I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hujan pada hakekatnya merupakan rahmat dari Yang Maha
Kuasa kepada umat manusia di muka bumi untuk dapat dimanfaatkan
dan dikelola dengan sebaik-baiknya.
Kekhilafan dan kekeliruan
manusia dalam mengelola air hujan setelah sampai di permukaan bumi
mengakibatkan munculnya mudharat yang dahsyat berupa banjir,
tanah longsor, dan lainnya. Salah satu kekeliruan manusia adalah
menghalangi masuknya air hujan ke dalam tanah, sehingga air hujan
harus mengalir di permukaan sebagai limpasan permukaan. Apabila
volume air limpasan ini tidak tertampung oleh sistem drainase yang
ada, maka terjadilah banjir dengan aneka ragam kedahsyatan dan
dampak negatifnya.
Wilayah Jawa Timur mempunyai curah hujan yang sangat
beragam, yaitu antara 1000 mm 4000 mm per tahun. Air yang jatuh
di permukaan bumi tersebut jumlahnya relatif konstan dari tahun ke
tahun, sebagian besar (70-75%) jatuh pada musim penghujan. Namun
pada saat berada di permukaan bumi, perilaku air hujan ini sangat
tergantung dari berbagai faktor eksternal, seperti kadaan geologi,
geomorfologi, karakteristik tanah dan kapabilitas lahan, vegetasi, laju
penguapan dan evapotranspirasi. Disamping itu, volume air
permukaan khususnya air sungai, ditinjau dari aspek jumlah aliran
airnya sangat dipengaruhi oleh kondisi permukaan lahan dan vegetasi
penutup yang terdapat di daerah aliran sungai (DAS). Ketersediaan
potensial air hujan tahunan di Jawa Timur adalah setara dengan debit
air sebesar 80.892,00 x 10 6 m3 . Potensi air permukaan 26.716,01 x 10 6
m3 , dan air tanah 37.073,24 x 10 6 m3 . Tingginya potensi air ini
mengisyaratkan adanya potensi ekonomi yang sangat besar, namun
dibalik itu juga menyimpan ancaman bahaya yang sangat dahsyat
apabila keliru dalam pengelolaannya.
Faktor penting dalam kaitannya dengan manajemen air hujan di
permukaan bumi adalah lahan, meliputi dimensi permukaannya
(geomorfologinya), dimensi geofisik (karakteristik tubuh tanah), serta
dimensi geologi (formasi bahan induk tanah). Secara alamiah, lahan
mempunyai kemampuan dan kapasitas yang berbeda-beda untuk
meresapkan dan menyimpan air hujan. Namun demikian tindakan
pengelolaan yang tidak memperhatikan karakteristik ini dapat
mengakibatkan lenyapnya kapasitas tersebut. Ada tiga aspek penting
yang berdampak pada hilangnya kemampuan dan kapasitas lahan
untuk meresapkan dan menyimpan air hujan, yaitu: (1). konversi tanah
pertanian ke non-pertanian; (2). Perkembangan kegiatan sosial-
2.
3.
4.
5.
6.
7.
10
11
12
13
14
Pengelolaan :
Sawah, Tegalan,
Kebun, Pekarangan
Produktivitas
Lahan
Hasil tanaman
Pendapatan
Kesempatan kerja
Kehilangan tanah,
Air,Bahan organik,
Unsur Hara
15
Solum tanah,
Kesuburan tanah
Kepekaan erosi
Kesejahteraan
petani dan
buruhtani
Agroteknologi:
- pupuk, bibit
- teras bangku
SDA Air
SDA Tanah
SDA Vegetasi
Investasi:
Privat:
saprodi
tenaga
publik:
teras
dam pengendali
saluran air
16
Tataguna lahan
Sarana produksi
Agroteknologi
Kapital /tenagakerja
Hasil tanaman ,
Ternak, Hutan
Kesempatan kerja
EKOSISTEM
LAHAN JATIM
Hasil sedimen
BOD,polutan,
banjir
Harga saprodi
sayuran,susu perah
Lokasi JATIM
17
Masukan
Agroteknologis
Subsistem
Erosi dan
Sedimentasi
Subsistem
Lahan
Subsistem
Pertanian
Masukan
Demografis
Subsistem
Sosial-Ekonomi
Produktivitas
lahan
Keluaran:
Hasil padi, sayuran,
kopi, susu
Kes. Kerja
Debit air, banjir
sedimen, BOD
Kebutuhan
Pangan, pemukiman,kesempatan kerja
Subsistem
Demografi
PEMDA Jatim
BRLKT Wilayah VI ,
Petani, Dinas Pengairan
18
19
20
Pancausaha
pertanian
Pupuk
Bibit
Terras bangku
rumput gajah
Pengolahan tanah,
Polatanam
Iklim C2,
Andosol
Lereng
8-25%
Kesesuaian lahan
Jenis tanaman:
Padi, Jagung, Sayuran
Kopi, Kedelai
Produktivitas
Tanaman
dan ternak
Produktivitas
Lahan
Hasil Tanaman
Padi, Jagung,
Kentang, Kopi
Susu perah,
Sayuran
Gambar 4.
Pergiliran tanaman:
. Padi-Padi-Sayuran
. Jagung-Sayuran-bera
. Sayuran-Sayuran-bera
. Kopi+Jagung
Limpasan
Permukaan
Kehilangan
tanah, BO,
hara
Hasil Air
Debit sungai
Waduk
Hasil Sedimen
BOD, Fosfat,
ke waduk-waduk
21
22
23
24
25
26
2.
3.
4.
5.
6.
27
28
mencapai 80% dari total hujan tahunan yang jatuh di daerah ini
sehingga limpasan hujan yang cukup deras merupakan masalah serius
yang dihadapi masyarakat di daerah ini.
Tata ruang pekarangan umumnya bernuansa tradisional,
ditandai rumah yang menjadi satu dengan kandang ternak (kalau
punya ternak), tempat pembuangan limbah ternak berdekatan dengan
sumur atau rumah, tidak terdapatnya parit atau saluran pembuang air,
sampah-sampah yang tidak terkumpul, sistem tanam yang rapat &
seolah-olah tidak teratur, menganut pola agroforestry. Lebih lanjut
ditemukan bahwa jenis tanaman yang dibudidayakan petani di lahan
pekarangan sangat beragam dengan hasil yang relatif rendah namun
berkesinambungan hampir sepanjang tahun. Tanaman tahunan
ekonomis seperti pete, kelapa, mangga, rambutan, pisang, nangka,
alpokad, pepaya, melinjo. Jenis lain berupa pohon kayu-kayuan
seperti Sengon, Akasia, Kaliandra, Gliricidae, Turi (Sesbania),
Kasuarina, mahoni, lamtoro gung, dan lainnya. Sedangkan tanaman
pangan dan sayuran yang diusahakan adalah sayuran, jagung,
kacang merah, koro-koroan, kacang-kacangan dan rerumputan pakan
ternak seperti rumput gajah, rumput setaria, kolomento dan lainnya.
Berbagai jenis ternak juga diupayakan seperti sapi, kambing dan
ayam buras, dalam jumlah yang relatif kecil. Sebagian penduduk
memelihara sapi kereman bukan milik sendiri tetapi memeliharakan
ternaknya orang lain dengan sistem "gaduhan" yaitu pembagian
keuntungan yang antara pemilik dan pemelihara ternak.
Dari segi pendidikan dan ketrampilan maupun pengetahuan
masih bersifat tradisional, hal ini ditandai bahwa kebanyakan petanipetani tersebut berpendidikan SD atau bahkan hanya sampai kelas III
saja. Begitu juga halnya dengan pengetahuan tentang budidaya
tanaman maupun pengolahan tanah masih tradisional, mengingat
tanaman yang dibudidayakan tidak menunjukkan pertumbuhan
maupun hasil yang baik. Dalam hal pengolahan lahannya petani
sudah tampak mulai berupaya menerapkan kaidah-kaidah konservasi
tanah untuk mengen dalikan proses erosi dan limpasan permukaan.
Kursus- kursus ketrampilan usahatani konservasi pernah diikuti
(penyuluhan dari PPL/PLP), namun untuk menerapkannya secara
penuh masih terkendala oleh terbatasnya insentif ekonomi yang
dapat diperolehnya.
Sistem pengelolaan lahan pekarangan sudah mulai memperhatikan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air terutama untuk tanhtanah miring (sistem gulud, teras, rorak-rorak, saluran pembuangan air
maupun saluran diversi). Namun praktek-praktek ini masih perlu
penanganan lebih intensif, terarah dan berkesinambungan. Di satu sisi
pada musim kemarau air kurang tersedia, pada musim penghujan air
29
30
V. METODOLOGI
5.1. Tahapan Pekerjaan
Kegiatan Pemetaan ini dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut :
a. Tahap Persiapan, meliputi kegiatan persiapan administrasi,
persiapan finansial dan persiapan teknis;
b. Kajian pustaka dan penyusunan kerangka konsep dan operasional;
c. Tahap pengumpulan data, meliputi pengumpulan data-data tentang
kondisi wilayah, bentang lahan, karakteristik tanah, serta sebaran
hujan
31
32
b. Tinta Cina
c. Raster
f. isolasi
g. lain-lain
33
Kabupaten
Malang,
Blitar,
Tulungagung,
Kediri,
Nganjuk,
Jombang,
Sidoarjo, Surabaya
Ponorogo, Madiun, Bojonegoro,
Lamongan, Gresik
Situbondo, Bondowoso, Lumajang,
Jember
Pacitan, Ponorogo, Magetan
34