Anda di halaman 1dari 7

PRESENTASI KASUS

PERITONSILER ABSES
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung dan Tenggorok
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan kepada Yth:


dr. Asti Widuri, Sp. THT-KL, M. Kes

Diajukan oleh:
Julia Choirina

BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROK


RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi Kasus

Peritonsiler Abses

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung dan Tenggorok
Di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :
Julia Choirina

Mengetahui
Dosen Penguji Klinik

dr. Asti Widuri, Sp. THT-KL, M. Kes

BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien

: Tn. I

Umur

: 25 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Buruh

Agama

: Islam

Alamat

: Tegalrejo

Tanggal Periksa

: 23-03-2016

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama:
Nyeri menelan
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien laki-laki, 25 tahun, diantar ke IGD dengan keluhan nyeri menelan
1 minggu. Keluhan disertai dengan demam. Pasien menyatakan sakit berawal
ketika pasien mengonsumsi air dingin setelah bekerja. Sebelumnya pasien tidak
pernah mengonsumsi air dingin dalam jumlah banyak. Setelah beberapa jam,
pasien merasa tenggorokan mulai terasa tidak nyaman dan nyeri saat menelan.
Keluhan kemudian diikuti dengan demam. Pasien berobat ke puskesmas dan
mendapatkan parasetamol dan obat lainnya (pasien tidak mengingat namanya).
Keluhan mereda selama beberapa hari, namun kemudian muncul kembali.
Pasien menyatakan muncul benjolan di daerah bawah dagu dan nyeri saat akan
membuka mulut sehingga pasien merasa kesulitan saat akan makan dan minum.
Pasien menyangkal adanya mual, muntah, dan riwayat batuk pilek. Pasien
menyatakan air liur bertambah banyak sehingga pasien seringkali harus
membuang ludah.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), DM (-), alergi (-) tonsillitis (+) saat kecil
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), DM (-), alergi (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
1

Kesadaran
: Compos Mentis
Vital Sign
:
- Tekanan Darah
: 101/57 mmHg
0
-Suhu
: 36,3 C
-Nadi
: 90 x/menit
-Respirasi Rate : 20 x/menit
Status Lokalis
Tenggorokan dan Laring (Leher)
Inspeksi, Palpasi
Trakhea letak sentral, gld. Thyroid tidak teraba, Lnn teraba
Cavum oris : Karies (-), gigi tanggal (-) ,mukosa mulut kering,
papil lidah putih, lidah mobile, uvula sentral,
massa (-)
Faring
Tonsil

: mukosa hiperemis, faring sulit dinilai


: hiperemis, pustulasi (+), membesar T3/T3

Arcus palatoglossus : hiperemis, massa (-), edema (+)


Arcus palatopharingeus : hiperemis, massa (-) edema (+)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi 22-03-2016
JENIS PEMERIKSAAN
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
HIV
Gula Darah Sewaktu

HASIL
15.7
11.8
208
44
NON REAKTIF
54

NILAI RUJUKAN
12.0 17.0
4 10
150 450
39 52
NON REAKTIF
70 140

SATUAN
g/ dl
rb/ uL
rb/ uL
%
mg/dl

V. DIAGNOSIS
Abses peritonsiler
VI. TERAPI
Infus RL 18 tpm
Injeksi Cefotaxim 1 gr/ 12 jam
Injeksi metil prednisolone 62,5 mg/ 12 jam
Diet Lunak

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang
bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman
penyebab sama dengan penyebab tonsilitis, dapat ditemukan kuman aerob dan
anaerob.
C. GEJALA
Selain gejala dan tanda tonsillitis akut, juga terdapat odinofagia (nyeri
menelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga terjadi nyeri telinga
(otalgia) mungkin terdapat muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore),
banyak ludah (hipersalivasi), suara gumam (hot potato voice), dan kadang-kadang
sukar membuka mulut (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula
dengan nyeri tekan.
D. PATOLOGI
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar,
oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menemoati
daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak.
Walaupun sangat jarang, abses peritonsil dapat terbentuk di bagian inferior.
Pada stadium permulaan (stadium infiltrate), selain pembengkakan tampak
permukaannya hiperemis. Bila proses berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah
tersebut lebih lunak. Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan uvula ke
arah kontralateral.
Bila proses berlangsung terus, peradangan jaringan di sekitarnya akan
menyebabkan iritasi pada m. pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses
dapat pecah spontan, mungkin dapat terjadi aspirasi ke paru-paru.
E. PEMERIKSAAN
Kadang-kadang sukar memeriksa seluruh faring, karena trismus. Palatum
mole tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Uvula
bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin
banyak dendrites dan terdorong ke arah tengah, depan, dan bawah.
F. TERAPI
3

Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika golongan penisilin atau


klindamisin, dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat
dan kompres dingin pada leher.
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian
diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling
menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula
dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit.
Kemudian pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi. Bila dilakukan
bersama-sama drainase abses, disebut tonsilektomi a chaud. Bila tonsilektomi
dilakukan 3-4 hari sesudah drainase abses, disebut tonsilektomi a tiede, dan bila
tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses, disebut tonsilektomi a froid.
Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3
minggu sesudah drainase abses.
G. KOMPLIKASI
1) Abses pecah spontan, dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru atau
piemia.
2) Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses
parafaring. Pada penjalaran selanjutnya, masuk ke mediastinum, sehingga terjadi
mediastinitis.
3) Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat mengakibatkan trombus
sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.

REFERENSI

Arsyad, E. 2014. Buku Ajar Ilmu THT. Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai