Anda di halaman 1dari 11

PERCOBAAN III

ANALISA BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK


ARIANI DWI PUTRI
IKA RESTU PURWANTI
NABILA QORINA FIRDAUS
RARA CITRA SULISTINA
SATRIO NUGROHO

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M / 1437 H

PERCOBAAN III
PENENTUAN KADAR FORMALIN PADA PRODUK BASO
I.

Dasar Teori
Dewasa ini, produk pangan semakin baragam bentuknya, baik
itu

dari

segi

jenisnya

pengolahannya.

Namun

maupun
seiring

dari

segi

dengan

rasa

semakin

dan

cara

pesatnya

teknologi pengolahan pangan, penambahan bahan-bahan aditif


pada produk pangan sulit untuk dihindari. Akibatnya keamanan
pangan telah menjadi dasar pemilihan suatu produk pangan yang
akan dikonsumsi. Dalam proses keamanan pangan, dikenal pula
usaha

untuk

menjaga

daya

tahan

suatu

bahan

sehingga

banyaklah muncul bahan-bahan pengawet yang bertujuan untuk


memperpanjang masa simpan suatu bahan pangan. Namun
dalam praktiknya di masyarakat, masih banyak yang belum
memahami perbedaan penggunaan bahan pengawet untuk
bahan-bahan pangan dan non pangan. Formalin merupakan
salah satu pengawet non pangan yang sekarang banyak
digunakan untuk mengawetkan makanan.
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya
sangat menusuk. Formalin adalah nama dagang dari campuran
formaldehid dengan konsentrasi rata-rata 37%, metanol 15% dan
sisanya adalah air.
Methylene

Nama lain dari formalin adalah Formol,

aldehyde,

Paraforin,

Morbicid,

Oxomethane,

Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform,


Formaldehyde, dan Formalith ( Astawan, 2006 ). Berat Molekul
Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul HCOH. Karena
kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke
dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif,
dapat bereaksi dengan gugus NH2 dari protein yang ada pada
tubuh membentuk senyawa yang mengendap (Harmita, 2006).
Karakteristik fisiko kimia formaldehid menurut WHO (2002):

Nama

Formaldehida, metanal, metil


aldehida, metilen oksida
H2CO
30.03
-118 to -92C
-21 to -19C
155.1 K (-118.0 C)
1.13 x 103 kg/m3
(Pa, 25C) 516000
(mg/liter, 25C) 400000 550000
1 ppm = 1.2 mg/m3

Rumus Kimia
Berat Molekul
Titik Leleh
Titik Didih
Triple Point
Densitas
Tekanan Uap
Kelarutan
Faktor Konversi

Gambar 1. Struktur Kimia Formaldehida


Penggunaan formalin antara lain sebagai pembunuh kuman
sehingga digunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian
dan kapal, pembasmi lalat dan serangga lainnya, bahan pembuat
sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak.
Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras
lapisan gelatin dan kertas, bahan pembentuk pupuk berupa urea,
bahan pembuatan produk parfum, bahan pengawet produk
kosmetik dan pengeras kuku, pencegah korosi untuk sumur
minyak, bahan untuk isolasi busa, bahan perekat untuk produk
kayu lapis (playwood), dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1
% ) digunakan sebagai pengawet, pembersih rumah tangga,
cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil,
lilin dan karpet ( Astawan, 2006 ).
Mekanisme

formalin

sebagai

pengawet

adalah

jika

formaldehid bereaksi dengan protein sehingga membentuk


rangkaian-rangkaian antara protein yang berdekatan. Akibat dari
reaksi tersebut protein mengeras dan tidak dapat larut. Sifat
penetrasi formalin cukup baik, tetapi gerakan penetrasinya

lambat sehingga walaupun formaldehid dapat digunakan untuk


mengawetkan sel-sel tetapi tidak dapat melindungi secara
sempurna, kecuali jika diberikan dalam waktu lama sehingga
jaringan menjadi keras (Herdiantini, 2003).
Formalin bukan pengawet makanan tetapi banyak digunakan
oleh industri kecil untuk mengawetkan produk makanan karena
harganya yang murah sehingga dapat menekan biaya produksi,
dapat membuat kenyal, utuh, tidak rusak, praktis dan efektif
mengawetkan makanan (Widowati & Sumyati, 2006). Larangan
penggunaan formalin sebagai bahan tambahan makanan telah
tercantum dalam Permenkes RI No.033 tahun 2012, tentang
Bahan Tambahan Pangan, pada Lampiran II tentang bahan yang
dilarang digunakan sebagai BTP.
Bahan yang Dilarang Digunakan Sebagai BTP
No.

Nama Bahan

1.

Asam borat dan senyawanya (Boric acid)

2.

Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt)

3.

Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC)

4.

Dulsin (Dulcin)

5.

Formalin (Formaldehyde)

6.

Kalium bromat (Potassium bromate)

7.

Kalium klorat (Potassium chlorate)

8.

Kloramfenikol (Chloramphenicol)

9.

Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)

10

Nitrofurazon (Nitrofurazone)

11.

Dulkamara (Dulcamara

12.

Kokain (Cocaine)

13.

Nitrobenzen (Nitrobenzene)

14

Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate)

15.

Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)

16.

Biji tonka (Tonka bean)

17.

Minyak kalamus (Calamus oil)

18.

Minyak tansi (Tansy oil)

19.

Minyak sasafras (Sasafras oil)

Kontaminasi formaldehida dalam bahan makanan sangat


membahayakan tubuh. Menurut Winarno dan Rahayu (1994),
pemakaian

formalin

pada

makanan

dapat

menyebabkan

keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa timbul antara


lain sukar menelan, sakit perut akut disertai muntah-muntah,
mencret

berdarah,

timbulnya

depresi

susunan

saraf,

atau

gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat


tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri
(kencing

darah),

dan

haimatomesis

(muntah

darah)

yang

berakhir dengan kematian injeksi formalin dengan dosis 100


gram dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam. Oleh
karena itu perlu diakukan praktikum tentang uji formalin pada
beberapa produk makanan.
Terdapat beberapa cara untuk menganalisis formaldehida
dalam

sampel

makanan,

antara

lain

dengan

metode

asidialkalimetri, titrasi iodometri, kolorimetri (Altshuller, Miller, &


Sleva, 1961; Nash, 1953), spektrofotometri (Wang, Cui, & Fang,
2007), kromatografi cair kinerja tinggi (Li, Zhu, & Ye, 2007), dan
kromatografi gas (Bianchi, Careri, Musci, & Mangia, 2007
II.

Tujuan

Mengetahui adanya kandungan formalin pada beberapa


sampel bakso di sekitar kampus UIN Syarif Hidayatuallah Jakarta
dengan menggunakan metode titrasi iodometri
III.

METODELOGI
3.1 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam praktiku ini antara lain
neraca analitik, mortar, labu ukur, spatula, buret, kertas saring,
gelas ukur, pipet ukur, erlenmeyer, gelas beker dan peralatan gelas
lainnya.
Bahan yang digunakan adalah sampel otak-otak ikan, larutan
formaldehid, NaOH 1 N, larutan iodin 0,1 N, aquadest, asam sulfat
30%, larutan natrium tiosulfat 0,1 N dan indikator kanji.
3.2 Prosedur Kerja
Sebanyak 1 gram sampel yang telah dihaluskan, ditimbang

kemudian ditambahkan aquadest hingga volume 100 mL. Setelah


diambil 10 mL larutan sampel dan ditambahkan 5 mL larutan I 2 0,1
N, 20 mL larutan KOH 1 N dan 5 mL larutan H 2SO4 30%. Larutan
kemudian disimpan di tempat gelap selama 15 menit lalu ditirasi
dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N dengan indikator kanji.
Dilakukan perlakuan yang sama untuk blanko.
IV.

PEMBAHASAN
Praktikum kali ini penetuan kadar formalin dalam suatu sampel

berupa otak-otak.

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan

kadar formaldehida dalam formalin. Senyawa formaldehida itu sendiri


yaitu merupakan aldehida yang berbentuk gas dengan rumus kimia
HCHO. Meskipun dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud
gas tetapi bisa larut dalam air yang biasa disebut dengan formalin (dalam
kadar 37%). Formaldehid merupakan senyawa aldehyde dengan jumlah
atom

karbon

tergolong

satu.

reduktor

Karena
kuat.

memiliki
Oksidasi

gugus
dari

aldehyde,

senyawa

formaldehid

aldehyde

akan

menghasilkan asam karboksilat, dimana pada kasus ini Formaldehyde


dioksidasi menjadi asam format (asam semut). Formaldehyde digunakan
untuk mengawetkan jasad karena sifatnya yang mudah mengikat air

(higroskopis) sehingga dapat menghambat pembusukan jasad akibat


bakteri.
Selain

digunakan

untuk

digunakan pada industri tekstil

mengawetkan

jasad,

Formalin

juga

pada proses penyempurnaan sebagai

resin anti kusut, resin anti hama, dan resin anti jamur. Formalin memang
digunakan sebagai bahan pengawet tetapi tidak untuk bahan pangan.
Maraknya penyalahgunaan bahan kimia formalin sebagai pengawet
makanan dewasa ini bukanlah merupakan hal yang baru lagi. Penggunaan
formalin (dalam bahasa kimianya disebut juga formaldehide) tersebut
terbukti berdampak buruk bagi kesehatan konsumen, mulai dari iritasi
ringan

sampai

dengan

gangguan

kesehatan

yang

mengakibatkan

kematian. Larangan terhadap penggunaan formalin sebagai pengawet


makanan sebenarnya sudah lama diterapkan, yaitu dalam Permenkes No.
722 1 MENKES 1 PER I IX l 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan
sebagaimana telah diubah dengan Permenkes No. 1168 / MENKES 1 PER 1
X I 1999, namun penyalahgunaan bahan kimia tersebut dewasa ini masih
banyak ditemukan.
Pada percobaan kali ini dilakukan identifikasi terhadap kandungan
formalin dalam bahan pangan olahan berupa otak-otak yang beredar di
pasaran. Penetapan kadar formalin pada praktikum ini dilakukan dengan
metode Titrasi Iodometri. Metode Iodimetri termasuk proses titrasi secara
langsung, yang dimaksud titrasi langsung adaah titrasi dimana analit
secara

langsung

digunakan

sebagai

titran.

Pada

iodimteri

ini

menggunakan iodium sebagai penitar. Iodometri termasuk proses titrasi


secara tidak langsung dan titrannya menggunakan larutan natrium
tiosulfat (Na2S2O3). Hal ini disebabkan karena iodium yang dititrasi
berasal dari donor iodium yaitu KI atau NaI. Indikator yang digunakan
pada titrasi Iodometri adalah indikator kanji (amilosa) yang akan
menghasilkan warna biru ketika bereaksi dengan I 2. Akan tetapi,
penambahan kanji dilakukan saat konsentrasi I2 sudah sedikit. Jika kanji
ditambahkan saat I2 masih banyak, maka kanji akan mengurung

I2 sehingga tidak semua I2 bereaksi dengan Tio. Akibatnya, jumlah titran


yang dibutuhkan semakin sedikit dari yang seharusnya.
Pada

penetapan

kadar

Formaldehid

Langkah

pertama

yang

dilakukan adalah mengekstrak atau melarutkan formalin yang terkandung


dalam dengan ditumbuk dan dilarutkan didalam Aquades, hal ini
bertujuan untuk memperkecil kesalahan pada saat titrasi. Pada penetapan
kadar formalin ini menggunakan ini menggunakan cara titrasi iodo
iodimetri yaitu titrasi dengan menggunakan larutan iodium (iodimetri)
atau titran dengan menggunakan larutan natrium tiosulfat (iodometri).
Prinsipnya pada percobaan ini larutan contoh direaksikan terlebih dahulu
dengan larutan iodium lalu kelebihan iodium dititrasi dengan larutan
natrium tiosulfat. Iodium mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat:
I2 + 2 S2O32- + 5 H2O 8I- + 2SO42- + 10H+
Reaksinya cepat berlangsung sempurna dan tidak ada reaski
sampingan. Warna larutan iodium cukup kuat sehingga iodium dapat
bekerja sebagai indikatornya sendiri. Akan tetapi lebih umum digunakan
suatu larutan kanji atau amilum karena warna biru tua dari kompleks
kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium.
Kepekaan lebih besar daam larutan yang sedikit asam oleh karena itu
ditambahkan 1 mL H2SO4 pekat dalam larutan netral dan lebih besar
dengan adanya ion iodida. Pada penetapan kadar formaldehid ini
menggunakan indikator kanji yang ditambahkan sebelum dititrasi dengan
Na2S2O3. Pada proses praktikum penentuan formaldehid dalam formalin
terjadi beberapa reaski sebagai berikut:
NaOH + I2 NaIO + NaI + H2O
NaIO + HCHO HCOOH + NaI
NaIO + NaI + 2HCl NaCl + H2O + I2
I2 + Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
Fungsi dari larutan Natruim Thiosulfat itu sendiri yaitu untuk
mengikat iodin yang berlebih. Setelah dititrasi, larutan diberi indikator
kanji dengan tujuan untuk mengukur kepekaan terhadap iod. Pada hal ini,

kanji yang digunakan yaitu kanji yang banyak mengandung


karena jika kanji yang digunakan mengandung

-amilosa

-amilosa dan

amilopektin akan membentuk senyawa kompleks kemerahan dengan

iod

dan susah dihilangkan. Akan tetapi, dalam praktikum ini, setelah sampel
ditetesi dengan indicator kanji, tidak terjadi perubahan warna (tetap
bening). Hal ini menunjukkan jika sebagian iod

telah

Sehingga

sampel

saat

ditetesi

larutan

kanji,

habis

bereaksi.

juga

tidak

menunjukkan perubahan warna (tetap bening). Karena fungsi larutan kanji


disini adalah sebagai indikator yang mengikat sisa iod. Namun karena iod
telah habis bereaksi dengan larutan Natruim Thiosulfat, maka saat ditetesi
indikator kanji, sampel tidak berubah menjadi warna biru.
Kadar
berdasarkan

formalin

yang

terkandung

didalam

sampel

otak-otak

hasil pengujian dan perhitungan didapatkan kadarnya

sebesar 11,056 %. Kadar ini sangatlah tinggi mengingat formalin bukanlah


suatu bahan tambahan pangan berupa bahan pengawet yang diizinkan
penggunaannya didalam suatu bahan pangan dengan kadar sedikitpun.
Formalin memiliki efek samping negatif terhadap tubuh baik terpapar
melalu pernafasan maupun melalu pencernaan. Efek tersebut dapat
berupa akut dan kronis, berikut ini merupakan penjabaran dari bahaya
terpapar formalin. Formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit
dan tertelan. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa luka bakar pada kulit,
iritasi pada saluran pernafasan, reaksi alergi dan bahaya kanker pada
manusia.
o Bahaya jangka pendek (akut)
1. Bila terhirup

Iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan pernafasan, rasa


terbakar pada hidung dan tenggorokan serta batuk-batuk.

Kerusakan jaringan dan luka pada saluran pernafasan seperti radang


paru, pembengkakan paru.

Tanda-tada lainnya meliputi bersin, radang tekak, radang tenggorokan,


sakit dada, yang berlebihan, lelah, jantung berdebar, sakit kepala,
mual dan muntah.

Pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.


2. Bila terkena kulit

Apabila terkena kulit maka akan menimbulkan perubahan warna, yakni


kulit menjadi merah, mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar.
3. Bila terkena mata

Apabila terkena mata dapat menimbulkan iritasi mata sehingga


matamemerah, rasanya sakit, gata-gatal, penglihatan kabur dan
mengeluarkan air mata.

Bila merupakan bahan berkonsentrasi tinggi maka formalin dapat


menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat dan terjadi kerusakan
pada lensa mata.

4. Bila tertelan

Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar,


sakit

menelan,

mual,

muntah

dan

diare,

kemungkinan

terjadi

pendarahan , sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan


darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma.

Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa,
pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal.
o Bahaya jangka panjang (kronis)
1. Bila terhirup

Apabila terhirup dalam jangka lama maka akan menimbulkan sakit


kepala, gangguan sakit kepala, gangguan pernafasan, batuk-batuk,
radang selaput lendir hidung, mual, mengantuk, luka pada ginjal
dan sensitasi pada paru.

Efek

neuropsikologis

meliputi

gangguan

tidur,

cepat

marah,

keseimbangan terganggu, kehilangan konsentrasi dan daya ingat


berkurang.

Gangguan haid dan kemandulan pada perempuan

Kanker pada hidung, ronggga hidung, mulut, tenggorokan, paru dan


otak.

2. Bila terkena kulit

Apabila terkena kulit, kulit terasa panas, mati rasa, gatal-gatal serta
memerah, kerusakan pada jari tangan, pengerasan kulit dan kepekaan
pada kulit, dan terjadi radang kulit yang menimbulkan gelembung.
3. Bila terkena mata
Jika terkena mata, bahaya yang paling menonjol adalah terjadinya radang
selaput mata.
4. Bila tertelan
Jika tertelan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, muntahmuntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggrokan, penurunan
suhu badan dan rasa gatal di dada.

Anda mungkin juga menyukai