Referat New
Referat New
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Premature Rupture of
Membrans (PROM) digunakan oleh para ahli untuk menunjukkan kejadian
dimana cairan amnion mengalir secara spontan sebelum proses persalinan
dimulai, dalam hal ini tanpa adanya kontraksi uterus. Istilah ini digunakan
untuk usia kehamilan di atas 37 minggu, sedangkan jika aliran cairan amnion
terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu, keadaan ini yang disebut dengan
Preterm Prematur Ruptur of the Membrans (pPROM) (DeCherney & Nathan
2003).
Sampai saat ini KPD masih merupakan masalah di dunia termasuk
Indonesia.
pada KPD, flora vagina yang normal bisa menjadi patogen yang akan
membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu
membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat
persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko terjadinya
infeksi ; kedua, adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering
terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi
yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress
Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru (Shah &
Sandesara, 2011).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ketuban Pecah Dini (KPD)
Definisi
Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis premature rupture of the
membrane PROM ) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum
terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila
2
seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu
jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian
untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang
disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal
persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa
tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of
the membrane - preterm amniorrhexis.
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes
before the onset of labour. KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan
persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998)
mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu
bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang
dari 5 cm. KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih
sebelum dimulainya persalinan.Sedangkan menurut Yulaikah (2009)
ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat tanda persalinan.
Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut ketuban
pecah dini (periode laten). Kondisi ini merupakan penyebab persalinan
premature dengan segala komplikasinya.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu,
yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 dan pada multipara kurang
dari 5cm.
Ada juga yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban
pecah saat usia kehamilan belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38
42 minggu. Arti klinis ketuban pecah dini :
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul
maka kemungkinan terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali
pusat menjadi besar
Epidemiologi
Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya
selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yangterjadi
dalam kolagen matriks ekstra seluler amnion, korion, dan apoptosis
membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli
seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan membran pereduksi
mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang
merangsang aktivitas matrix degrading enzym
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm
dan pada kehamilan midtrester. Frekuensi terjadinya sekitar 8%, 1 3 %,
dan kurang dari 1 %. Secara umum insidensi KPD terjadi sekitar 7 12 %
(Chan, 2006). Insidensi KPD kira kira 12 % dari semua kehamilan
(Mochtar, 1998), sedangkan menurut Rahmawati 2011 insidensi KPD
adalah sekitar 6 9 % dari semua kehamilan.
Etiologi
Penyebab KPD menurut Manuaba 2009 dan Morgan 2009 meliputi :
1. Serviks inkopeten menyebabkan dinding ketuban yang paling bawah
mendapatkan tekanan yang semakin tinggi.
2. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan
kelainan genetik)
disproporsi.
Hidramnion
kehamilan
atau
ganda,
sering
dan
disebut
1. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu
menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks smemiliki suatu
kelainan anatomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi sebelumnya
melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada serviks
sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri
dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga
yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya
hasil konsepsi (Cunningham, 2013).
2. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini
terjadikarena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan
kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah
tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis
dan mudah pecah (Cunningham, 2013).
3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan
selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan
kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban
mudah pecah (Cunningham, 2013).
4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000
mL. uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak.
Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara
berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba
dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.
5. Kelainan letak
Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena
Janin
100
1000
2500
3300
Plasenta
100
200
400
500
Cairan amnion
200
1000
900
800
Persen Cairan
50
45
24
17
Patogenesis
Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya
apoptosis dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari
enzim protease tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks
ekstraselular amnion. Kolagen interstitial terutama tipe I dan tipe III yang
10
Diagnosis
11
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari
serviks. Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau
Pemeriksaan
Lab
1. Pemeriksaan
alpha fetoprotein
(AFP),
konsentrasinya
tinggi didalam cairan amnion tetapi tidak dicairan semen dan urin
2. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisa
3. Tes pakis
4. Tes lakmus
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit
(Oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan
hasil anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi bukan untuk
menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai
amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.
Penatalaksanaan
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau
eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg
selama 7 hari). Jika umur kehamilan kurang dari 32 34 minggu, dirawat
selama air ketuban masih keluar. Jika usia kehamilan 32 37 minggu
belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan dexametason,
observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada
13
14
Komplikasi
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34
minggu persalinan dalam 24 jam.Pada kehamilan kurang dari 26 minggu
persalinan terjadi dalam 1 minggu.
Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah
Dini.Pada ibu terjadi korioamnionitis.Pada bayi dapat terjadi septicemia,
pneumonia, omfalitis.Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi.Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering daripada
aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat
banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
15
16
Pencegahan
Pada pasien perokok, diskusikan tentang pengaruh merokok selama
kehamilan usaha untuk menghentikan, motivasi untuk menambah berat
badan yang cukup selama hamil, anjurkan pasangan agar menghentikan
koitus pada trimester akhir.
Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung
pada :
Usia kehamilan
B. PERSALINAN NORMAL
Definisi
Definisi persalinan normal Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.
Partus immaturitas adalah kurang dari 28 minggu dan lebih dari 20 minggu
dengan berat janin antara 1000-1500 gram. Gravida adalah seorang wanita
yang sedang hamil. Primigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk
pertama kali. Para adalah wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat
hidup. Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi
17
yang hidup untuk pertama kali. Multipara adalah seorang wanita yang pernah
melahirkan anak yang hidup untuk beberapa kali (Wiknjosastro H., 2005).
Faktor penting dalam persalinan
Faktor penting yang memegang peranan dalam persalinan.
1. Power. Yaitu faktor kekuatan ibu yang mempengaruhi dalam persalinan.
i. His
ii. Kontraksi otot dinding perut.
iii. Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengedan.
iv. Ketegangan dan kontraksi ligamentum rotundum.
2. Passage. Yaitu : keadaan jalan lahir.
i. Jalan lahir lunak.
ii. Jalan lahir keras.
3. Passenger. Yaitu faktor yang ada pada janin dan plasenta. Faktor penunjang
yang turut berperan pada persalinan :
i. Penolong
ii. Peralatan
4. Faktor khusus Selain kedua faktor tersebut di atas ditambah lagi dengan
satu faktor khusus, sebagai contoh antara lain :
i. Jarak kehamilan < 2 tahun
ii. Umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun
iii. Penyakit ibu
iv. Perdarahan antepartum
v. Infertilitas
vi. Grandemulti ( Manuaba, 1998)
Fase fase persalinan nomal
Terdapat empat kala dalam persalinan normal, pertama adalah kala
I yaitu dimulai dengan waktu serviks membuka karena his, kontraksi
uterus teratur, makin lama, makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri,
disertai pengeluaran lendir darah dan berakhir setelah pembukaan serviks
lengkap yaitu bibir portio tidak dapat diraba. Selaput ketuban biasanya
pecah spontan pada akhir kala I. Terdapat fase laten berlansung selama 8
jam dan fase aktif selama 6 jam. Peristiwa yang penting dalam kala ini
adalah keluar lendir darah (bloody show) dengan lepasnya mucous plug,
terbukanya vaskular pembuluh darah serviks, pergeseran antara selaput
ketuban dengan dinding dalam uterus. Ostium uteri internum dan
eksternum terbuka menjadikan serviks menipis dan mendatar dan selaput
ketuban pecah spontan( Manuaba, 1998).
18
19
presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai
masuk ke dalam rongga panggul. Masuknya kepala melintasi pintu atas
panggul dapat dalam keadaan sinklitimus, ialah bila arah sumbu janin
tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat pula kepala masuk
dalam keadaan asinklitimus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan
pintu atas panggul ( Wiknjosastro H., 2005)
Sampai di dasar atas panggul kepala janin berada dalam keadaan
fleksi maksimum. Kepala yang sedang turun menemui diafragma pelvis
dan tekanan intrauterine disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala
mengadakan rotasi. Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan
ubun-ubun kecil di bawah simfisis, kepala mengadakan gerakan defleksi
untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his vulva lebih membuka dan kepala
janin makin tampak. Perineum menjadi makin lebar dan tipis, anus
membuka dinding rektum. Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan
mengedan, berturut-turut tanpa bregma, dahi, muka dan akhirnya dagu.
Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang disebut
putaran paksi luar ( Wiknjosastro H., 2005). Putaran paksi luar ini ialah
gerakan
kembali
sebelum
putaran
paksi
dalam
terjadi,
untuk
20
besar.
Penempatan
mangkok
pada
daerah
ini
dapat
ketika kepala lahir. Pastikan daerah portio atau vagina tidak terjepit
Pompa hingga tekanan skala 10 (silastik) atau negatif 0,2 kg/cm2
(mamlmstrom), dan periksa aplikasi mangkok (minta asisten
teluunjuk dan jari tengah pada kulit bayi. Tarikan diulang 3 kali.
Lakukan pemeriksaan di antara kontraksi (denyut janin dan aplikasi
mangkok).
Saat suboksiput sudah berada di bawah simpisis, arahkan tarikan ke
atas hingga lahirlah berturut-turut dahi, muka, dan dagu. Segera
21
Komplikasi
Komplikasi janin:
- Edema skalp, yang akan hilang dalam 1-2 hari
- Sefal hematoma, akan hilang dalam 3-4 minggu
- Aberasi dan laserasi kulit kepala
- Perdarahan intrakranial, jarang terjadi
Komplikasi Ibu
Robekan jalan lahir dapat terjadi. Periksa dengan seksama, dan
lakukan reparasi jika terdapat robekan serviks, vagina atau luka
episiotomi meluas.
D. INDUKSI PERSALINAN
Definisi Induksi Persalinan
Induksi persalinan adalah upaya menstimulasi uterus untuk
memulai terjadinya persalinan. Sedangkan augmentasi atau akselerasi
persalinan adalah meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi
uterus dalam persalinan. (Saifuddin, 2002).
Induksi dimaksudkan sebagai stimulasi kontraksi sebelum mulai
terjadi persalinan spontan, dengan atau tanpa rupture membrane.
Augmentasi merujuk pada stimulasi terhadap kontraksi spontan yang
dianggap tidak adekuat karena kegagalan dilatasi serviks dan penurunan
janin. (Cunningham, 2013). Induksi persalinan adalah upaya memulai
persalinan dengan cara-cara buatan sebelum atau sesudah kehamilan
cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his (Sinclair, 2012).
Secara umum induksi persalinan adalah berbagai macam tindakan
terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun
medisinal, untuk merangsang timbulnya atau mempertahankan kontraksi
rahim sehingga terjadi persalinan. Atau dapat juga diartikan sebagai
inisiasi persalinan secara buatan setelah janin viable. (Llewellyn, 2002).
22
Induksi
diindikasikan
hanya
untuk
pasien
yang
kondisi
Kontra Indikasi
Kontra indikasi induksi persalinan serupa dengan kontra indikasi
untuk menghindarkan persalinan dan pelahiran spontan. Diantaranya yaitu:
disproporsi sefalopelvik (CPD), plasenta previa, gamelli, polihidramnion,
riwayat sectio Caesar klasik, malpresentasi atau kelainan letak, gawat
janin, vasa previa, hidrosefalus, dan infeksi herpes genital aktif
(Cunningham, 2013).
dapat
ditemukan
selama
pelaksanaan
induksi
Persyaratan
Untuk dapat melaksanakan induksi persalinan perlu dipenuhi
beberapa kondisi/persyaratan sebagai berikut:
23
untuk
Proses Induksi
Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk memulai proses
induksi, yaitu kimia dan mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini
24
PGE2
memperlunak
jaringan
ikat
serviks
dan
panjang
agar
vagina.pemasukannya
mudah
untuk
memungkinkan
mengambilnya
dilepaskannya
obat
dari
0,3
25
terjadi.
hiperstimulasi.
Cervidil
American
ini
dapat
dikeluarkan
College
of
jika
Obstetricians
terjadi
and
pemberian
prostaglandin E2
of
Obstetricians
and
Gynecologists
(1999)
persalinan
spontan,
maka
penggunaannya
tidak
isosorbide
mononitrate
pada
dinoprostone
atau
27
28
29
ruang antara os serviks interna dan membran plasenta. Teknik ini telah
dilaporkan memberikan perbaikan yang signifikan pada skor bishop dan
mengurangi waktu induksi ke persalinan (Cunningham, 2013).
Penempatan kateter, dengan atau tanpa infuse salin yang kontinu,
menghasilkan perbaikan favorability serviks dan sering kali menstimulasi
kontraksi. Sherman dkk. (1996), merangkum hasil dari 13 percobaan
dengan metode ini menghasilkan peningkatan yang cepat pada skor bishop
dan persalinan yang lebih singkat. Chung dkk. (2003) secara acak
mengikutsertakan 135 wanita untuk menjalani teknik induksi persalinan
dengan kateter foley ekstra amnion dengan inflasi balon sampai 30 ml juga
menghasilkan waktu rata-rata induksi ke pelahiran memendek secara
nyata. Dan Levy dkk. (2004) melaporkan bahwa penggunaan balon kateter
foley transservikal 80 ml lebih efektif untuk pematangan serviks dan
induksi dari pada yang 30 ml (Cunningham, 2013).
Adapun teknik pemasangan kateter foley yaitu sebagai berikut:
a) Pasang speculum pada vagina
b) Masukkan kateter foley pelan-pelan melalui servik
dengan
30
dalam kanalis servikalis dan dibiarkan selama 12-18 jam, kemudian jika
perlu dilanjutkan dengan infus oksitosin (Cunningham, 2013).
3). Stripping membrane
Yang dimaksud dengan stripping membrane yaitu cara atau teknik
melepaskan atau mamisahkan selaput kantong ketuban dari segmen bawah
uterus. Induksi persalinan dengan stripping membrane merupakan
praktik yang umum dan aman serta mengurangi insiden kehamilan lebih
bulan. Stripping dapat dilakukan dengan cara manual yakni dengan jari
tengah atau telunjuk dimasukkan dalam kanalis servikalis (Cunningham,
2013).
4). Induksi Amniotomi
Ruptur membrane artifisial atau terkadang disebut dengan induksi
pembedahan, teknik ini dapat digunakan untuk menginduksi persalinan.
Pemecahan ketuban buatan memicu pelepasan prostaglandin. Amniotomi
dapat dilakukan sejak awal sebagai tindakan induksi, dengan atau tanpa
oksitosin. Pada uji acak, Bacos dan Backstrom (1987) menemukan bahwa
amniotomi saja atau kombinasi dengan oksitosin lebih baik dari pada
oksitosin saja. Induksi persalinan secara bedah (amniotomi) lebih efektif
jika keadaan serviks baik (skor Bishop > 5). Amniotomi pada dilatasi
serviks sekitar 5 cm akan mempercepat persalinan spontan selama 1
sampai 2 jam, bahkan Mercer dkk. (1995) dalam penelitian acak dari 209
perempuan yang menjalani induksi persalinan baik itu amniotomi dini
pada dilatasi 1-2 cm ataupun amniotomi lanjut pada dilatasi 5 cm
didapatkan awitan persalinan yang lebih singkat yakni 4 jam
(Cunningham, 2013; Sinclair, 2012).
Namun ada komplikasi atau resiko yang dapat timbul setelah
dilakukan amniotomi yakni: sekitar 0,5 % terjadi prolaps tali pusat, infeksi
(jika jangka waktu antara induksi-persalinan > 24 jam), perdarahan ringan,
perdarahan post partum (resiko relatif 2 kali dibandingkan dengan tanpa
induksi persalinan), hiperbilirubinemia neonatus (bilirubin > 250 mol/l)
(Llewellyn, 2002).
31
E. SECTIO CAESARIA
Definisi
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan insisi
pada dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Joy,
20016).
Indikasi
Indikasi terkemuka untuk sesar (85%) adalah sesar sebelumnya,
sunsang, distosia, dan gawat janin (Joy, 2016).
32
33
d. Ruptura Uteri
Ruptura uteri baik yang terjadi dalam masa hamil atau dalam
proses persalinan merupakan suatu malapetaka besar bagi wanita dan
janin yang dikandungnya. Dalam kejadian ini boleh dikatakan sejumlah
besar janin atau bahkan hampir tidak ada janin yang dapat diselamatkan,
dan sebagian besar dari wanita tersebut meninggal akibat perdarahan,
infeksi, atau menderita kecacatan dan tidak mungkin bisa menjadi hamil
kembali karena terpaksa harus menjalani histerektomi (Prawirohardjo,
2009).
Ruptura uteri adalah keadaan robekan pada rahim dimana telah
terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dengan rongga
peritoneum. Kausa tersering ruptur uteri adalah terpisahnya jaringan parut
bekas sectio caesarea sebelumnya. Selain itu, ruptur uteri juga dapat
disebabkan trauma atau operasi traumatik, serta stimulus berlebihan.
Namun kejadiannya relatif lebih kecil (Cunningham, 2013).
e. Disfungsi Uterus
Mencakup kerja uterus yang tidak adekuat. Hal ini menyebabkan
tidak adanya kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim. Dan ini
membuat kemajuan persalinan terhenti sehingga perlu penanganan
dengan sectio caesarea (Prawirohardjo, 2009).
34
f. Solutio Plasenta
Disebut juga abrupsio plasenta, adalah terlepasnya sebagian atau
seluruh plasenta sebelum janin lahir. Ketika plasenta terpisah, akan diikuti
pendarahan maternal yang parah. Bahkan dapat menyebabkan kematian
janin. Plasenta yang terlepas seluruhnya disebut solutio plasenta totalis,
bila hanya sebagian disebut solutio plasenta parsialis, dan jika hanya
sebagian kecil pinggiran plasenta yang terpisah disebut ruptura sinus
marginalis (Impey, 2008). Frekuensi terjadinya solutio plasenta di
Amerika Serikat sekitar 1% dan solutio plasenta yang berat mengarah
pada kematian janin dengan angka kejadian sekitar 0,12% kehamilan atau
1:830. Solutio plasenta jjuga dapat terjadi sekitar 1% dari semua
kehamilan di seluruh dunia (Deering, 2015).
35
hipertensi
atau
kejang
pada
rahim
yang
dapat
36
c. Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby),
menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan
janin yang berlebihan disebabkan sang ibu menderita kencing manis
(diabetes mellitus). Bayi yang lahir dengan ukuran yang besar dapat
mengalami kemungkinan komplikasi persalinan 4 kali lebih besar
daripada bayi dengan ukuran normal (Oxorn, 2003).
Menentukan apakah bayi besar atau tidak terkadang sulit. Hal ini dapat
diperkirakan dengan cara :
a.
b.
Indikasi Sosial
Menurut Mackenzie et al (1996) dalam Mukherjee (2006),
permintaan ibu merupakan suatu faktor yang berperan dalam angka
kejadian sectio caesarea yaitu mencapai 23%. Di samping itu, selain
untuk menghindari sakit, alasan untuk melakukan sectio caesarea adalah
untuk menjaga tonus otot vagina, dan bayi dapat lahir sesuai dengan
waktu yang diinginkan. Walaupun begitu, menurut FIGO (1999) dalam
Mukherjee (2006), pelaksanaan sectio caesarea tanpa indikasi medis
tidak dibenarkan secara etik.
38
Kekurangan :
-
Sectio caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi
pada segmen bawah rahim. Dilakukan dengan membuat sayatan
melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira kira 10 cm.
Kelebihan :
-
Kekurangan :
-
39
Komplikasi
a. Infeksi Puerperal (nifas)
Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
Sedang, kenaikan suhu disertai dehidrasi dan perut kembung
Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
b. Perdarahan, karena :
Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
Atonia Uteri
Perdarahan pada plasenta
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan komplikasi lainnya yang jarang
terjadi.
d. Kemungkinan ruptura uteri atau terbukanya jahitan pada uterus karena
operasi sebelumnya (Joy, 2016).
BAB III
METODE PENELITIAN
40
A. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan menggunakan desain case series.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di RSUD R.A. Kartini Kabupaten
Karanganyar dengan pertimbangan tersedianya data penderita Ketuban Pecah
Dini tahun 2014 2015.
C. Populasi Penelitian
Populasi adalah sekelompok subjek dengan karakteristik tertentu dalam
penelitian. Populasi adalah semua data pasien KPD di RSUD R.A. Kartini
Kabupaten Karanganyar tahun 2014 2015.
D. Sampel dan Teknik Sampling
Sampel merupakan bagian dari populasi yang mewakili populasi dan
dipilih dengan cara tertentu. Sampel dari penelitian ini adalah pasien dengan
KPD di RSUD R.A. Kartini Kabupaten Karanganyar dan memenuhi kriteria
inklusi dari penelitian ini. Teknik dalam pengambilan sampel ini adalah
dengan menggunakan teknik total sampling yaitu pengambilan sampel dari
semua populasi penelitian yang memenuhi kriteria pemilihan (Sugiyono,
2011).
E. Kriteria Restriksi
1. Kriteria Inklusi
a. Ibu Hamil dengan Ketuban Pecah Dini
b. Ibu Hamil dengan KPD dan dipacu
c. Ibu Hamil dengan KPD dan tidak dipacu
d. Ibu Hamil dengan KPD dan berakhir vakum
e. Ibu Hamil dengan KPD dan berakhir section caesaria
2. Kriteria Eksklusi
a. Ibu hamil yang bukan di diagnosa KPD
F. Teknik Pengambilan Data
Penelitian dan pengambilan data dilakukan dengan melihat rekam
medis 2 tahun terakhir yaitu tahun 2014-2015 di RSUD R.A. Kartini
Kabupaten Karanganyar.
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil penelitian ini didapatkan berdasarkan data rekapitulasi ponek tahun
2014-2015. Adapun karakteristik subjek sebagai berikut:
42
Tabel 1. Data subjek pasien Ketuban Pecah dini (KPD) tahun 2014:
TIDAK
PACU
BULAN
KPD
PACU
JANUARI
FEBRUARI
MARET
APRIL
MEI
JUNI
JULI
AGUSTUS
SEPTEMBER
19
9
18
8
12
3
14
13
17
9
4
8
5
7
3
12
9
12
OKTOBER
NOVEMBER
10
DESEMBER
12
TOTAL
142 (100%)
80 (56,34%)
41 (28,87%)
21 (14,79%)
9
3
9
3
5
2
4
2
SC
VAKUM
1
2
1
Tabel 2. Data subjek pasien Ketuban Pecah dini (KPD) tahun 2015:
BULAN
KPD
PACU
JANUARI
20
20
FEBRUARI
23
MARET
22
TIDAK
PACU
SC
VAKUM
15
17
43
APRIL
15
10
MEI
25
19
JUNI
15
15
JULI
15
AGUSTUS
15
SEPTEMBER
OKTOBER
19
NOVEMBER
15
DESEMBER
12
TOTAL
202 (100%)
119 (58,91%)
27 (13,36%)
55 (27,23%)
1 (0,49%)
2014
2015
121 (45,15%)
147 (54,85%)
44
Perabdominal
21 (27,63%)
55 (72,36%)
Jenis Tindakan
Tahun
2014
2015
Pacu
80 (40,2%)
119 (59,8%)
Tidak dipacu
41 (60,3%)
27 (39,7%)
vakum
Total
121
147
Pada tabel diatas untuk kasus persalinan pervaginam pada tahun 20142015 didapatkan pada jenis tindakan pacu atau induksi yang digunakan untuk
membantu proses persalinan yaitu sebanyak 80 orang pada tahun 2014 dan 119
orang pada tahun 2015. Dan pada jenis perlakukan tidak dipacu atau tindakan
secara konservatif pada tahun 2014 lebih banyak daripada tahun 2015. Sedangkan
pada jenis tindakan vakum sangat jarang digunakan terbukti dari hasil rekapitulasi
data tabel diatas hanyak terjadi pada satu kali yaitu pada tahun 2015.
B. Pembahasan
45
lebih
sedikit
pada
perempuan
yang
persalinannya
diinduksi
(Cunningham, 2013).
46
47
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik
berkaitan
dengan
penyulit
kelahiran
prematur
dan
terjadinya
infeksi
48
ada,
selalu
berubah.
Protokol
pengelolaan
mempertimbangkan adanya infeksi dan usia gestasi serta faktor-faktor lain seperti
fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak
ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus
ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas
perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun
pada ibu.
B. Saran
Rekapitulasi penderita KPD di RSUD Karanganyar, sebaiknya dilengkap
untuk cara persalinan baik pervaginam atau perabdominal disertai dengan
indikasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham., Leveno., Hauth, B., Rouse., Sponge. 2013. Obstetri Williams. Edisi
23. Volume 1. Jakarta: EGC. Pp 568-579
DeCherney AH dan Nathan L. 2007. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis
& Treatment. 9th edn. New Jersey: The McGraw-Hill.
49
Saifuddin, AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Shah, M., Sandesara, P. Fetomaternal Outcome In Cases of Premature rupture of
Membran (PROM)- A Case Control Study. 2011. Gujarat Medical Journal.
Vol. 66 No. 1.
Sinclair, C. 2012. Buku Saku Kebidanan. Jakarta: EGC
Sofoewan, S. 1999. Ketuban Pecah Dini pada Kehamilan Cukup Bulan:
Penanganan Secara Aktif (PA) vs Penanganan Secara Konservatif (PK).
Departement of Obstetric & Gynecology, Faculty of Medicine, Gadjah
Mada University, Yogyakarta, Indonesia. B.I.Ked, Vol.31. No. 2:113-117
Sugiyono. 2011. Metode penelitian pendidikan. Bandung: Alfabeta
Suwannachat B. Planned early birth versus expectant management (waiting) for
prelabour rupture of membranes at term (37 weeks or more): RHL
commentary (last revised: 24 August 2007). The WHO Reproductive
Health Library; Geneva: World Health Organization.
Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, edisi ketiga. Jakarta: YBP-SP
Yulianti, D. 2006. Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan & Persalinan.
Jakarta: EGC.
51