Anda di halaman 1dari 5

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK

A.

PENGERTIAN
Menurut National Committee on Governmental Accounting (NCGA), saat ini Governmental
Accounting Standarts Board (GASB), definisi anggaran (budget) sebagai berikut: Rencana
operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber
pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu.
Perencanaan dalam menyiapkan anggaran sangatlah penting. Bagaimanapun juga hal itu jelas
mengungkapkan apa yang akan dilakukan dimasa mendatang. Pemikiran strategis disetiap
organisasi adalah proses dimana manajemen berfikir tentang pengintegrasian aktivitas
organisasional ke arah tujuan yang beroerientasi kesasaran masa mendatang.
Semakin bergejolak lingkungan pasar, teknologi atau ekonomi eksternal, manajemen akan
didorong untuk menyusun stategi. Pemikiran strategis manajemen, direalisasi dalam berbagai
perencanaan, dan proses integrasi keseluruhan ini didukung prosedur penganggaran
organisasi
Fungsi
Anggaran
Sektor
Publik
Anggaran berfungsi sebagai berikut:

Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja.

Anggaran merupakn cetak biru akivitas yang akan dilaksanakan di masa mendatang.

Anggaran sebagai alat komujikasi intern yang menghubungkan berbagai unit kerja
dan mekanisme kerja antar atasan dan bawahan.

Anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja.

Anggaran sebagai alat motivasi dan persuasi tindakan efektif dan efisien dalam
pencapaian visi organisasi.

Anggaran merupakan instrumen politik.

Anggaran merupakan instrumen kebijakan fiskal.

Karakteristik
Anggaran
Anggaran mempunyai karakteristik:

Sektor

Publik

Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan.

Anggaran umumnya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa tahun.

Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajeman untuk mencapai sasaran


yang ditetapkan.

Usulan anggaran ditelaah dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih tinggi dari
penyusunan anggaran.

Sekali disusun, anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu.

B.

PERKEMBANGAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK


Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi instrumen
kebijakan multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Hal
tersebut terutama tecermin pada komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung
merefleksikan arah dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan. Anggaran sebagai alat
perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus dapat
digunakan sebagai alat pengendalian. Agar fungsi perencanaan dan pengawasan dapat
berjalan dengan baik, maka sistem anggaran serta pencatatan atas penerimaan dan
pengeluaran harus dilakukan dengan cermat dan sistematis.
Sebuah sebagai sistem, perencanaan anggaran sektor publik telah mengalami banyak
perkembangan. Sistem perencanaan anggaran publik berkembang dan berubah sesuai dengan
dinamika perkembangan manajemen sektor publik dan perkembangan tuntutan yang muncul
di masyarakat. Pada dasarnya terdapat beberapa janis pendekatan dalam perencanaan dan
penyusunan anggaran sektor publik. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang
memiliki perbedaan mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah: (a) Anggaran tradisional
atau anggaran konvensional; dan (b) Pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan
New Public Management.

C.

JENIS JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK


1)
ANGGARAN TRADISIONAL
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara
berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu: (a) cara
penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism dan (b) struktur dan
susunan anggaran yang bersifat line-item.
Ciri lain melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah: (c) cenderung
sentralitis; (d) bersifat spesifikasi; (e) tahunan; dan (f) menggunakan prinsip anggaran bruto.
Struktur anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu mengungkapkan
besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan bahkan anggaran tradisional
tersebut gagal dalam memberikan informasi tentang besarnya rencana kegiatan. Oleh karena
tidak tersedianya berbagai informasi tersebut, maka satu-satunya tolok ukur yang dapat
digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah tingkat keputusan penggunaan anggaran.

v Incrementalism

Penekanan dan tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan
pertanggungjawaban yang tersebut. Anggaran tradisional bersifat incrementalism, yaitu hanya
menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada
sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan
besarnya penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam. Pendekatan
semacam ini tidak saja belum menjamin terpenuhinya kebutuhan rill, namun juga dapat
mengakibatkan kesalahan yang terus berlanjut. Hal ini disebabkan karena kita tidak pernah
tahu apakah pengeluaran periode sebelumnya yang dijadikan sebagai tahun dasar penyusunan
anggaran tahun ini telah didasarkan atas kebutuhan yang wajar.
Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya perhatian
terhadap konsep valuer for money. Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas seringkali tidak
dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran tradisional. Dengan tidak adanya
perhatian terhadap konsep value for money ini, seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi
kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas
yang sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan. Aktivitas-aktivitas susulan ini sematamata dimaksudkan untuk menghabiskan sisa anggaran. Apabila hal tersebut tidak dilakukan
akan berdampak pada alokasi anggaran tahun berikutnya. Hal ini disebabkan karena pada
pendekatan tradisional, kinerja dinilai berdasarkan habis tidaknya anggaran yang diajukan
dan bukan berdasarkan pada pertimbangan ouput yang dihasilkan dari aktivitas yang
dilakukan dibandingkan dengan target kinerja yang dikehendaki (outcome).
Anggaran tradisional yang bersifat incrementalism cenderung menerima konsep harga
pokok pelayanan historis (historic cost of service) tanpa memperhatikan pertanyaan seperti:
1. Apakah pelayanan tertentu yang dibiayai dengan pengeluaran pemerintah masih
dibutuhkan atau masih menjadi prioritas?
2. Apakah pelayanan yang diberikan telah terdistribusi secara adil dan merata di antara
kelompok masyarakat?
3. Apakah pelayanan diberikan secara ekonomis dan efisien?
4. Apakah pelayanan yang diberikan mempengaruhi pola kebutuhan publik?
Akibat digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu item,
program, atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya meskipun
sebenarnya item tersebut sudah tidak dibutuhkan. Perubahan anggaran hanya menyentuh
jumlah nominal rupiah yang disesuaikan dengan tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan
penyesuaian lainnya.
v Line-item
Ciri lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang didasarkan
atas dasar sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran. Metode line-item budget tidak
memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yang telah ada
dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya secara rill item tertentu sudah tidak relevan
lagi untuk digunakan pada periode sekarang. Karena sifatnya yang demikian, penggunaan

anggaran tradisional tidak memungkinkan untuk dilakukan penilaian kinerja secara akurat,
karena satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan adalah semata-mata pada ketaatan
dalam menggunakan dana yang diusulkan.
Penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi alasan adanya
orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran. Berdasarkan hal
tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar sifat penerimaan dan pengeluaran, seperti
misalnya pendapatan dari pemerintah atasan, pendapatan darp pajak, atau pengeluaran untuk
gaji, pengeluaran untuk belanja barang, dan sebagainya, bukan berdasar pada tujuan yang
ingin dicapai dengan pengeluaran yang dilakukan.
Kelemahan Anggaran Tradisional
Dilihat dari berbagai sudut pandang, metode penganggaran tradisional memiliki
beberapa kelemahan, antara lain:
1. Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana
pembangunan jangka panjang.
2. Pendekatan incremental menyebabkan jumlah besar pengeluaran tidak pernah diteliti
secara menyeluruh efektivitasnya.
3. Lebih berorientasi pada input daripada output. Hal tersebut menyebabkan anggaran
tradisional tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat kebijakan dan pilihan
sumber daya, atau memonitor kinerja. Kinerja dievaluasi dalam bentuk apakah dana
telah habis dibelanjakan, bukan apakah tujuan tercapai.
4. Sekat-sekat antar departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan
sulit dicapai. Keadaan tersebut berpeluang menimbulkan konflik, overlapping,
kesenjangan, dan persaingan antar departemen.
5. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.
6. Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut sebenarnya terlalu
pendek, terutama untuk proyek modal dan hal tersebut dapat mendorong praktikpraktik yang tidak diinginkan (korupsi dan kolusi).
7. Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai
menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya adalah munculnya
budget padding atau budgetary slack.
8. Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme
pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi
anggaran dan 'manipulasi anggaran'.
9. Aliran informasi (sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang menjadi dasar
mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.

2)

ANGGRAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN NPM (New Public Management)


Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor publik
yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisionalyang terkesan kaku, birorkratis ,dan
hierarkis menjadi model menajemen sektor publik yang feksibel dan lebih mengakomodasi
pasar perubahan tersebut telah merubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan
antara pemerintah dengan masyarakat. Paradigma baru yang muncul dalam menejemen
sektor publik tersebut adalah pendekatan New Public Management.
Model New Public Management mulai dikenal tahun 1980-an dan kembali populer
tahun 1990-an yang mengalami beberapa bentuk reinkarnasi, misalnya munculnya konsep
managerialism ( Pollit, 1993 ); market-based public administration ( Lan,Zhiyong,And
Rosenbloom, 1992 ) ; post-bureaucratic paradigm (Barzelay, 1992 ); dan entrepreneurial
government (osborne and gaebler, 1992). New Public Management berfokus pada
manajemen sektor publik yang beroroentasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan
penggunaan paradigma New Public Management tersebut menimbulkan beberapa
konsekuensi bagi pemerintah di antaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi,
pemangkasan biaya, dan kompetisi tender.
vv

Anda mungkin juga menyukai