilakukan pengambilan
minyak atsiri melati dengan metode enfleurasi dan ekstraksi
pelarut menguap. Dari kedua metode ini akan dibandingkan
untuk mendapatkan perbaikan pemilihan adsorben pada
metode enfleurasi dengan metode pelarut menguap dalam
pengambilan minyak atsiri melati. Jenis bunga melati setelah
dipetik masih meneruskan aktivitas fisiologinya, sehingga
memproduksi minyak dan mengeluarkan bau wangi. Lemak
mempunyai daya adsorpsi yang tinggi. Bila lemak dicampur
dan melakukan kontak dengan bunga yang berbau wangi,
maka lemak akan mengadsorpsi minyak yang dikeluarkan oleh
bunga tersebut. Prinsip ini diterapkan dalam proses enfleurasi.
Bunga melati ditaburkan diatas permukaan lemak yang telah

2
dioleskan pada bingkai kaca atau chassis dan dibiarkan selama
24 jam, kemudian diganti dengan bunga yang masih segar.
Proses ini dilakukan berulang kali, pada akhir proses lemak
akan jenuh dengan minyak bunga. Minyak bunga tersebut
diekstraksi dari lemak dengan menggunakan etanol dan
selanjutnya etanol dipisahkan. Hal yang perlu diingat adalah
pada saat memoleskan lemak dipermukaan bingkai kaca atau
chassis, lemak hendaknya digores dengan alat apapun yang
bisa menciptakan pola garis garis dipermukaan lemak.
Tujuannya adalah untuk memperluas permukaan penyerapan
minyak bunga oleh lemak, sehingga minyak bunga yang
diserap akan lebih banyak (Guenther, 1987).
Pada prinsip ekstraksi dengan pelarut menguap
minyak atsiri dilarutkan dalam bahan dengan pelarut organik
yang mudah menguap. Cara ini sangat sederhana yaitu dengan
merendam bunga di dalam pelarut dalam sebuah bejana dari
plastik, kemudian ekstraksi berjalan secara sistematis pada
suhu kamar. Pelarut akan berpenetrasi kedalam bahan dan
melarutkan minyak bunga beserta beberapa jenis lilin dan
albumin serta zat warna. Larutan tersebut selanjutnya diuapkan
ke dalam evaporator dan minyak dipekatkan pada suhu rendah.
Setelah semua pelarut diuapkan dalam keadaan vakum, maka
diperoleh minyak bunga yang pekat. Suhu harus dijaga tetap
rendah selama proses ini berlangsung. Dengan demikian uap
aktif yang terbentuk tidak akan merusak persenyawan minyak
bunga (Guenther, 1987).
II.1 Bahan yang digunakan
a. Bunga melati. Bahan baku bunga melati yang
digunakan bunga melati putih(jasminum sambac).
b. Mentega putih dan kuning. Mentega putih dan kuning
digunakan sebagai adsorben pada metode enfleurasi.
c. Etanol 96%. Etanol dengan konsentrasi 96% digunakan
sebagai pelarut pada metode enfleurasi dan ekstraksi
pealrut menguap.
d. N-heksan 99,5%. N-heksan dengan konsentrasi 99,5%
digunakan sebagai pelarut untuk metode ekstraksi
pelarut menguap.
II.2 Peralatan Penelitian
a. Bingkai kaca/chasis. Dengan ketebalan kaca 5 mm,
panjang 30 cm, lebar 21 cm, digunakan untuk tempat
meletakkan
lemak.
Lemak
digunakan
untuk
mengadsorbsi aroma wangi yang dihasilkan bunga
melati.
b. Stirrer. Jenis stirer yang digunakan adalah overhead
stirrer, kecepatan yang digunakan 500 rpm.
c. Rotary vacuum evaporator. Digunakan untuk
memisahkan antara pelarut dan minyak pada keadaan
vakum. Volume labu alas bulat sampel yang digunakan
500 mL. Suhu waterbath yang digunakan dengan
pelarut etanol 45 oC dan untuk pelarut n-heksan 35 oC,
dengan tekanan 550 mmHg.
II.3 Prosedur
A. Metode Enfleurasi
Mengoleskan lemak sebanyak 120 gr secara
merata diatas permukaan bingkai kaca atau chassis.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4


Chasis yang digunakan sebanyak 3 buah dengan
masing-masing lemak tiap chassis sebanyak 40 gr.
Permukaan lemak digores untuk memperluas
permukaan lemak. Bunga melati yang telah disortasi
diletakkan diatas chassis yang telah dilumuri lemak.
Chassis kemudian ditutup dan dibiarkan pada suhu
ruang. Chassis dibuka dan bunga melati dikeluarkan
dan diganti setiap 24 jam selama 7 hari. Selanjutnya
dilakukan pengambilan lemak dari chassis dan
ditimbang beratnya. Lemak hasil enfleurasi disebut
dengan pomade. Pomade dilarutkan dalam etanol
teknis 96% dengan perbandingan 1 (lemak) : 2
(pelarut). Mendinginkan pomade dan etanol dalam
lemari pendingin atau freezer pada suhu -15 oC.
Pomade dipisahkan dari etanol menggunakan kertas
saring dan hasilnya merupakan ekstrait (mengandung
minyak melati). Ekstrait kemudian dievaporasi dengan
menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu
45oC dan tekanan 550 mmHg. Minyak melati yang
dihasilkan kemudian dianalisa meliputi rendemen,
berat jenis, indeks bias dan analisa GCMS.
B. Metode Ekstraksi Pelarut menguap
Bunga melati dimasukkan dalam suatu bejana yang
terbuat dari plastik dan tertutup rapat dengan ukuran 2
liter. Menambahkan pelarut dengan perbandingan 1
(melati) : 2 (pelarut), kemudian diaduk dengan
mengunakan overhead stirer selama 4 jam. Hasil
ekstraksi selanjutnya disaring dengan kain untuk
memisahkan ampas melati dengan filtrat, kemudian
filtrat dievaporasi dengan menggunakan rotary vacuum
evaporator pada suhu 45oC untuk pelarut etanol dan
35oC untuk pelarut n-heksan pada tekanan 550 mmHg.
Hasil evaporasi merupakan Concrete melati (campuran
minyak atsiri serta lilin, albumin dan zat warna dalam
jumlah sedikit) kemudian dianalisa meliputi rendemen,
berat jenis, indeks bias dan analisa GCMS.
II.4 Variabel dan kondisi operasi
A. Metode Enfleurasi
Lemak yang digunakan terdiri dari 2 jenis, mentega
kuning dan mentega putih. Perbandingan massa
mentega kuning dan mentega putih, yaitu:
- 100% mentega putih
- 30% mentega putih : 70% mentega kuning
- 50% mentega putih : 50% mentega kuning
- 70% mentega putih : 30% mentega kuning
- 100% mentega kuning
Massa lemak : massa bunga = 1 : 3, jumlah massa
lemak yang digunakan 40 gram setiap bingkai kaca atau
chasis dengan total chasis sebanyak 3.
Proses pergantian bunga dilakukan setiap 24 jam.
Proses enfleurasi dilakukan selama 7 hari.
Proses enfleurasi berlangsung pada suhu ruang dan
tekanan atmosferik
B. Metode Ekstraksi Pelarut menguap
Pelarut yang digunakan :

3
- Etanol 96%
- N-heksan 99,5%
Massa bunga melati : massa pelarut= 1 : 2, jumlah
massa bunga melati 350 gram
Proses enfleurasi berlangsung pada suhu ruang dan
tekanan atmosferik
III. HASIL DAN DISKUSI
III.1 % Rendemen
Metode enfleurasi memberikan rendemen minyak 0,0940,416%. Rendemen tertinggi dari metode enfleurasi terdapat
pada variabel 30% mp:70% mk. Mentega kuning yang
merupakan memiliki % kandungan lemak yang lebih tinggi
dibanding mentega putih sehingga daya adsorbsinya lebih
tinggi, sementara mentega putih memiliki konsistensi yang
tepat tidak terlalu lunak maupun keras serta tidak berbau dan
berasa hambar. Metode ekstraksi pelarut menguap dengan
pelarut n-heksan memberikan concrete dengan rendemen
320%. Pelarut n-heksan merupakan pelarut yang paling baik
untuk ekstraksi minyak bunga, hal ini dikarenakan
sifatnyayang selektif dalam melarutkan zat serta prosesnya
yang hanya menghasikan lilin, albumin dan zat warna dalam
jumlah sedikit namun dapat mengekstraksi zat pewangi dalam
jumlah besar. Pelarut etanol tidak dapat digunakan,karena
menyebabkan terekstraknya resin serta melarutkan air sehingga
hasil ekstraksi yang diperoleh adalah campuran minyak dan
gum atau resin. Hasil ekstraksi berupa cairan kental berwarna
coklat tua dengan aroma yang sedikit mendekati dari aroma
bahan yang diekstraksi.
III.2 Berat Jenis
Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat
komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin
besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka
semakin besar pula nilai densitasnya Secara umum berat jenis
minyak melati yang dihasilkan tidak berbeda jauh antar
variabel. Pada berbagai variabel dari metode enfleurasi,
minyak atsiri melati mempunyai berat jenis yang hampir sama
yaitu 0,943-0,967gr/ml. Untuk metode Ekstraksi pelarut
menguap memiliki berat jenis 0,960gr/ml.
III.3 Indeks Bias
Secara umum indeks bias minyak melati yang dihasilkan
tidak berbeda jauh antar variabel. Penentuan indeks bias
dilakukan dengan refraktometer pada suhu 200C. Indeks bias
minyak melati umumnya diatas 1,400. Nilai indeks bias
dipengaruhi salah satunya dengan adanya air dalam minyak
Semakin banyak kandungan airnya maka semakin kecil nilai
indeks biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk
membiaskan cahaya yang dating. Untuk minyak atsiri melati
metode enfleurasi memiliki indeks bias 1,480-1,499,
sedangkan metode Ekstraksi pelarut menguap memiliki nilai
1,479.
III.4 Kandungan Minyak Melati
Pada metode enfleurasi bahwa komponen yang terdapat
pada minyak atsiri melati dari identifikasi melalui gas

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4


cromatografi dan spektrometri massa (GCMS) terdapat 31
komponen. Dari gambar III.1 komponen yang memiliki % area
terbesar pada minyak atsiri melati adalah Palmitic Anhydride.
Komponen penyusun minyak melati yang terbaca adalah
linalool l dan indole dengan % area 0,68% dan 1,16%.

4
2) Rendemen minyak melati paling tinggi dihasilkan oleh
metode enfleurasi yaitu pada variabel 30% mp: 70% mk
yaitu 0,416%. Pada metode ekstraksi pelarut menguap
concrete yang dihasilkan 0,320% denga pelarut n-heksan.
Pelarut etanol pada metote ekstraski pelarut menguap tidak
dapat digunakan sebagai solvent untuk mengekstrak bunga
melati karena menyebabkan terekstraknya gum atau resin
serta melarutkan air.
3) Aroma yang dihasilkan metode ekstraksi dengan pelarut
menguap lebih menyengat dan dihasilkan bau yang lebih
enak dibandingkan dengan aroma yang dihasilkan dari
metode enfleurasi. Hal ini disebabkan karena pada metode
enfleurasi menggunakan adsorben lemak sebagai media
penyerap minyak, sedangkan pada metode ekstraksi dengan
pelarut menguap terjadi kontak secara langsung antara
bahan baku dengan solvent
DAFTAR PUSTAKA

Gambar III.1 Kromatogram dari GCMS minyak melati metode


enfleurasi komposisi 30% MP :70% MK

Guenther, Ernest. 1987, Minyak Atsiri Jilid I. Penerjemah


Ketaren S. Universitas Indonesia Press: Jakarta.
[2] Harry, S. W. 2000, Jalan Penyembuhan Bernama Aroma
Terapi. Trubus No. 364. (XXXI).
[3] Heyne, K. 1987, Tumbuhan berguna Indonesia Jilid III.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Dep.
Kehutanan: Jakarta.
[4] Huda, Muhammad Nurul. 2010, Pengambilan minyak
Bunga Melati Dengan Metode Enfleurasi Menggunakan
Lemak Sapi-Kambing-Ayam. Laporan Skripsi Teknik
Kimia: Universitas Negeri Semarang
[5] Ketaren,S. 1985, Pengantar Teknologi Minyak Atsiri.
Balai Pustaka: Jakarta
[6] Kurniawan, Kelik, Nindya H, dkk. 2011, Pengaruh
Campuran Lemak Sapi dan Margarin Serta Jenis Pelarut
Dalam Proses Ekstraksi Minyak Melati Menggunakan
Sistem Enfleurasi. Laporan Penelitian. Universitas
Brawijaya Malang
[7] Sastrohamidjojo, H. 2004, Kimia Minyak Atsiri.
Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta
[8] Setyopratomo, Puguh. 2001, Kajian Awal Proses
Ekstraksi Minyak Bunga Melati (jasminum sambac)
Dengan Metode Enfleurasi. Tesis Teknik Kimia: Institut
Teknologi Bandung
[9] Soepardi, R. 1964, Apotik Hijau Tumbuhan ObatObatan. Purna Warna: Surakarta
[10] S.Prabawati, Suyanti, dkk. 2002, Perbaikan cara ekstraksi
Untuk Meningkatkan Rendemen Minyak Bunga Melati
Gambir Skala Pilot. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pasca Panen Pertanian: Jakarta
[11] Wahyuni dan Made. 1998, Teknologi Pengolahan
Pangan Hewani Tepat Guna. Cv Akademika Pressindo:
Jakarta
[12] Winarno, F.G. 1991, Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta

[1]

Gambar III.2 Kromatogram dari GCMS minyak melati metode ekstraksi


pelarut menguap dengan pelarut n-heksan

Pada metode Ekstraksi pelarut menguap komponen


yang terdapat pada minyak atsiri melati dari identifikasi
melalui gas cromatografi dan spektrometri massa (GCMS)
terdapat 24 komponen. Dari gambar III.2 komponen yang
memiliki % area terbesar pada minyak atsiri melati adalah
Hexacosane. Komponen penyusun minyak melati yang terbaca
adalah linalool l dengan % area 0,35%. Kandungan benzyl
acetat yang merupakan komponen terbesar penyusun minyak
melati tidak terbaca dalam hasil penelitian dari kedua metode.
Hal ini dapat disebabkan karena GC-MS yang digunakan
memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tidak terlalu tinggi
sehingga hanya beberapa komponen saja yang dapat
diterjemahkan sesuai dengan grafik standar yang dimiliki
sehingga ada beberapa puncak yang sebenarnya termasuk ke
dalam komponen minyak melati tetapi tidak terdeteksi.
IV. KESIMPULAN
1) Metode enfleurasi memberikan rendemen yang lebih tinggi
dibanding ekstraksi pelarut menguap, namun aroma yang
paling mendekati aroma bunga melati adalah metode
ekstraksi pelarut menguap

Anda mungkin juga menyukai