Anda di halaman 1dari 19

Indah Pratiwi (406147034)

EPILEPSI
DEFINISI

Definisi konseptual:
o Epilepsi adalah Kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk
menimbulkan bangkitan epileptic yang terus menerus, dengan konsekuensi
neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial. Definisi ini mensyaratkan
terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptic.
o Bangkitan epileptik ialah terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat
aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak.

Definisi operasional/definisi praktis :


Epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut:
1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan dengan jarak
waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam.
2. Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan kemungkinan
terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan sama dengan (minimal
60%) bila terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi/ bangkitan refleks (misalkan
bangkitan pertama yang terjadi 1 bulan setelah kejadian stroke, bangkitan
pertama pada anak yang disertai lesi structural dan epileptiform dischargers)
3. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi.
Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus
spesifik, seperti stimulasi visual, auditorik, somatosensitf, dan somatomotor.

KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi (ILAE) terdiri
atas dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk
sindrom epilepsi.
Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi
1. Bangkitan parsial/fokal
a. Bangkitan parsial sederhana
i. Dengan gejala motorik
ii. Dengan gejala somatosensorik
1

Indah Pratiwi (406147034)

iii. Dengan gejala otonom


iv. Dengan gejala psikis
b. Bangkitan parsial kompleks
i. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran
ii. Bangkitan yang disertai gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
i. Parsial sederhana yang menjadi umum
ii. Parsial kompleks menjadi umum
iii. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks, lalu menjadi umum
2. Bangkitan umum
a. Lena (absence)
b. Mioklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Tonik-klonik
f. Atonik/astatik
3. Bangkitan tak tergolongkan
Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi
1. Fokal/partial (localized related)
a. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal (childhood
epilepsi with centrotemporal spikesI)
Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital.
Epilepsi prmer saat membaca (primary reading epilepsi)
b. Simtomatis
Epilepsi parsial kontinua yang kronis progresif pada anak-anak (Kojenikows
Syndrome)
Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan (kurang
tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsi)
Epilepsi lobus temporal, lobus frontal, lobus parietal, oksipital.
c. Kriptogenik
2. Epilepsi umum
2

Indah Pratiwi (406147034)

a. Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)


Kejang neonates familial benigna
Kejang neonates benigna
Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
Epilepsi lena pada anak , epilepsi pada remaja.
Epilepsi mioklonik pada remaja
Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik pada saat terjaga
Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang spesifik
b. Kriptogenik atau simtomatis (berurutan sesuai dengan peningkatan usia)
Sindrom West, Sindrom Lennox-Gastaut
Epilepsi mioklonik astatik
Epilepsi mioklonik lena
c. Simtomatis
Ensefalopati mioklonik dini
Ensefalopati pada infantile dini dengan dengan burst suppression
Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain.
d. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
Bangkitan umum dan fokal
o Bangkitan neonatal , Epilepsi mioklonik berat pada bayi
o Epilepsi dengan gelombang paku kontinu selama tidur dalam \
o Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner)
o Epilepsi yang tidak termasuk klasifikasi di atas
Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
e. Sindrom khusus
Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
o Kejang demam
o Bangkitan kejang/status epileptikus yang timbul hanya sekali isolated
o Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic akut, atau
toksis, alkohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi nonketotik.
o Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesfik (epilepsi refrektorik)
3

Indah Pratiwi (406147034)

ETIOLOGI EPILEPSI
Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, sebagai berikut:
1.

Idiopatik Tidak terdapat lesi structural di otak atau deficit neurologis. Diperkirakan
mempunyai predisposisi genetik dan umumnya berhubungan dengan usia.

2.

Kriptogenik Dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk


di sini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik.
Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati difus.

3.

Simtomatis Bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi structural pada otak,


misalnya; cedera kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, lesi desak ruang, gangguan
peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), metabolic, kelainan neurodegeneratif.

DIAGNOSIS
Diagnosis epilepsi ditegakkan terutama dari anamnesis, yang didukung dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Tiga langkah dalam menegakkan diagnosis :

Pastikan adanya bangkitan epileptic

Tentukan tipe bangkitan berdasarkan klasifikasi ILAE 1981

Tentukan sindroma epilepsi berdasarkan klasifikasi ILAE 1989

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.


1. Anamnesis: auto dan alloanamnesis dari orang tua atau orang sekitar pasien.
a. Gejala dan tanda sebelum, salam, dan pascabangkitan:
Sebelum bangkitan/ gajala prodomal

Kondisi fisik dan psikis yang

mengindikasikan akan terjadinya bangkitan, misalnya perubahan prilaku, perasaan


lapar, berkeringat, hipotermi, mengantuk, menjadi sensitive, dan lain-lain.
Selama bangkitan/ iktal
o Apakah terdapat aura, gejala yang dirasakan pada awal bangkitan?
o Bagaimana pola/ bentuk bangkitan, mulai dari deviasi mata, gerakan kepala,
gerakan tubuh , vokalisasi, aumatisasi, gerakan pada salah satu atau kedua lengan
dan tungkai, bangkitan tonik/klonik, inkontinensia, lidah tergigit, pucat,
berkeringat, dan lain-lain. ( Akan lebih baik bila keluarga dapat diminta
menirukan gerakan bangkitan atau merekam video saat bangkitan)
4

Indah Pratiwi (406147034)

o Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan? Apakah terdapat perubahan pola
dari bangkitan sebelumnya ?
o Aktivitas penyandang saat terjadi bangkitan, misalnya saat tidur, saat terjaga,
bermain video game, berkemih, dan lain-lain.
Pasca bangkitan/ post- iktal:
o Bingung, langsung sadar, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, Todds paresis.
b. Faktor pencetus: kelelahan, kurang tidur, hormonal, stress psikologis, alkohol.
c. Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antara
bangkitan, kesadaran antara bangkitan.
d. Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya
e. Penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit neurologis psikiatrik maupun
sistemik yang mungkin menjadi penyebab maupun komorbiditas.
f. Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga
g. Riwayat saat berada dalam kandungan, kelahiran, dan tumbuh kembang, Riwayat
bangkitan neonatal/ kejang demam
h. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi susunan saraf pusat (SSP), dll.
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
a. Pemeriksaan fisik umum untuk mencari tanda-tanda gangguan yang berkaitan dengan
epilepsi, seperti : Trauma kepala , tanda-tanda infeksi, kelainan congenital, kecanduan
alcohol atau napza.
b. Pemeriksaan neurologis untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus
yang dapat berhubungan dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah
bangkitan, maka akan tampak pascabangkitan terutama tanda fokal yang tidak jarang
dapat menjadi petunjuk lokalisasi, seperti paresis Tod, gangguan kesadaran pascaiktal,
afasia pascaiktal.
3. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG)
Membantu menunjang diagnosis
5

Indah Pratiwi (406147034)

Membantu penentuan jenis bangkitan maupun sindrom epilepsi.


Membatu menentukanmenentukan prognosis
Membantu penentuan perlu/ tidaknya pemberian OAE.
2. Pemeriksaan pencitraan otak
Berguna untuk mendeteksi lesi epileptogenik diotak. MRI beresolusi tinggi ( minimal
1,5 Tesla) dapat mendiagnosis secara non-invasif berbagai macam lesi patologik.
Fuctional brain imaging seperti Positron Emission Tomography (PET), Singel Photon
Emission Computed Tomography (SPECT) dan Magnetic Resonance Spectroscopy
(MRS) bermanfaat dalam memberikan informasi tambahan mengenai dampak
perubahan metabolik dan perubahan aliran darah regional di otak berkaitan dengan
bangkitan.CT scan kepala lebih ditujukan untuk kasus kegawatdaruratan, karena teknik
pemeriksaannya lebih cepat. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam menentukan lesi
structural, maka MRI lebih sensitive dibandingkan CT scan kepala.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hematologis
o Pemeriksaan ini mencakup hb, leukosit dan hitung jenis, hematokrit, trombosit,
apusan darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium), kadar gula
darah sewaktu, fungsi hati (SGOT/SGPT), ureum, kreatinin dan albumin.
o Awal pengobatan sebagai salah satu acuan dalam menyingkirkan diagnosis
banding dan pemilihan OAE . Dua bulan setelah pemberian OAE untuk
mendeteksi efek samping OAE . Rutin diulang setiap tahun sekali untuk
memonitor samping OAE, atau bila timbul gejala klinis akibat efek samping
OAE.
DIAGNOSIS BANDING
Ada beberapa gerakan atau kondisi yang menyerupai kejang epileptic, seperti pingsan
(Syncope), reaksi konversi, panik dan gerakan movement disorder. Hal ini sering
membingungkan klinisi dalam menentukan diagnosis dan pengobatannya. Tabel berikut
menunjukkan beberapa pembeda antara kejang epileptic dengan berbagai kondisi yang
menyerupainya.

Indah Pratiwi (406147034)

TATALAKSANA
Tujuan terapi
Tujuan utama terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat hidup
normal dan tercapai kualitas hidup optimal. Harapannya adalah bebas bangkitan, tanpa efek
samping.

Untuk tercapainya

tujuan tersebut diperlukan beberapa upaya,

antara

samping/dengan efek samping yang minimal, menurunkan angka kesakitan dan kematian.
Terapi pada epilepsi dapat berupa terapi farmakologi dan nonfarmakologi.
Prinsip terapi farmakologi
OAE diberikan bila
1. Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
2. Terdapat minimum dua bangkitan dalam setahun
3. Pasien dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan.
7

Indah Pratiwi (406147034)

4. Pasien dan/ atau keluarga telah diberitahu kemungkinan efek samping dari OAE.
5. Bangkitan terjadi berulang walaupun factor pencetus sudah dihindari (misalnya:
alcohol, kurang tidur, stress, dll)
Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis
bangkitan dan jenis sindrom epilepsi.
Pemberian obat dimulai dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis
efektif tercapai atau timbul efek samping.
Kadar obat dalam plasma ditentukan bila:
o Bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif, diduga ada perubahan
farmakokinetik OAE (disebabkan oleh kehamilan, penyakit hati, penyakit ginjal,
gangguan absorpsi OAE) , diduga penyandang tidak patuh pada pengobatan,
setelah penggantian dosis/regimen OAE , untuk melihat interaksi antara OAE atau
obat lain.
Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis maksimum tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka diganti dengan OAE kedua. Caranya bila OAE telah mencapai kadar
terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap (tapering off). Bila terjadi bangkitan
saat penurunan OAE pertama maka kedua OAE tetap diberikan. Bila responsyang
didapat buruk, kedua OAE hareus diganti dengan OAE yan g lain. Penambahan OAE
ketiga baru dilakukan bila terdapat respons dengan OAE kedua, tetapi respons tetap
suboptimal walaupun pergunaan kedua OAE pertama sudah maksimal.
OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama
Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila
kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila:
o Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG
o Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan
bangkitan; misalnya meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak.
o Pemeriksaan neurologis dijumpai kelainan mengarah pada adanya kerusakan otak
o Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
8

Indah Pratiwi (406147034)

o Riwayat bangkitan simtomatis


o Riwayat trauma kepala terutama disertai penurunan kesadaran stroke, infeksi SSP
o Bangkitan pertama berupa status epileptikus
Efek samping OAE perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan profil
farmakologis tiap OAE dan interaksi farmnakokinetik antar-OAE.
Strategi untuk menceghah efek samping:
Pilih OAE yang paling cocok untuk karakteristik penyandang, lalu lakukan titrasi
dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil mengacu pada sindrom epilepsi dan
karakteristik penyandang.

Jenis obat antiepilepsi dan mekanisme kerjanya


Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, dosis OAE, efek samping
OAE, profil farmakologi, interaksi antara OAE. Obat Antiepilepsi terbagi dalam 8 golongan.
Akhir-akhir ini karbamazepin dan asam valproat memegang peran penting dalam pengobatan
epilepsy, karbamazepin untuk bangkitan parsial sederhana maupun kompleks,sedangkan
asam valproat terutama untuk bangkitan lena maupun bangkitan kombinasi lena dengan
bangkitan tonik-klonik.
1. Golongan Hidantoin
Dalam

golongan

hidantoin

dikenal

tiga

senyawa

antikonvulsi,

fenitoin

(Difenilhidatoin),mefinitoin dan etotoin dengan fenotoin sebagai prototipe. Fenitoin


adalah obat utama untuk hampir semua jenis epilepsy, kecuali bangkitan lena.
Adanya gugus fenil atau aromatic lainnya pada atom C penting untuk efek
pengendalian bangkitan tonik-klonik, sedangkan gugus alkilbertalian dengan efek
sedasi, sifat yang terdapat pada mefenitoin dan barbiturat, tetapi tidak padafenitoin.
Adanya

gugus

metal

pada

atom

akan

mengubah

spectrum

aktivitas

misalnyamefenitoin, dan hasil N dimetilisasi oleh enzim mikrosom hati menghasilkan


metabolit tidak aktif.
Farmakologi
9

Indah Pratiwi (406147034)

Fenitoin berefek anntikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP.Dosis toksik


menyebabkan eksitasi dan dosis letal menimbulkan rigditas deserebrasi.Sifat
antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke
bagianlain otak. Efek stabilitasi membran sel oleh fenitoin juga terlihat pada saraf tepi
dan membran sellainnya yang juga mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi
jantung. Fenitoin mempengaruhi perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini
khususnya dengan menggiatkan pompano + neuron.
Farmakokinetik
Absorbsi fenitoin yang diperlukan berlangsung lambat, 10% daridosis oral
diekskresikan melalui tinja dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plasma
dicapaidalam 3-12 jam. Bila dosis muatan (loading dose) perlu diberikan, 600-800 mg,
dalam dosisterbagi antara 8-12 jam, kadar efektif plasma akan tercapai dalam 24 jam.
Pada orang sehat, termasuk wanita hamil dan wanita pemakai obat kontrasepsi oral,
fraksi bebas kira-kira10%, sedangkan pada pasien dengan penyakit ginjal, penyakit hati
atau penyakit hepatorenal dan neonatus fraksi bebas bebas rata-rata di atas 15%. Pada
pasien epilepsi, fraksi bebas berkisarantara 5,8%-12,6%. Fenitoin terikat kuat pada
jaringan saraf sehingga kerjanya bertahan lebihlama tetapi mula kerja lebih lambat dari
fenobarbital.
Interaksi Obat
Kadar fenition dalam plasma akan meninggi bila diberikan bersama kloramfenikol,
disulfiram, INH, simetidin, dikumarol, dan beberapa sulfonamide tertentu, karna obatobat

tersebut

mengambat

biotransformasi

fenition,

sedangkan

sulfisoksazol,

fenilbutazon, salisilat dan asam valproat akan mempengaruhi ikatan protein plasma
fenitoin sehingga meninggikan juga kadarnya dalam plasma. Teofilin menurunkan
kadar fenitoin bila diberikan bersamaan.
Intoksikasi dan Efek Samping
o Susunan Saraf Pusat

10

Indah Pratiwi (406147034)

Efek samping fenitoin tersering ialah diplopia,ataksia,vertigo,nistagmus, sukar


bebicara (slurred speech) disertai gejala lain ,misalnya tremor, gugup, kantuk, rasa
lelah, gangguan mental yang sifatnya berat, ilusi, halusinasi sampai psikotik.
o Saluran Cerna dan Gusi
Nyeri ulu hati,anoreksia,mual dan muntah, karena fenitoin bersifat alkali.
Proliferasi epitel dan jaringan ikat gusi dapat terjadi pada penggunaan kronik ,dan
menyebabkan hyperplasia pada 20% pasien .
o Kulit
Efek samping pada kulit terjadi pada 2-5% pasien ,lebih sering pada anak dan
remaja yaitu berup aruam morbiliform.beberapa kasus diantaranya disertai
hiperpireksia,eosinofilia,dan terjadi ruam kulit sebaiknya pemberian obat
dihentikan ,dan diteruskan kembali dengan berhati-hati bila kelainan kulit telah
hilang.Pada wanita muda ,pengobatan fenitoin secara kronik menyebabkan
keratosis dan hirsutisme,karena meningkatnya aktivitaas korteks suprarenalis.
o Lain-lain
Bila timbul gejala hepatotoksisitas berupa ikterus atau hepatitis, anemia
megaloblastik (antara lain akibat defisiensi folat) atau kelainan darah jenis
lain,pengobatan perlu dihentikan. Fenitoin bersifat teratogenik.kemungkinan
melahirkan bayi dengan cacat kongnital meningkat menjadi 3 kali , bila ibunya
mendapatkan terapi fenitoin selama trimester pertama kehamilan. Pada kehamilan
lanjut ,fenitoin menyebabkan abnormalitas tulang pada neonatus . pengunaan
fenitoin pada wanita hamil tetap diteruskan berdasarkan pertimbangan bahwa
bangkitan epilepsi sendiri dapat menyebabkan cacatpada anak sedanfg tidak semua
ibu yang minum fenitoin mendapat anak cacat.
Indikasi
Fenitoin di indikasikan terutama untuk bangkitan tonik-klonik dan bangkitan persial
atau fokal. Indikasi lain fenitoin ialah untuk neuralgia trigerminal dan aritmia jantung.
11

Indah Pratiwi (406147034)

Fenitoin juga digunakan pada terapi renjatan listrik (ECT) untuk meringankan
konvulsinya dan bermanfaat pula terhadap kelainan ekstra piramidal iatrogenic.
Sediaan
Fenitoin atau difenilhidantoin tersedia bentuk kapsul 100 mg dan tablet kunyah 30 mg
untuk pemberian oral, sedangkan sediaan suntik 100mg/2ml. Disamping itu juga
tersedia bentuk sirup dengan takaran 125mg/5ml.Harus diperhatikan agar kadar plasma
optimal, yaitu berkisar antara 10-20g/ml. kadardibawahnya kurang efektif untuk
pengendalian konvulsi, sedangkan jika kadar lebih tinggi akan bersifat toksik..Untuk
pemberian oral, dosis awal untuk dewasa 300 mg, dilanjutkan dengan dosis penunjang
antara 300-400mg, maksimum 600mg sehari. Anak diatas 6 tahun, dosis awal sama
dengan dosis dewasa, sedangkan untuk anak dibawah 6 tahun, dosis awal 1/3 dosis
dewasa, dosis penunjang ialah 4-8 mg/kgBB sehari, maksimum 300mg. Dosis awal
dibagi dalam 2-3 kali pemberian
2. Golongan Barbiturat
Disamping sebagai hipnotik-sedatif, golongan barbiturate efektif sebagai obat
antikonvulsidan yang biasa digunakan adalah barbiturate kerja lama (long acting
barbiturates). Sebagai antiepilepsi fenobarbital menekan letupan di fokus epilepsy.
Barbiturat

menghambattahap

akhir

oksidasi

mitokondria,sehingga

mengurangi

pembentukan fosfat berenergi tinggi. Senyawa fosfat ini perlu untuk sintesis
neurotransmitor misalnya Ach, dan untuk repolarisasi membrane sel neuron.
o Fenobarbital
Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate, merupakan senyawa organik pertama
yangdigunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran
aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Dosis efektifnya relatif
rendah. Efek sedatif, dalam hal ini dianggap sebagai efek samping, dapat diatasi
dengan pemberian stimulan sentral tanpa mengurangi efek antikonvulsinya. Dosis
dewasa yang biasa digunakan ialah dua kali 100mg sehari. Untuk mengendalikan
epilepsy disarankan kadar plasma optimal. Berkisar antara 10-40g/ml. Kadar
plasma diatas40g/ml sering disertai gejala toksik yang nyata. Penghentian
pemberian fenobarbital harus secara bertahap guna mencegah kemungkinan
12

Indah Pratiwi (406147034)

meningkatnya frekuensi bangkitan kembali. Interaksi fenobarbital dengan obat lain


umumnya terjadi karena fenobrbital meningkatkan aktivitas enzim hati. Kombinasi
dengan asam valproat akan menyebabkan kadar fenobarbital meningkat 40%.
3.

Golongan Suksinimid
Antiepilepsi

golongan

suksinimid

yang

digunakan

di

klinik

adalah

etosuksimid,metsuksmid dan fensuksimid. Sifat yang menonjol dari etosuksimid dan


trimetadion adalah mencegah bangkitan konvulsi. Etosuksimidmerupakan obat yang
paling selektif terhadap bangkitan lena. Etosuksimid di absorbsi lengkap melalui
saluran cerna. Setelah dosis tunggal oral,diperlukan waktu antara 1-7 jam untuk
mencapai kadar puncak dalam plasma. Efek samping yang sering timbul ialah mual,
sakit kepala, kantuk dan ruam kulit. Gejala yang lebih berat berupa agranulositosis dan
pansitopenia. Etosuksimid merupakan obat terpilih untuk bangkitan lena. 50-70 %
pasien dapat dikendalikan bagkitannya. Obat ini juga efektif pada bangkitan mioklonik
dan bangkitan akinetik. Etosuksimid tidak efektif untuk bangkitan parsial kompleks dan
tonik-klonik umum / pasien kejang dengan kerusakan organik otak yang berat.
4.

Karbamazepin
Karbamazepin efektif terhadap bangkitan tonik-klonik. Saat ini,karbamazepin
merupakan antiepilepsi utama di Amerika Serikat.Karbamazepin memperlihatkan efek
analgesic selektif, misalnya pada tabes dorsalis danneuropati lainnya yang sukar diatasi
dengan analgesik biasa. Efek samping dari karbamazepin dalam pemberian obat jangka
lama ialah pusing,vertigo, ataksia, diplopia, dan penglihatan kabur. Frekuensi bangkitan
dapat meningkat akibat dosis berlebih. Fenobarbital dan fenitoin dapat meningkatkan
kadar

karbamazepin,

eritromisin.

dan

Konversi

biotransformasikarbamazepin

primidon

menjadi

dapat

fenobarbital

dihambat

ditingkatkan

oleh
oleh

karbamazepin,sedangkan pemberian karbamazepin bersama asam valproat akan


menurunkan kadar asam valproat.
5.

Golongan Benzodiazepin
DIAZEPAM
Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-kloro-1,3dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on. Secara umum , senyawa aktif
13

Indah Pratiwi (406147034)

benzodiazepine dibagikedalam empat kategori berdasarkan waktu paruh eliminasinya,


yaitu : Benzodiazepin ultra short-acting, Benzodiazepin short-acting, dengan waktu
paruh kurang dari 6 jam (triazolam, zolpidem dan zopiclone), Benzodiazepin
intermediate-acting, dengan waktu paruh 6 hingga 24 jam (estazolam dan temazepam),
Benzodiazepin long-acting, dengan waktu paruh lebih dari 24 jam ( flurazepam,
diazepam dan quazepam)
Mekanisme Kerja
Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron
GABA.Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan
kerapatan yang tinggiterutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus
dan dalam otak kecil. Padareseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis.
Dengan adanyainteraksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan
meningkat, dan dengan inikerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor
GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang
mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan
hiperpolarisasi sel dan sebagai akibatnya,kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.
Indikasi
Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang timbul seperti
gelisah yang berlebihan, Halusinasi sebagai akibat mengkonsumsi alkohol. diazepam
juga dapat digunakan untuk kejang otot, obat penenang dan dapat juga dikombinasikan
dengan obat lain.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas, sensitivitas silang dengan benzodiazepin lain, pasien koma, glaukoma
sudut sempit, kehamilan atau laktasi.
Efek Samping
Efek samping diazepam memiliki tigakategori efek samping, yaitu :1. Efek samping
yang sering terjadi, seperti : pusing, mengantuk 2. Efek samping yang jarang terjadi,
seperti : Depresi, Impaired Cognition3. Efek samping yang jarang sekali terjadi,seperti :
reaksi alergi, amnesia, anemia,angioedema, behavioral disorders, blood dyscrasias,
14

Indah Pratiwi (406147034)

blurred vision, kehilangankeseimbangan, constipation, coordination changes, diarrhea,


disease of liver, drugdependence, dysuria, extrapyramidal disease, hypotension.
6. Asam Valproat
Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang
absens,kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik. Asam valproat dapat meningkatkan
GABA dengan menghambat degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA. Asam
valproat juga berpotensi terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung
menstabilkan membran serta mempengaruhi kanal kalium. Dosis penggunaan asam
valproat 10-15 mg/kg/hari.Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan
pencernaan (>20%), termasuk mual,muntah,anorexia dan peningkatan berat badan.
Efek samping lain yang mungkin ditimbulkan adalah pusing, gangguan keseimbangan
tubuh, tremor, dan kebotakan. Asamvalproat mempunyai efek gangguan kognitif yang
ringan. Efek samping yang berat dari penggunaan asam valproat adalah hepatotoksik.
Pilihan OAE berdasrkan tipe Bangkitan Kejang
Tipe bangkitan
Bangkita parsial

OAE lini pertama


OAE lini kedua
Fenitoin,
Karbamazepin, Acetazolamide, clobazam,
Asam valproat
clonazepam, ethosuxinide,
felbamate, gabapentin,
(sederhana
/
lamotrigin, levetiracetam,
kompleks)
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
phenobarbital, pirimidone
Bangkitan
umum Karbamazepin,
fenitoin, Idem atas
sekunder
asam valproat
Bangkitan
umum Karbamazepin,
fenitoin, Acetazolamide, clobazam,
tonik klonik
asam valproat, fenobarbital
clonazepam, ethosuxinide,
felbamate, gabapentin,
lamotrigin, levetiracetam,
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
pirimidone
Bangkitan lena
Asam valproat, etosuximide Acetazolamide, clobazam,
clonazepam, lamotrigin,
phenobarbital, pirimidone
Bangkitan mioklonik
Asam valproat
Acetazolamide, clonazepam,
ethosuxinide, lamotrigin, ,
phenobarbital, pirimidone,
piracetam

15

Indah Pratiwi (406147034)

Tabel. Dosis OAE

Tabel Efek Samping OAE


PENGHENTIAN OAE
16

Indah Pratiwi (406147034)

Pada dewasa penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 3-5
tahun bebas bangkitan. OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada 60% pasien. Dalam
hal penghentian OAE, maka ada hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu syarat umum
untuk menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhan bangkitan setelah OAE dihentikan.
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:
o Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal
o Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.
o Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangkat
waktu 3-6 bulan
o Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan
utama.

Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada keadaan
sebagai berikut :
o Semakin tua usia kemungkinan timbul kekambuhan semakin tinggi
o Epilepsi simtomatis
o Gambaran EEG yang abnormal
o Bangkitan yang sulit terkontrol dengan OAE
o Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita, sangat jarang pada sindrom
epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentrotemporal, 5-25% pada
epilepsi lena masa anak kecil,25-75%, epilepsi parsial kriptogenik/simtomatis, 8595% pada epilepsi mioklonik pada anak, dan JME.
o Penggunaan lebih dari satu OAE.
o Telah mendapat terapi 10 tahun atau lebih (kemungkinan kekambuhan lebih kecil
pada penyandang yang telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih dari lima
tahun).
Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan
dosis OAE), kemudian dievaluassi kembali. Rujukan ke spesialis epilepsi perlu ditimbangkan
bila:
o Tidak responsive terhadap 2 OAE pertama
17

Indah Pratiwi (406147034)

o Ditemukan efek samping yang signifikan dengan terapi


o Berencana untuk hamil
o Dipertimbangkan untuk penghentian terapi.

Terapi terhadap epilepsi resisten oae


Yang dimaksud dengan epilepsi resisten OAE adalah kegagalan setelah mencoba dua
OAE pilihan yang dapat ditoleransi, dan sesuai dosis ( baik sebagai monoterapi atau
kombinasi) yang mencapai kondisi bebas bangkitan. Sekitar 25-30% penyandang akan
berkembang menjadi epilepsi resisten OAE. Penanganan epilepsi resisten OAE mencakup
hal-hal sebagai berikut : Kombinasi OAE , mengurangi dosis OAE ( pada OAE induced
seizure) , terapi bedah, dipikirkan penggunaan terapi nonfarmakologis.
Terapi NonFarmakologis
o Stimulasi N.Vagus, diet ketogenik, intervensi psikolog, deep brain stimulation
o Terapi ajuvan untuk mengurangi frekuensi bangkitan pada penyandang epilepsi
refrakter usia dewasa dan anak-anak yang tidak memenuhi syarat operasi. Dapat
digunakan pada bangkitan parsial dan bangkitan umum.
o Relaksasi, behavioral cognitive therapy, dan biofeedback

DAFTAR PUSTAKA
18

Indah Pratiwi (406147034)

1. Pedoman tatalaksana epilepsi, kelompok studi epilepsi, perhimpunan dokter spesialis


saraf indonesia (PERDOSSI) 2014.
2. Gunawan SG, Seatiabudy R, dan Nafriadi. Buku Ajar Farmakologi dan Terapi, edisi 5,
departemen farmakologi dan terapeutik fakultas kedokteran Universitas Indonesia .
Jakarta : 2007.
3. Standar Pelayanan Medis Neurologi (SPM Neurologi), PERDOSSI.
4. Tanto C, Liwang F, dan Hanifati S. Kapita Selekta Kedokteran, edisi IV, jilid II.
Media Aesculapius, Jakarta : 2014.

19

Anda mungkin juga menyukai