Pacuan
Pacuan
induksi
persalinan
perlu
dipenuhi
beberapa
transservikal (kateter foley), ekstra amnionik salin infusion (EASI), dilator servikal
higroskopik, dan stripping membrane. (Cunningham, 2013)
Proses Induksi
Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk memulai proses induksi, yaitu kimia
dan mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk mengeluarkan zat
prostaglandin yang berfungsi sebagai zat penyebab otot rahim
berkontraksi.
a. Secara kimia atau medicinal/farmakologis
1). Prostaglandin E2 (PGE2)
PGE2 tersedia dalam bentuk gel atau pesarium yang dapat dimasukkan
intravaginal atau intraserviks. Gel atau pesarium ini yang digunakan secara local akan
menyebabkan pelonggaran kolagen serviks dan peningkatan kandungan air di dalam
jaringan serviks. PGE2 memperlunak jaringan ikat serviks dan merelaksasikan serabut
otot serviks, sehingga mematangkan serviks. PGE2 ini pada umumnya digunakan untuk
mematangkan serviks pada wanita dengan nilai bishop <5 dan digunakan untuk induksi
persalinan pada wanita yang nilai bishopnya antara 5 - 7. (Sinclair, 2010, Llewellyn,
2002)
Bentuk gelnya (prepidil) tersedia dalam suntikan 2,5 ml untuk pemberian
intraserviks berisi 0,5 mg dinoprostone. Ibu dalam posisi terlentang, ujung suntikan yang
belum diisi diletakkan di dalam serviks, dan gel dimasukkan tepat di bawah os serviks
interna. Setelah pemberian, ibu tetap berbaring selama setidaknya 30 menit. Dosis dapat
diulang setiap 6 jam, dengan maksimum tiga dosis yang direkomendasikan dalam 24 jam.
Cervidil (dinoprostone 10 mg) juga diakui untuk pematangan serviks. Bentuknya yang
persegi panjang (berupa wafer polimerik) yang tipis dan datar, yang dibungkus dalam
kantung jala kecil berwarna putih yang terbuat dari polyester. Kantungnya memiliki ekor
panjang agar mudah untuk mengambilnya dari vagina.pemasukannya memungkinkan
dilepaskannya obat 0,3 mg/jam (lebih lambat dari pada bentuk gel). (Cunningham, 2013)
Cervidil digunakan dalam dosis tunggal yang diletakkan melintang pada forniks
posterior vagina. Pelumas harus digunakan sedikit, atau tidak sama sekali, saat
pemasukan. Pelumas yang berlebihan dapat menutupi dan mencegah pelepasan
dinoprostone. Setelah pemasukan, ibu harus tetap berbaring setidaknya 2 jam. Obat ini
kemudian dikeluarkan setelah 12 jam atau ketika persalinan aktif mulai terjadi. Cervidil
ini dapat dikeluarkan jika terjadi hiperstimulasi. American College of Obstetricians and
Gynecologists (1999) merekomendasikan agar pemantauan janin secara elektronik
digunakan selama cervidil digunakan dan sekurang-kurangnya selama 15 menit setelah
dikeluarkan. (Sinclair, 2010, Cunningham, 2013)
Efek samping setelah pemberian prostaglandin E2 pervaginam adalah
peningkatan aktivitas uterus, menurut American College of Obstetricians and
Gynecologists (1999) mendeskripsikannya sebagai berikut:
a) Takisistol uterus diartikan sebagai 6 kontraksi dalam periode 10 menit.
b) Hipertoni uterus dideskripsikan sebagai kontraksi tunggal yang berlangsung lebih
kehamilan atau saat cukup bulan dan tidak mempersingkat waktu pelahiran pervaginam.
(Cunningham, 2013)
4). Pemberian oksitosin intravena
Tujuan induksi atau augmentasi adalah untuk menghasilkan aktifitas uterus
yang cukup untuk menghasilkan perubahan serviks dan penurunan janin. Sejumlah
regimen oksitosin untuk stimulasi persalinan direkomendasikan oleh American College
of Obstetricians and Gynecologists (1999a). Oksitosin diberikan dengan menggunakan
protokol dosis rendah (1 4 mU/menit) atau dosis tinggi (6 40
mU/menit), awalnya hanya variasi protokol dosis rendah yang digunakan di Amerika
Serikat, kemudian dilakukan percobaan dengan membandingkan dosis tinggi, dan
hasilnya kedua regimen tersebut tetap digunakan untuk induksi dan augmentasi
persalinan karena tidak ada regimen yang lebih baik dari pada terapi yang lain untuk
memperpendek waktu persalinan. (Cunningham, 2013)
Oksitosin digunakan secara hati-hati karena gawat janin dapat terjadi dari
hiperstimulasi. Walaupun jarang, rupture uteri dapat pula terjadi, lebih-lebih pada
multipara. Untuk itu senantiasa lakukan observasi yang ketat pada ibu yang mendapat
oksitosin. Dublin (tahun 1984) menguraikan protokol untuk penatalaksanaan aktif
persalinan yang menggunakan oksitosin dosis awal dan tambahan 6 mU/menit. Dan di
Parkland Hospital, Satin, dkk (1992) mengevaluasi regimen oksitosin dengan dosis
tersebut, peningkatan dengan interval 20 menit jika diperlukan, menghasilkan rata-rata
waktu masuk ke persalinan yang lebih singkat, lebih sedikit induksi yang gagal, dan tidak
ada kasus sepsis neonatus. Dan dengan percobaan pada sampel yang berbeda, mereka
yang mendapat regimen 6 mU/menit memiliki durasi waktu persalinan yang lebih
singkat, persalinan forseps yang lebih sedikit, pelahiran Caesar karena distosia yang lebih
sedikit, dan menurunnya korioamnionitis intrapartum atau sepsis neonatorum. Dengan
demikian, manfaat yang lebih banyak didapatkan dengan memberikan regimen dosis
yang lebih tinggi dibandingkan dosis yang lebih rendah. Di Parkland hospital penggunaan
regimen oksitosin dengan dosis awal dan tambahan 6 mU/menit secara rutin telah
dilakukan hingga saat ini. Sedangkan di Birmingham Hospital di University Alabama
memulai oksitosin dengan dosis 2 mU/menit dan menaikkannya sesuai kebutuhan setiap
15 menit yaitu menjadi 4, 8, 12, 16, 20, 25, dan 30 mU/menit. Walaupun regimen yang
pertama tampaknya sangat berbeda, jika tidak ada aktifitas uterus, kedua regimen tersebut
mengalirkan 12 mU/menit selama 45 menit ke dalam infuse. (Cunningham, 2013)
Jika masih tidak terbentuk kontraksi yang baik pada dosis maksimal, lahirkanlah janin
melalui sectio caesar. Dalam pemberian infuse oksitosin, selama pemberian ada beberapa
hal yang harus diperhatikan oleh petugas kesehatan yaitu:
a) Observasi ibu selama mendapatkan infuse oksitosin secara cermat.
b) Jika infuse oksitosin menghasilkan pola persalinan yang baik, pertahankan kecepatan
infuse yang sama sampai pelahiran.
c) Ibu yang mendapat oksitosin tidak boleh ditinggal sendiri
d) Jangan menggunakan oksitosin 10 unit dalam 500 ml (20 mIU/ml) pada multigravida
dan pada ibu dengan riwayat section caesar.