Listiyarkowijito Dan Herriwaloejo
Listiyarkowijito Dan Herriwaloejo
Disusun oleh
Nama Peneliti/Pengkaji I
NIP
Pangkat/Golongan
Jabatan
: Listiyarko Wijito
: 196904161995031001
: Pembina / IVa
: Widyaiswara Muda
Nama Peneliti/Pengkaji II
NIP
Pangkat/Golongan
Jabatan
ii
iii
DAFTAR ISI
iv
Daftar Tabel
Daftar Gambar
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adalah sebuah cita-cita bagi Pemerintah Pusat untuk segera mewujudkan
strategic aset management, yaitu integrasi fungsi perencanaan, penganggaran,
pengelolaan, dan pertanggungjawaban aset negara yang mengedepankan
prinsip 3 Tertib dan The highest and best use of asets. Lahirnya 3 (tiga) paket
Undang-undang Bidang Keuangan Negara menjadi lokomotif bagi perubahan
paradigma manajemen aset negara, yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara. UndangUndang Nomor
penganggaran,
perbendaharaan,
dan
pemeriksaan,
maka
subfungsi pengelolaan barang milik Negara merupakan satu bagian yang saling
mengait dengan subfungsi lainnya di dalam fungsi perbendaharaan secara utuh1.
Selanjuntya, dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor
6 Tahun
manager
Ibid, hal 2.
properti
dalam
mengadakan,
mengalokasikan,
dan
Kondisi ini
Kondisi yang
hilangya
kesempatan
pemerintah
untuk
mengoptimalkan
hilangnya kesempatan
paradigma
DJKN
mampu
melalui mekanisme
Sering terjadi banyak aset yang tidak digunakan pada suatu unit/lembaga, sementara
pada unit/lembaga lain memerlukan tanah/bangunan untuk melaksanakan tugasnya
kini
Mengupayakan
penguatan
APBN
melalui
penghematan
biaya
pengadaan/pemeliharaan BMN.
b.
c.
pokok
dan
fungsi
kementerian/lembaga
yang
dana
e.
Mendukung
f.
g.
2.
3.
Khusus
untuk
pemanfaatan
BMN
berupa
BGS/BSG,
akan
dapat
5.
2011
2012
2013
2014
KSP
BGS
BSG
Kondisi
tersebut
menunjukkan
bahwa
terdapat
hilangnya
kesempatan
pertanyaan
terdapat
BGS/BSG
hambatan
dalam
Untuk
pelaksanaan
Kerja
Sama
Pemanfaatan
dan
Bangun
Guna
diharapkan.
pengidentifikasian
Perbandingan
faktor-faktor
yang
ini
kemudian
berpengaruh
dilanjutkan
pada
dengan
kegagalan
dan
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan pertanyaan penelitian, yang jawabannya
dicarikan melalui penelitian dalam penelitian ini adalah :
1.
Apakah
tujuan
Kerja
Sama
Pemanfaatan
dan
Bangun
Guna
4.
idle, BMN
serta
BMN
telah
dilaksanakan
dan/atau BMN
Kerja
Sama
7.
8.
Pengelola Barang?
9.
Apakah
tujuan
Kerja
Sama
Pemanfaatan
dan
Bangun
Guna
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian adalah :
1.
2.
Laporan
rutin
menyajikan
data
yang
cukup
untuk
melakukan
3.
Sarana
dan
prasarana
berperan
membantu
pelaksanaan
Tersedia dukungan
melakukan tugas
yang
berkualitas untuk
7.
8.
menghambat
realisasi
pelaksanaan
persetujuan
10
Kerjsama
9.
Telah tercapai
D.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, menjadi penting untuk
diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang kemdian diganti debgan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014. Lebih spesifik ingin diketahui:
1.
2.
membantu pelaksanaan
11
5.
Kualitas
yang
melakukan tugas
(a)
Insentif
bagi
Pengguna
Barang/Kuasa
Pengguna
Barang
untuk
dan
BGS/BSG
yang
dilakukan
oleh
Pengguna
9.
Pencapaian
mendukung APBN.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai bahan
evaluasi untuk mengoptimalkan pelaksanaan pemanfaatan BMN dalam bentuk
Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG, mencegah terjadinya kesalahan dalam
pemanfaatan BMN oleh pihak ketiga karena tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN?,
meningkatkan
potensi penerimaan PNBP dalam rangka penguatan APBN, serta agar BMN
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga dapat mendorong investasi di
sektor swasta yang akan meningkatkan aktivitas ekonomi.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
aset
properti
merupakan
proses
dari
pengambilan
penggunaan,
dan penghapusan tanah dan atau/bangunan. Dari perspektif tersebut, tugas dari
manager aset properti
organisasi sektor privat, yaitu mengholdingkan mix portofolio dari real properti,
atau melakukan mix-used real estate investment trust7.
Pengertian umum dari aset adalah sesuatu yang memiliki nilai. Dua
elemen dari definisi tersebut, nilai dan umur manfaat, merupakan hal yang
fundamental jika suatu departemen/organisasi mengidentifikasikan dan mencatat
seluruh aset.8
(paragraf 60), sesuatu harus memiliki nilai agar dapat diklasifikasikan sebagai
aset. Nilai dari suatu aset harus diukur dan dinyatakan dalam satuan moneter
(rupiah) sehingga aset tersebut dapat diakui (recognized) dalam laporan
keuangan.
Berkenaan dengan sektor publik, aset mungkin lebih dihargai dari aspek
non moneter, yang menjelaskan manfaat/kegunaan dari suatu aset dalam
memenuhi tujuan penyediaan pelayanan dan merupakan suatu konsep yang
7
8
Haryono, Arik. Prinsip dan Teknik Manajemen Kekayaan Negara. Modul DTSS
Pengelolaan Kekayaan Negara (Diklat Jarak Jauh). Pusiklat Keuangan Umum, 2007.
10
Strategic Aset Managemnet Framework, Second Edtion (Goverment of South
Australia,199) Hal 1.
11
Aset Manajement: Advancing the State of the Art into the 21st Century Through
Public-Private Dialoque (Federal Highway Administration and the American Association
of State Highway and Transportation Official, 1996), hal 3.
14
kritikal
dari
alternatif-alternatif
penggunaan
aset,
dengan manajemen aset akan dapat diketahui apakah suatu aset sesuai dengan
strategi penyediaan pelayanan atau tidak.
Maksimalisasi potensi manfaat dari aset-aset yang telah ada (existing aset)
12
13
15
dalam memenuhi tujuan penyediaan pelayanan secara efektif dan efisien. Untuk
mencapai tujuan tersebut, kegiatan yang dilakukan mencakup panduan
pengadaan, penggunaan, dan penghapusan aset, dan pengaturan risiko dan
biaya yang terkait selama siklus hidup aset.
menajemen kekayaan negara sebagai aktivitas yang komprehensip dan multidisiplin perlu dikaitkan beberapa faktor dalam mencapai tujuan manajemen aset
tersebut, yaitu:
-
Persaingan
permintaan
dari
para
stakeholder
dan
kebutuhan
16
bagaimana
mengatur
individu
dari
suatu
holding
properti
(bagaimana
yang lebih tinggi, manager dalam organisasi harus mencari cara untuk
mengidentifikasikan aturan umum untuk memberi petunjuk (guidance) dan
memotivasi manager properti (untuk meningkatkan kinerja/produktivitas properti),
sehingga dapat tersusun aturan yang sama mengenai efisiensi secara ekonomi
dan nilai-nilai lain yang diterapkan pada organisasi.
Selanjutnya, manager aset publik harus dapat mengalokasikan kapital
dalam berbagai klas properti (apakah akan menjual/melikuidasi suatu properti,
dan mereinvestasikan pada jenis properti lainnya di mana organisasi akan
mendapatkan nilai tambah). Pada akhirnya, manager aset publik harus dapat
mengusahakan untuk meningkatkan kapital financial baru untuk memperluas
investasinya
dalam
real
properti,
menjual
properti,
atau
mendapatkan
banyaknya dari properti kosong atau tidak digunakan (unused), meliputi dari fisik
(jumlahnya),
14
17
Hal tersebut
penting untuk dapat didapatkan persepsi yang tepat dalam suatu organisasi
terkait dengan penggunaan suatu aset.
-
dalam
suatu
organisasi.
Perencanaan
aset
harus
18
Hal ini
mensyaratkan
strategi
organisasi
untuk
mengkonversi/mengubah
Sumber : Arik Haryono, Prinsip dan Teknik Manajemen Kekayaan Negara, 2007
19
A.3.
2.
3.
15
20
4.
Kurangnya
informasi
yang
diperlukan
untuk
melakukan
publik perlu dilakukan reformasi. Reformasi pengelolaan aset ektor publik juga
didorong hal-hal sebagai berikut (Kaganova, dalam Arik Haryono (2007):
1.
16
Sebagai contoh, sebelum dilakukan penertiban dalam pengelolaan BMN, banyak aset
negara yang beralih kepemilikan kepada pihak lain secara tidak sah, aset negara
dikuasai/diokupasi pihak lain, dimanfaatakn oleh pihak lain secara tidak sah, banyak
BMN yang hilang, dan sebagainya.
21
Meningkatkan
kinerja,
khususnya
efisiensi
keuangan
dan
2.
3.
4.
baru dalam administrasi publik yang dikenal dengan New Public Manajemen
(NPM). Tujuan dari NPM adalah perubahan cara menyediakan barang dan jasa
kepada publik dari sebelumnya merupakan tanggung jawab penuh pemerintah,
menjadi melibatkan masyarakat untuk mencapai efisiensi dan efektifitas.
22
b.
Menjual properti.
c.
18
Contoh
17
23
Keuntungan yang dapat diperoleh dari PPP adalah (a) akselerasi pengadaan
infrastuktur (b) mempercepat implementasi (c) mengurangi keseluruhan life cycle
cost (d) alokasi risiko yang lebih baik (e) menyediakan insentif yang lebih baik
untuk peningkatan performance (f) meningkatkan kualitas dari servis (g)
19
24
enhanced public
manajement.
Kebijakan publik yang jelas (explicit Public Policy). Harus ada kebijakan
publik yang formal dan jelas tentang manajemen aset
publik yang
3.
Sistim informasi.
disebabkan oleh kurang atau tidak lengkapnya data aset publik, baik dari
segi jumlah, jenis, tingkat penggunaan, kondisi, biaya operasi, dan
informasi terkait lainnya. Departemen yang menangani aset hendaknya
21
25
Mekanisme akuntabilitas.
Desentralisasi
tanggung
jawab
manajemen.
Harus
dilakukan
26
1.
2.
3.
4.
Mempertimbangkan
metode
mencakup
permintaan
dengan
Beberapa
27
Kondisi fisik; untuk melihat apakah aset tersebut dipelihara secara layak,
atau apakah terdapat tanggungan pemeliharaan yang memerlukan
perbaikan.
Selanjutnya perlu
28
mengenai
aset.
A.3.3.3. Menyesuaikan/Menyelaraskan Aset dengan Penyediaan Pelayanan
Program
penyediaan
pelayanan
suatu
organisasi
harus
(b)
Aset-aset
melakukan
pemyesuaian/penyelarasan
aset
tersebut
pada
(b)
29
Masing-masing
Aset
aset dapat berupa kontrak lumpsum, kontrak desain dan konstruksi serta
kontrak
Bangun-Operasi-
dimungkinkan
bahwa
Transfer/
pemerintah
BOT).
tidak
biaya
Metode Penyedia Pelayanan, yang menggambarkan bagaimana halhal yang akan dilakukan tersebut dilaksanakan.
30
Pemantauan Kinerja, yang menggambarkan seberapa bagus asetaset yang ada memenuhi kebutuhan pelayanan.
Agar tercipta
nilai sosial
tersebut diatur dalam aturan pemenrintah. Perhitungan nilai sosial tersebut tidak
sesederhana apabila dibandingkan dengan kalkulasi IRR pada privat sektor.
31
reformasi
juga perlu
pendanaan
untuk
pembangunan/operasional
infrastruktur,
aset negara,
22
32
3.
4.
a.
b.
c.
d.
e.
Aset BMN tidak dapat dimanfaatkan secara optimal (Highest and Best
Use).
5.
Adanya aset yang berlebih dan atau idle, yaitu belum digunakan dan atau
dimanfaatkan secara optimal.
6.
7.
sengketa
kepemilikan,
penguasaan,
penggunaan
dan
9.
23
Ibid, hal 9
33
B.2.
(pencatatan), namun lebih maju berpikir dalam menangani aset negara, yaitu
bagaimana meningkatkan efisiensi, efektifitas dan menciptakan nilai tambah
dalam mengelola aset.
adalah terwujudnya tertib administrasi serta tertib hukum serta tertib pengelolaan
BMN,
Kementerian/Lembaga.
Tabel 2.1. Tujuan dan Target Pengelolan BMN
Tujuan
Ukuran
Tertib
Administrasi
Administrasi lengkap
Nilai Wajar
Laporan BMN menghasilkan informasi yang memadai
Tertib
Hukum
Tertib
Pengelolaan/
Optimalisasi
TARGET
WTP
34
dan
penganggaran;
pengadaan;
penggunaan;
pemanfaatan;
Setelah
barang
diterima,
maka
ditetapkan
status
35
pemanfaatan BMN.
penggunaan
suatu
BMN yang
kementerian/lembaga
dapat
Negara
penguasaannya.
pemanfaatan
36
BMN
(2)
pemeliharaan
(3)
pembinaan
(supervisi)
(4)
Kerja Sama
Pemanfaatan
Infrastuktur
37
yang tidak sesuai ketentuan, tanah diserobot/ dalam penguasaan pihak lain,
mesin/peralatan/kendaraan dipakai (dalam penguasaan) pihak lain.
Pemeliharaan merupakan kegiatan atau tindakan agar semua barang
selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan
berhasil guna. Pemeliharaan dilakukan terhadap BMN tanpa mengubah,
menambah atau mengurangi bentuk ataupun kontruksi asal, sehingga dapat
dicapai pendayagunaan barang yang memenuhi persyaratan, baik dari segi unit
pemakaian maupun dari segi keindahan
Definisi dari kegiatan Pembinaan BMN tidak disebutkan secara
eksplisit dalam peraturan yang mengatur
24
38
menjadi lima tahapan yang saling berhubungan dan terintegrasi satu dengan
lainnya. Kelima tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Inventarisasi aset. Terdiri dari dua aspek yaitu aspek fisik (bentuk, luas,
volume/jumlah, jenis, alamat, dan lain-lain) dan aspek yuridis/legal (status
penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan, dan
lain-lain). Proses kerja yang dilakukan dalam inventarisasi aset antara lain
pendataan,
kodefikasi/labelling,pengelompokkan
dan
pembukuan/
6/2006).
2.
Legal audit. Merupakan satu lingkup kerja manajemen aset yang berupa
inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan
aset
atau
pengalihan
aset,
identifikasi
dan
mencari
solusi
atas
39
3.
Penilaian aset.
data
terkini
maupun
dalam
bentuk
rekomendasi,
serta
diketemukan
adanya
ketidakpatuhan,
maka
dilakukan
penertiban.
B.3.1. Optimalisasi Pemanfaatan BMN
Zendrato (2012) menjelaskan bahwa tujuan yang lebih spesifik yang
ingin dicapai dalam manajemen aset adalah :
1.
40
2.
3.
4.
banyak
yang
belum
mendapatkan
opini
Wajar
menjadi
Keuangan dalam hal ini DJKN sekarang ini sedang mendorong K/L untuk dapat
memanfaatkan BMN sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Peranan
DJKN mengalami perubahan setelah sebelumnya adalah penguatan laporan
keuangan pemerintah kini menjadi penguatan APBN25.
Optimalisasi pemanfaatan BMN selaras dengan literatur-literatur yang
mengulas
New
Public
Mangement,
bahwa
ditinjau
dari
sisi
ekonomi,
25
41
bangunan
dengan
kinerja
manager
properti
dalam
mengadakan,
Kondisi
disamping
kesempatan
pemerintah
untuk
mendapatkan
penerimaan
dari
42
2.
maka
aset
tersebut
secara
otomatis
akan
terjaga
dari
pokok
dan
fungsi
kementerian/lembaga,
yang
dana
5.
6.
B.3.2.
43
BMN, pinjam pakai, Kerja Sama Pemanfaatan serta Bangun Guna Serah/Bangun
Serah Guna. Secara umum, ketentuan dalam pemanfaatan BMN yang diatur
dalam Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 96/PMK.6/2007 meliputi :
1. BMN yang
dapat
disewakan,
dipinjampakai,
waktu
pemanfaatan
dan
perpanjangannya,
serta
tata
cara
pembayaran.
5. Ketentuan yang bersifat khusus dalam hal sewa, pinjam pakai, Kerja Sama
Pemanfaatan dan Bangun guna Serah/Bangun Serah Guna.
6. Perbandingan jenis-jenis pemanfaatan BMN dapat dilihat pada Tabel 2.2.
44
Tabel. 2.2. Perbandingan Sewa, Kerja Sama Pemanfaatan dan Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna
Item
Definisi
26
27
28
Sewa26
Item
BMN yang
dapat
dimanfaatkan
Sewa26
BMN
yang
penggunaannya
ada
Pengguna
Barang
Pengelola Barang
Catatan :
KSP pada Pengguna Barang dilaksanakan
atas sebagian tanah dan/atau banguna
yang berlebih dari tanah dan/atau
bangunan
yang
sudah
digunakan
Pengguna Barang
Dasar
pertimbangan
Mengoptimalkan pemanfaatan
Barang Milik Negara yang
belum/tidak dipergunakan dalam
pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi
penyelenggaraan
pemerintahan,
menunjang
pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi
kementerian/lembaga,
atau mencegah penggunaan
Barang Milik Negara oleh pihak
lain secara tidak sah.
Item
Sewa26
Tersedianya
biaya
pemeliharaan/operasional BMN yang
tidak harus disediakan dari APBN
melalui Kerja Sama Pemanfaatan.
Pihak yang
Melakukan
Pemanfaatan
Pengelola Barang
a. Badan Usaha Milik Negara b. Badan Usaha Milik Daerah; c. Badan Hukum lainnya; d. Perorangan
Item
Sewa26
Ketentuna
umum
Pemanfaatan
BMN
Penghitungan besaran
sewa minimum didasarkan
pada formula tarif sewa
(Lampiran II.A. PMK
No.96/PMK.06/2007)
Sewa26
Item
Sewa26
Item
Jenis
Pemasukan
kepada
negara
Sewa
Kontribusi
keuntungan
tetap
dan
Pembagian
Kontribusi Tetap/Tahunan
10%
dari
luasan
BGS/BSG
pelaksanaan tugas
untuk
Di
samping
mempunyai
perbedaan
kharateristik
ketiga
jenis
pengajuan
dan
proses
Kerja
Sama
Pemanfaatan
dan
sebagaimana pada
gambar berikut.
Gambar.2.5
51
dapat
Dalam mekanisme pengajuan usulan Kerja Sama BGS dan BSG, BMN
terlebih dahulu diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang.
Proses selanjutnya hingga diterbitkan persetujuan sampai dengan Perjanjian
dilakukan oleh Pengelola Barang.
52
B.3.3.
mengatur tentang:
a.
Dilakukan ketika tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah untuk memenuhi
biaya operasional, pemeliharaan, dan/atau perbaikan yang diperlukan
terhadap Barang Milik Negara/Daerah tersebut;
b.
c.
53
BMN
yang
berada
pada
Pengelola
Barang.
Kerja
Sama
Kerja
Sama
BMN
yang
berada
pada
Pengguna
Barang.
Barang dengan
3.
4.
54
5.
bangunan,
sebagian
kontribusi
tetap
dan
pembagian
7.
8.
9.
Jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan paling lama 30 (tiga puluh) tahun
sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.
b.
c.
d.
55
g.
h.
11. Jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara/Daerah
untuk penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada angka paling
lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat
diperpanjang
12. Dalam hal mitra Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara/Daerah
untuk
penyediaan
Negara/Daerah,
infrastruktur
kontribusi
tetap
berbentuk
dan
Badan
pembagian
Usaha
Milik
keuntungan
dapat
ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari hasil
perhitungan tim.
13. Besaran kontribusi
tetap
dan
pembagian keuntungan
sebagaimana
B.3.3.2.
Pertimbangan
PP
tentangBangun
Guna
Serah/Bangun
Serah
Guna,
56
b.
c.
Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Barang Milik Negara
dilaksanakan oleh Pengelola Barang.
d.
Barang Milik Negara berupa tanah yang status penggunaannya ada pada
Pengguna Barang dan telah direncanakan untuk penyelenggaraan tugas
dan fungsi Pengguna Barang yang bersangkutan, dapat dilakukan
Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna setelah terlebih dahulu
diserahkan kepada Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara;
e.
dilaksanakan oleh
dalam BGS dan BSG sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Peraturan Pemerintah
Nomot 27 Tahun 2014, sebagaimana berikut.
1.
Jangka waktu
perjanjian ditandatangani.
2.
3.
Mitra Bangun
57
a.
tahun,
yang
besarannya
ditetapkan
berdasarkan
hasil
Wajib memelihara objek Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna;
dan
c.
4.
Dalam jangka waktu pengoperasian, hasil Bangun Guna Serah atau Bangun
Serah Guna harus digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas dan
fungsi Pemerintah Pusat/Daerah paling sedikit 10% (sepuluh persen).
5.
6.
a.
b.
c.
jangka waktu Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; dan
d.
7.
Izin mendirikan bangunan dalam rangka Bangun Guna Serah atau Bangun
Serah Guna harus diatasnamakan Pemerintah Republik Indonesia, untuk
Barang Milik Negara
8.
Semua biaya persiapan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna yang
terjadi setelah ditetapkannya mitra Bangun Guna Serah atau Bangun Serah
Guna dan biaya pelaksanaan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna
menjadi beban mitra yang bersangkutan.
9.
Mitra Bangun Guna Serah Barang Milik Negara harus menyerahkan objek
Bangun Guna Serah kepada Pengelola Barang pada akhir jangka waktu
pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan intern
Pemerintah.
58
10. Bangun Serah Guna Barang Milik Negara dilaksanakan dengan tata cara:
a.
b.
c.
d.
11. Bangun Serah Guna Barang Milik Daerah dilaksanakan dengan tata cara:
a.
kepada
Gubernur/Bupati/
Walikota
setelah
yang
diserahkan
selesainya
pembangunan;
b.
hasil
Bangun
Serah
Guna
kepada
d.
Ketentuan bahwa Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Barang
Milik Negara hanya dapat dilaksanakan oleh Pengelola Barang, seta Bangun
Guna Serah atau Bangun Serah Guna dapat dilaksanakna setelah terlebih
dahulu
diserahkan
kepada
Pengelola
Barang,
menjadikan
Pengguna
59
b.
c.
d.
e.
f.
Dalam
hal
mitra
Kerja
Sama
Pemanfaatan
atas
Barang
Milik
60
ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari hasil
perhitungan tim.
C. Penelitian Evaluasi dalam Kerangka Penelitian Kebijakan
Siklus pengembangan kebijakan minimal terdiri dari tiga langkah utama
yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Namun demikian, supaya
kebijakan tidak memiliki banyak risiko, sebelum kebijakan dilaksanakan sering
dilakukan studi untuk menilai kelayakan kebijakan atau menetapkan kebijakan
yang tepat untuk dipilih. Setelah kebijakan dilaksanakan dilakukan evaluasi dan
revisi sesuai dengan temuan hasil evaluasi. Dengan demikian, siklus
pengembangan kebijakan yang lebih lengkap dapat memiliki lebih dari tiga tahap
pengembangan29, sebagaimana pada gambar berikut.
Gambar 2.7. Proses Pengambilan Kebijakan Model BMVIT
Mulyatinigsih, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dra-endangmulyatiningsih-mpd
61
atau untuk mengetahui kinerja dan dampak dari kebijakan. Kebijakan yang ideal
ditetapkan berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan (research and
development). Metode R & D memerlukan pengujian dan evaluasi pada semua
tahap pengembangan. Metode penelitian yang digunakan dalam proses
pengembangan
focus
diakibatkan dari kebijakan tersebut. Pada tahap ini diperlukan metode penelitian
evaluasi program30.
Arikunto (2007) menyebutkan bahwa penelitian evaluasi dapat diartikan
suatu proses yang dilakukan dalam rangka menentukan kebijakan dengan
terlebih dahulu mempertimbangkan nilai-nilai positif dan keuntungan suatu
program, serta mempertimbangkan proses serta teknik yang telah digunakan
untuk melakukan suatu penelitian. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
penelitian evaluasi merupakan suatu prosedur ilmiah yang sistematis yang
dilakukan untuk mengukur hasil program atau proyek (efektifitas suatu program)
sesuai
dengan
tujuan
yang
direncanakan
atau
tidak,
dengan
cara
30
62
Ibid , hal .8
Karateristik
Peneltian
Evaluasi
Tujuan
Yang
menetapkan
fokus
Peneliti
Evaluator
stakeholder
Outcome
Generalisasi
Transferability
Pengambilan
keputusan
Proses
Menguji
hipotesis/ Menguji
memahami fenomena
program
Kriteria
Validitas
eksternal
internal
dan Kesesuaian
antara
standar dengan apa
yang terjadi
Metode
Kuantitatif,
kombinasi
kualitatif
dan Kuantitatif,
kualitatif
dan kombinasi
Instrumen
8
Publikasi
Publikasi luas
Sumber : Sugiyono, 2007
dan
efektifitas
Disusun berdasarkan
tujuan program
Publikasi terbatas
63
1)
Aspek
Kegunaaan
Audience
Pendukung
Karateristik utama
Desain
Tujuan
pengumpulan data
Frekwensi
pengumpulan data
Ukuran sampel
Pertanyaaan
utama
7
8
9
64
Evaluasi formatif
Untuk memperbaiki
program
Evaluasi sumatif
Untuk membuat keputusan
program di masa yang akan
datang
Manager profram dan staf Pembuat kebijakan dan
konsumen potensial
Eksternal evaluator
Internal evaluator
mendukung internal
mendukung eksternal
evaluator
evaluator
Memperoleh umpan balik
Informasi digunakan untuk
untuk pelaksanaan
membuat keputusan apakah
program
program dilanjutkan atau
tidak
Informasi apakah yang Stndar apa yang digunakan
diperlukan? Kapan?
untuk membuat keputusan?
Diagnostik
(mencari Judgemental
kelemahan)
Sering
Jarang
Kecil
Apakah yang dikerjakan?
Apa yang perlu diperbaiki?
Bagaimana
cara
memperbaiki?
Besar
Apakah akibat yang terjadi?
Dengan
siapa?
Dalam
kondisi apa? Perlu training
apa?berapa biaya?
C.1.
Evaluasi Konteks
Evaluasi konteks, terkait dengan evaluasi atas tujuan dari suatu program.
penelitian adalah
digunakan secara maksimal (underutilize) atau BMN yang tidak cukup tersedia
dana operasioanalnya melalui kerjsaama pemanfaatan dan BGS/BSGakan dapat
memperkuat APBN, mendukung
65
a.
b.
Barang
c.
d.
e.
idle/unused,
underutilize,
serta underused .
f.
penafsiran
apakan
HPL
yang
dimiliki
oleh
suatu
h.
66
i.
C.2.
Evaluasi Input
Evaluasi input, terkait dengan berbagai input yang akan digunakan untuk
No
1
Variabel
Laporan Rutin.
Indikator
Peran laporan rutin dalam melakukan pemantauan
BMN idle dan/atau BMN underutilize (baik pada
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun
pada Pengelola Barang)
67
No
Variabel
Sarana dan
Prasarana
Standar Operating
and Procedure
(SOP)
Sumber Daya
Manusia
5.
Insentif bagi
Pengelola
Barang/Pengguna
Barang/Kuasa
Pengguna Barang
68
Indikator
Peran laporan rutin dalam melakukan pemantauan
BMN tanah dan bangunan yang telah dilaksanakan
Kerja Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak
sesuai dengan ketentuan (baik pada Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun pada
Pengelola Barang).
Dukungan sarana dan prasarana dalam melakukan
pemantauan BMN idle dan BMN underutilize (baik
pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
maupun pada Pengelola Barang).
Dukungan sarana dan prasarana dalam melakukan
pemantauan BMN tanah dan bangunan yang telah
dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau
BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan
(baik pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang maupun pada Pengelola Barang).
Ketersediaan SOP dalam melakukan pemantauan
BMN idle dan BMN underutilize (baik pada Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun pada
Pengelola Barang).
Ketersediaan SOP dalam melakukan pemantauan
dan penertiban BMN tanah dan bangunan yang telah
dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau
BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan (baik
pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
maupun pada Pengelola Barang).
Ketersediaan serta Kualitas SDM dalam melakukan
pemantauan BMN idle dan BMN underutilize (baik
pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
maupun pada Pengelola Barang).
Ketersediaan serta Kualitas SDM dalam melakukan
pemantauan BMN tanah dan bangunan yang telah
dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau
BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan (baik
pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
maupun pada Pengelola Barang).
Insentif
secara
ekonomis
bagi
Pengelola
Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
C.3.
Evaluasi Proses
Evaluasi proses, terkait dengan kegiatan melaksanakan rencana program
dengan input yang telah disediakan. Variabel Evaluasi proses dalam penelitian
ini dibagi menjadi ada tidaknya insentif bagi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang untuk mengajukan usulan Kerja Sama Pemanfaatan danBangun Guna
Serah/Bangun
Serah
Guna,
proses
Kerja
Sama
Pemanfaatan
b.
c.
d.
b.
69
c.
Proses penerbitan
Evaluasi Produk
Evaluasi produk, terkait dengan evaluasi terhadap hasil yang dicapai dari
suatu program.
b.
pokok
dan
fungsi
kementerian/lembaga,
yang
dana
D. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu telah melakukan penelitian mengenai
optimalisasi/pemanfaatan BMN pada beberapa satker, dengan hasil sebagimana
pada Tabel 2.6. berikut ini.
Tabel 2.6. Penelitian Optimalisasi Aset BMN
Peneliti
Terdahulu
Metode/alat
analisis
Hasil Penelitian
Adriati (2009)
Deskriptif
kualitatip
Syahputra
Regersi logistik
biner
70
Peneliti
Terdahulu
Metode/alat
analisis
Hasil Penelitian
penilaian, optimalisasi, serta pengawasan
dan pengendaliansignifikan berpengaruh
terhadap
pelaksanaan pengelolaan
aset tetap (tanah dan bangunan)
Antoh (2012)
Regresi Linier
Berganda
Secara
individual
inventarisasi
tidak
berpengaruh terhadap optimalisasi, legal
audit berpengaruh terhadap optimalisasi,
penilaian tidak
berpengaruh terhadap
optimalisasi, pengawasan dan pengendalian
berpengaruh terhadap optimalisasi. Secara
bersama-sama, hal tersebut berpengaruh
terhadap optimalisasi aset.
Ngwira, Parsa,
Manase (2012)
Deskriptif
kualitatif
aset
untuk
mewujudkan
efisiensi/efektifitas
pengelolaan BMN adalah legal audit serta pengawasan dan pengendalian BMN.
Instrumen yang dapat dilakukan dalam rangka optimalisasi/pemanfaatan aset
untuk mewujudkan efisiensi/efektifitas pengelolaan BMN adalah Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
244/PMK.06/2012
tentang
Pengawasan
dan
71
Evaluasi
Contex
Optimalisasi pemanfaatan BMN Idle, BMN yang tidak digunakan secara maksimal
(underutilize) atau BMN yang tidak cukup tersedia dana operasioanalnya melalui Kerja Sama
Pemanfaatan dan Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna akan dapat memperkuat APBN,
mendukung Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 guna mendukung penyediaan
infrastruktur publik (seperti jalan, water supply, publik transportation, pendidikan, rumah
susun,dll), serta dapat mendorong aktivitas ekonomi di wilayah BMN tersebut terletak .
Evaluasi
Input
Insentif secara finansial dan non finansial bagi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
untu mengajukan usulan Kerja Sama Pemanfaatan danBangun Guna Serah/Bangun Serah
Guna
Evaluasi
Proses
a.
b.
c.
d.
Evaluasi
Produk
72
Penguatan APBN
a. Meningkatkan penerimaan negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari
Kerja Sama Pemanfaatan danBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna
b. Tersedianya bangunan dan fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi kementerian/lembaga, yang dana pembangunannya tidak tersedia dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melaluiBangun Guna Serah/Bangun
Serah Guna
c. Tersedianya biaya pemeliharaan BMN yang tidak harus disediakan dari APBN melalui
Kerja Sama Pemanfaatan.
BAB III
METODE DAN KAJIAN AKADEMIS
A. Jenis Penelitian
Untuk mendapatkan hasil kajian sesuai dengan tujuan penelitian maka
jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
evaluasi dengan desain kualitatip-verivikatip. Penelitian ini dapat disebut dengan
penelitian
kualitatip-
verivikatip.
Penelitian evaluasi merupakan bagian dari evaluasi dan juga bagian dari
penelitian.
sebagai evaluasi, yaitu proses untuk mengetahui seberapa jauh tujuan program
tercapai31.
Perbedaan
31
32
No
Karateristik
Penelitan
Evaluasi
Tujuan
Yang
menetapkan
fokus
Peneliti
Evaluator
stakeholder
Outcome
Generalisasi, transferability
Pengambilan Keputusan
Proses
Menguji
hipotesis/ Menguji
memahami fenomena
program
Kriteria
Validitas
eksternal
Metode
Instrumen
Disusun
berdasarkan
tujuan program
Publikasi
Pubilkasi luas
Publikasi terbatas
internal
dan
efektivitas
dan Kesesuaian
antara
standar dengan apa yang
terjadi
74
tidak. Tujuan pengumpulan data dalam peneltian evalausi formatip adalah untuk
melakukan diagnostik (mencari kelemahan) dengan desain untuk mendapatkan
informasi apakah yang diperlukan, sedangkan tujuan pengumpulan data dalam
penelitian sumatip adalah untuk pengambilan keputusan (judgemental) dengan
desain berupa standar apa yang digunakan untuk membuat keputusan.
Pertanyaan utama dalam peneltian sumatip adalah33 :
-
sifatnya
yang
tidak
terlalu
mengutamakan
makna,
sebaliknya,
Dalam
75
Format
Lokasi Penelitian
Oleh karena keterbatasan dana dan waktu, maka penelitian dilakukan di
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), serta Kanwil DJKN yang meliputi
wilayah Jakarta dan Jawa Barat.
35
76
B.2.
Waktu Penelitian
Waktu penelitain dilakukan dari bulan Juni s/d September 2014.
kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu, dan hasil kajiannya tidak
diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial
yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari.
C.2.
Sampel
Sampel dalam penelitian kualitatip bukan dinamakan responden,
Penentuan
sumber data pada dilakukan secara purposive, yang dipilih degan tujuan
tertentu
(informan
kunci),
selanjutnya
dalam
pengambilan
sampel
36
77
PKNSI
serta
Direktorat
Penilaian
yang
menangani
Pegawai pada Kanwil DJKN Jawa Barat dan Kanwil DJKN di Jakarta
pada Direktorat BMN dan Direktorat Penilaian
yang menangani
D. Variabel Penelitian
Desain
penelitian
kualitatip-verivikatip
masih
menggunakan/
menempatkan teori pada data yang diperolehnya. Oleh karena itu, dalam desain
kualitatip-verivikatip
peran data
desain
penelitian
kualitatip-verivikatip
tersebut,
disamping
didukung
pada
pembahasan
78
uraian
sebelumnya
adalah
No
Jenis
Evaluasi
Konteks
Perumusan Variabel
Kejelasan
rumusan
Tujuan
Kerja
Sama
Pemanfaatan
danBGS/BSGoleh
Penggelola
Barang,
Pengguna Barang dan
Kuasa
Pengguna
Barang
Indikator
Pemahaman mengenai BMN Idle.
Pemahaman apabila BMN idle diserahkan
oleh Pengguna Barang kepada Pengelola
Barang
Pemahaman mengenai konsep perbedaan
antara sewa, Kerja Sama Pemanfaatan
dan Bangun Guna Serah/Bangun Serah
Guna.
Pemahaman
bahwa
Kerja
Sama
Pemanfaatan dan BGS/BSGakan dapat
memperkuat APBN
Pemahaman
mengenai
optimalisasi
pendayagunaan
aset
idle/unused,
underutilize, serta underused
Pemahaman mengenai penafsiran apakan
HPL
yang
dimiliki
oleh
suatu
Kementerian/Lembaga, atau HPL yang
diberikan kepada BMN atau Badan
Pengelola yang ditunjuk oleh Kementerian/
lembaga merupakan BMN atau tidak.
Pemahaman
mengenai
BMN
yang
dilakukan Pemanfaatan dengan Pihak Lain
oleh BLU
Pemahaman
mengena apakah Kerja
Sama
Pemanfaatan
akan
dapat
mendukung penyediaan infrastruktur publik
Pemahaman mengena apakah Kerja Sama
Pemanfaatan akan dapat mendorong
aktivitas ekonomi di wilayah BMN tersebut
terletak.
Input
Laporan Rutin.
79
No
Jenis
Evaluasi
Perumusan Variabel
Indikator
Pengguna
Barang/Kuasa
Pengguna
Barang maupun pada Pengelola Barang).
Input
Input
Input
80
Input
No
Jenis
Evaluasi
Perumusan Variabel
Indikator
Guna
Serah/Bangun
Serah Guna
6
Proses
Proses
pelaksanaan
Kerja
Sama
Pemanfaatan
atauBGS/BSGyang
dilakukan
oleh
Pengguna
Barang/Kuasa
Pengguna Barang
Adanya
kemudahan/hambatan
pengajuan
usulan
Kerja
Pemanfaatan
atauBangun
Serah/Bangun Serah Guna.
dalam
Sama
Guna
Adanya kemudahan/hambatan
dalam
melaksanakan
proses
tender
dan
penentuan mitra Kerja Sama.
Adanya kemudahan/hambatan
melakukan perjanjian Kerja Sama.
dalam
Adanya
kemudahan/hambatan
dalam
melakukan
monitoring
pelaksanaan
perjanjian Kerja Sama.
7
Proses
Proses
pelaksanaan
persetujuan Kerja Sama
Pemanfaatan
atau
BGS/BSGyang
dilakukan
oleh
Pengelola Barang
Produk
persetujuan Kerja
81
1.
2.
3.
yang berkompeten.
Barang/Kuasa
Pengguna
Daftar pernyataan
Barang
serta
kepada Pengguna
Pengelola
Barang
adalah
data
F.
F.1.
82
Pengumpulan Data
Reduksi
Penyajian Data
Penarikan dan
Verivikasi Kesimpulan
37
83
dipergunakan dalam analisa teks dan bahasa antara lain metode analisa
isi (content analysis), dan analisa bingkai (framing analysis)
(b)
peristiwa tersebut
38
84
Analisis Domain
(Kategorisasi)
Analisis
Taksonomi
(Menjabarkan
Kategori)i)
Analisis Komponensial
(mengkontraskan/mencari
perbedaan spesifik setiap
komponen)
(c)
kinerja
analisis tersebut
saling melengkapi
dengan model analisis data selama di lapangan menurut Miles dan Hiberman.
85
G.1.
Uji Kredabilitas
Pengujian kredabilitas dalam penelitian kualitatip dilakukan dengan cara:
a. Perpanjangan
pengamatan,
artinya
peneliti
kebali
ke
lapangan,
dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistimatis.
c. Triangulasi dalam pengujian kredabilitas diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.
d. Analisis kasus negatip. Kasus negatip adalah kasus yang tidak sesuai
atau berbeda dengan hasil penelitian pada saat tertentu,
Peneliti
berusaha mencari data yang berbeda dengan data yang telah ditemukan.
Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan,
berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.
e. Menggunakan bahan referensi. Yang dimaksud dengan bahan referensi
adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan
oleh peneliti. Bahan referensi ini dapat berupa foto-foto, rekaman, dan
dokumen otentik.
f.
86
Nilai
transfer ini berkenaan dengan pertanyaan sejauh mana hasil penelitian dapat
digunakan dalam situasi lain.
Agar orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatip, sehingga ada
kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut, peneliti dalam
membuat laporannya harus memberikan uraian rinci, jelas, sistematis dan dapat
dipercaya. Dengan demikian, pembaca menjadi jelas dalam memahami hasil
penelitian tersebut sehingga ia dapat memutuskan dapat atau tidaknya
mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain.
G.3.
Conformability
Pengujian conformability dalam penelitian kualitatip disebut juga sebagi
87
dari proses penelitian yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa penelitian tersebut
telah memenuhi standar conformability.
88
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
karena
itu,
format
penelitian
kualitatip-verivikatip
lebih
banyak
penelitian
kualitatip-verivikatip
dalam
penelitian
ini
dilakukan
untuk
pelaksanaan/implememtasi
memahami
dan
mengkonstruksi
fenomena
90
Hasil
pengamatan
ini penting
untuk
mengetahui
apakah tujuan
terutama dalam
Pemanfaatan BGS dan BSG akan berhasil apabila didukung oleh adanya
input berupa laporan rutin yang dapat digunakan oleh manager aset
(pada Pengelola Barang, Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna
Barang) untuk melakukan pemantaun BMN underutilize, underused dan
idle/unused.
3.
91
ketiga
tidak
sesuai
dengan
ketentuan
yang
berlaku.
Adanya
sesuai
dengan
ketentuan
yang
berlaku
(b)
optimalisasi
Tersedianya
melakukan
92
tidak
sesuai
dengan
ketentuan
yang
berlaku
(b)
optimalisasi
Kebijakan/program
Kerja Sama Pemanfaatan BGS dan BSG akan berhasil apabila didukung
oleh adanya input berupa dukungan sumber daya manusia yang berlaku
sebagai
manager
aset
(pada
Pengelola
Barang,
Pengguna
melakukan
Serah/Bangun
Kerja
Serah
Sama
Guna.
Pemanfaatan
Kebijakan/prog
danBangun
ram
Kerja
Guna
Sama
Pemanfaatan BGS dan BSG akan berhasil apabila didukung oleh adanya
input berupa insentip bagi
manager aset
Pengguna
Pengguna
Barang/Kuasa
malukakan optimalisasi
Barang)
sehingga
bersedia
dengan cara
93
penunjukan
pemenang
dalam
pelelangan
serta
penandatangan kontrak.
8.
Barang.
dari
segi
persyaratan
dan
prosesnya.
Demikian
juga
94
A. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis sebelum di
lapangan (data peneltian terdahulu, data sekunder, studi literatur), serta analisis
selama di lapangan berdasarkan tahap penelitian (Model Spradley) yang saling
melengkapi dengan model analisis data selama di lapangan menurut Miles dan
Hiberman. Dalam setiap tahapan penelitian/ pengambilan kesimpulan, dilakukan
langkah-langkah berupa data reduksi, data display, serta data verivication.
Fenomena yang diamati dalam observasi/pengamatan lapangan dilakukan
berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskan. Dalam pengamatan fenomena
tersebut dilakukan melalui dokumnetasi, observasi/pengamatan ke lapangan,
wawancara (berdasar kuesiner yang telah disusun berdasarkan teori/studi
pustaka), triangulasi, dan Forum Group Discussion.
A.1.
yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang tidak sesuai dengan ketentuan yang
95
Rumah dinas,
BMN berupa tanah kosong dibangun untuk bangunan bisnis seperti super
market, tempat ketangkasan dan lain-lain, yang diajukan sebagai sewa.
Seharusnya
Pengguna
Barang
tidak
mengajukan
permohonan
objek
berupa satu hamparan tanah yang terdiri dari beberapa bangunan, dimana
objek tersebut saat ini sudah dimanfaatkan pihak ketiga . Ketika diajukan
permohonan sewa kepada Pengelola Barang, permohonan tersebut
ditolak, karena BMN tersebut, yang keseluruhanya telah dimanfaatakan
96
pihak ketiga, telah memenuhi kriteria BMN idle, sehingga harus diserahkan
kepada Pengelola Barang.
4.
pada saat ini masih terdapat banyak BMN yang dilakukan pemanfaatan dalam
bentuk sewa, Kerja Sama Pemanfaatan Tidak Sesuai Ketentuan/Belum
Mendapatkan Persetujuan dari Pengelola Barang.
Mengapa Pengelola
97
pemanfaatan sekaligus atas beberapa objek BMN dalam bentuk sewa. Apabila
dilihat dari ketentuan, beberapa objek tersebut seharusnya diajukan permohonan
Kerja Sama Pemanfaatan karena telah didirikan bangunan pada suatu tanah
kosong atau dikembangkan struktur baru pada bangunan yang sudah ada.40
Semula permohonan tersebut diajukan oleh Satker ke KPKNL Bandung,
berdasarkan ketentuan internal TNI yang diatur dalam Keputusan Menteri
Pertahanan
Wewenang
Pengguna
Barang
Khususnya
Pemanfaatan
dan
Pemrosesan
dimanfaatkan oleh pihak ketiga, Pengelola Barang melakukannya dengan hatihati. Terdapat beberapa materi yang masih memerlukan petunjuk pelaksanaan
40
41
98
seharusnya
Kementerian/Lembaga
Inspektorat
menindaklanjutinya.
Jenderal
masing-masing
Pada
umumnya
BMN berupa
Sebagai contoh,
Institut/ Universitas.
Ketentuan mengenai BMN yang dikelola oleh Badan Layanan Umum
(BLU) dipertegas dalam Pasal 96 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014
42
43
99
Evaluasi Konteks
Berdasarkan
ketentuan tersebut, disamping BMN yang unused, BMN yang termasuk idle
adalah
44
BMN
yang
secara
keseluruhan
(satu
hamparan)
yang
100
sepanjang berada dalam kondisi tidak digunakan oleh Pengelola Barang atau
Pengguna Barang dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi. Berdasarkan
ketentuan tersebut, maka BMN dalam kondisi tidak digunakan oleh Pengelola
Barang atau Pengguna Barang dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi,
dapat disewakan.
Penafsiran mengenai BMN idle juga
BMN
yang
direncanakan
untuk
digunakan
oleh
101
sewa atas tanah yang diatasnya terdiri dari beberapa bangunan, yang pada saat
pengajuan permohonan telah dimanfaatkan oleh pihak ketiga. KPNKL menolak
permohonan tersebut karena atas BMN tersebut seharusnya diserahkan kepada
Pengelola Barang, karena termasuk BMN, sehingga tidak dapat diajukan sewa
oleh Pengguna Barang 45.
A.1.3.2. Pemahaman Apabila BMN idle diserahkan oleh
Pengguna Barang
Barang/Pengguna
Barang/Kuasa
BMN idle
Pengguna
Barang
diserahkan
kepada
b.
c.
d.
45
102
BMN,
dalam Pasal 64
(b)
Khusus
untuk
pemanfaatan
BMN
berupa
BGS/BSG,
akan
dapat
pokok
dan
fungsi
kementerian/lembaga,
yang
dana
103
(c)
Disamping
mendapatkan
penerimaan
berupa
kontribusi
tetap
dan
underutilize,
serta underused,
pelaksanaanya.
46
kasus
dimana
Pengelola
Barang
sangat
berhati-hati
dalam
dengan
penerimaan negara yang rentan terjadi kesalahan dalam proses serta jumlah
penerimaan negara yang diterima.
pendapat bahwa aturan yang ada saat ini perlu lebih diperjelas.47
46
47
104
A.1.3.6.
BMN
Umum (BLU)
Dalam rangka untuk mencapai standar pelayanan minimum, yaitu
spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh Badan
Layanan Umum (BLU) kepada masyarakat.
melakukan
Indonesia Nomor 23 Tahun 2005. Sebagai contoh, dalam Pasal 22 ayat (5)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 diatur bahwa
Penggunaan aset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait langsung dengan tugas
pokok dan fungsi BLU harus mendapat persetujuan pejabat yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan 22 ayat
(5) tersebut, BLU tidak dapat melakukan perjanjian kersama pemanfaatan atau
BGS/BSG tanpa persetujuan Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Kekayaan
Negara sebagai Pengelola Barang
Demikian pula, Kerja Sama Pemanfaatan oleh BLU telah diatur dalam
Pasal 96 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014. yang berbunyi:
105
PNBB dari usulan sewa tersebut akan masuk dalam rekening BLU, bukan berupa
setoran PNBP sebagaimana diatur dalam pemanfaatan BMN.
106
Permohonan
tersebut tentu saja tidak dikabulkan oleh KPNKL.48 Contoh kasus tersebut
menunjukkan bahwa
contoh
kasus
tersebut,
Kuasa
Pengguna
Barang
yang
ketentuan
kegiatan pelayanan umum, sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Layanan
Umum/Badan Layanan Umum Daerah secara seksama.
Sewa ATM di
BMN
dalam Mendukung
Penyediaan Infrastruktur
Pada umumnya Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang memiliki pemahaman bahwa Kerja Sama Pemanfaatan akan dapat
mendukung
tetap dan pembagian keuntungan oleh Pengelola Barang , yang didapatkan dari
hasil penilaian yang mendasarkan pada studi kelayakan, merupakan hambatan
dalam penggunaan BMN unruk penyediaan infrastruktur. Oleh karena itu, dalam
48
107
atau
Pemanfaatan atau
sedikitnya
permohonan
persetujuan
Kerja
Sama
pengendalian (penertiban).
Dalam melakukan pengawasan, PMK
mengatur antara lain format laporan BMN yang status penggunaannya pada
49
108
suatu Kuasa Pengguna Barang, serta BMN yang dimanfaatkan oleh Pihak Ketiga
pada suatu Pengguna Barang.
Melalui
format
Penggunga Barang
laporan
tersebut,
suatu
Satker
sebagai
Kuasa
status
penggunaanya pada Satker tersebut telah dipergunakan sesuai tugas dan fungsi
(penggunaannya telah optimal), sebagian tidak dipergunakan untuk pelaksanaan
tugas
dan
pelaksanaan
fungsi
tugas
(underused),
dan
fungsi
keseluruhan
tidak
(unused/idle),
dipergunakan
serta
apakah
untuk
terdapat
109
dapat dilakukan pengawasan apakah BMN yang telah dimanfaatakan oleh Pihak
Lain telah mendapatkan persetujuan dari Pengelola Barang.
di lapangan. KPKNL/Kanwil
DJKN selaku manager aset harus dapat memastikan bahwa pengelolaan BMN
50
110
Terkait dengan
Penjelasan Responden pada Kanwil DJKN Jawa Barat, KPKNL Bogor, KPKNL
Bandung
111
secara maksimal oleh KPKNL dan Kanwil DJKN. Padahal kegiatan monitoring
ke lapangan sangat penting untuk menyediakan
A.4.1.
telah diatur dalam PMK 244 Tahun 2012 (lihat gambar 2.8) , yaitu sebagai
berikut:
1.
3.
Apabila
dalam
pelaksanaan
tersebut
mengalami
kendala,
maka
dengan
ketentuan
perundang-undangan.
Dalam
rangka
Pengelola
Barang
melakukan
pemantauan/monitoring
berdasarkan
112
Kondisi
Tindak Lanjut
BMN
belum
ditetapkan
status Pengguna Barang menetapkan
Penggunaannya oleh Pengguna Barang status Penggunaan sesuai batas
sesuai dengan batas kewenangannya
kewenangannya;
BMN
tidak
digunakan
menyelenggarakan tugas dan
Kementerian/Lembaga.
untuk Pengguna
Barang/Kuasa
fungsi Pengguna Barang menyerahkan
BMN tersebut kepada Pengelola
Barang
Kondisi
Tindak Lanjut
sesuai Pengguna
Barang/Kuasa
Pengguna
Barang melakukan
upaya penyelesaian sesuai dengan
ketentuan
dalam
Jenis usaha untuk sewa atau Kerja
perjanjian/kontrak,
keputusan
Sama Pemanfaatan tidak sesuai dengan
Peman-faatan
dari
Pengguna
keputusan Pengguna Barang/Kuasa
Barang/Kuasa Pengguna Barang,
Pengguna
Barang
dan/atau
dan
surat
persetujuan
dari
perjanjian/kontrak;
Pengelola Barang.
Jangka waktu pelaksanaan Pemanfaatan
melampaui jangka waktu yang diatur
dalam keputusan Pemanfaatan dari
113
No
Kondisi
Tindak Lanjut
5.
52
Responden pada Kanwil DJKN Bandung, Kanwil DJKN Jakarta, KPKNL Bandung
114
sebagai berikut:
a.
b.
Oleh
Kantor Pusat DJKN permohonan tersebut tidak dapat diproses, karena yang
mengajukan permohonan ke DJKN seharusnya bukan Kuasa Pengguna
Barang, namun Pengguna Barang, dalam hal ini Mabes Tentara Nasional
Indonesia. Pengguna Barang tidak bersedia mengajukan permohonan tidak
bersedia
mengajukan
usulan
pemanfaatan
tersebut,
karena
sudah
khusus
dalam
hal
Pemanfaatan
dan
Penghapusan
BMN,
dan
Penghapusan
BMN
di
Lingkungan
Kementerian
115
Demikian pula
NILAI BMN*)
Kantor Pelayanan
Kanwil
Kantor Pusat
Diatas 5 Milyar
*) Catatan : Nilai BMN adalah nilai keseluruhan Tanah dan Bangunan BMN yang
akan ditetapkan Penggunaannya/dimanfaatakan/dihapuskan
sebagai kepanjangan tangan Kantor Pusat DJKN, karena arestasi BMN yang
116
Kriteria dan contoh BMN yang dimanfaatakan oleh Pihak Lain yang
tidak seisuai dengan ketentuan yang berlaku
117
Pedoman
yang
jelas,
terperinci,
disertai
dengan
contoh,
akan
Ruang
lingkup
PMK
tersebut
adalah
penataan
atas
Dalam penataan
Persetujuan Menteri
118
perlu
bukan
Petunjuk
pelaksanaan
pemrosesan
permohonan
persetujuan
5.
119
terperinci,
sehingga
persetujuan
Penggunaan,
Pemanfaatan,
dan
Insentif secara ekonomi dan non ekonomi bagi Pengguna Barang untuk
mengajukan Kerja Sama Pemanfaatan, atau
usulanBangun Guna
120
mempertahanakan
aset
unsused/idle
serta
tidak
mengoptimalkan
Penjelasan pembimbing
Hasil wawancara dengan Responden di lingkungan Kanwil DJKN Jakarta
121
A.7.
A.7.1.
nilai
perolehan
dan/atau
NJOP
tanah
dan/atau
bangunan,
Namun
Pada
122
perkiraan cash flow, serta kelayakan atas rencana bisnis yang diproyeksikan
dilakukan oleh calon mitra Kerja Sama.
A.7.2. Adanya Kemudahan/Hambatan dalam Melaksanakan Proses Tender dan
penentuan Mitra Kerja Sama.
Apabila permohonan Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSG telah
mendapatkan persetujuan dari Pengelola Barang, dalam hal BMN berada pada
Pengguna Barang,
tender.
Mengantisipasi hambatan dalam pelaksanaan tender tersebut, dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014, telah dilakukan perubahan.
Tender dilakukan dengan tata cara:
a.
b.
c.
Dalam hal calon mitra yang memasukkan penawaran kurang dari 3 (tiga)
peserta, dilakukan pengumuman ulang di media massa nasional;
d.
123
2.
3.
sama, perlu dilakukan pelatihan mengenai tata cara tender tersebut, sehingga
pelaksanaan tender dapat dilaksanakan oleh pejabat yang telah memenuhi
kualifikasi tersebut serta diberikan sertifikasi.55
A.7.3. Adanya kemudahan/hambatan dalam melakukan Perjanjian Kerja Sama.
Apabila Pengguna Barang telah menetapkan mitra Kerja Sama
Pemanfaatan berdasarkan hasil pelaksanaan pemilihan mitra kerja sana melalui
tender, disertai dengan penetapan besaran kontribusi tetap dan pembagian
keuntungan. Pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan dituangkan dalam bentuk
naskah perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan antara Pengguna Barang dengan
mitra Kerja Sama Pemanfaatan yang sekurang-kurangnya memuat pihak mitra
Kerja Sama Pemanfaatan, besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan,
serta jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan.
Secara teknis tidak terdapat hambatan dalam melakukan perjanjian Kerja
Sama, sepanjang tahapan sebelumnya, sampai dengan proses pemilihan mitra
kerja sama melalui tender, dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.
A.7.4.
55
124
125
2.
akan terjadi perbedaan sudut pandang antara calon mitra kerja sama
yang akan melakukan investasi, serta Penilai yang dalam hal ini mewakili
kepentingan Pemerintah sebagai pemilik BMN. Studi mengenai pasar
properti, analisis Highest and Best Use (Penggunaan Tertinggi dan
Terbaik), serta penentuan capitalization rate (tingkat kapitalisasi), menajdi
kunci agar perhitungan kontribusi tetap dan pembagian keuantungan
merepresentasikan harga pasar yang sebenarnya56.
3.
Ketentuan mengenai
56
126
Perbedaan sudut pandang antara penjual dan pmbeli terjadi karena sifat
pasar properti merupakan pasar yang tidak sempurna, dimana terjadi asymetric
information. Terdapat kesenjangan (disparitas) informasi antara penjual dan
pembeli. Sifat pasar properti tersebut dipengaruhi oleh beberapa karakteristik
dari properti yaitu:
Unliquid: properti tidak mudah untuk secepatnya ditukar dalam bentuk uang
karena hambatan dari pasar properti yang bersifat tidak sempurna.
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
127
Yang
dimaksud
dengan
ketentuan
perundang-undangan
Menurut
Standar Penilaian Indonesia 2 (SPI 2), nilai wajar mengacu kepada IVS 2011
adalah Estimasi harga dari pengalihan suatu aset atau kewajiban, diantra para
pihak yang memahami dan berminat sesuai dengan kepentingannya. Nilai wajar
yang diperoleh dari hasil Penilaian menjadi tanggung jawab penilai.
A.8.1.2. Perhitungan Sewa Vs Kerja Sama Pemanfaatan
Secara teoritis, dalam perhitungan kontribusi tetap dan pembagian
keuntungan dana Kerja Sama Pemanfaatan, harus memperhitungkan untung
dan rugi atas investasi yang ditanamkan dengan mempertimbangkan keadaan
yang akan datang (future), dalam jangka waktu yang cukup lama, dimana pada
jangka waktu tersebut kemungkinan terjadi perubahan kondisi, dimana faktor
128
sewa.
Namun demikian, dalam rencana pengembangan bisnis, investor
membutuhkan kepastian mengenai jangka waktu yang lebih lama agar investasi
yang telah ditanamkan. Oleh karena itu, apabila jangka waktu sewa paling lama
5 tahun, jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSGdapat mencapai
30 tahun, bahkan untuk investasi di bidang penyediaan infrastruktur dapat
pencapai 50 tahun. Meskipun dalam Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSG
mitra kerja sama memanfaatkan BMN dalam jangka 30 atau 50 tahun, namun
biaya investasi yang dikeluarkan juga cukup besar, demikian juga risiko
usahanya juga cukup besar. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka besaran
kontribusi tetap serta pembagian keuntungan yang dibayarkan oleh calon mitra
kerja sama seharusnya lebih kecil (diekuivalenkan) dibandingkan
dengan
a.
57
58
Mereviu kelayakan bisnis atas permohonan KSP BMN dari segi keuangan;
129
b.
Mereviu
usulan
kontribusi
tetap
dan
pembagian
keuntungan;
dan
Penilai Direktorat
b.
c.
adalah proyeksi jangka waktu pelaksanaan proyek, dalam Kerja Sama Pemanfaatan
dapat mencapai 30 tahun. Selanjutnya dibuat analisis cash flow (analisis proyeksi laba
rugi arus kas) selama jangka waktu proyek tersebut. Pada tahun pertama dan tahun
kedua, pada umumnya dilakukan tahap konstruksi, dimana biaya yang dikeluarkan
disebut dengan initial outlay, dimana pada jangka waktu tersebut proyek masih
mengalami kerugian (negatip cash flow), Lihat Gambar 3.6.
Selanjutnya, apabila proyek tersebut sudah menghasilkan pendapatan, maka
akan didapatkan cash flow yang positip. Cash flow selama tahun ke-1 sampai dengan
tahun ke-30 dinilai tahun ke-0, saat ini, atau dihitung Present Value. Parameter yang
dipakai untuk menghitung nilai yang akan datang kepada nilai saat ini adalah tingkat
diskon (R). Apabila NPV (Net Present Value) =0, maka proyek tersebut layak (feasible).
Disamping NPV (Net Present Value), terdapat cara lain yaitu dengan IRR (internal rate of
59
130
return).
b.
c.
d.
dengan
pemanfaatan
BMN
selama
masa
Kerja
Sama
131
R lebih
2.
2.
b.
Perhitungan
besaran
persentase kontribusi
tetap
dilakukan
dengan
132
Estimasi
tingkat
inflasi
berdasarkan
rata-rata
tingkat
inflasi
dari
2.
3.
unit
usaha,
maka
pembagian keuntungan
b.
Nilai investasi Mitra KSP(initial outlay), bila ada investasi dari Mitra;
c.
133
d.
5.
b.
c.
6.
Penentuan
asumsi
premi
risiko
bagi
Mitra
adalah
dengan
mempertimbangkan:
7.
a.
b.
NPV Mitra;
c.
d.
b.
134
9.
a.
penjualan(sales);
b.
c.
d.
e.
10. Dengan adanya perbedaan risiko dan return dalam penggunaan variabel
pada angka 8 sebagai dasar pembagian keuntungan, Tim Penilai Direktorat
Jenderal dapat melakukan penyesuaian terhadap besaran persentase
pembagian keuntungan yang telah dikonversi dari yang sebelumnya
berdasarkan AKB KOKI menjadi berdasarkan variabel lain. Besaran
penyesuaian dengan mempertimbangkan tingkat risiko yang ditanggung
Mitra.
11. Tim Penilai Direktorat Jenderal dapat menggunakan margin variabel pada
huruf j terhadap penjualan sebagai salah satu indikasi risiko yang ditanggung
135
2.
3.
4.
KSP dan
2.
3.
4.
136
bunga
yang
terjadi
tidak
diperhitungkan
dalam
pembagian
6.
tersebut.
Dalam perhitungan
dalam menentukan
137
kontibusi tetap dan pembagian keuntungan terlalu besar, maka tidak ada calon
mitra kerja sama yang berminat. Agar dalam perhitungan kontribusi tetap dan
pembagian keuntungan lebih fair (merepresenasikan kondisi pasar), sebaiknya
Kantor Pusat DJKN melakukan kajian berupa survey/analisis pasar secara
berkala (setiap tahun), terutama dalam menetukan besaran discount rate yang
merepresentasikan/sesuai dengan kondisi pasar. Kajian tersebut dirilis dalam
web internal DJKN, sehingga dapat diakses, dan selanjutnya dijadikan referensi
oleh penilai DJKN dalam menentukan discount rate ketika melakukan analisis
kelayakan suatu proposal Kerja Sama Pemanfaatan atau Bangun Guna
Serah/Bangun Serah Guna.
A.8.2. Proses Penerbitan Persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan
Apabila Penilai telah melakukan studi kelayakan, serta menentukan
perhitungan pembagian kontribusi tetap dan pembagian keuantungan, maka
Pengelola Barang menerbitkan Surat Persetujuan. Berdasarkan persetujuan dari
Pengelola Barang tersebut , Pengguna Barang melakukan tender untuk
mendapatkan mitra Kerja Sama Pemanfaatan.
Secara teknis tidak terdapat hambatan dalam Penerbitan Persetujuan
Kerja Sama Pemanfaatan tersebut, sepanjang tahapan sebelumnya, sampai
138
pemikiran bahwa sampai saat ini realisasi Kerja Sama Pemanfaatan masih
rendah, rata-rata teraliasai 1 penandatangan Kerja Sama Pemanfaatan dalam
setahun.60
Meningkatkan
60
Evaluasi Konteks
139
dirumuskan secara jelas dan spesifik atau tidak. Berdasarkan analisis data,
kebijakan Kerja Sama Pemanfaatan
Pengelolaan
yang
Kementerian/Lembaga, BUMN.
dapat
diberikan
kepada
pelaksanaannya
sebagian
dilimpahkan
kepada
pemegangnya.
-
melakukan
pengelolaan
keuangan
yang
memberikan
Kurangnya tindakan
140
d.
Tabel 4.3. Ringkasan Hasil Analisis Data atas Survey yang dilakukan Terhadap
Indikator Variabel Evaluasi Konteks.
No
Varibel/Indikator
EVALUASI KONTEKS
Kejelasan rumusan Tujuan Kerja Sama Pemanfaatan danBGS/BSGoleh
Penggelola Barang, Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang
A.1.
Pemahaman
mengenai BMN
Idle,
Penilaian
Kondisi
Negatip (-)
Negatip (-)
141
No
Varibel/Indikator
Penilaian
Kondisi
dimanfaatkan
Pemahaman
apabila BMN idle
diserahkan oleh
Pengguna Barang
kepada Pengelola
Barang
142
Negatip (-)
No
Varibel/Indikator
Penilaian
Kondisi
A.3
A.4
Pemahaman
mengenai konsep
perbedaan antara
sewa, Kerja Sama
Pemanfaatan dan
Bangun Guna
Serah/Bangun
Serah Guna.
Pemahaman
bahwa Kerja Sama
Pemanfaatan dan
BGS/BSGakan
dapat memperkuat
APBN.
Negatip (-)
Uraian :
Sebagai contoh, di Kanwil Bandung, suatu satker
mengajukan permohonan sewa atas BMN tanah kosong
yang
telah
didirikan
bangunan,
atau
telah
dikembangkan struktur (konstruksi) baru. Apabila dilihat
dari ketentuan sebagaimana dalam dalam Pasal 64
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.06/2012
tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa BMN, yang
mengatur bahwa penyewa hanya dapat mengubah
bentuk BMN tanpa mengubah konstruksi dasar
bangunan, maka objek tersebut seharusnya diajukan
permohonan
Kerja
Sama
Pemanfaatan
atau
BGS/BSGkarena telah didirikan bangunan pada suatu
tanah kosong atau dikembangkan struktur (konstruksi)
baru pada bangunan yang sudah ada.
Negatip (-)
Terdapat
kendala
dalam
pengusulan
Uraian
Pada
umumnya
Pengelola
Barang/Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna Barang memiliki pemahaman
bahwa apabila atas aset idle/unused, underutilize,
143
No
Varibel/Indikator
Penilaian
Kondisi
Pemahaman
mengenai
optimalisasi
pendayagunaan
aset idle/unused,
underutilize, serta
underused
A.6.
Pemahaman
mengenai BMN yang
dilakukan
Pemanfaatan
dengan Pihak Lain
oleh BLU
144
Negatip (-)
Terdapat
kendala
otimalisasi
pendayagu
naan aset
yang
terlanjur
dimanfaatkan pihak
ketiga
melalaui
melalui
kegiatan
Penertiban
Negatip (-)
No
Varibel/Indikator
Penilaian
Kondisi
A.8
Pemahaman
Barang mengena
apakah Kerja Sama
Pemanfaatan akan
dapat mendukung
penyediaan
infrastruktur publik
Pemahaman
apakah Kerja Sama
Pemanfaatan akan
dapat mendorong
aktivitas ekonomi di
wilayah BMN
tersebut terletak.
Negatip (-)
Tidak ada
fleksibilitas
dalam
penentuan
tarip sewa,
kontribusi
tetap dan
pembagian
keuntungan
Negatip (-)
Terdapat
kendala
dalam
pengusulan
Uraian
Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang memahami bahwa Kerja Sama Pemanfaatan
145
No
Varibel/Indikator
Penilaian
Kondisi
Oleh karena banyak penilain kondisi bertanda negatip (-), maka dapat
disimpulkan bahwa kebijakan Kerja Sama Pemanfaatan serta BGS/BSGbelum
difamahi secara benar
Pengguna Barang. Oleh karena kebijakan tersebut belum difahami secara jelas
oleh para stakeholder, maka akan mempengaruhi efektifitas suatu kebijakan.
Perlu dilakukan sosialisasi secara rutin kepada oleh para stakeholde,
penegasan berupa
serta
Evaluasi Input
Evaluasi input berhubungan dengan berbagai input yang akan
apakah input untuk mencapai tujuan sudah cukup memadai memadai, serta
bagaimana kualitasnya.
Dalam kaitannya dengan penelitian, kebijakan pemanfaatan BMN perlu
didukung oleh perangkat berupa laporan rutin, sarana/prasarana, pendanaan,
ketersediaan Sumber Daya Manusia, serta SOP yang mencukupi dalam
melakukan pemantaun, yang kemudian ditindaklanjuti dengan optimalisasi
penggunaan aset yang unused (idle), underused, atau underutilize, atau
146
penertiban apabila
Pengguna Barang/Kuasa
Pengguna Barang telah dimanfaatkan oleh pihak lain tanpa persetujuan Menteri
Keuangan.
Berdasarkan evaluasi input maka akan terlihat pengalokasian sumber
daya yang diberikan oleh organisasi apakah telah mencukupi dalam rangka
mencapai tujuan/progam yang telah ditetapatkan, atau kurang.. Berikut ini
ringkasan hasil analisis data atas survey yang dilakukan terhadap indikator
variabel Evaluasi Input.
Tabel 4.4. Ringkasan Hasil Analisis Data atas Survey yang dilakukan Terhadap
Indikator Variabel Evaluasi Input
No
Varibel/Indikator
Penilaian
Kondisi
EVALUASI INPUT
B.1
B.2
147
Negatip
(-)
Pelaporan
baru
dilaksana
kan, serta
kecenderu
-ngan
laporan
tidak valid
Negatip
(-)
Pelaporan
baru
dilaksana
kan, serta
kecenderu
- ngan
laporan
No
Varibel/Indikator
Penilaian
Kondisi
tidak valid
B.3
B.6
Negatip
(-)
B.7
Ketersediaan serta
Kualitas SDM dalam
melakukan pemantauan
BMN idle dan BMN
underutilize (baik pada
Pengguna Barang/Kuasa
Pengguna Barang
maupun pada Pengelola
Barang).
Negatip
(-)
B.8
Ketersediaan serta
Kualitas SDM dalam
melakukan pemantauan
BMN tanah dan
bangunan yang telah
dilaksanakan Kerja Sama
pemanfaaan atau
BGS/BSG namun tidak
sesuai dengan ketentuan
(baik pada Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna
Barang maupun pada
148
Positp
(+)
No
Varibel/Indikator
Penilaian
Kondisi
Pengelola Barang).
B.9
Oleh karena banyak penilain kondisi bertanda negatip (-), maka dapat
disimpulkan bahwa institusi, dalam hal ini DJKN, belum memberikan alokasi
sumber daya secara maksimal dalam
pemantauan adalah agar BMN yang telah (terlanjur) dimanfaatkan pihak ketiga
dapat segera dilakukan penertiban.
Terkait dengan kegiatan penertiban BMN, seharusnya DJKN, sebagai
Pengelola Barng, harus proaktif melakukan pengawasan (monitoring) serta
pembinaan
kepada
Pengguna
Barang/Kuasa
Pengguna
Barang
terkait
149
Negatip
(-)
DJKN
yang
jelas dalam
Evaluasi Proses
Evaluasi proses, terkait dengan kegiatan melaksanakan rencana program
dengan input yang telah disediakan. Evaluasi ini terkait dengan pertanyaanpertanyaan antara lain bagaimana prosedur melaksanakan program, serta
apakah terdapat kelemahan-kelamahan dalam mendukung proses pekerjaan.
61
150
Berikut ini ringkasan hasil analisis data atas survey yang dilakukan terhadap
indikator variabel Evaluasi Proses.
Tabel 4.5. Ringkasan Hasil Analisis Data atas Survey yang dilakukan Terhadap
Indikator Variabel Evaluasi Proses
No
C
Varibel/Indikator
Penilaian
Kondisi
EVALUASI PROSES
Adanmya
kemudahan/hambatan
dalam Pengajuan
Usulan Kerja Sama
Pemanfaatan dan
Bangun Guna
Serah/Bangun Serah
Guna
Positp
(+)
C.2.
Adanya
kemudahan/hambatan
dalam Melaksanakan
Proses Tender dan
Penentuan Mitra Kerja
Sama
Positp
(+)
151
No
Varibel/Indikator
Penilaian
Kondisi
C.4
Adanya
kemudahan/hambatan
dalam melakukan
Perjanjian Kerja Sama
Adanya
kemudahan/hambatan
dalam melakukan
monitoring perjanjian
kerja sama
Positp
(+)
Uraian :
Secara teknis tidak terdapat hambatan dalam melakukan
perjanjian Kerja Sama, sepanjang tahapan sebelumnya,
sampai dengan proses pemilihan mitra kerja sama melalui
tender, dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.
Positp
(+)
Uraian :
Secara teknis tidak terdapat hambatan dalam melakukan
monitoring pelaksanaan perjanjian Kerjas Sama, sepanjang
ditunjuk secara khusus petugas pelaksana monitoring serta
terdapat pendanaan untuk kegiatan monitoring tersebut.
Metode Kajian
kelayakan Kerja
Sama Pemanfaatan
atau Bangun Guna
Serah/Bangun Serah
Guna
Positp
(+)
C.6
Metode perhitungan
kontribusi tetap dan
pembagian
keuntungan dalam
rangka Kerja Sama
Pemanfaatan atau
Bangun Guna
Serah/Bangun Serah
Guna
Negatip
(-)
152
No
Varibel/Indikator
Penilaian
Kondisi
C.7
Proses penerbitan
persetujuan Kerja
Sama Pemanfaatan
Beberapa
2.
kontribusi
tetap
persetujuan
dan
Kerja
pembagian
Sama
keuntungan.
Pemanfaatan
atau
Beberapa
Bangun
153
Positp
(+)
harus
dengan
penyediaan
infrasturktur,
telah
diberikan
154
fasilitas berupa penetapan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari
hasil perhitungan tim KSP, hanya berlaku apabila mitra KSP berbentuk Badan
Usaha Milik Negara/Daerah?
Badan Usaha Milik Negara/Daerah) yang perlu didorong untuk ikut serta dalam
mempercepat penyediaan infrasruktur.
publik dalam hal penyediaan dana, penyediaan tenaga ahli (ekspertise), serta
pembagian alokasi risiko.
B.4.
Evaluasi Produk
Evaluasi produk, terkait dengan evaluasi terhadap hasil yang dicapai dari
suatu program/kebijakan. Evaluasi output antara lain terkait dengan pertanyaanpertanyaan seperti seberapa jauh tujuan program tercapai, serta apakah
program perlu dilanjutkan, dilanjutkan dengan revisi atau tidak dilanjutkan.
Output/realisasi Kerja Sama Pemanfaatan masih rendah, rata-rata
teraliasai 1 penandatangan Kerja Sama Pemanfaatan dalam setahun.62
Oleh
62
155
Memberikan
petunjuk
berupa
penegasan,
serta
petunjuk
2.
156
Berdasarkan pemantauan,
akan
dapat
ditindaklanjuti
Standar
5.
6.
157
pasar.
Investor tidak akan nilai penjualan kembali (resale) dari aset, oleh
karena itu tidak terdapat capital gain (keuntungan karena harga
penjualan
dibandingkan
dengan
investasi
awal
atas
pebelian/pengembangan properti)
Agar dalam perhitungan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan lebih
fair (merepresenasikan kondisi pasar), sebaiknya Kantor Pusat DJKN
melakukan kajian berupa survey/analisis pasar secara berkala (setiap
tahun), terutama dalam menetukan besaran discount rate yang
merepresentasikan/sesuai dengan kondisi pasar.
7. Sektor privat, tidak hanya terbatas Badan Usaha Milik Negara/Daerah,
perlu didorong untuk ikut serta dalam mempercepat penyediaan
infrasruktur.
158
PERENCANAAN KEBUTUHAN
PENGADAAN
Penggunaan BMN
1. Dilakukan pengklasifikasian Penggunaan BMN
a. Digunakan untuk
Tusi oleh Pengguna
Barang
b. Digunakan
penggunaan
sementara untuk
tusi oleh Pengguna
Barang lain
c. Dioperasikan oleh
pihak lain
2. Pembinaan
a. Tertulis (penegasan,
contoh kasus)
b. Tidak tertulis
c. Sosialisasi
d. Pemberian Insentif
3. Pengawasan
4. Pengendalian/Penertiban
Penambahan
- Sumber Daya Manusia
- Sarana dan Prasarana
- Penyusunan SOP
- Insentip
7. a.
7.
Penghapusan Fisik
Penghapusan
- Pemindahtanganan (Penjualan, Hibah, Tukar
Administrasi/ Hukum
Menukar, PNM,
- Pemusnahan
Gambar.4.2
Rekomendasi Perbaikan Kebijakan Pemanfaatan BMN Berupa
Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG
159
Pembinaan
Pembinaan tersebut
160
hasil
peniltian,
Pembinaan
kontek/rumusan
kebijakan
Kerja
Sama
Pembinaan dapat
Apabila fungsi pembinaan dan pengawasan yang berjalan dengan baik baik
akan mengasillkan output berupa:
a. BMN yang terlanjur dilakukan pemanfaatan oleh pihak ketiga tanpa
persetujuan Pengelola Barang akan banyak yang ditertibkan.
161
pengawasan
4. Pengendalian/penertiban dilakukan dengan cara :
-
Insentif dalam pengajuan usul pemanfaatan BMN yang akan diterima oleh
Pengguna Barang akan meningkatkan usulan pemanfaatan BMN berupa
Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSG.
6.
7.
pengajuan
permohonan
oleh
Kuasa
Pengguna
162
pelaksanaan
tugas
dan
fungsi,
BMN
juga
dapat
dioptimalkan
b.
c.
163
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan
2.
4.
(a)
pemantauan atas BMN idle dan/atau BMN underutilize serta BMN yang
telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak
sesuai dengan ketentuan (b) optimalisasi pemanfaatan BMN (c)
penertiban BMN?
6.
ketentuan pemberian
insentif bagi
8.
Dalam
menghambat
realisasi
pelaksanaan
persetujuan
Kerjsama
kontribusi
tetap
serta
pembagian
keuntungan
yang
Belum
tercapainya
165
B. Saran
1.
Pengelola Barang/Pengguna
3.
mengenai
permasalahan
di
lapangan
terkait
dengan
dimanfaatkan
Pengalokasian
pendanaan,
sarana/prasarana,
serta
sumber
daya
Demikian juga
166
melakukan
penertiban
atas
BMN
yang
telah
(terlanjur)
Pengelola
Barang
atas
pemanfaatan
BMN
agar
segera
direalisasikan.
7.
167
DAFTAR PUSTAKA
Alla Asmara, Bahan ajar Worshop Metodologi Penelitian BPPK, 2014
Bungin, B. Penelitian Kualitataip. Kencana Pernada Media Group, Jakarata,
2007.
Federal Highway Administration and the American Association of State Highway
and Transportation Official. Aset Manajement: Advancing the State of
the Art into the 21st Century Through Public-Private Dialoque. 1996.
Goverment of South Australia . Strategic Aset Managemnet Framework ,
Second Edtion, 1999.
Hadiyanto, Strategic Aset Manajemen (sebuah tinjauan), 2010
Hardcastle, C. (2006) : The Private Finance Initiative Friend or Foe,
Proceedings of the International Conference in the Built Environment in
the 21st Century (ICiBE 2006), Selangor, Malaysia.
Haryono, Arik. Manajemen Properti. Tinjauan atas Real Properti dan Aset Publik.
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, 2006.
Kaganova, O. Managing Govermnet Property Analysis. The Urban Institute
Press, 2007.
Mulyono. Penelitian ,Evaluasi Kebijakan, 2007. http:// mulyono. staff.uns .ac.id
/2009/ 05/13/penelitian-evaluasi-kebijakan
Rika Dwi Kurniasih. 2009. Teknik Evaluasi Perencanaan, (Online), (http://
images.rikania09.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SUdfiwoKCF
8AADuyo81/Rika%20Eva.doc?nmid=148657139
Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen, Alfabeta, Bandung, 2013.
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2004)
Transportation Association of Kanada, Primer on Aset Management, 1999.
Toshiyuki Katagiri, Japan Economic Research Instittute, 2011
Waluyo, Herry, Bahan Ajar Pengelolaan BMN, KNPK, 2009
------------------- Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara / Daerah
------------------- Peraturan Pemerintah Nomor
Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah
27
Tahun
2014
tentang
DAFTAR PUSTAKA
tentang Peraturan
169
Nama
: Listiyarko Wijito
NIP
: 196904161995031001
Tempat/Tanggal Lahir
Unit Organisasi
: Pusdiklat KNPK
Riwayat Pekerjaan/Jabatan:
1. Pegawai Pada Direktorat Jenderal Pajak Tahun 1995-2011
2. Widyaiswara Muda pada Pusdiklat KNPK BPPK Tahun 2011
Riwayat Pendidikan:
1. Fakultas Teknik
Geologi
Universitas
Pembangunan
Negara
Veteran
Yogyakarta , 1993
2. Magister
Ekonomika
Pembangunan,
Konsentrasi
Penilaian
Propertu
170
Nama
: Herri Waloejo
NIP
: 195104021976091001
Tempat/Tanggal Lahir
Unit Organisasi
: Pusdiklat KNPK
Riwayat Pekerjaan/Jabatan:
1. Pegawai Pada Direktorat Jenderal Anggaran Tahun 1980-1998
2. Widyaiswara pada Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 1998-2009
3. Widyaiswara pada Pusdiklat KNPK Tahun 2009
Riwayat Pendidikan:
1. D3 Institut Ilmu Keuangan Kebendaharaan Umum Tahun 1975
2. S1 Institut Ilmu Keuangan Kebendaharaan Umum Tahun 1980
171