Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Perkara cerai talak yang diajukan seorang suami terhadap isterinya, sementara suaminya
sebenarnya telah menceraikan isterinya secara liar (di bawah tangan) sebanyak tiga kali
yang dijatuhkan terpisah dalam tiga kali kejadian. Dalam persidangan, keduanya
berkeinginan rujuk kembali karena mengingat masa depan anak-anak.
Bagaimana cara Pengadilan menjatuhkan putusan ? Bila Pengadilan menganggap tidak
ada talak tiga, maka akan bertentangan dengan hati nurani karena mereka telah
menjatuhkan talak dengan tata cara syariat Islam.
B. Tujuan penulisa
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperdalam pengetahuan kami
dalam materi PERBANDINGAN MAZHAB dan memenuhi tugas dari dosen pengajar.
C. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan dari makalah kami adalah ;
1.Pengertian talak ?
2.Pengertian talak sunni dan syarat-syarat talak sunni?
3.pengertian talak bidI dan syarat-syarat talak bidi?
4. perbedaan pendapat para mahzab mengenai jatuh tidaknya talak bidi.
D. metode dan tekhnik penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode KEPUSTAKAAN

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Talak Dalam Prespektif Kefikian.
Talak dalam bahasa Indonesia diartikan perceraian yang artinya terputusnya tali perkawinaan
yang sah akibat ucapan cerai suami terhadap istrinya. Maksudnya adalah perceraian karena talak
adalah seorang suami yang menceraikan isterinya dengan menggunakan kata-kata cerai atau
talak atau kalimat lain yang mengandung arti dan maksud menceraikan isterinya, apakah talak

ii

yang diucapkan itu talak satu, dua atau tiga dan apakah ucapan talak itu diucapkan talak dua atau
tiga sekaligus pada satu kejadian atau peristiwa, waktu dan tempat yang berbeda.Para ahli hukum
Islam (fukaha) berpendapat bahwa bila seseorang mengucapkan kata-kata talak atau semisalnya
terhadap isterinya maka talaknya dianggap sah dan haram hukumnya bagi keduanya melakukan
hubungan biologis sebelum melakukan rujuk atau ketentuan hukum lain yang membolehkan
mereka bersatu sebagai suami isteri.Para fukaha berbeda pendapat tentang kata-kata talak atau
semisalnya yang diucapkan oleh suami kepada isteri dalam kondisi sadar atau tidak misalnya
suami dalam kondisi mabuk, atau karena suami dalam kondisi tidak tenang atau ketika dalam
kondisi marah yang dipicu adanya pertengkaran yang dapat menghilangkan keseimbangan jiwa
suami atau karena dalam kondisi dipaksa.
Pengertian Talak
Menurut bahasa talak berarti melepaskan atau memutuskan, sedangkan menurut istilah
talak merupakan memutuskan ikatan pernikahan dengan suatu kalimat atau lafadz. Dalam
kehidupan sehari-hari talak lebih di kenal dengan sebutan perceraian.
Beberapa ulama berpendapat (Imam Ahmad dan Imam Malik) bahwa lafadz talak harus di
ikuti oleh niat. Tidak sah bila adanya lafadz tanpa niat dan niat tanpa lafadz dalam talak. Lafadz
talak di bagi menjadi 2, yaitu:
Talak Sharih, artinya nyata atau jelas, yaitu talak yang di ucapkan oleh suami kepada istrinya
dengan kalimah yang jelas, fasih dan terang dan tidak mempunyai makna ganda.
Contoh lafadz yang sharih:
1.
2.
3.
4.

Aku ceraikan kau dengan talak satu.


Aku telah melepaskan (menjatuhkan) talak untuk engkau.
Hari ini aku ceraikan kau.
jika seorang suami melafadzkan talak dengan menggunakan lafadz yang sharih maka
talak telah berlaku, walaupun tanpa niat dan saksi.

b) Talak Kinaah, artinya lafadz secara tidak langsung, yang dapat mengandung pengertian
ganda. Contoh lafadz kinaah:
1. Pergilah engkau dari sini, ke mana engkau suka.
2. Kita berdua sudah tiada apa-apa hubungan lagi.
3. Aku tak mau kau lagi, kau boleh balik ke rumah orang tua kamu.
Jika seoarang suami melafadzkan talak tersebut dengan niat untuk menceraikan istrinya maka
jatuhlah talak tersebut keatas istrinya, sebaliknya jika ia melafadzkan talak tersebuat tanpa niat,
maka talak tidak jatuh.
Abdul Aziz Dahlan et.al dalam buku Ensiklopedi Hukum Islam menjelaskan bahwa talak dalam
bahasa arab artinya melepaskan dan meninggalkan suatu ikatan. Dalam istilah hukum talak
adalah perceraian antara suami isteri atas kehendak suami ( Abdul Aziz Dahlan et.al
1996:1776

).

Sayyid Sabiq dalam Fiqh as Sunnah memberi definisi bahwa talak dalam terminology bahasa
adalah al-irsalu wa al-taraku artinya melepaskan dan meninggalkan. Sedangkan menurut
istilah hukum talak adalah hillu rabithatin al zuwaj artinya melepaskan ( ikatan ) tali
ii

perkawinan.

Sayyid

Sabiq

1975:241)

Ulama fikih ( fukaha) berpendapat bahwa talak dibagi kepada dua macam yaitu :
B.Dasar Hukum Talak
Pernikahan merupakan ikatan antara suami istri, dimana mereka saling bergaul dengan baik
hingga menjadi sebuah keluarga yang menghasilkan generasi baru. Jika hubungan yang terjalin
di antara mereka berada dalam kondisi yang belum di anggap baik seperti tidak ada rasa kasih
sayang antara mereka, seorang suami atau istri tidak mendapatkan apa yang ia harapkan dari
pasangannya, atau adanya permasalahan yang sudah sangat sulit untuk di benahi. Maka, dalam
islam seorang suami di perintahkan untuk melepaskan istrinya dengan sebaik-baiknya. Talak
hanya berlaku bagi seorang suami keatas istrinya.
Namun jika suatu talak terjadi akibat adanya perselisihan antara suami dan istri, maka talak
tersebut baru dapat di laksanakan apabila telah dilakukan berbagai cara untuk mendamaikan
kedua belah pihak agar tetap mempertahankan keutuhan keluarga mereka, dan ternyata tidak ada
jalan lain kecuali hanya dengan talak atau perceraian. Talak merpakan sesuatu yang di bolehkan,
tetapi di benci oleh agama, berdasarkan sabda Rasul:
Hal yang halal tetapi paling dibenci menurut Allah adalah perceraian.(HR. Abu Dawud dan
Ibn Majjah).
Adapun dasar hukum talak adalah :
Quran Surat An Nisa Ayat 128

b)ur or&zD$# Ms%s{ .`B $yg=t/ #qR rr&


$Z#{) xs yy$oY_ !$yJkn=t br& $ys=
$yJhuZt/

$[s=

x=9$#ur

yz

Num&ur [RF{$# x9$# 4 b)ur (#qZs?


(#q)Gs?ur c*s !$# c%x. $yJ/ cq=yJs? #Z6yz

Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya,
Maka tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika
kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak
acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Quran Surah An Nisa Ayat 35

b)ur

OFz

s-$s)

$uKk]t/

(#qWy/$$s

$VJs3ym `iB &#dr& $VJs3ymur `iB !$yg=dr& b) !

ii

#y $[sn=) ,juq !$# !$yJks]t/ 3 b) !$#


tb%x. $J=t #Z7yz
Artinya: Dan jika kamu khawatir terjadinya perselisihan diantara keduanya (suami dan Isteri),
maka utuslah seorang hakam dari keluarga suaminya dan seorang hakam dari keluarga Isteri.
Dan jika keduanya menghendaki kebaikan, niscaya Allah memberikan petunjuk kepada
keduanya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengawasi.
C.Hukum-Hukum Talak
Hukum talak dapat berubah-ubah sesuai kondisi atau keadaannya, diantaranya yaitu :

Mubah, hukum talak menjadi mubah jika sang suami membutuhkan hal itu, di karenakan

buruknya akhlak sang istri dimana hal tersebut membahayakan kondisi keluarganya. Kondisi
seperti tidak akan dapat mencapai tujuan nikah yang sebenarnya, apa lagi jika pernikahan
tersebut tetap di pertahankan.

Makruh, hukum talak menjadi makruh apabila talak seharusnya tidak di butuhkan, artinya,
kondisi antara suami dan istri berada dalam keadaan yang stabil dan tidak terdapat perubahanperubahan yang mengkhawatirkan. Ia menjadi makruh karena talak tersebut menghilangkan
sebuah pernikahan yang didalamnya terdapat banyak sekali maslahat islam yang dia njurkan oleh
syariat islam. Sabda Rasullah Wanita manapun yang meminta talak dari suaminya tanpa sebab
yang jelas, maka haram baginya bau syurga.

Sunnah, hukum talak menjadi sunnah jika sangat di butuhkan, dimana jika hubungan
tersebut di pertahankan akan semakin membahayakan hubungan antara keduanya.Seperti
terjadinya perselisihan dan perpecahan antara suami dan istri, dan sang istri/suami memendam
rasa benci yang sangat dalam kepada pasangannya, jika hubungan tersebut dipertahankan maka
akan membahayakan pasangannya.

Wajib, hukum talak menjadi wajib apabila seorang suami/istri tidak lagi istiqomah
(komitmen) dalam melaksanakan perintah agama. Misal seorang suami wajib menceraikan
istrinya apabila sang istri melakukan zina dan tidak menjaga kehormaan suami, atau ia
mengabaikan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang istri.

Haram, hukum talak menjadi haram ketika seorang istri berada dalam keadaan haid atau
nifas, atau ketika istri tersebut berada dalam keadan suci tetapi belum pasti kalau dia tidak hamil,
ketika seorang suami menceraikan istrinya dengan lafadz tiga kali cerai, atau suami menceraikan
istrinya untuk mendapat barang tebusan (terjadi dalam khulu).
D. Pengertian Talak sunni Dan talak Bidi
1. Talak Sunni dan Talak Bidi
Talak dipandang dari aspek sesuai dan tidak sesuai dengan ketentuan syara terbagi pada dua
bagian; a. Talak sunni dan b. Talak bidi. Ulama fikih beraneka ragam dalam menstandari batasanbatasan talak sunni dan bidi.

ii

Kalangan Hanafiyah membagi talak kedalam tiga bagian, yaitu: a. Talak ahsan b. Talak hasan dan
c. Talak bidi.

Talak ahsan adalah talak yang suami menjatuhkan talak pada istrinya dengan talak satu, pada
masa suci dan tidak disetubuhi pada waktu sucinya serta ia membiarkan (tidak mentalak lagi)
pada istrinya sampai iddahnya berakhir dengan tiga kali haid. Talak hasan adalah talak yang
dilakukan suami pada istrinya dengan talak tiga, dalam waktu tiga kali suci dan disetiap masa
suci dilakukan talak satu. Sedangkan Talak bidi adalah talak yang dijatuhkan suami pada
istrinya dengan talak tiga, atau talak dua dengan memakai satu kalimat, atau ia mentalak tiga
dalam satu masa suci.
Sedangkan kalangan Malikiyah dalam mengkatagorikan talak sunni atau bidi dengan memberi
syarat-syarat tertentu.
Ada empat syarat talak dapat dikategorikan talak sunni:
a. Perempuan pada waktu ditalak suci dari haid dan nifas,
b. Suami tidak menjimanya pada waktu,
c. Suami mentalak satu,
d. Suami tidak mentalak istrinya yang kedua kali sampai masa iddahnya berakhir.
Dan menurut mereka, talak bidi adalah talak yang tidak memenuhi satu syarat atau seluruhnya.
Misalnya : seorang suami mentalak istrinya lebih dari satu, atau ia mentalak istrinya pada masa
haid atau nifas, atau pada masa suci tetapi dicampurinya dalam masa suci itu. Lebih lanjut
mereka menegaskan bahwa suami yang mentalak bidi pada isrinya ia dipaksa untuk rujuk
kembai sampai masa iddah yang terakhir. Namun jika ia tidak mau untuk merujuknya, Hakim
boleh mengancam untuk menahannya, dan manakala ia tetap enggan untuk merujuknya ia boleh
dipukul, dan bila ia tetap bersikeras dalam keengganannya, seorang Hakim berhak memaksa
untuk merujuknya.
Sementara kalangan Syafiiyah membagi talak pada tiga bagian dengan istilah yang sedikit
berbeda dengan kalangan Hanafiyah. Tiga bagian itu adalah :
a. Talak sunni, b. Talak bidi, dan c. Talak bukan sunni dan bukan bidi (talak qhairu bidI wa lasunni).
Talak sunni adalah talak yang dijatuhkan pada istri dengan talak satu pada masa suci dan
tidak dicampuri pada masa sucinya serta tidak dicampuri pula pada masa haid sebelumya, dan
bila suami ingin mentalak istrinya dengan talak tiga ia menjatuhkan talak satu disetiap masa suci.
Berkenaan dengan talak bidi terbagi menjadi dua macam:
a. Talak yang dijatuhkan pada masa haid yang dicampuri pada masa haidnya, sebab syara
memerintahkan untuk mentalak istri pada masa suci, dan juga membuat mudharat pad istri
dengan lamanya menjalani masa iddah.
b. Talak yang dijatuhkan pada istri dalam masa suci tetapi telah dicampuri pada masa suci itu.

ii

Macam talak yang terakhir, yaitu talak qhiru bidi wa la-sunni hanya terjadi bagi istri yang masih
kacil, perempuan monopause, istri yang berkhulu, istri yang hamil dan kehamilannya dipastikan
hasil hubungan dengan suaminya, dan istri yang belum pernah didukhul.
Sementara kalangan Hanabilah memberi pengertian talak sunni adalah talak yang suami
menjatuhkan talak satu pada istrinya yang tidak disetubuhi pada masa sucinya itu kemudian ia
tidak mentalaknya lagi sampai masa iddahnya berakhir. Sedangkan talak bidi adalah talak yang
suami menjatuhkan talak pada istrinya dalam masa haid atau nifas, atau masa suci tetapi ia telah
mendukhulnya.
Dalam Kompilasi Hukum Islam -fikih Indonesia- lebih cendrung mengikuti pendapat mayoritas
Ulama selain Hanafiyah, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 121 dan 122.
Pasal 121: Talak sunni adalah talak yang dibolehkan yaitu talak yang dijatuhkan terhadap istri
yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.
Pasal 122: Talak bidi adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu istri
dalam keadaan haid, atau istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci
tersebut.
1. Talak sunni, adalah talak yang dijatuhkan suami sesuai dengan petunjuk yang disyariatkan
Islam,yaitu

a. Menalak isteri harus secara bertahap ( dimulai dengan talak satu, dua dan tiga ) dan diselingi
rujuk.
b. Isteri yang ditalak itu dalam keadaan suci dan belum digauli dan Isteri tersebut telah nyatanyata dalam keadaan hamil.
Talak sunni adalah talak yang terjadi manakala seorang suami mentalak istri yang telah
dicampurinya dengan sekali talak, yang dia jatuhkan ketika istrinya dalam keadaan suci dari
haidh dan pada masa itu dia belum mencampurinya. Jadi, suami menjatuhkan talak ketika
istrinya dalam keadaan suci dari haidh dan belum pernah dicampuri sejak masa haidh terakhir
istrinya berakhir.
Allah Taala berfirman, Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat)
menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik (Qs. Al-Baqarah: 229).
Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka
pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) (Qs. Ath-Thalaq: 1)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah menafsirkan ayat ini, yaitu tatkala Ibnu Umar
radhiyallahu anhuma mentalak istrinya dalam keadaan haidh. Kemudian Umar bin AlKhaththab radhiyallahu anhu menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam, maka beliau bersabda, Perintahkan agar ia kembali kepada
(istri)nya, kemudian menahannya hingga masa suci, lalu masa haidh dan suci lagi.
Setelah itu bila ia menghendaki ia boleh tetap menahannya menjadi istri atau bila ia
menghendaki ia boleh menceraikannya sebelum bersetubuh dengannya. Itu adalah masa
iddah yang diperintahkan Allah untuk menceraikan istri. [Hadits shahih. Riwayat

ii

Bukhari (no. 5332), Muslim (no. 1471), Abu Dawud dalam "Aunul Ma"bud (VI/227 no.
2165) dan An-Nasa"i (VI/138)].
2. Talak bidi adalah talak yang dijatuhkan suami melalui cara-cara yang tidak diakui
syariat islam yaitu:
a. Menalak isteri dengan tiga kali talak sekaligus,
b. Menalak isteri dalam keadaan haidh,
c. Menalak isteri dalam keadaan nifas, dan Menjatuhkan talak isteri dalam keadaan suci
tetapi telah digauli sebelumnya, padahal kehamilannya belum jelas.

Ulama fikih juga sepakat menyatakan bahwa menjatuhkan talak bidi hukumnya haram
dan pelakunya mendapat dosa. Akan tetapi apabila terjadi juga seperti tersebut di atas,
maka jumhur mengatakan talaknya tetap jatuh. Alasan mereka adalah talak bidi itupun
termasuk dalam keumuman ayat-ayat yang berbicara tentang talak, seperti
surah al- Baqarah ayat 229-230, at-Talak ayat 1-2, dan hadits Nabi SAW dalam kasus
Abdullah bin Umar yang menjatuhkan talak terhadap isterinya yang sedang haid.
Rasulullah bersabda Suruh dia kembali pada isterinya sampai ia suci, kemudian suci,
lalu suci lagi setelah itu jika ia ingin menceraikan isterinya itu, dan jika ingin menalak
juga lakukanlah ketika itu (ketika suci belum digauli ( H.R. Muslim, Abu Dawud , Ibnu
Majash dan an Nasai ) ( Abdul Azizi Dahlam et.al 1996:1783)Pengertian Talak Dalam
Hukum Positif.
Dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UU No.1/1974) dan
Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975( PP.No 9/1975 ) tentang Pelaksanaan UU
No.1/1975 dalam pengertian umum tidak terdapat definisi talak, kecuali definisi talak
dapat dilihat pada pasal 117 Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) yang berbunyi sebagai
berikut :
Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu
sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129,130
dan 131
Bunyi pasal 129 KHI berbunyi sebagai berikut :
Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan permohonan
baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal
isteri dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu
Pasal 130 KHI berbunyi sebagai berikut :
Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut dan terhadap
(ke) putusan tersebut dapat diminta upaya hukum banding dan kasasi .
Sedangkan bunyi pasal 131 KHI berbunyi :
Pengadilan Agama yang bersangkutan mempelajari permohonan dimaksud pasal 129
dalam waktu selambat-lambatnya tiga puluh hari memanggil pemohon dan isterinya

ii

untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud
menjatuhkan talak.
Pasal 39 ayat (1) UU. No.1/1974 menyatakan bahwa :
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Pasal 66 UU. No.1/1974 berbunyi sebagai berikut :
Ayat (1) Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan isterinya
mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna
menyaksikan ikrar talak.
Ayat (2) Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat, kecuali apabila termohon dengan
sengaja meninggalkan tempat kediaman yang digunakan bersama tanpa izin pemohon.
Menurut pasal 14 PP Nomor 9/1975 dinayatakan bahwa :
Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut Agama Islam, yang akan
menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang
berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya dengan alasanalasannya
serta meminta kepada Pengadilan agar dilaksanakan untuk keperluan itu.
Pasal tersebut di atas secara lex spesialis ditujukan kepada suami yang akan menceraikan
isterinya
Kesaksian Talak Menurut Ahli Fikih dan Menurut Hukum Positif.
Kalangan mazhab Hanafi, Maliki, Syafii (kecuali pada qaul qadimnya Imam Syafii
berpendapat bahwa pengucapan talak seorang suami terhadap isterinya memerlukan dua orang
saksi ) dan Hanbali berpendapat bahwa pengucapaan talak seorang suami terhadap isterinya tidak
perlu adanya saksi, alasan mereka berpendapat demikian karena talak merupakan hak mutlak
seorang suami terhadap isterinya, sedangkan suami yang akan menjatuhkan talak terhadap
isterinya itu tidak dituntut untuk menghadirkan saksi, selain itu mereka berpendapat tidak ada
satu dalilpun yang menunjukkan bahwa seorang suami dalam menjatuhkan talak terhadap
isterinya memerlukan saksi.
Berbeda halnya dengan ulama Syiah Imamiyah mereka berpendapat bahwa seorang suami yang
akan menjatuhkan talak terhadap isterinya perlu disaksikan oleh dua orang saksi dengan
mengambil argumerntasi pengertian secara umum surah at Talak (65) ayat 2 (Abdul Aziz Dahlan
et.al 1996:1783) yang berbunyi sebagai berikut :
.. wa asyhiduu dzawai adlin minkum wa aqiimuu asy syahadata lillahi artinya :. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu, dan hendaklah kamu tegakkan
kesaksian itu karena Allah..(Q.S. at-Talak ayat 2).
Imam Abu Dawud menceritakan bahwa Imran bin Husain pernah ditanya tentang seseorang yang
menjatuhkan talak isterinya tanpa saksi, kemudian ia rujuk dengan isterinya itu tanpa saksi pula.

ii

Imran bin Husain ketika itu menyatakan dia talak isterinya tidak sesuai dengan sunah
(Rasulullah) dan dia kembali kepada isterinya tidak sesuai dengan sunnah. Persaksikanlah
talaknya itu dan persaksikan pula rujuknya.
Menurut pasal 66 ayat (1) UU No.1/1974 sebagaimana yang penulis kutip di atas maka talak
yang akan diucapkan oleh suami terhadap isterinya selain setelah mengikuti sidang-sidang dan
mendapat izin dari Pengadilan, maka Pengadilan membuka sidang guna penyaksian terhadap
suami yang akan menjatuhkan talak terhadap isterinya.
Tampaknya pembuat Undang-undang pencantuman pasal 66 ayat (1) UU No.1/1974 diilhami
pendapat ulama Syiah dan (qaul qadimnya Imam Syafii) yang mensyaratkan adanya dua orang
saksi bila seseorang akan menceraikan/mentalak isterinya.
Dari uraian tersebut di atas maka menurut fikih dan hukum positif ada perbedaan dan kesamaan
tentang seseorang yang akan menceraikan isterinya yaitu :
a. Persamaannya, menurut ulama Syiah Imamiyah (termasuk qaul qadimnya Imam
Syafii) dan hukum positif bahwa seseorang dalam mengucapkan/mentalak isterinya
perlu adanya saksi.
b. Perbedaannya, bahwa jumhur ulama mengatakan, pengucapan talak seorang suami
terhadap isterinya tidak perlu adanya saksi, sedangkan dalam hukum positif
menyatakan bahwa dalam menjatuhkan talak seorang suami terhadap isterinya
diperlukan saksi
Tindakan Pengadilan Terhadap Perkara Cerai Talak di Bawah Tangan Sementara
Pihak Berperkara Akan Rujuk

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari tulisan tersebut di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan(konklusi ) bahwa:
1. Talak adalah perceraian yang dilakukan dan diucapkan oleh suami terhadap isterinya di
depan persidangan Pengadilan setelah Pengadilan memberi izin kepada suami
(Pemohon).
2. Talak sunni adalah talak yang terjadi manakala seorang suami mentalak istri yang telah
dicampurinya dengan sekali talak, yang dia jatuhkan ketika istrinya dalam keadaan suci
dari haidh dan pada masa itu dia belum mencampurinya.
3. Talak bidi ialah talak yang dijatuhkan pada waktu dan jumlah yang tidak tepat. Talak
bidI merupakan talak yang dilakukan bukan menurut petunjuk syariah, baik mengenai
waktunya maupun cara-cara menjatuhkannya.
B. SARAN

ii

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,maka dari itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.semoga makalah ini
bermanfaat bagi seluruh pembaca khususnya bagi penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Al Quranul Karim
Abd Aziz et.al, Ensiklopedi Hukum Islam,Kompilasi Hukum Islam,
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975,
MARI, Himpunan Tanya Jawab Permasalahan Dan Paparan Pada rapat
KerjaNasional MARI Dengan Jajaran Pengadilan pada 4 (empat) Lingkungan

Peradilan
Seluruh Indonesia tahun 2007 dan tahun 2008,
Sayyid Sabiq, Fiqh as Sunnah,
W.J.S. Poerwadaminta, Kamus bahasa Indonesia.
Rafiq, Hukum Islam di Indonesia

ii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb.


Kita panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahjkan
rhmat-NYA, sehingga kami penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Tidak lupa
Shalawat serta salam selalu kita curahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW
yang telah membimbing umatnya di jalan yang benar.
Kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang sudah membantu dalam penyusunan
makalah ini.Makalah ini kami susun berdasarkan tugas Fiqih. TALAK BIDI DAN TALAK
SUNNI merupakan judul yang kami berikan untuk Makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kaum khalayak. Penyusun juga
meminta maaf apabila banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Wassalamualaikum.
Wr. Wb.

ii

Raha, Juni 2013

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................i


DAFTAR ISI .................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................1
B. Tujuan ...............................................................................................1
C. Rumusan Masalah .............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.

Pengertian Talak Dalam Prespektif Kefikian.................................... 2


Dasar Hukum Talak........................................................................... 3
Hukum-Hukum Talak.................................................................... 4
Pengertian Talak sunni Dan talak Bidi............................................. 5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .......................................................................................10
B. Saran .................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................11

TUGAS KELOMPOK
ii

FIQIH
TALAK BIDI DAN TALAK SUNNI

OLEH :
KELOMPOK 7
1. SARIFATI
2. SITTI ENI
3. SITTI HARFIDA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)


SYARIF MUHAMMAD RAHA
2013 / 2014

ii

Anda mungkin juga menyukai