Anda di halaman 1dari 27

TERAPI MODALITAS

LATAR BELAKANG
Keprihatinan yang sungguh-sungguh masih ada yang menyangkut kekurangan dan
keterbatasan sarana pelayanan kesehatan mental pada usila (Birren dan Renner, 1979 ; Gatz,
Smyer dan Lawton, 1980 ; Knight, 1978 1979 ; Smyer dan Gatz, 1979 ; Sparcino, 1978
1979 ; Storandt, Siegler, dan Elias, 1978).
Barangkali pelayanan-pelayanan yang telah ada secara implicit didasarkan pada model
yang menekankan pada penurunan yang irreversible pada usila. Sebuah model yang hingga
kini masih mendominasi riset dan praktek gerontology (Birren dan Sloakne, 1980 ;
Kastenbaum, 1978 ; Storandt et al, 1978). Selain itu berdasarkan tinjauan bukti-bukti oleh
Garfield (1978) dan Smith serta Glass (1977) usia seorang tidak muncul sebagai predictor
pada keberhasilan psikotherapy. Meskipun Luborsky, Chandler, Auerbach, Cohen dan
Bachrach (1971 : 151) sebagai contoh, menyimpulkan bahwa klien usila cenderung memiliki
prognose yang agak jelek. Tinjauan studi tidak secara jelas menyatakan bahwa samplesampel usila dan banyak keterbatasan kontrol yang menghambat efek therapy.
Mengapa ada kekurangan minat pada perawatan usila ?. Hal ini diakibatnya karena

1.
2.

Perbedaan perasaan dan sikap dari pemberi therapy


Kekurangan pengalaman profesional dan kontak personal dengan usila.
(contoh : kematian, konflik keluarga, cemas pada ketuaan). Beberapa orang
(catatan Butler 1963 dan Butler dan Lewis 1981) professional mempunyai sifat
agitasi terhadap perawatan usila, sehingga sering mengakibatkan professional
tersebut menghindari pemberian pelayanan perawatan atau memperburuk
kualitas pelayanan tersebut.
Faktor lain dari perawatan substandard bagi klien usila saat ini kita kenal
dengan countertransference (Blum dan Tallmer, 1977). Hayslip dan Kooken
(1982 : 183) menyatakan Countertransferenceini mencegah sifat konselor yang
memandang klien seutuhnya : penurunan fisik, nyeri, penurunan intelegensi,
gangguan penurunan hubungan dengan orang lain dan rigitditas. Davis dan
Kopfer (1977) dan Ford dan Sbordone (1980) menegaskan bahwa keadaan sifat
negatif diatas mempengaruhi pengobatan, penegaan diagnosa yang tidak tepat
dan ketidakharmonisan hubungan antara klien usila dan dokter. Keadaankeadaan tersebut dapat terjadi jika dokternya lebih muda atau memiliki
keterbatasan kemampuan untuk berhubungan dengan orang usila.

3.

Faktor lain yang bertanggung jawab terhadap kurangnya pengetahuan pada


bidang ini adalah sikap klien dalam menerima bantuan professional. Rasa curiga
dan sikap acuh serta tidak percaya adalah faktor-faktor yang membuat klien
harus mencoba dirinya sendiri daripada ditolong oleh orang lain.

4.

Meskipun ada perbedaan pendapat mengenai cara melatih dan pendayagunaan


petugas atau perawat namun tampak jelas bahwa usila dimasa yang akan dating
(yang menuntut pelayanan therapeutic yang melebihi kebutuhan usila disaat ini)
akan membutuhkan pelayanan yang sesuai dan staf yang terlatih, untuk
mencapai tingkat yang maksimal antara kualitas dan kuantitas dari pelayanan
therapeutic professional pada usila. Biaya untuk perawatan emosional(pasien
rawat jalan) tetap merupakan masalah untuk sebagaian orang yang tidak
mempunyai asuransi untuk therapy tersebut.
Dasar dari kegiatan tersebut adalah sesuai dengan hasil survey saat ini bahwa
anatara 6 % - 16 % dari usila membutuhkan pelayanan konseling, tetapi
pelayanan yang ditawarkan berlawanan dengan keinginan dari usila tersebut
(Hayslip dan Kooken 1982 : 285). Tingkat sensitivitas seseorang berbeda begitu
juga pengakuan terhadap kesehatan mental/penyakit mental lebih baik di
klarifikasikan antara kesehatan fisik, stress/dukungan dalam lingkungan dan
pengalaman hidup dari usila juga diperlukan akan mempertinggi kesadaran
kelompok usila saat ini dan yang akan datang serta berguna untuk pelayanan
kesehatan mental (Hayslip dan Kooken 1982 : 285)
Karena pendefinisian keperawatan yang sempit maka tinjauan saat ini
menimbulkan kesan adanya variasi dari beberapa bentuk dengan tujuan masingmasing seperti yang diungkapkan oleh Levy, Derogatis dan Gatz (1980) yang
memandang therapy (atau lebih tepatnya intervensi) sebagai pemfokusan pada
individu dan lingkungan, untuk memfasilitasi penyesuaian antara keduanya.
Bentuk model yang sama telah dikembangkan oleh Gottesman, Quarterman dan
Cohn (1973) dan dibicarakan secara lebih spesifik berikut ini.

THERAPI MODALITAS
Selain perhatian secara umum terhadap therapy pada usila seperti tersebut diatas,
pertimbangan yang serius harus secara nyata diberikan kepada beberapa therapy pilihan pada
orang tua dengan distress. Sayangnya ruang lingkup gerontology masih relatif baru,
keinginan untuk membicarakan tentang therapy modalitas yang spesifik dengan usila pada
banyak kasus didahului evaluasi dari efektifitas. Sebagai konsekwensinya, dalam bahasan
berikut harus betul-betul memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan penggunaan suatu
metode therapy. Tanpa memandang tingkat kepopuleran suatu tehnik yang diberikan,
keefektifan pencapaian tujuan haruslah yang pertama terdefinisikan dalam ingatan seseorang,
begitupun halnya tujuan/sasaran klien usila.
Sekarang ini banyak pendekatan yang ada untuk individu usila yang membutuhkan
pertolongan (baik dimasyarakat maupun diinstitusi). Sungguhnpun demikian suatu model
khusus untuk pemilihan therapy telah diajukan oleh Gottesman, Quarterman dan Cohn (1973)
(dalam kenyataannya tidak ada criteria untuk suatu therapy dan gangguan), Penulis ini
menyatakan bahwa faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan therapy haruslah
selalu mencakup :
1. Kapasitan (fisik, emosi, kognitif) dari orang usila.

2. Kebutuhan bermasyarakat (social demand) yang menyangkut penyesuaian perilaku


untuk orang usila.
3. Harapan (keinginan-keinginan) dari orang tertentu lainnya
4. Harapan-harapan (keinginan-keinginan) dari usila sendiri untuk dirinya sendiri)
Misalnya, seperti yang dibecarakan Gottesman dkk, usila ingin mengemudi mobil,
akan tetapi ia tidak cukup kuat untuk mengemudi secara fisik (post stroke), penolong harus
lebih menganjurkan untuk lebih menyadari keterbatasan fisiknya atau merekomendasikannya
dengan suatu rancangan lain yang cocok (misal : meminta teman atau anggota keluarganya
untuk mengendarai atau menggunakan bus). Kemungkinan sumber masalah barangkali
berkaitan masalah social (batasan usia yang diijinkan untuk mengemudi) atau beristirahat
dengan anggota keluarga (mereka mungkin mengharapkan agar anggota keluarga yang telah
tua tetap senantiasa dapat mandiri karena masing-masing anggota selalu mandiri). Intervensi
dalam kasus begini diarahkan pada pengubahan yang memungkinkan usila dapat mengemudi
atau berfokus pada mengubah harapan/keinginan keluarga yang mempunyai anggota yang
berusia lanjut.
Kemungkinan, Gottesman (1980) mengjarkan bahwa perhatian utama haruslah
berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas dan tidak hanya pada kuantitas hidup.
Lebih khusus lagi tujuan therapy yang dimaksudkan oleh Gottesman adalah :
1. Berwawasan pada pola perilaku seseorang
2. Menghilangkan gejala
3. Menghilangkan hal-hal yang terkait
4. Memperlambat memperburuknya keadaan
5. Adaptasi terhadap keadaan yang ada
6. Memperbaiki kemampuan self care/perawatan diri
7. Meningkatkan aktifitas
8. Memperbesar atau meningkatkan kemandirian
Tiap tujuan mempunyai kekurangan dan kelebihan tergantung dari beberapa faktor,
misalnya : kesehatan atau tingkat dukungan yang ada pada klien sehingga apakah
inimerupakan pendekatan jangka pendek atau jangka panjang atau pendekatan rawat jalan
(community based) atau klien yang ada dirumah sakit yang membutuhkan keputusan secara
pribadi. Beberapa tipe untuk therapy (individu, kelompok, keluarga) berlaku baik untuk
sebagaian individu (dan atau beberapa dokter atau therapist) disbanding yang lainnya.
Sementara beberapa yang lain akan cocok untuk tertentu dibanding yang lainnya. Beberapa
(therapy individu) merupakan tipe yang lebih mahal daripada lainnya (therapy kelompok)
(Hayslip dan Kooken 1982 : 289). Jadi pendekatan /tehnik pribadi kurang baik untuk orang
tua mungkin lebih berhasil pada semua situasi atau untuk semua tipe klien.
Kenyataan ini lebih disukai (Eisdorfer dan Stotsky, 1977) bahwa pendekatan pribadi lebih
besar daripada tehnik lainnya, sebenarnya menjamin sedikit akan meningkatkan mutu dan
menolong memberi pengalaman yang baik untuk klien dan konselor.
(Hayslip dan Kooken, 1982) yang mempunyai teori ada beberapa macam dari bentuk
psikhotherapi dan dari bentuk-bentuk ini tidak bermakna. Salah satu yang harus dicatat
bahwa jumlah investigasi eksperimen yang dapat dilakukan pada klien yang lebih tua lebih
sedikit dibanding dengan studi yang dapat dilakukan pada kelompok usia lainnya.
Karena itu pada beberapa kasus adalaha tidak mungkin untuk mengatakan suatu pendekatan
tertentu yang efektif akan dilakukan. Dalam hal ini berbagai pendekatan therapy haruslah
dipandang sebagai sesuatu yang dinilai diskriptif, tidak dapat dites atau didasarkan atas dasar
pengetahuan sedikit.

A. TERAPI REVIEW KEHIDUPAN


Satu dari pendekatan yang paling terkenal terhadap pengobatan usila adalah dengan
menggunakan Review Kehidupan/Life Review (Butler, 1963, Butler dan Lewis, 1981).
Butler dan Lewis (1981) menjelaskan bahwa Therapi Review Kehidupan adalah lebih
ekstensif daripada pengingatan kembali masa lampau secara sederhana, walaupun kenangkenangan merupakan komponen utama dalam pendekatan ini. Mereka juga menjelaskan
bahwa pemerolehan suatu otobiografi yang ekstensif dari manula adalah penting (tergantung
pada keragaman sumber misalnya : album keluarga, silsilah keluarga), dengan membiarkan
mereka mengatur hidupnya sendiri. Oleh karena itu, konflik-konflik intrapsikis, hubungan
keluarga, keputusan tentang keberhasilan dan kegagalan, penyelesaian masalah dan
klarifikasi dari nilai-nilai yang dimiliki manula adalah potensial untuk memberikan
keuntungan yang diperoleh melalui life review yang dilakukan secara individu atau
kelompok.
Tetapi review kehidupan dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat frustasi dan
menyakitkan untuk banyak manulau yang mungkinmemperoleh dukungan emosional dari
seorang penasehat (konselor) selama periode waktu yang lama untuk mengatasi hasil
tambahan (by product) dari proses ini (putus asa, rasa bersalah, permusuhan).
Sherwood dan Mor (1980 : 867) menunjukan bahwa kenang-kenangan (life review)
therapy paling baik dipergunakan dalam suatu lingkungan yang suportif untuk menciptakan
kembali identitas orang yang sudah lanjut usia untuk kembali dari keadaan ketidaksesuaian
(dissonance) yang disebabkan oleh kesadaran bahwa usia lanjut tidak memungkinkan untuk
menikmati hidup sepuas-puasnya seperti harapan dirinya dimasa lampau.
Sherwood dan Mor (1980) mencatat bahwa kenang-kenangan mungkin tidak cocok bagi
manula yang memiliki riwayat kelainan sosial dan psikologis . Juga kegunaanya mungkin
terbatas bagi manula yang memiliki sumber-sumber interpersonal (interpersonal resourses)
seperti : anak, istri/suami, teman, cucu atau bagi mereka yang kebutuhannya untuk tidak
menerima pengalaman-pengalaman yang menyakitkan (dan bagi mereka yang menjadikan
penolakan sebagai pendekatan seumur hidup terhadap masalah-masalahnya) lebih besar dari
keuntungan-keuntungan proses review kehidupan (sebagai suatu persiapan untuk kematian)
bukanlah cirri-ciri khusus bagi manula secara keseluruhan ( Hayslip dan Martin, 1985).

PENDEKATAN-PENDEKATAN LAINNYA
Disamping therapy review kehidupan, ada sejumlah pendekatan lain terhadap
pengobatan manula namun pemakaiannya terbatas, meliputi therapy musik, remotivasi,
orientasi realitas, therapy okupasi, therapy olag raga (tari), therapy seni dan therapy main
peran atau drama.
Therapi musik menggantungkan pada memainkan instrumen musik, bernyanyi atau
mendengarkan rekaman untuk memudahkan pergerakan, meningkatkan tingkat aktifitas dan
meningkatkan perasaan puas dan keterlibatan dalam kehidupan. Seperti ditunjukan oleh
Hartyford (1980) bahwa penelitian yang jumlahnya sedikit tentang evaluasi therapy musik
mengisyaratkan bahwa therapy musik benar-benar dapat mencapai tujuan ini. Therapi ini
lebih tepat dianggap sebagai suatu tehnik atau suatu pelengkap karena therapy ini dapat
dipergunakan dalam konteks suatu situasi kelompok tau therapy review kehidupan. Sama

juga bagi therapy seni, therapy okupasi, therapy olah raga (tari), therapy drama. Sejauh
seseorang terlibat dalam seni (baik sebagai kreatifitas maupun sebagai apresiasi), terutama
dalam penulisan, pengarahan atau permainan peran teater/drama, atau bergabung dengan
kelompok senam aerobik, tari atau suatu kelompok ketrampilan/keahlian, maka dia akan
memperoleh banyak keuntungan yang potensial.
Disamping dapat mengembangkan kepercayaan diri dan kepuasan dalam kemampuan,
tehnik ini memungkinkan seseorang untuk mengembangkan ketrampilan interpersonal,
sehingga dapat mengurangi perasaan terisolasi. Yang lebih penting lagi, pola pengobatan ini,
karena menenkankan keterlibatan dalam sesuatu (suatu kegiatan atau minat) atau dalam
seseorang, dapat juga merenungi kegagalan-kegagalan masa lampau dan sekarang atau
konflikyang tidak terpecahkan. Kegiatan-kegiatan ini dapat mempertahankan seseorang
merasa disibukkan baik secara fisik maupun mental, sehingga mengurangi kemungkinan akan
mempergunakan waktunya untuk kegiatan-kegiatan (memikirkan tentang masa lampau) yang
sifatnya merusak diri.

B. ORIENTASI REALITAS
Orientasi realitas (RO) menekankan pada pengurangan kebingungan/disorientasi
(biasanya dikerjakan dalam suatu institusi), dan mungkin sangat terstruktur, dengan
menekankan orientasi pada waktu, tempat dan orang atau secara intensif selama 24 jam.
Karena ini melibatkan suatu perubahan lingkungan (melibatkan staf dan keluarga), cara
ini serupa dengan pengobatan lingkungan pergaulan (Folsom, 1968). Studi yang berhubungan
dengan RO cenderung deskriptif dengan peningkatan yang bersifat umum atau pulang dari
institusi tersebut merupakan tujuan utama (Sherwood dan Mor, 1980), Penelitian ini secara
metodologi memiliki kekurangan (misalnya tidak melakukan pengontrolan terhadap harapan
staf akan peningkatan).
Penelitian yang dilakukan oleh Zelpin, Wolfe dan Kleinplatz (1981) menunjukan bahwa
RO adalah efektif dalam menurunkan disorientasi (relatif terhadap kontrol), tetapi efektifitas
ini terbatas bagi manula yang tidak mengalami disorientasi berat atau yang lebih muda.
Penulis menarik kesimpulan bahwa Walaupun ada keterbatasan efektifitas dari RO, RO
berguna sebagai suatu alat untuk mengorganisasikan perhatian terhadap mereka yang
dosrientasi sehingga dapat menghindari kebijakan-kebijakan penjagaan yang tidak pada
tempatnya (Zelpin dkk. 1981 : 77).
Zelpin dkk (1981) dan Storand (1978) keduanya menunjukan bahwa keterikan pada suatu
pengobatan yang kaku sering membatasi efektifitas dari RO. Mengingat RO dapat
dipergunakan oleh staf nonprofessional (pembantu perawat), penggunaannya harus fleksibel,
dan mungkin terbatas pada manula yang tidak begitu disorientasi (Storand : 1978). Dilain
pihak, Storand mencatat bahwa pasien yang disorientasinya sedikit banyak menunjukan rasa
permusuhan apabila terpapar dengan RO secara sama, sehingga memerlukan waktu dan
upaya tambahan bagi staf untuk mengatasi rasa marahnya.
Seperti Hayslip dan Kooken (1982 : 295) tunjukan, partisipasi seperti dapat dengan baik
mencegah penurunan kognitif yang mungkin diakibatkan oleh kurangnya stimulasi. Prinsip

yang paling penting yang harus diingat adalah perlu ada keterpaparan terhadap tuntuan untuk
memproses dan memperoleh kembali informasi, atau dalam istilah sederhana latihan
berfikir.
Ketrampilan berpikir tidak boleh dihentikan untuk waktu yang lama karena dapat
menyebabkan kerusakan-kerusakan baik bersifat eksperiensial maupuin organic. Tujuan
utama therapist adalah selalau membuat manula aktif. Berbeda dengan psikotherapi dengan
kelompok umur lainnya, therapy ini memerlukan sesi satu atau dua kali sehari, jika tidak,
sumber stimulasi lainnya untuk klien akan muncul dan dapat tertanam.

C. REMOTIVASI
Remotivasi juga dapat dilakukan dengan bantuan perawat, memiliki prinsip bahwa bagian
yang sehat dari kepribadian seseorang dapat diaktifkan. Penerima therapy ini dapat
Menjembatani klien dengan realita, reinforcement asintraksi kelompok dan Penemuan
kembali aktifitas-aktifitas sebelumnya yang memuaskan.
Tujuan dari pendekatan remotivasi ini adalah peningkatan kompetensi social, kemampuan
self care dan tingkat aktifitas. Bukti-bukti menunjukan bahwa tehnik remotivasi ini
memenuhi tujuan seperti diatas untuk orang-orang lanjut usia yang dirawat dipanti-panti
jompo (tehnik remotivasi ini juga sudah digunakan pada orang-orang usila yang berada di
masyarakat). Namun ada beberapa indikasi bahwa keefektifan tehnik ini berbeda-beda sesuai
dengan posisi klien.Storand (1978 : 286) menyatakan bahwa tehnik remotivasi ini tidak harus
dipandang sebagai sesuatu hal yang memerlukan penelitian yang lebih mendetail untuk
menentukan aspek-aspek mana dari prosedur yang paling menguntungkan, mengingat hal itu
dapat merugikan pasien sendiri. Yang perlu diingat bahwa remotivasi ni pada awalnya
berpengaruh sangat besar dan bila sudah tertarik dan berminat berminat maka remotivasi ini
paling banyak digunakan oleh perawat dan pasien.

D. THERAPI MILIEU/ MANIPULASI LINGKUNGAN


Therapy mipieu dilakukan dengan menciptakan suatu Komunitas therapeutic dimana
seluruh fase interaksi paien-pasien usila dengan perawat dirancang sedemikian rupa sehingga
menguntungkan pasien . Therapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan social,
memperbersar tanggung jawab terhadap aktifitas sendiri dan meningkatkan harga diri.
Asumsi, yaitu :

1. Perawatan pasien harus manusiawi dan tidak menghukum


2. Pelaksana therapy Milieu akan meningkatkan pengelolaan ruang perawatan

3. Therapi Milieu berkaitan langsung dengan

sumber-sumber interpersonal dalam

lingkungan sekitarnya.
Storand juga menunjukan bahwa therapy Milieu ini akan berfungsi dengan baik pada
pasien usila yang memiliki gejala psikotik secara emosional tetapikemampuankognitifnya
masih utuh. Dengan demikian pasien usila yang masih bersikap bermusuhan dan mengamuk
akan sulit ditangani dengan therapy Milieu. Ia mencatat bahwa meskipun memiliki
kelemahan (misalnya tanggung jawab yang sedikit pada pasien atau terjadi penyimpangan
/perbedaan tujuan antara pasien dengan perawat) namun harus diakui bahwa therapy sangat
bermanfaat bagi pasien usila terutama yang menjadi apatis dan tidak responsive sebagai
akibat dari perawatan/ pengobatan sebelumnya. Sebagai tambahan, selain dari therapy Milieu
ini ada beberapa tehnik Manipulasi Lingkungan yang berguna dalam menghadapi situasi
diatas. Seperti yang telah dijelaskan oleh Fozard dan Popkin (1978), Manipulasi lingkungan
kecemasan, disorientasi dan kebingungan pada pasoen-pasien usila. Tehnik
Milieu/Manipulasi lingkungan ini meliputi :

Berbicara lebih jelas dan lebih keras


Memperendah kekuatan suara tetapi volume suara ditingkatkan (seperti pada
telepon dan bel pintu)

Memperbanyak petunjuk-petunjuk visual lewat kode-kode warna


Menghindari cahaya/warna yang menyilaukan misalnya dengan penggunaan cat
bernuansa datar secukupnya.

Mengatur cahaya agar redup


Merancang area pribadi
Menggunakan tanda-tanda/symbol-simbol yang konkrit sambil meningkatkan
fungsi memori

Rodin dan Langer (1976 dan 19770 menjelaskan tentang adanya keuntungan-keuntungan lain
dari tehnik ini seperti : Meningkatkan kesehatan fisik, moral dan harga diri, bila disertai :
Mengatur jam kunjung
Dapat memilih salah saatu makanan dari berbagai jenis makanan yang ada untuk makan
siangnya
Dapat menanam tanaman diruang/pot atau luar ruangan
Tindakan lain yang bisa mendukung keefektifan ini adalah :
Memberi imbalan/reward (seperti : kue, uang dan hadiah) untuk aktifitas yang telah dilakukan
Menyediakan permainan (seperti teka-teki, game) atau rekreasi
Mengijinkan pasien untuk makannya dan merancang dekorasi/furniture diruangannya.
Keberhasilan tehnik ini dipengaruhi oleh kemampuan self care, tingkat aktifitas,
dengan orang lain. Therapi lain yang dapat dilakukan pada pasien usila adalah : psikotherapi
individu, therapy kelompok /keluarga , therapy perilaku dan penanganan psikofarmakologi.

REKOMENDASI DAN PETUNJUK PELAKSANAAN UNTUK YANG AKAN DATANG


Salah satu bagian dari perkembangan tindakan pengobatan adalah pendekatan pada manusia
lanjut usia . Hal itu menghindari anggpan bahwa literature kita saat ini tidak cukup memadai
untuk muncul pada diskusi kita. Pertanyaan tersebut antara lain :
Adakah suatu tipe therapy yang efektif dibandingkan dengan therapy yang lain ?
Pendekatan yang aman yang paling efektif untuk klien muda disbandingkan klien yang tua ?
Adakah fakta atau keterangan yang cukup memadai untuk setiap kelainan ?
Tipe manusia apa yang memberikan respon baik untuk memilih therapy dan dalam kondisi
apa therapy tersebut efektif ?
Selama ini kami hanya beranggapan bahwa untuk klien yang masih muda pemberian
motivasi dari professional dan para professional akan sangat bermanfaat. Therapi pada klien
lanjut usia akan selalu berorientasi pada pemecahan masalah atau problem solving (See
Gottesman, 1980). Bersifat individual.
Hayslip dan Kooken (1982 : 298) berpendapat bahwa kenangan hidup, pengertian,
pengurangan gejala, hasil dari konflik dapat meningkatkan kemampuan social atau tujuan
keperawatan individu. Perkiraan tersebut cocok pada usia tua dan akan memberi keberhasilan
therapy.
Pengurangan kesukaran mungkin memerlukan intervensi yang berbeda dalam setiap
system social (Beattie, 1976; Lowy, 1980). Pertanyaan tersebut digunakan pada klien usia tua
baik pada level masyarakat, individu dan keluarga dan juga digunakan oleh bermacammacam pelayanan seperti : perawatan dasar dirumah-rumah, hospice care, program dari
rumah kerumah peningkatan kontrol regulasi institusi rutin dan prosedural.
Pada suatu fakta atau kasus praktisi klinis akan menggunakan variasi atau kombinasi tindakan
seperti therapy farmakologi dan psikotherapi individu, individual dan group therapy untuk
mencapai suatu hasil yang efektif bagi pasien dan keluarga. Seseorang smestinya percaya
akan hal proses menua, sakit dan kematian. Sakit dan nyeri, yang dirasakan oleh dirinya
sendiri (usila), akan mempengaruhi atas pilihan intervensi, baik keberhasilan atau
kegagalannya pada klien tersebut. (Hayslip dan Kooken, 1982).
Pandangan tentang perkembangan sepanjang masa hidup (atas dasar perbandingan secara
implicit anatara usia muda dan tua/kelompok usia muda) dan tentang bagaimana kepribadian
secara fungsinya. (Lihat Kastenbaum, 1978; Costa dan Mc Crae, 1980), yang mungkin
menpunyai pengaruh penting terhadap apakah pilihan seseorang bekerja dengan klien
manula dan pendekatan-pendekatan yang khusus terhadap klien manula.
Walaupun banyak merasakan bahwa teori eksistensi personality mempunyai sedikit pengaruh
gerontologic (Kastenbaum, 1978), pandangan mengenai ketuaan dan intervensi pada
perkembangan keluarga dan usila terus berlanjut untuk banahan diskusi dan penelitian (lihat
Btles dan Danish, 1980; Danish, 1981).
Lawton (1976) juga mencatat pentingnya variasi faktor-faktor diskusi ide-ide abstrak (seperti
ketergantungan, konflik). Pada usila dapat mengerti (mengguanakan kata-kata yang sesuai
jika mungkin), kreasi suportif, suasana kepercayaan untuk mengurangi kecemasan sesuatu
usaha yang lambat untuk kenyamanan, membantu klien untuk menyuarakan perasaanperasaan. Sebaliknya seseorang tidak memilih takut untuk dikritik, sensitive terhadap
gangguan perasaan (penglihatan, pendengara, factual).
Hayslip dan Kooken (1982 : 287) menekankan pentingnya kenyataan pada klien usila.
Secara mudah mampu mengekspresikan kepedihan, nyeri, marah, depresi, atau kesendirian
adalah sesuatu yang invaluable service. Pada orang manula, yang tidak ada orang lain yang

dapat menyimpan rahasia itu mungkin penting untuk diperhatikan itu semua adalah benar
untuk mencapai tujuan yang sederhana sekali sesuai sumbernya.
Walaupun ada perbedaan pendekatan terhadap intervensi yang dibahas disini setidaknya ada
kejelasan bahwa usila harus diperlakukan secara manusiawi atas dasar hak-hak individual
untuk menghindari nahaya secara umum yang terjadi dalam respon suatu treatment lebih
lanjut, plihan terhadap pengobatan harus juga disesuaikan pada setiap individu yang lebih tua.
Dengan jelas seluruh tanda-tanda yang berbeda akan meningkatkan kesempatan pada
individu yang lebih tua untuk merespom secara positif dan memberikan kepuasan dengan
setiap intervensi disesuaikan secara alami.

Tindakan farmakologi spikologis

1.
2.
3.
4.

Dengan memperhatikan tindakan farmakologi psikologis (lihat chap. 3) sebagaian besar


kategori obat-obatan yang digunakan berhubungan dengan tingkat usia diantaranya :
Zat anti psikosis dan obat-obatan anti parknson (Clhorpromezine)
Anti depresi (trisiklik, mono amin oksidase, inhibisi, lithium carbonate)
Anti maniak (anti psikosis, lithium carbonate)
Anti anxietas/hipnitix (barbiturat, kloral hydrate, meprobamate, benzodia zepine,
clhordiazeposide, propanolol)
5. Obat-obatan kegiatan kognitif (cerebral vasodilator, stimulasi susunan saraf pusat, gerovital,
substansi gerovital, cholinomimetik)
(lihat pada Kapnick, 1978; Hiks, funkenstein, Davisdan Kysken, 1980; Eisdorver, 1975).
Obat-obat anti psikosis biasanya digunakan untuk kasus agitasi, perilaku violent, perilaku
irasional dan gangguan persepsi (halusinasi) yang menyertai paranoid/schizophrenia.
Dapat diramalkan efek sampingnya :
Tanda-tanda gerakan motorik ekstrapiramidal (tremor) kandungan obat anti Parkinson (anti
kolinergik) seringkali digunakan pada kesalahan pembuatan resep untuk mngontrol diskinesia
(gerakan-gerakan involunter pada wajah, mandibula dan gerakan jari yang juga menyebabkan
gerakan-gerakan tidak normal pada anggota tubuh lain). Penggunaan obat-obat anti psikotik
dalam waktu yang lama dapat menimbulkan akathisia (kegelisahan yang berlebihan, agitasi
dan kadang-kadang menyebabkan glaucoma konstipation dan atau retensi urine).
Mayor transquilizer digunakan untuk pengobatan psikosis yang menghasilkan efek samping
yang serupa. Biasanya kebanyakan penurunan tingkat dosis dan obat hari libur semua
dianjurkan pada kasus ini.
Mono amino oksidase (MAO) inhibitor (obat anti depreson) akan berinteraksi dengan
makanan yang mengandung tyramine tinggi (misalnya : keju, anggur pisang, daging lembek
dan coklat) menyebabkan krisis hipertensi. Juga makanan lain misalnya coklat dan jenis
minuman (seperti kopi, teh dan minuman ringan). Kafein akan bereaksi dengan MAO
inhibitor mengakibatkan hipertensi. Tricyclies dapat menimbulkan beberapa masalah
kardiovaskuler. Doksepin, amitrptyline dan imipramine adalah jenis yang dianjurkan untuk
diberikan pada lansia. Anti maniac (lithium) sering menghasilkan efek samping seperti
nausea, keracunan CNS dan kontusion. Obat anti cemas (barbiturat) sering menimbulkan
paradoxical gejala (ekcitement) dan efek negatif kerja enzim.
Jenis minor transquilizer (benzodiazepine) dapat menimbulkan ketergantungan keduanya
fisiologicaly dan psikologicaly. Perubahan perilaku kognitif obat misalnya hydergine
diberikan untuk membantu mengembalikan proses piker, walaupun pemberian ini pernah
dipertanyakan. (hicka et all, 1980). Elektroconfulsif therapy merupakan pendekatan yang
ditawarkan dengan gejala depresi : kontraindikasi bnila ada brain dan pengobatan ini jangan
diberikan.

Untuk mengatakan kemungkinan keakuratan pengobatan dengan obat pada usila yang
mempunyai riwayat menggunakan obat diatas percaya pada saat harus memilih alternatif
yang menyerupai effecy besar. Hal luar biasa pada latihan sering terjadi saat menggunakan
obat pada pasien usila. Ada yang sensitive pada efek obat, kemampuan individu disesuaikan
dengan eksis yang dianggap sesuai terhadap respon agent psiko farmakological. Poli farmasi
adalah termasuk masalah pada usila.
Orang yang lebih tua tidak mempunyai kemampuan sebaik porang yang lebih muda dalam
ekskresi dan metabolisme obat-obatan seperti lithium carbonate. Sebagian besar obat (resep
atau lainnya) memerlukan waktu dua kali lebih lama pada orang tua. Obat-obatan tersebut
akan cepat bereaksi bila dikombinasikan (oleh karena faktor umur berpengaruh dalam
perubahan lemak dalam jaringan otot. Dan ini juga meningkatkan kemungkinan interaksi lain
dengan obat lain contohnya anti psikotik, anti depresi, anti Parkinson dll. Obat lain seperti
anti koagulan, antasid dan makanan yang dapat menghasilkan efek samping yang mungkin
tidak hanya merugikan dan menimbulkan masalah kesehatan yang tiba-tiba seperti kerusakan
ginjal, liver, fungsi klardiovaskuler, tetapi mungkin juga penyakit yang tidak dapat
didiagnosa seperti irreversible organic brain syndrome (OBS), seperti konfusion, loss of
memory, agitasi, depresi, paranoid delusi, halusinasi dan dianggap tidak dapat diobati oleh
dokter.
Obat-obatan juga mungkin dapat menyebabkan macam-macam gejala yang timbul akibat
dalam proses pembuatannya. Beberapa efek samping dapat bervariasi dari mild confusion,
depresi dan urinary atau kardiakdisfungsion to halusination or seizures ironisnya beberapa
beberapa gejala dapat berkurang dengan pemberian obat tetapidapat juga menimbulkan
keracunan.
Hicks dan Colleagues (1980) juga mengatakan bahwa alkhohol dan analgetik (opiate) yang
melampaui batas dapat menyebabkan macam-macam masalah (efek samping fisik atau
tingkah laku) pada orang tua dan komplikasi penyakit. Juga iatrogenik problem illness
disebabkan karena reaksi obat secara langsung maupun tidaklangsung menimbulkan
kelainan-kelainan yang menetap. Aisdorfer (1975 : 57) berpendapat bahwa walaupun obatobatan seharusnya diketahui rasio pemberiannya dalam merawat pasien seharusnya jangan
tidak pernah dilihat. Diberikan sesuai standar program dan hati-hati dalam mengembangkan
program.

TERAPI KELOMPOK

Therapi kelompok adalah alternatif lain untuk perawatan lansia dan seringkali digunakan
untuk suatu kelompok dan institusi. Hayslip dan Kooken (1982 : 295) menyatakan Ciri
therapy kelompok pada lansia adalah ketergantungan pada kebutuhan-kebutuhan dapat
digunakan untuk keuntungan mereka. Pendekatan ini digunakan pada beberapa bentuk dari
issue yang berorientasikan diskusi kelompok, untuk kelompok yang dirancang untuk
merangsang verbalisasi/interaksi antar anggota kelompok, untuk kelompok khususnya untuk
meningkatkan kemandirian dan perasaan positif terhadap diri sendiri. Ini akan membuahkan
hasil yang realistis, sampai berfokus pada beberapa klien yang kuat yang menjadi kepaduan
kelompok. Therapi kelompok sering menggunakan berbagai variasi seperti therapy seni,
therapy tari/therapy musik untuk orang lanjut usia.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Hardfort (1980) mengatakan bahwa bervariasinya latar belakang dimana metode kelompok
ini dapat digunakan telah melalui 3 dekade : perawatan rumah-rumah, perawatan dirumahrumahsakit, privat homes daycare centers, komunitas, seniorcenter-sebiorcenter.
Ia menjelaskan bahwa banyak tujuan-tujuan yang efektif dengan menggunakan metode
kelompok ini :
Perkembangan individu (rehabilitasi)
Pengambangan hubungan interpersonal
Peningkatan pemecahan masalah
Perubahan segera apa yang ada disekelilingnya
Perubahan-perubahan dalam system social/institusi
Perubahan-perubahan sikap dan nilai-nilai dalam anggota kelompok
Perubahan-perubahan berkenaan dengan sikap/perkembangan
Ia juga mengatakan bagaimanapun kelompok kerja (sama dengan suatu perlakuan modality),
dapat negatif, sebagai sumber positif sebagai akibatnya misalnya : penurunan diri individu,
menjadikan kebiasaan lingkungan RS untuk sosialisasi dan kesunyian atau kegiatan-kegiatan
merusak diri. Walaupun perlakuan sebagian besar diskriptif dan sejarah. Ia menyebutkan
langkah-langkah perjanjian yang membantu observasi fakta, penggunaan jenis variasi
kelompok therapy dengan usia misalnya dengan menggunakan kelompok-kelompok
kelembagaan untuk mengurangi kecemasan, isolasi dan menarik diri serta
pertanggungjawaban terhadap diri. Selain itu kelompok kerja dengan kumpulan orang-orang
lanjut usia waktu bekerja untuk transaksi kerugian model/perubahan (pengunduran diri).
Hartford (1980) status kelompok-kelompok banyak menggunakan usia, contoh untuk daya
tahan berhubungan dengan dunia nyata dan dengan masyarakat sebelum terjalin hubungan
antara keduanya. Kemudian hak untuk fisik atau masalah-masalah emosional, untuk anggota
perkembangan dan perbaikan, untuk pengetahuan baru dan menambah kelangsungan hidup.
Sebagai pencahayaan, orientasi kenyataan sebelum dimotivasi, tinjauan hidup, therapy seni,
therapy pekerjaan, therapy tarian dan therapy musik untuk tempat pertimbangan yang
spesifik. Dalam hal ini digunakan untuk perlakuan kelompok. Sebagai peran pemimpin
kelompok, membantu sebagai fasilitasi diskusi, menyediakan susunan, memberikan definisi
goal, menjelaskan apakah dia saat itu berperan atau dengan suportif pasif sederhana.
Hardfort (1980) mencatat kelompok therapy sesekali memerlukan keahlian dan menggunakan
tindakan preventif guna memperbaiki pengertian. Sunggah menyedihkan bagaimanapun suatu
penggunaan kelompok therapy dengan usia relatif tanpa kritik, jelas kekurangan pengertian
penelitian, kelompok-kelompok pemakai rumah untuk orang tua, pelajaran kelompok
dimana rumah untuk orang tua sebagai subyek. Buku metodologi kelompok pekerjaan praktis
dengan orang tua, atau contoh pekerjaan dengan rumah untuk orang tua, di buku kelompok
metode celah acara-acara penting (diantaranya riset dan practice) pada (Harford, 1980).

PSIKOANALISA

Psikotherapi dilakukan Freud pada tahun 1924 dengan teorinya Psikoanalisa. Dalam teori ini
pemberian pertolongan sangat dipengaruhi emosi. Freud juga melihat bahwa banyak
hambatan dalam mengeluarkan buah pikiran. Hambatan ini terjadi akibat adanya kekuatan

tertentu yang sering tidak didasari dan ingatan tentang hal-hal yang mencemaskan atau
menyakitkan akan muncul kembali (tidak masuk ke alam sadar).
Menurut Freud struktur kepribadian manusia meliputi :
Ego
: berdasar prinsip realitas
Id
: meliputi insting (naluri) dan tidak disadari
Super ego
: pengontrol Id, Ego dan berhubungan dengan moral dan idial seseorang
Setelah terjadi gabungan ketiganya dan terjadi konflik antara Id, Ego dan Super ego dan
tampaknya tidak normal, dianggap normal oleh pemberi therapy. Freud melihat sedikit klien
tua dan dirinya ragu akan keberhasilan tehnik ini bagi ketuaan seseorang, hal ini sungguh
tidak menguntungkan, untuk menghilangkan keraguan itu maka usaha yang harus dilakukan
adalah mempertahankan tehnik ini sampai beberapa tahun meskipun kurang berharga bagi
klien. Karena klien merasa tua, maka tehnik itu untuk dirinya dan seandainya dirinya dapat
tumbuh/berubah itu sangat sukar.
Catatan-catatan Gottastm (1980), Freud dan Therapist yang lain, Abraham (1949) dan
Goldfarb (1953) mereka pencetus dan pelopor perubahan dalam therapy psykoanalitik dengan
lanjut usia. Seperti mengenai therapy dukungan, kreatifitas/therapeutic digunakan untuk
memeprtahankan ketergantungan orang tua dalam pemenuhan kebutuhan dan mengijinkan
serta memanfaatkan pemindahan untuk therapy, siapa pengganti seperti pengganti anak.
Dari kenyataan yang ada sedikit sekali laporan-laporan yang berhubungan pengetahuan
yang mengarah perlakuan psikoanalitik pada klien usila karena amat tanda-tanda yang ada
dan hanya mempercayakan atas pertimbangan medis/klinis. Hal ini sukar mencapai hasil
akhir yang memuaskan dari pengobatan.
Gottestam (1980 : 788) menyatakan ini penting untuk menahan efek dari pemindahan
dan menahan perpindahan dan permainan mana yang boleh adalah penting dan yang
melibatkan orang tua dalam therapy daripada dalam therapy tradisional.
Berdasar pengetahuan saat ini, adalah tidak benar menyimpulkan bahwa klien yang sudah tua
tidak sanggup mencapai pengetahuan yang ada.

TERAPI KELUARGA

Therapi keluarga adalah pilihan lain yang terbanyak untuk menangani orang usila yang
mengalami masalah komunikasi (Butler dan Lewis, 1981; Hayslip dan Kooken, 1982 : 246)
Perubahan-perubahan dalam tugas seperti mengalami pensiun atau menjadi kakek, masalahmasalah yang disertai penyakit kronik atau akut, masalah sebagai orang tua tunggal ataupun
dengan pasangannya serta timbulnya konflik ketika orang tua dalam perawatan dirumah oleh
anak remaja maka dapat dilakukan pendekatan dengan melibatkan semua bagian termasuk
merumuskan harapan yang jelas dari perilakunya, meningkatkan komunikasi, mengurangi
rasa bersalah, ketidakpercayaan.
Therapi keluarga tepat digunakan untuk memulihkan konflik antara orang tua dan anak
disekitar perkawinan dan menjadi kekuatan dalam rumah atupun danya keterbatasan orang
tua dalam merawat anak karena sakit atau perpisahan orang tua dengan anak yang telah
dewasa. Therapi keluarga bisa juga digunakan oleh individu unutk mengekspresikan perasaan
mencari pilihan dan meningkatkan sensitivitas terhadap pandangan orang lain.
Menurut Hartford (1980) Pengobatan therapy keluarga tradisional banyak diabaikan
pada 3,4,5 generasi dalam keluarga meskipun banyak informasi tersedia pada keluarga

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

dinamis dan keluarga yang memilikim pola saling tolong-menolong pada usila (See Sussman,
1976; Troll, Miller dan Atchley, 1979).
Grauer, Betts dan Birnborm (1973) telah berhasil melakukan penyatuan keluarga
sehingga keluarga dapat menempatkan orang-orang usila yang bermaslah dalam suatu pusat
perawatan.
Dye dan erber (1981) melaporkan bahwa individu, kelompok konseling, kelompok
konseling keluarga merupakan suatu kontrol tanpa adanya pegobatan dalam memfasilitasi
masa transisi pada perawatan keluarga.
Kemungkinan diskusi yang sering digunakan pada intervensi keluarga telah disediakan,
menurut Herr dan weakland (1979). Teori system yang menjadikan keluarga sebagai suatu
system, dimana setiap bagian dapat saling mempengaruhi satu sama lainnya.
Pendekatanannya menekankan pada saat ini dan sekarang. Pada waktu sekarang yang saling
mempengaruhi (masalah penagnan terhadap masalah) meliputi anggota keluarga.
Beberapa ahli melihat ada beberapa maslah interaksi pada anggota keluarga yang usila
meliputi orang tua sebagai anggota keluarga, yaitu :
Desebabkan orang pada dahulu kala
Kealahan peran orang tua anak, dimana anak dewasa harus bertanggung jawab akan orang
tuanya
Pertentangan antara pasangan anggota keluarga (contoh : ibu-anak perempuan melawan
ayah).
Hubungan simbiotik, dimana orang tua tidak dapat membiarkan anak-anaknya yang sudah
dewasa untuk pergi.
Ketidaksinambungan antara harapan orang tua dan harapan anak anakan orang tuanya.
Pengalihan peran, sebagai contoh : pada saat suami sakit maka istri harus menggantikan
pekerjaan suaminya.
Rasa takut dan menarik diri pada orang tua dari orang-orang yang lebih muda kesulitan
berkomunikasi, sering muncul pada saat-saat tertentu seperti saat sakit, kematian dan pensiun.
Herr dan Weakland (1979) menekankan pada diskusi yang mendalam pada proses konseling
keluarga dan pada kasus-kasus yang spesifik seperti kebingungan, hipochondriasis, konflik
intergeneralisasi, alternatif kehidupan, kesepian dan kematian. Pendekatan umum system
penyuluhan usila juga dilakukan oleh Keller dan Hughston (1981) dengan menekankan pada
adanya penjadwalan untuk berbagai komunikasi, memberikan dukungan, restrukturalisasi
yang rasional dari orang tua dan mengadakan kontrak (adanya persetujuan yang berhubungan
dengan pola tingkah laku).

Pendekatan perilaku untuk pengobatan


Pendekatan perilaku untuk pengobatan sesuai dengan model interaksi manusia lingkungan
mengenai perkembangan dan penuaan Hoyer (1973). Berlawanan dengan psikodinamik,
pengonatan perilaku berfokus pada stimulai respon yang dapat diobservasi segera dengan
lingkungan.
Penerapan strategi perilaku diantaranya :
1. Suatu penilaian dan definisi yang bertujuan untuk mengintervensi perilaku yang diinginkan.
2. Penguatan (didefinisikan sebagai suatu stimulus yang akibatnya membuat perilaku yang
diinginkan menjadi lebih sering dilakukan atau terjadi dalam waktu yang lama, yang

berakibat pada perubahan perilaku harus diidentifikasikan dan dapat diatur sendiri atau
dicatat oleh yang melakukan pengobatan.
3. Penetapan secara spesifik kontingensi dari perilaku penguat stimulus positif (mengarah pada
kejadian yang dihindari), dan negatif (menurunkan frekuensi perilaku dengan memberikan
konsekuensi yang tidak menyenangkan) dapat digunakan untuk tujuan ini.
Variasi yang dilakukan dinamakan sebagai Token Ekonomi, dimana pasien dapat memperoleh
suatu tanda Token untuk perilaku-perilaku yang diinginkan dapat ditukar dengan reward yang
tepat. Tentu saja masalah etis akan muncul juga ahli therapy memiliki kontrol yang terlalu
banyak pada lingkungan Token. Kerjasama anggota keluarga dengan ahli profesi lain dapat
mencegah pelanggaran terhadap hak-hak pasien (Hayslip dan Kooken, 1982).
Hayslip dan Kooken mengatakan bahwa hukuman tepat untuk dimengerti oleh staf pada
setiap tingkatan dari latihan.
4.
5.
6.

Dapat disesuaikan dengan individu pasien (tanpa menghiraukan umur).


Prosedur-prosedur relatif singkat/ekonomis.
Dapat mudah diadaptasi dengan lingkungan yang alami

1.
2.
3.
4.

5.

Sejumlah ahli gerontologis (Hoyer, 1973; Levy et all, 1980) menjelaskan penggunaan
tehnik-tehnik yang berkenaan dengan timbulnya pertanyaan-pertanyaan :
Long tern (VS positif short term) berefek seperti pada intervensi (yang dapat membahayakan
ketika tehnik tidak berlanjut).
Apakah tingkah laku yang actual dalam kapasitas dan tau akan didukung dengan segera oleh
lingkungan (misal : menarik diri terhadap kontrol).
Perlu untuk seleksi secara hati-hati atas tingkah laku sendiri (contoh kekuatan untuk menahan
diri).
Levy dan Colleagues (1980) mengatakan pentingnya lingkungan secara tidak langsung secara
singkat. Intervansi bergantung pada keinginan seseorang, kognitifnya, keadaan kesehatan dan
social interpersonal serta intervensi dari lingkungan. Pendekatan perilaku kognitif sebagai
therapy dan pelatihan biofeedback merupakan suatu pilihan.
Therapi perilaku kognitif secara lebih luas merupakan suatu therapy perilaku (Ellis, 1962;
Meichenbaum, 1974; Beck, 1976), dan telah dilakukan uji coba pada orang dewasa (pelajarpelajar yang lebih tua) (Kooken dan Hayslip, 1984).
Therapi perilaku kognitif merupakan suatu usaha untuk menolong klien dalam mengubah
perilaku berpikirnya yang masih maladaptive sehingga dapat megurangi terjadinya gangguan
berbagai emosi seperti : depresi, marah dan cemas (Kooken dan Hayslip, 1982 : 294).
Seseorang yang telah dewasa, kemungkinan mengalami pengurangan melakukan suatu
umpan balik dari orang lain ke dalam dirinya. Seringkali membuat suatu kesalahan berpikir
dan dalam kenyataanya sering tidak tepat. Pendapat yang irrasional berhubungan pula dengan
usia seseorang. Kemampuan therapy perilaku kognitif dapat melatih orang dewasa untuk
menggunakan cara berpikir rasional secara tepat.
Pendekatan therapai perilaku kognitif sudah terbukti berhasil, dapat digunakan untuk
pengobatan berbagai permasalahan dalam usia, seperti halnya depresi, uji kecemasan, cara
penampilan intelektual dan kecepatan berespon (Labouvief dan Gonda, 1976; Richards dan
Thorpe, 1978; Reidl, 1981).
Reidl (1981 : 184) mendefinisikan biofeedback sebagai suatu pengukuran tentang
perubahan elektrik yang menyertai proses fisiologis tubuh, menjelaskan prosesnya dan
menjadikan sebagai suatu tanda-tanda tertentu, berupa penglihatan atau pendengaran.

Biofeedback meliputi kontrol, perubahan respon serta suatu stimulus dengan berbagai
kemungkinan. Adanya penguatan menandakan keberhasilan dalam pencapaian fisiologis,
sebagai contoh pada individu terjadi berbagai perubahan seperti perubahan kekuatan otot,
aktifitas hormonal, tekanan darah, nadi dan aktifitas gelombang otak. Walaupun latihan
biofeedback berhubungan untuk pengontrolan suatu kondisi (bukan hipnotis ataupun latihan
relaksasi) namun menghasilkan hasil yang menyatu. Dalam berbagi kasus, datanya didasari
suatu studi dengan waktu yang singkat dan terbatas, namun memiliki arti yang besar.
Bagimanapun membentuk hukuman dapat lebih efektif digunakan dalam program
memecahkan masalah perilaku pada usia lanjut. Resiko ini dapat diminimalkan jika klien
berpartisipasi dalam mengambil keputusan tentang modifikasi perilaku dan persetujuan untuk
penguatan positif dan hukuman dalam program yang diikuti (Hayslip dan Kooken, 1982 :
293). Tehnik lain yang digunakan berupa perilaku bersaing dengan tidak menginginkan target
perilaku. Tehnik intervensi perilaku lainnya termasuk penyusunan tujuan, model atau latihan
(Rosenstein dan Swenson, 1980).
Diskusi yang mendalam dapat digunakan sebgai tehnik tingkah laku pada usia tertentu
(Levy et all, 1980; Rosenstein dan Swenson, 1980; Hussain, 1981). Ada suatu penelitian yang
telah disusun untuk mendukung pencapaian modifikasi permasalahan tingkah laku. Secara
efisien seperti : interaksi social, inkontinensia, partisipasi dalam berbagai aktifitas, sikap
asertif, menarik diri, kebersihan mulut, orientasi (tempat, waktu, orang), tingkat laku seksual
yang menyimpang, perilaku yang aneh, perilaku berbicara, kecemasan situasi, tingkah laku
yang berhubungan dengan nyeri, perawatan diri, kecepatan respon, tingkah laku yang
membahayakan dirinya dan rasa berduka. Metodologi perilaku berhasil digunakan dalam
memodifikasi tingkah laku anggota pasien usia lanjut (Richard dan Thorpe, 1978).
Tingkah laku pada usia lanjut memiliki sejumlah konsep dan keuntungan-keuntungan
praktek :
1. Dapat dibaca secara teratur dan efeknya akan memudahkan dalam pengkajian.
2. Tujuan dapat didefinisikan dengan jelas.
3. Dapat memecahkan masalah seperti dermatitis, ketegangan, inkontinensia, migrain, nyeri.
Dimana membutuhkan biaya yang mahal dan waktu yang lama.
Diskusi yang mendalam tentang latihan biofeedback pada suai lanjut telah dilakukan oleh
Woodruff (1980) telah mengambil studi demonstrasi biofeedback yang berhubungan dengan
perubahan pada electroencephalograph (EEG) yang mempengaruhi perubahan penampilan
perilaku.

TERAPI MODALITAS LANSIA (TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK)


A. PENGERTIAN
Terapi modalitas adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia
.
C. TUJUAN

1. Mengisi waktu luang bagi lansia


2. Meningkatkan kesehatan lansia
3. Meningkatkan produktifitas lansia
4. Meningkatkan interaksi sosial antar lansia
D. JENIS KEGIATAN
a. Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai dengan
masalah lansia.
b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan, bersosialisasi, b
ertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini dibutuhkan Lead
er, Co-Leader, dan fasilitator. Misalnya : cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain.
c. Terapi Musik
Bertujuan untuk mengibur para lansia sehingga meningkatkan gairah hidup dan dapat
mengenang masa lalu. Misalnya : lagu-lagu kroncong, musik dengan gamelan.
d. Terapi Berkebun
Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu luang. Mi
salnya : penanaman kangkung, bayam, lombok, dan lain-lain
e. Terapi dengan Binatang
Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan mengisi hari-hari sepinya denga
n bermain bersama binatang. Misalnya : mempunyai peliharaan kucing, ayam, dan lain-lain.

f. Terapi Okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan
membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan. Misalnya : membuat kip
as, membuat keset, membuat sulak dari tali rafia, membuat bunga dari bahan yang mudah di
dapat (pelepah pisang, sedotan, botol bekas, biji-bijian, dan lain-lain), menjahit dari kain, mer
ajut dari benang, kerja bakti (merapikan kamar, lemari, membersihkan lingkungan sekitar, me
njemur kasur, dan lain-lain).
g. Terapi Kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti mengadakan cerdas cermat, mengisi
Teka-Teki Silang (TTS), tebak-tebakan, puzzle, dan lain-lain.
h. Life Review Terapi

Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan peng
alaman hidupnya. Misalnya : bercerita di masa mudanya.
i. Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan, dan
melihat pemandangan. Misalnya : mengikuti senam lansia, posyandu lansia, bersepeda, rekre
asi ke kebun raya bersama keluarga, mengunjungi saudara, dan lain-lain.
j. Terapi Keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan meningkatkan rasa
nyaman. Seperti mengadakan pengajian, kebaktian, sholat berjamaah, dan lain-lain.
k. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai
unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaks
anakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami d
isfungsi, tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan kont
ribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Den
gan demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri, apa masalah yang
terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudi
an mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengem
balikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.
Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian), fase 2 (kerja), da
n fase 3 (terminasi). Di fase pertama perawat dan klien mengembangkan hubungan saling pe
rcaya, isu-isu keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan di fase k
edua atau fase kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis berusaha m
engubah pola interaksi di antara anggota keluarga, meningkatkan kompetensi masing-masing
individual anggota keluarga, eksplorasi batasan-batasan dalam keluarga, peraturan-peraturan
yang selama ini ada. Terapi keluarga diakhiri difase terminasi di mana keluarga akan melihat
lagi proses yang selama ini dijalani untuk mencapai tujuan terapi, dan cara-cara mengatasi isu
yang timbul. Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang berkesinambu
ngan.

BAB III
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
Kelompok merupakan individu yang mempunyai hubungan satu dengan yang lain sali
ng ketergantungan dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Sundeen, 1998). Aktivitas kel
ompok adalah kumpulan individu yang mempunyai relasi atau hubungan satu dengan yang la
in saling terkait dan dapat bersama-sama mengikuti norma yang sama.
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) merupakan kegiatan yang diberikan kelompok klie
n dengan tujuan memberi terapi bagi anggotanya. Dimana berkesempatan untuk meningkatka
n kualitas hidup dan meningkatkan respon sosial. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi adal
ah upaya memfasilitasi sejumlah klien dalam membina hubungan sosial yang bertujuan untuk
menolong klien dalam berhubungan dengan orang lain seperti kegiatan mengajukan pertanya
an, berdiskusi, bercerita tentang diri sendiri pada kelompok, menyapa teman dalam kelompok
. Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realita (TAK), orientasi realita adalah upaya untuk me
ngorientasikan keadaan nyata kepada klien, yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan/tempat,
dan waktu.
B. TUJUAN
Tujuan dari terapi aktivitas kelompok :
1. Mengembangkan stimulasi persepsi
2. Mengembangkan stimulasi sensoris
3. Mengembangkan orientasi realitas
4. Mengembangkan sosialisasi
C. PRINSIP-PRINSIP MEMILIH PESERTA TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
Prinsip memilih pasien untuk terapi aktifitas kelompok adalah homogenitas, yang dija
barkan antara lain:
a. Gejala sama
Misal terapi aktifitas kelompok khusus untuk pasien depresi, khusus untuk pasien hal
usinasi dan lain sebagainya. Setiap terapi aktifitas kelompok memiliki tujuan spesifik bagi an
ggotanya, bisa untuk sosialisasi, kerjasama ataupun mengungkapkan isi halusinasi. Setiap tuj
uan spesifik tersebut akan dapat dicapai bila pasien memiliki masalah atau gejala yang sama,
sehingga mereka dapat bekerjasama atau berbagi dalam proses terapi.
b. Kategori sama

Dalam artian pasien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil kategorisasi. Pasien ya
ng dapat diikutkan dalam terapi aktifitas kelompok adalah pasien akut skor rendah sampai pa
sien tahap promotion. Bila dalam satu terapi pasien memiliki skor yang hampir sama maka tu
juan terapi akan lebih mudah tercapai.
c. Jenis kelamin sama
Pengalaman terapi aktifitas kelompok yang dilakukan pada pasien dengan gejala sama
, biasanya laki-laki akan lebih mendominasi dari pada perempuan. Maka lebih baik dibedakan
.
d. Kelompok umur hampir sama
Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi antar pasien.
e. Jumlah efektif 7-10 orang per-kelompok terapi
Terlalu banyak peserta maka tujuan terapi akan sulit tercapai karena akan terlalu rama
i dan kurang perhatian terapis pada pasien. Bila terlalu sedikitpun, terapi akan terasa sepi inte
raksi dan tujuanya sulit tercapai.
D. MANFAAT TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK BAGI LANSIA
Manfaat terapi aktivitas kelompok bagi lansia adalah:
1. Agar anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan di hargai eksistensinya oleh anggota kelo
mpok yang lain.
2. Membantu anggota kelompok berhubungan dengan yang lain serta merubah perilaku yang dest
rkutif dan maladaptive.
3. Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling mambantu satu sama lain unutk menemu
kan cara menyelesaikan masalah.
E.

JENIS-JENIS TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PADA LANSIA


Jenis-jenis dari terapi aktivitas kelompok pada lansia terdiri dari:

1. Stimulasi Sensori (Musik)


Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan perhatian, baik bagi para pendengar yang me
ndengarkan maupun bagi pemusik yang mengubahnya. Kualitas dari musik yang memiliki an
dil terhadap fungsi-fungsi dalam pengungkapan perhatian terletak pada struktur dan urutan m
atematis yang dimiliki, yang mampu menuju pada ketidak beresan dalam kehidupan seseoran
g. Peran sertanya nampak dalam suatu pengalaman musikal, seperti menyanyi, dapat mengha
silkan integrasi pribadi yang mempersatukan tubuh, pikiran, dan roh.
Musik memberikan pengalaman di dalam struktur
Musik memberikan pengalaman dalam mengorganisasi diri

Musik merupakan kesempatan untuk pertemuan kelompok di mana individu telah mengesa
mpingkan kepentingannya demi kepentingan kelompok.
2. Stimulasi Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dia
lami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses in
i maka diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif.
Aktifitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan : seperti baca majala
h, menonton acara televise, stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses pe
rsepsi klien yang mal adaptif atau destruktif, misalnya kemarahan dan kebencian.
3. Orientasi Realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri sendiri, orang
lain yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien, dan lingkungan yang per
nah mempunyai hubungan dengan klien. Demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, wakt
u yang lalu, dan rencana ke depan. Aktifitas dapat berupa : orientasi orang, waktu, tempat, be
nda yang ada disekitar dan semua kondisi nyata.
4. Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien. S
osialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal, kelompok, dan massa. Akti
fitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.

F. TAHAPAN DALAM TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


1.

Fase pre-kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan, siapa yang menjadi leader, anggota,
dimana, kapan kegiatan kelompok tersebut dilaksanakan, proses evaluasi pada anggota dan k
elompok, menjelaskan sumbersumber yang diperlukan kelompok seperti proyektor dan jika
memungkikan biaya dan keuangan.

2. Fase awal
Pada fase ini terdapat 3 kemungkinan tahapan yang terjadi yaitu orientasi, konflik ata
u kebersamaan.
a. Orientasi.
Anggota mulai mengembangkan sistem sosial masingmasing, dan leader mulai menu
njukkan rencana terapi dan mengambil kontrak dengan anggota.

b. Konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai memikirkan siapa yang
berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran anggota, tugasnya dan saling ketergantungan ya
ng akan terjadi.
c. Kebersamaan
3. Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan positif dan negatif dikoreksi de
ngan hubungan saling percaya yang telah dibina, bekerjasama untuk mencapai tujuan yang tel
ah disepakati, kecemasan menurun, kelompok lebih stabil dan realistic, mengeksplorasikan le
bih jauh sesuai dengan tujuan dan tugas kelompok, dan penyelesaian masalah yang kreatif.
4. Fase terminasi
Ada dua jenis terminasi (akhir dan sementara). Anggota kelompok mungkin mengala
mi terminasi premature, tidak sukses atau sukses.
G. PERAN PERAWAT DALAM TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
a. Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok.
b. Sebagai leader dan co leader
1. Leader
Tugasnya:
Menyusun rencana pembuatan proposal
Memimpin jalannya therapi aktifitas kelompok
Merencanakan dan mengontrol terapi aktifitas kelompok
Membuka aktifitas kelompok
Memimpin diskusi dan terapi aktifitas kelompok
Leader memperkenalkan diri dan mempersilahkan anggota diskusi lainnya untuk memperkenal
kan diri
Membacakan tujuan terapi aktivitas kelompok
Membacakan tata tertib
2. Co-leader
Tugasnya:
Membantu leader mengorganisasi anggota
Apabila terapi aktivitas pasif diambil oleh Co-leader

Menggerakkan anggota kelompok


Membacakan aturan main
c. Sebagai fasilitator
Tugasnya :
Ikut serta dalam kegiatan kelompok untuk aktif jalannya permainan
Memfasilitasi anggota dalam diskusi kelompok
d. Sebagai observer
Tugasnya :
Mengobservasi jalannya terapi aktifitas kelompok mulai dari persiapan, proses dan penutup.
Mencari serta mengarahkan respon klien
Mencatat semua proses yang terjadi
Memberi umpan balik pada kelompok
Melakukan evaluasi pada terapi aktifitas kelompok
Membuat laporan jalannya aktivitas kelompok
Membacakan kontrak waktu
e. Mengatasi masalah yang timbul pada saat pelaksanaa
H. CONTOH KEGIATAN
a. Definisi terapi aktivitas kelompok sosial (TAKS)
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi kemampuan
sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial.
b. Tujuan
1. Tujuan umum
Klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap.
2. Tujuan Khusus
a. Klien mampu memperkenalkan diri.
b. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok.
c. Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok.
d. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan.
e. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain.
f. Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok.
g. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan.

c. Aktivitas dan Indikasi


1. Tujuan
a. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok:
Menyebutkan jati diri sendiri : nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi
Menanyakan jati diri anggota kelompok lain : nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi.
2. Setting
Peserta dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
3. Alat
a. Tape recorder/laptop
b. Kaset lagu
c. Bola
d. Buku catatan dan pulpen
e. Jadwal kegiatan klien
4. Metode
Dinamika kelompok
5. Langkah-langkah Kegiatan
a. Persiapan
Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok
Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Orientasi
1. Salam terapeutik
salam dari terapis
Peserta dan terapis memakai name tag
2. Evaluasi / Validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
Menanyakan apakah pernah memperkenalkan diri pada orang lain.
3. Kontrak
Menjelaskan tujuan kegiatan
Menjelaskan aturan main yaitu:
Berkenalan dengan anggota kelompok
Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus minta izin pada pemimpin TAK.
Lama kegiatan 45 menit

Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.


c. Tahap Kerja
1. Hidupkan lagu dan edarkan bola berlawanan dengan arah jarum jam.
2. Pada saat lagu dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola, mendapat giliran untuk ber
kenalan dengan anggota kelompok yang ada di sebelah kanan dengan cara :
memberi salam
menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi
menanyakan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi
dimulai oleh terapis sebagai contoh
3. Ulangi nomor 1 dan 2 sampai semua anggota kelompok mendapat giliran
4. Hidupkan lagi lagu dan edarkan bola tenis. Pada saat lagu dimatikan, minta anggota kelompok
yang memegang bola untuk memperkenalkan anggota kelompok yang disebelah kanannya ke
pada kelompok yaitu nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi.
5. Ulangi nomor 4 sampai semua anggota kelompok mendapat giliran
6. Berikan pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan
d. Tahap terminasi.
1. Evaluasi.
Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
2. Rencana tindak lanjut
Menganjurkan tiap anggota kelompok melatih memperkenalkan diri kepada orang lain di ke
hidupan sehari-hari
Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan harian klien.
3. Kontrak yang akan datang
Menyepakati kegiatan berikut, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok
Menyepakati waktu dan tempat.
6. Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja u
ntuk menilai kemampuan klien melakukan TAK. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan k
lien sesuai dengan tujuan TAK. Evaluasi kemapuan klien memperkenalkan diri secara verbal
dan nonverbal dengan menggunakan formulir evaluasi berikut:
KEMANPUAN MEMPERKANALKAN DIRI

A. Kemampuan Verbal

No

ASPEK YANG DINILAI

Nama klien

1.
Menyebutkan nama lengkap
2.
Menyebutkan nama panggilan
3.
Menyebutkan asal
4.
Menyebutkan hobi
JUMLAH
B. Kemampuan non verbal
No

ASPEK YANG DINILAI

1.
2.
3.

Kontak mata
Duduk tegak
Menggunakan bahasa tubuh yang sesua

4.

i
Mengikuti kegiatan dari awal sampai a

Nama klien

khir
JUMLAH
Petunjuk :
1. Di bawah judul nama klien, tuliskan nama panggilan klien yang ikut TAKS.
2. Untuk tiap klien, semua aspek dimulai dengan memberi tanda jika ditemukan pada klien atau
tanda X jika tidak ditemukan.
3. Jumlahkan kemampuan yang ditemukan, jika nilai 3 atau 4 klien mampu, dan jika nilai 0, 1, at
au 2 klien belum mampu.

BAB IV
PENUTUP
Dari pembahasan di atas disimpulkan bahwa, Terapi Aktifitas Kelompok sangat dibutuh
kan bagi lansia karena dapat mempertahankan kemampuan stimulasi persepsi lansia, memper
tahankan kemampuan stimulasi sensori lansia, mempertahankan kemampuan orientasi realita
s lansia dan mempertahankan kemampuan sosialisasi lansia.
Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok bagi lansia yaitu agar anggota kelompok merasa di
miliki, diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain, membantu anggo
ta kelompok berhubungan dengan yang lain, serta merubah perilaku yang destruktif dan mal a
daptif dan Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling mambantu satu sama lain unt
uk menemukan cara menyelesaikan masalah.

DAFTAR PUSTAKA
http://dwaney.wordpress.com/2011/10/09/tak-lansia/2013/5/8
Maryam, R.Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai