Anda di halaman 1dari 9

STABILITAS SISTEM KEUANGAN

UNTUK MENDORONG SWASEMBADA


PANGAN

Oleh:
NAMA

: FEBRY SANJAYA

NIM

:C1G015068

No. Abs

:18

UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN AGRIBISNIS

STABILITAS SISTEM KEUANGAN UNTUK MENDORONG


SWASEMBADA PANGAN
Di tengah krisis dan ketidakpedulian baik pemerintah maupun stakeholder, sektor
pertanian ternyata mampu tegar di tengah badai krisis, setidaknya dapat dilihat pada
badai krisis tahun 1997-1998. Kehidupan petani tetap kokoh meskipun serba kekurangan.
Terpaan krisis justru mampu mengangkat taraf hidup sebagian mereka karena dapat
insentif dari harga jual komoditas yang di panen. Berikut adalah beberapa argumentasi
mengenai mengapa bidang pertanian mampu bertahan bahkan dapat menjadi penopang
perekonomian disaat krisis. Pertama, adanya kemungkinan peningkatan penghasilan yang
tinggi dari ekspor yang disebabkan oleh depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika dan
oleh relatif rendahnya biaya produksi pertanian. Kedua, pertanian banyak menyerap
tenaga kerja dan sangat penting dalam mengatasi masalah pengangguran di saat
pemerintah merasa bahwa memelihara kondisi pemerintahan yang stabil merupakan
prioritas strategi utama. Ketiga, sama pentingnya dalam upaya pemerintah untuk
memelihara kestabilan, pertanian menyediakan pasokan komoditi kebutuhan dasar.
Keempat, produksi tanaman pertanian domestik yang jika tidak dihasilkan sendiri harus
diimpor tidak hanya mengurangi pengangguran dan memasok kebutuhan dasar, tetapi
juga memberikan kebebasan penggunaan cadangan mata uang asing yang langka untuk
dipakai bagi keperluan lainnya. Untuk berbagai alasan yang disebutkan di sini, sektor
pertanian tampaknya lebih baik dibandingkan perekonomian secara keseluruhan. Di
banyak negara kontribusi relatif sektor pertanian cenderung menurun seiring dengan
perkembangan ekonomi yang cepat, dan cenderung meningkat dengan menurunnya
pertumbuhan ekonomi (Wiliam D. Sunderlin dkk, 2000). Silih bergantinya pemerintahan
di Indonesia kesemuanya menjanjikan kedaulatan pangan atau biasa di sebut swasembada
pangan. Namun kesemuanya ibarat janji manis di masa kampanye kecuali di era
pemerintahan orde baru yang di kemudian hari Presiden Soeharto mendapatkan
penghargaan dari Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) pada
tahun 1985. Kini pemerintahan baru di tahun 2014 pun juga mencanangkan swasembada
pangan, tentu mustahil jika program ini hanya di pikul oleh pemerintah. Kerja keras
petani tentu sebuah keniscayaan, lalu bagaimana dengan modal untuk mewujudkan

swasembada pangan tersebut? Tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas
moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran).
Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh
stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi
mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang
signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan
merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan
merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi
ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan
secara

normal.

Sebaliknya,

ketidakstabilan moneter

secara fundamental

akan

mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan.
Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih
merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia (BI 2013). Bank menurut UndangUndang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 merupakan badan usaha yang menghimpun
dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
Sebagai suatu lembaga keuangan, bank mempunyai kegiatan baik funding maupun
financing atau menghimpun dan menyalurkan dana. Jadi sebagai lembaga intermediasi
bank berperan menjadi perantara antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang
membutuhkan dana. Sebelum lahirnya undang-undang tersebut, bank di sebut-sebut
sebagai biang keladi krisis karena banyaknya kelemahan sistemik. Mulai dari stok hutang
luar negeri swasta yang sangat besar dan berjangka waktu pendek dan beratnya
persyaratan yang menciptakan ketidakstabilan. Pinjaman luar negeri berupa dollar yang
kemudian di salurkan dalam bentuk rupiah memicu krisis saat rupiah terdepresiasi
terhadap dollar. Sedangkan di sisi lain pemerintah pada saat itu belum memiliki sistem
pengendalian dan pengawasan yang efektif terhadap hutang luar negeri sektor swasta di
Indonesia (Ginanjar kartasasmita 2002). Tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga
stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem
pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa
diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung

pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan


ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki
dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas
keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem
keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi
ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan
secara

normal.

Sebaliknya,

ketidakstabilan moneter

secara fundamental

akan

mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan.
Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih
merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia (BI 2013 www.bi.go.id). Menurut
Arsitektur Perbankan Indonesia (2006), Profitabilitas dan efisiensi operasional bank yang
tidak sustainable, tingkat profitabilitas pada umumnya bukan merupakan profitabilitas
dan efisiensi yang sustainable. Hal ini disebabkan oleh lemahnya struktur aktiva
produktif bank-bank. Berbagai permasalahan yang ada mengenai peran perbankan
sebagai lembaga intermediasi Kegiatan menghimpun dan menyalurkan kredit ini
hendaknya dilakukan secara optimal oleh bank, seperti kita ketahui suatu kebijakan yang
telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral bahwa hendaknya posisis
Loans Deposit Ratio (LDR) antara 78%- 100 % ( kebijakan BI 1 Maret 2011). Kebijakan
Bank Indonesia yang mengatur LDR secara umum dalam pelaksanaan kepatuhan sudah
tidak menjadi masalah pada perbankkan di Indonesia. Masalah yang ada justru
kesesuaian

antara

penyaluran

kredit

dengan

kebutuhan

perekonomian

belum

menunjukkan dukungan yang memadai bagi sektor pertanian. Padahal pertanian masih
merupakan sektor primer bagi perekonomian nasional, hal tersebut dapat di lihat pada
kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) yang menduduki peringkat 2 di bawah industri
pengolahan sebesar 14,44% pada tahun 2012. Disisi lain jumlah penyaluran KMK bank
umum pada tahun yang sama pada sektor pertanian sebesar 5,26%. Di sisi lain sifat
kehati-hatian bank (prudential banking) merupakan keniscayaan bagi dunia perbankan.
Sedangkan corak pertanian di Indonesia masih tradisional, hal ini di tandai dengan
ketergantungan pada alam (cuaca ekstrim) sangat tinggi, kemudian juga komoditi
pertanian tidak tahan lama atau mudah busuk. Hal tersebut bisa jadi menjadikan sektor
pertanian kurang di minati perbankan di Indonesia. Walaupun sektor pertanian di sebut

tidak bankable nyatanya masih menjadi sektor primer bagi perekonomian, kontribusinya
masih besar juga pertumbuhannya tetap positif. Walaupun dibayangi dengan penurunan
harga komoditas pertanian di pasar internasional, namun produktivitas yang tinggi dan
kondisi cuaca yang cukup baik membuat produksi pertanian relatif lebih baik
dibandingkan tahun sebelumnya. Masyarakat di sektor pertanian mendambakan
perbankan yang tidak saja sehat dan kuat, tapi juga berperan secara efektif dan efisien
dalam pembiayaan perekonomian. Terciptanya perbankan yang sehat dan kuat di satu sisi,
dan perbankan yang dapat menjalankan fungsi intermediasinya secara efektif dan efisien
sesuai kebutuhan perekonomian di sisi lainnya, bukanlah dua hal yang dapat dipisahkan.
Keduanya ibarat dua sisi mata uang yang menjadi satu kesatuan. Sumbangan Pertanian
Dalam Pembanguna Ekonomi Dewasa ini di sepakati bahwa pertanian dapat memberi
sumbangan besar pada pembangunan ekonomi Negara perkembang dengan alasan
sebagai berikut:
1. Pertanian pada umumnya merupakan sektor dominan di Negara berkembang,
dilihat menurt proporsi PDB yang di hasilkan dalam sektor ini atau menurut
sumbanganya terhadap penyerapan tenaga kerja total.
2. Pertumbuhan sektor nonpertanian sangat tergantung

pada

peningkatan

penyediaan pangan yang mantap karena hal itu menyebabkan inflasi dan upah
tetap rendah
3. Sektor pertanian menyediakan tenaga kerja bagi sektor non pertanian. Transfer
tenaga kerja demikian menguntungkan kedua sektor yang mempunyai surplus
tenaga kerja pada saat produktivitas hasil tenaga kerja rendah
4. Laju pemupukan modal di Negara berkembang dapat meningkat dengan adanya
kemajuan sektor pertanian. Proses pemupukan modal tersebut sangat di tentukan
oleh elastisitas pasokan pangan. Pertanian yang efisien di perlukan agar
penawaran pangan lebih elastis, mengurangi laju kenaikan upah dan biaya dan
memperbesar margin laba yang di perlukan untuk pemupukan modal
5. Pertanian dapat memberi sumbangan yang bermanfaat kepada neraca
pembayaran dengan meningkatkan penerimaan suatu Negara dari ekspor atau
dengan meningkatkan hasil-hasil pengganti impor. Dengan demikian devisa dapat
di dapat saat ekspor atau di pertahankan saat meniadakan impor bahan pangan
(Subrata Gatak 1992). Ringkasnya menurut pandangan Kuznets (1961) kita dapat

menyatakan bahwa pertanian dapat memberikan sumbangan dengan 3 jenis, yaitu


sumbangan produk misal pangan dan bahan mentah, kedua factor misal
tenaga kerja, ketiga pasar dengan memperbesar permintaan dan terakhir
sumbangan devisa. Adalah bermanfaat bila kita menganalisa sifat dan komposisi
lembaga keuangan pedesaan di Negara berkembang untuk merumuskan
kebijakan kredit yang tepat, guna memajukan pembangunan daerah pedesaan.
Pasar uang pedesaan lazimnya meliputi para pelepas uang pinjaman
(moneylenders), para pedagang, tuan tanah, koperasi perkreditan dan bank desa.
Permintaan akan kredit berasal dari kebutuhan konsumsi dan dari pengeluaran
untuk modal, tetapi suku bunga di pedesaan biasanya tinggi. Beberapa orang
berpendapat bahwa suku bunga di pedesaan tinggi karena kemampuan petani
untuk membayar kembali utang mereka rendah (sebagai akibat pendapatan yang
rendah) dan karenanya pemberi pinjaman mengenakan suku bunga yang tinggi
utnuk mengimbangi risiko yang tinggi tersebut. Oleh karena itu untuk membantu
para petani kecil perlu di buatkan rumusan kebijakan finansial untuk
meningkatkan

laju

pertumbuhan

pendapatan

riil

pertanian,

menaikkan

kemampuan membayar kembali hutang, mengurangi suku bunga yang lebih


tinggi karena adanya risiko yang tinggi dan suku bunga pedesaan yang mencekik
leher. Namun diperlukan juga kita mengubah kerangka social ekonomi dan
perundang-undangan yang membantu melestarikan system penguasaan lahan
yang seudah berlaku berabad-abad yang menimbulkan ketidakadilan untuk
menjangkau sumber daya, termasuk kredit. Land reform yang lebih egaliter dapat
meningkatkan kelaikan para petani miskin untuk menapat kredit dan lembaga
kredit yang teroganisir akan lebih bersedia memperluas kredit yang di perlukan.
Pilihan kebijakan lainya ialah menaikkan suku bunga deposito yang ditawarkan
oleh lembaga keuangan di pedesaan Fungsi bank pada dasarnya adalah sebagai
penghubung (intermidiary) antara para penanam modal dan peminjam modal ,
sebagai penghubung bank melaksanakan kegiatan antara lain:
6. Mencari dan mengumpulkan dana
7. Menyalurkan/memberi pinjaman
8. Memperkirakan resiko suku bunga (interst rate risk) karena harus menanggung
resiko perubahan suku bunga akibat penarikan dana oleh penanam modal

(terutama dalam hal deposito berjangka pendek untuk membiayai pinjaman


berjangka panjang). Efisiensi kegiatan perbankan tersebut biasanya diukur
dengan tingkat keuntungan (Sunardji Daromi 1989). Selanjutnya dalam rangka
pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan bank, kepada bank Indonesia
diberi wewenang untuk menetapkan peraturan dan perijinan bagi kelembagaan
dan kegiatan usaha bank serta mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tugas pengaturan Bank Indonesia
antara lain juga menetapkan prioritas penyaluran dana kepada pengusaha
golongan ekonomi lemah dan koperasi (Penjelasan Umum Undang-Undang No
32 Tahun 1999 Tentang BI). Dukungan terhadap sektor pertanian sebagai public
goods dalam konteks food security dan landscape preservational masih dilakukan
oleh negara-negara maju seperti Norwegia. Untuk mengetahui instrumen
kebijakan optimal maka hasil simulasi yang dilakukan oleh Brunstad et al. (2005)
menunjukkan bahwa dukungan terhadap sektor pertanian masih layak untuk
diberikan maksimal sebesar 40 persen. Ini merupakan batas dukungan yang dapat
dipertahankan dengan alasan sektor pertanian sebagai public goods (Galih
Permatasari, 2012). Pada pasal 2 Peraturan Bank Indonesia No 16/11/PBI/2014 di
jelaskan tugas BI melakukan pengaturan dan pengawasan makroprudensial dalam
rangka:
a) mencegah dan mengurangi risiko sistemik
b) mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas
c) meningkatkan efisiensi keuangan dan akses keuangan. Dari ke tiga tugas
tersebut menarik untuk di apresiai poin b yakni Bank Indonesia
mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas artinya
ada power untuk mengarahkan fungsi intermediasi perbankan pada sector
yang sangat penting di Indonesia yaitu sector pertanian. Meningkatnya
intensitas kredit pada sektor pertanian berupa modal kerja yang menjadi
input bagi ketersediaan benih dan bibit unggul, teknologi pertanian yang
lebih maju akan sangat signifikan perannya dalam mendorong kontribusi
sektor pertanian pada PDB. Dengan demikian dibutuhkan kebijakan untuk
mendorong perbankan umum berkreasi membuat produk kredit yang
cocok dan bunga rendah pada sektor pertanian. Sehingga pertumbuhan

kredit pada sektor pertanian akan meningkat tanpa mengesampingkan


sifat kehati-hatian perbankan pada umumnya. Peningkatan kredit pada
sektor pertanian akan meningkatkan pasokan pangan, artinya sektor
pertanian sebagai sektor penyedia input bagi sektor lain akan dapat
mudah terpenuhi. Dengan perombakan system kelembagaan baik pada
sektor perbankan maupun petani akan merangsang ketahanan pangan
bahkan surplus pangan. Adalah ironis untuk membayangkan bahwa
ditengah-tengah kontribusi pertanian yang cukup besar pada PDB
maupun PDRB di berbagai daerah di Indonesia, banyak petani yang hidup
bergelut dengan kemiskinan. Infrastruktur yang tak kunjung membaik,
biaya kesehatan yang tak terjangkau, pendidikan yang mahal membuat
petani menjaminkan apa saja yang mereka punya termasuk sawah ladang
tempat mereka berproduksi pangan untuk menghidupi seluruh wilayah
bahkan satu Negara. Yang dengan itu semua para petani berusaha sangat
keras untuk memperbaiki kualitas pendidikan anak-anak mereka, sangat
di sayangkan bahwa menurut petani untuk meningkatkan taraf hidup
tersebut dengan cara pindah ke sektor lain (non pertanian). Kebijakan
makropudensial untuk mewujudkan perbankan yang kuat nampaknya
akan semakin memperlebar jurang ketidakmerataan (redistribusi)
pendapatan pada masyarakat antara mereka yang bekerja pada sektor
pertanian dengan yang bekerja pada sektor lain. Sehingga dibutuhkan
dorongan untuk meningkatkan fungsi intermediasi perbankan pada sektor
pertanian dengan syarat mudah dan bunga rendah. Di beberapa Negara
lain baik maju maupun berkembang suku bunga kredit hanya pada kisaran
4-6% untuk sektor pertanian yang pada akhirnya menjadi sektor primer
bagi pertumbuhan ekonomi. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Beberapa penelitian menunjukkan peranan penting yang dapat dimainkan
oleh sektor pertanian di Jawa Tengah maupun di daerah lain Indonesia.
Dua sebab menurunnya kontribusi sektor pertanian pada PDRB maupun
PDB di berbagai wilayah Indonesia adalah tidak tersedianya sarana
informasi (pengetahuan pertanian) dan modal untuk mendapatkan

teknologi baru bagi sebagian besar petani di Indonesia. Kesimpulannya


untuk memperbesar kontribusi sektor pertanian pada PDRB maupun PDB
dan meningkatkan pendapatan dan pengeluaaran petani, adalah sebuah
keniscayaan memperkecil kendala untuk mengakses, mendapatkan dan
menggunakan sarana kredit untuk memperbarui teknologi produksi,
pengolahan maupun pemanfaatan hasil pertanian. Dengan memperbarui
teknologi petani akan dapat mengubah sikap dan cara berfikir sehingga
dapat merombak kelembagaan-kelembagaan yang ada agar mudah dan
sesuai denga kebutuhan perekonomian. Sistem distribusi pendapatan yang
lebih merata dapat di capai setelah tercapainya peningkatan produksi dan
pendapatan dengan penerapan secara hati-hati kebijakan fungsi
intermediasi perbankan pada sektor pertanian. Bank Indonesia dalam
tugasnya mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas
tentu menjadi bagian penting untuk menciptakan swasembada pangan.
Jika menilik presentase penyaluran kredit di sector pertanian khususnya
pada bank umum di Jawa Tengah besarannya tidak lebih dari 3% padahal
sector pertanian merupakan sector terbesar pertama atau kedua bagi
PDRB. Artinya kewajiban BI untuk mendorong intermediasi perbankan
perlu di lakukan dengan serius tanpa mengurangi sifat kehati-hatian bank.

Anda mungkin juga menyukai