Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN
Ensefalitis adalah suatu peradangan pada parenkim otak. Dari perspektif
epidemiologi dan patofisiologi, ensefalitis berbeda dari meningitis, meskipun pada
evaluasi klinis, keduanya mempunyai tanda dan gejala inflamasi meningeal, seperti
photophobia, sakit kepala, atau leher kaku. Ensefalitis juga dibedakan dari cerebritis.1
Cerebritis menunjukkan tahap pembentukan abses dan infeksi bakteri yang
sangat merusak jaringan otak, sedangkan ensefalitis akut umumnya infeksi virus dengan
kerusakan parenkim bervariasi dari ringan sampai dengan sangat berat.1
Ensefalitis terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk primer dan bentuk sekunder.
Ensefalitis primer melibatkan infeksi virus langsung dari otak dan sumsum tulang
belakang. Sedangkan ensefalitis sekunder, infeksi virus pertama terjadi di tempat lain di
tubuh dan kemudian ke otak.2
Ensefalitis yang mengakibatkan kerusakan otak, dapat menyebabkan atau
memperburuk gejala gangguan perkembangan atau penyakit mental. Disebut ensefalitis
lethargica,

yang

membentuk

berbagai

gejala

penyakit

Parkinson

seperti

parkinsonianism postencephalitik. Dalam beberapa kasus ensefalitis menyebabkan


kematian. Pengobatan ensefalitis harus dimulai sedini mungkin untuk menghindari
dampak serius dan efek seumur hidup. Terapi tergantung pada penyebab peradangan,
mungkin termasuk antibiotik, obat anti-virus, dan obat-obatan anti-inflamasi. Jika hasil
kerusakan otak dari ensefalitis, terapi (seperti terapi fisik atau terapi restorasi kognitif)
dapat membantu pasien setelah kehilangan fungsi.1,3
Di Indonesia, kasus ensefalitis telah banyak dilaporkan, tetapi penyebab
ensefalitis tersebut masih belum banyak terungkap karena sulitnya diagnosis dan
keterbatasan perangkat diagnostik. Namun berdasarkan

penelitian yang dilakukan,

penyebab ensefalitis yang banyak ditemui di Indonesia yaitu virus Japanese B


ensefalitis.4
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Bali pada tahun 2001 hingga 2003
diperkirakan insidensi ensefalitis Japanese B adalah 7,1 kasus per 100.000 anak umur
dibawah 10 tahun dan 0,4 kasus per 100.000 anak berumur 10 11 tahun.5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi
Ensefalitis merupakan proses radang parenkim otak yang biasanya merupakan proses

akut, tetapi bisa juga merupakan ensefalomielitis pascainfeksi, suatu penyakit degeneratif
kronik, atau infeksi virus lambat.6
Ensefalitis didefinisikan sebagai adanya suatu proses peradangan di otak dengan
adanya bukti klinis dari disfungsi neurologis.7
2.2.

Epidemiologi
Setiap tahunnya diperkirakan ada 7,4 kasus per 100.000 penduduk di negara bagian

Barat dan sekitar 6,4 kasus per 100.000 penduduk di negara-negara tropis. Di Indonesia,
kasus ensefalitis telah banyak dilaporkan, tetapi penyebab ensefalitis tersebut masih belum
banyak terungkap karena sulitnya diagnosis dan keterbatasan perangkat diagnostik. Namun
berdasarkan

penelitian yang dilakukan, penyebab ensefalitis yang banyak ditemui di

Indonesia yaitu virus Japanese B ensefalitis.4,8,9


Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Bali pada tahun 2001 hingga 2003
diperkirakan insidensi ensefalitis Japanese B adalah 7,1 kasus per 100.000 anak umur
dibawah 10 tahun dan 0,4 kasus per 100.000 anak berumur 10 11 tahun.5
2.3.

Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria,

protozoa, cacing, jamur, dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering ialah virus.
Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi radang akut karena
infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.4
Berbagai jenis virus dapat menimbulakan ensefalitis, meskipun gejala

klinisnya

sama. Sesuai dengan jenis virus serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam ensefalitis
virus.4
Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah:4
1. Infeksi virus yang bersifat epidemik
a. Golongan enterovirus : poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.

b. Golongan virus ARBO : western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,


eastern equine encephalitis, japanese B encephalitis, russian spring summer
encephalitis, murray valley encephalitis.
2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : rabies, herpes simpleks, herpes zoster,
limfogranuloma, mumps, lymphocitic choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap
sebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3. Ensefalitis pasca infeksi : pasca-morbii, pasca-varisela, pasca-rubella, pasca vaksinia,
pasca-mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus
respiratorius yang tidak spesifik.
Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis tetapi baru Japanese
B encephalitis yang ditemukan.
2.4.

Patofisiologi
Virus/Bakteri
Mengenai SSP
Ke jaringan SSP
TIK
Muntah

Kerusakan jaringan SSP


- Gangguan penglihatan

Kejang spastik

- Gangguan bicara
Nutrisi kurang

- Gangguan pendengaran

Resiko cedera

- Gangguan sensorik dan


BB

motorik
Gambar 1. Patofisiologi Ensefalitis10

Patogenesis dari ensefalitis mirip dengan patogenesis dari viral meningitis, yaitu virus
mencapai SSP melalui darah (hematogen) dan melalui saraf. Penyebaran hematogen terjadi
karena penyebaran ke otak secara langsung melalui arteri intraserebral. Penyebaran
hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri meningeal yang terkena radang
3

dahulu. Dari arteri tersebut itu kuman dapat tiba di likuor dan invasi ke dalam otak dapat
terjadi melalui penerobosan dari pia mater.10
Selain penyebaran secara hematogen, dapat juga terjadi penyebaran melalui neuron,
misalnya pada ensefalitis karena herpes simpleks dan rabies. Pada dua penyakit tersebut,
virus dapat masuk ke neuron sensoris yang menginnervasi port dentry dan bergerak secara
retrograd mengikuti axon-axon menuju ke nukleus dari ganglion sensoris. Akhirnya sarafsaraf tepi dapat digunakan sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba di susunan saraf pusat.10
Sesudah virus berada di dalam sitoplasma sel tuan rumah, kapsul virus dihancurkan.
Dalam hal tersebut virus merangsang sitoplasma tuan rumah untuk membuat protein yang
menghancurkan kapsul virus. Setelah itu nucleic acid virus berkontak langsung dengan
sitoplasma sel tuan rumah. Karena kontak ini sitoplasma dan nukleus sel tuan rumah
membuat nucleic acid yang sejenis dengan nucleic acid virus. Proses ini dinamakan replikasi,
karena proses replikasi berjalan terus, maka sel tuan rumah dapat dihancurkan. Dengan
demikian partikel-partikel viral tersebar ekstraselular. Setelah proses invasi, replikasi dan
penyebaran virus berhasil, timbulah manifestasi-manifestasi toksemia yang kemudian disusul
oleh manifestasli lokalisatorik.10
Gejala-gejala toksemia terdiri dari sakit kepala, demam, dan lemas-letih seluruh
tubuh. Sedang manifestasi lokalisatorik akibat kerusakan susunan saraf pusat berupa
gangguan sensorik dan motorik (gangguan penglihatan, gangguan berbicara, gannguan
pendengaran dan kelemahan anggota gerak), serta gangguan neurologis yakni peningkatan
TIK yang mengakibatkan nyeri kepala dan muntah sehinga terjadi penurunan berat badan.10
2.5.

Manifestasi Klinis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan

khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Umumnya didapatkan suhu yang
mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia. Kesadaran dengan cepat menurun. Anak
besar, sebelum kesadaran menurun, sering mengeluh nyeri kepala. Muntah sering ditemukan.
Kejang-kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya twitching saja. Kejang dapat
berlangsung berjam-jam. Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri
atau bersama-sama, misalnya paresis atau paralisis, afasia dan sebagainya. Likuor
serebrospinal sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit peninggian
jumlah sel, kadar protein atau glukosa. Pada kelompok sensefalitis pasca-infeksi, gejala

primer sendiri dapat membantu diagnosis. Elekroensefalografi (EEG) sering menunjukkan


aktifitas listrik yang merendah yang sesuai dengan kesadaran yang menurun.4
2.6.

Penegakan Diagnosis

2.6.1. Anamnesis11
-

Demam tinggi mendadak, sering ditemukan hipereksia.


Penurunan kesadaran dengan cepat. Anak agak besar sering mengeluhkan nyeri

kepala, ensefalopati, kejang, dan kesadaran menurun.


Kejang bersifat umum atau fokal, dapat berupa status konvulsius. Dapat
ditemukan sejak awal ataupun kemudian dalam perjalanan penyakitnya.

2.6.2. Pemeriksaan Fisik11


-

Seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran menurun sampai koma dan kejang

kejang sampai berupa status konvulsivus.


Ditemukan gejala peningkatan tekanan intra kranial.
Gejala serebral lain dapat beraneka ragam, seperti kelumpuhan tipe upper motor
neuron (spastis, hiperrefleks, refleks patologis, dan klonus).

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang11


-

Darah perifer lengkap. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika ada indikasi.
Punksi lumbal : pemeriksaan cairan serebro spinal bisa normal atau menunjukkan

abnormalitas ringan sampai sedang :


o Peningkatan jumlah sel 50 200/mm3
o Hitung jenis didominasi sel limfosit
o Protein meningkat tapi tidak melebihi 200 mg/dl
o Glukosa normal.
CT-Scan atau MRI (kepala) menunjukkan gambar edema otak umum maupun

fokal.
Pemeriksaaan elektrosefalografi merupakan pemeriksaan penunjang yang
sangatpenting pada pasien ensefalitis. Walaupun kadang didapatkan gambaran
normal pada beberapa pasien, umumnya didapatkan gambaran perlambatan atau
gelombang epileptiform baik umum maupun fokal.

2.7.

Tatalaksana

Tatalaksana tidak ada yang spesifik. Terapi suportif berupa tatalaksana hiperpireksia.
Keseimbangan cairan dan elektrolit, peningkatan tekanan intrakranial, serta tatalaksana
kejang. Pasien sebaiknya dirawat diruang intensif.11
Pemberian pengobatan dapat berupa antipiretik, cairan intravena, obat anti epilepsi
kadang diberikan kortikosteroid. Untuk mencegah kejang berulang dapat diberikan fenitoin
atau fenobarbital sesuai standard terap. Peningkatan tekanan intrakranial dapat diatas dengan
pemberian diuretik osmotik Manitol 0,5 1 gr/kgbb/kali atau Furosemid 1 mg/kgbb/kali.11
Pada anak dengan neuritis optika, mielitis, vaskulitis inflamasi, dan acute
dissaminated encephalmyelitis (ADEM) dapat diberikan kortikosteroid selama 2 minggu.
Diberikan dosis tinggi metil-prednisolon 15 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam selama 3 -5
hari dan dilanjutkan prednison oral 1 2 mg/kgbb/hari selama 7 10 hari.11
Terapi empirik termasuk agen antibiotik dan deksametason adjuvan.

Antibiotik

spesifik yang dipilih tergantung pada predisposisi kondisi pasien. Asiklovir (10 mg/kgBB
setiap 8 jam) ditambahkan ke rejimen empiris untuk ensefalitis viral seperti ensefalitis HSV.12
Tabel 2.1 Pilihan Terapi Empirik12
Populasi Pasien
Neonatus
Anak yang sehat dan orang

Terapi Empirik
Ampicillin + Cefotaxime / Aminoglycoside
Cephalosporin generasi 3 atau 4 +

dewasa dengan penyakit

Vancomycin [ + Meropenem jika terdapat

community-acquired

otitis, mastoiditis, sinusitis sebagai faktor

Orang dewasa usia > 55 tahun

predisposisi]
Cephalosporin generasi 3 atau 4 +

atau pasien dengan penyakit

Vancomycin + Ampicillin

kronis atau imunosupresi


Postneurosurgical
Semua pasien

Vancomycin + Meropenem
Dexamethasone + Acyclovir (pada
ensefalitis HSV)

2.8.

Prognosis dan Komplikasi


Angka kematian untuk ensefalitis ini masih tinggi berkisar antara 35-50%. Dari

penderita yang hidup 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa berupa
paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid, gangguan penglihatan atau gejala neurologis lain.
6

Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam perkembangan
selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental, masalah tingkah-laku dan epilepsi.
Angka-angka untuk gejala sisa ini masih belum jelas.4

BAB 3
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN ANAK RUMAH SAKIT UMUM HKBP BALIGE

Identitas Pasien :
Nama

: Samuel Alvaro

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 3 bulan 26 hari

Tempat dan Tanggal Lahir

: Siborong-borong, 30 April 2015

Alamat

: Siborong-borong

Tanggal Masuk

: 26 Agustus 2015

No RekamMedik

: 22-97-34

Anamnesis : Alloanamnesis dengan ibu


Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran
Telaah :
Penurunan kesadaran dialami os sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Penurunan
kesadaran dialami os secara tiba-tiba. Kejang dialami os sejak satu hari SMRS. Frekuensi
kejang lebih dari 7 kali dalam dua hari ini. Durasi kejang lebih dari 15 menit. Kejang dialami
seluruh tubuh saat kejang dan setelah kejang os tidak sadar. Riwayat kejang sebelumnya tidak
ada. Batuk dialami dalam 2 minggu ini, dahak dijumpai namun sulit dikeluarkan. Demam
dialami sejak 2 hari SMRS, demam tinggi bersifat naik turun, demam turun setelah obat
penurun demam. Muntah dijumpai, muntah dialami os bila menangis, frekuensi 3-4 kali,
volume aqua gelas, isi apa yang dimakan dan diminum. BAK (+) normal, BAB (+)
normal.

Riwayat Penyakit Terdahulu

: (-)

Riwayat Pemakaian Obat

: Parasetamol syrup

Antenatal Care

: > 4 kali ke dokter

Riwayat Persalinan

: OS anak ke 5 dari 5 bersaudara

Riwayat Imunisasi

: Kesan imunisasi tidak lengkap

Riwayat Nutrisi

: 0 - 4 bulan diberikan susu formula

Riwayat Tumbuh Kembang

Status Gizi :
10

BB = 5,4 kg, PB = 68 cm
Panjang badan berdasarkan usia

: Z Score 2 s/d 3 SD

Kesan

: Baik / normal

Berat badan berdasarkan usia

: Z Score -2 s/d -3 SD

Kesan

: Gizi kurang

11

Berat badan berdasarkan panjang badan: Z Score < -3 SD


Kesan

: Gizi buruk

Status Present :
Sensorium : Somnolen

Anemis (-)

E4 V2 M5

Ikterus (-)

Temperature : 37C

Dispnea (+)

HR

: 140x/menit

Sianosis (-)

RR

: 60x/menit

Oedem (-)

SpO2
: 93% dengan O2 10L Headbox
Status Generalisata :
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
Leher
Thoraks

: Konjungtiva Palpebra inferior anemis (-), sklera ikterik (-)


Pupil isokor 3mm
: Pernapasan cuping hidung (-), mukosa hidung normal
: Trismus (-), Halitosis (-), Mukosa bibir kering, Fisura (-),
keilosis (-)
: TVJ R+2cm/mmH2O, pembesaran KGB (-)
: Inspeksi : Simetris, fusiform, retraksi (+)
Palpasi

: Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru


12

Auskultasi : Suara pernafasan Vesikuler, Suara tambahan (+)


Abdomen

ronkhi di lapangan atas paru kanan


: Simetris, Soepel, Gambaran Vena (-), Peristaltik Usus (+)
Normal,

Ekstremitas

Hepar/Lien/Renal tidak teraba


: Oedema pretibia (-) , Oedema Dorsopedis (-)
Akral hangat, Pols: 140x/i, Tekanan/Volume cukup

Refleks Fisiologis
Biseps
Sulit dinilai
Triseps
Sulit dinilai
Brakioradialis
Sulit dinilai
Patella
Sulit dinilai
Refleks Meningeal
Kaku kuduk
Negatif
Brudzinski I
Negatif
Brudzinski II
Negatif
Laseg
Negatif

Refleks Patologis
Babinski
Negatif
Chaddok
Negatif
Gordon
Negatif
Oppenheim
Negatif
Gonda
Negatif
Schaefer
Negatif

Pemeriksaan Laboratorium :
DPL
HB

: 15 gr/dl

Leukosit

: 12,6 x 103 /uL

Eritrosit

: 4,99 x 106 /uL

Trombosit

: 329 x 103 /uL


13

Hct

: 44,6 %

MCH

: 30,1 pg

MCV

: 89,4 fL

MCHC

: 33,6 gr/dl

Elektrolit
Kalium

: 4,7 mmol/L

Natrium

: 127 mmol/L

Klorida

: 93 mmol/L

Diagnosa Banding

: Ensefalitis

+ Bronkopneumonia + Gizi Buruk

Meningoensefalitis + Bronkopneumonia + Gizi Buruk


Menigitis

+ Bronkopneumonia + Gizi Buruk

Diagnosa Kerja

: Ensefalitis + Bronkopneumonia + Gizi Buruk

Terapi

: Elevasi kepala 30
O210 L Headbox
IFVD D5% NaCl 0,9% 20 gtt/i (mikro)
IVFD NaCl 3% 60cc/12 jam habis dalam 1 jam
IVFD Paracetamol 60mg bila T 39C
Inj. Ampicilline 300mg/6 jam/iv
Inj. Cefotaxime 400mg/8 jam/iv
Inj. Dexametasone 0,75mg/5 jam/IV
Inj. Phenitoin 15mg + NaCl 0,9% 5cc
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3% 2,5cc/6 jam
Diet Soya 32cc/2 jam/oral
Kebutuhan cairan :
140-160cc/kgBB = 150 175cc/kgBB x 5,4kg
= 67,5 78,75cc/2 jam

Rencana Monitoring
14

1.
2.
3.
4.
5.

Foto Thoraks
Punksi Lumbal
Analisis LCS
Kultur LCS
Head CT-Scan

Prognosis
1. Ad vitam
: Dubia ad malam
2. Ad functionam : Dubia ad malam
3. Ad sanationam : Dubia ad malam

TANGGAL
27-08-2015
Pkl 06.00

FOLLOW UP RUANGAN
KELUHAN VITAL SIGN
DIAGNOSA TERAPI
- Demam
Sens : E4 V2 M5
Ensefalitis + Elevasi kepala 30
- Batuk
HR : 139 x /menit
O2 5L / Headbox
Bronkopneu
RR : 69 x /menit
IVFD D5% NaCl
T
: 37,50 C
monia + Gizi
0,9% 20gtt/i mikro
SpO2 : 97%
Buruk
IVFD NaCl 3%
60cc/12 jam habis

dalam 1 jam
IVFD Paracetamol
60mg bila T 39C
15

28-08-2015
Pkl 06.00

- Demam
- Batuk

Sens : E4 V2 M5
HR : 137 x /menit
RR : 68 x /menit
T
: 370 C
SpO2 : 96%

Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk

Inj. Ampicilline

300mg /6 jam /IV


Inj. Cefotaxime

400mg /8 jam /IV


Inj. Phenitoin 15mg +

NaCl 0,9% 5cc


Inj. Dexametasone

0,75mg/5 jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%

2,5cc/6 jam
Diet Soya 60cc/3 jam

Elevasi kepala 30
O2 5L / Headbox
IVFD D5% NaCl

0,9% 20gtt/i mikro


IVFD NaCl 3%
60cc/12 jam habis

29-08-2015
Pkl 06.00

- Demam
- Sesak
nafas
- Batuk

Sens : E4 V3 M6
HR : 132 x /menit
RR : 80 x /menit
T
: 370 C
SpO2 : 99%

Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk

dalam 1 jam
Inj. Ampicilline

300mg /6 jam /IV


Inj. Cefotaxime

400mg /8 jam /IV


Inj. Dexametasone

0,75mg/5 jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%

2,5cc/6 jam
Diet Soya 60cc/3 jam

Elevasi kepala 30
O2 5L / Headbox
IVFD D5% NaCl

0,9% 20gtt/i mikro


IVFD NaCl 3%
60cc/12 jam habis
dalam 1 jam
16

30-08-2015
Pkl 06.00

- Batuk
- Perut
kembung

Sens : CM (E4 V4
M6)
HR : 115 x /menit
RR : 79 x /menit
T
: 36,50 C
SpO2 : 99 %

Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk

Inj. Ampicilline

300mg /6 jam /IV


Inj. Cefotaxime

400mg /8 jam /IV


Inj. Dexametasone

0,75mg/5 jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%

2,5cc/6 jam
Diet Soya 60cc/3 jam

Elevasi kepala 30
O2 1L/menit
IVFD D5% NaCl

0,9% 20gtt/i mikro


IVFD NaCl 3%
60cc/12 jam habis

31-08-2015
Pkl 06.00

- Batuk
Sens : CM (E4 V5
- Kedua pipi
M6)
HR : 97 x /menit
bengkak
RR : 78 x /menit
T
: 37,30 C
SpO2 : 97 %

Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk

dalam 1 jam
Inj. Ampicilline

300mg /6 jam /IV


Inj. Cefotaxime

400mg /8 jam /IV


Inj. Dexametasone

0,75mg/5 jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%

2,5cc/6 jam
Diet Soya 60cc/3 jam

Elevasi kepala 30
O2 1L/menit
IVFD D5% NaCl

0,9% 20gtt/i mikro


IVFD NaCl 3%
60cc/12 jam habis

dalam 1 jam
Inj. Ampicilline
300mg /6 jam /IV
17

01-09-2015
Pkl 06.00

02-09-2015
Pkl 06.00

- Batuk
Sens : CM
- Kedua pipi HR : 166 x /menit
RR : 78 x /menit
dan kaki
T
: 36,50 C
bengkak
SpO2 : 99%

- Batuk
Sens : CM
- Kedua pipi HR : 156 x /menit
RR : 69 x /menit
dan kaki
T
: 36,50 C
bengkak
SpO2 : 99%

Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk

Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk

Inj. Cefotaxime

400mg /8 jam /IV


Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%

2,5cc/6 jam
Diet Soya 60cc/3 jam

Elevasi kepala 30
O2 -1L/menit
IVFD D5% NaCl

0,9% 20gtt/i mikro


Inj. Ampicilline

300mg /6 jam /IV


Inj. Cefotaxime

400mg /8 jam /IV


Inj. Furosemide

7mg/8 jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%

2,5cc/6 jam
Diet Soya 60cc/3 jam

Elevasi kepala 30
O2 -1L/menit
IVFD D5% NaCl

0,9% 20gtt/i mikro


Inj. Ampicilline

300mg /6 jam /IV


Inj. Cefotaxime

400mg /8 jam /IV


Inj. Furosemide

7mg/8 jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%

2,5cc/6 jam
Diet Soya 32cc/2
jam/oral
18

03-09-2015
Pkl 06.00

- Batuk

Sens : CM
HR : 132 x /menit
RR : 64x /menit
T
: 360 C
SpO2 : 98%

Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk

Elevasi kepala 30
O2 -1L/menit
IVFD D5% NaCl

0,9% 20gtt/i mikro


Inj. Ampicilline

300mg /6 jam /IV


Inj. Cefotaxime

400mg /8 jam /IV


Inj. Furosemide

7mg/8 jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%

2,5cc/6 jam
Diet Soya 32cc/2
jam/oral

04-09-2015
Pkl 06.00

- Batuk

Sens : CM
HR : 130 x/menit
RR : 64x/menit
T
: 36,30 C
SpO2 : 97%

Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk

Elevasi kepala 45
O2 -1L/menit
IVFD D5% NaCl

0,9% 20gtt/i mikro


Inj. Ampicilline

300mg /6 jam /IV


Inj. Cefotaxime

400mg /8 jam /IV


Inj. Ranitidine 6mg/8

jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%

2,5cc/6 jam
Diet Soya 32cc/2
jam/oral

05-09-2015
Pkl 06.00

- Batuk

Sens : CM
HR : 117 x/menit
RR : 61x/menit
T
: 36,30 C
SpO2 : 97%

Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk

Elevasi kepala 45
O2 -1L/menit
IVFD D5% NaCl

0,9% 20gtt/i mikro


Inj. Ampicilline
300mg /6 jam /IV
19

Inj. Cefotaxime

400mg /8 jam /IV


Inj. Ranitidine 6mg/8

jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%

2,5cc/6 jam
Diet Soya 50cc/2
jam/oral

06-09-2015
Pkl 06.00

- Batuk

Sens : CM
HR : 128 x/menit
RR : 60x/menit
T
: 36,60 C
SpO2 : 97%

Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk

Elevasi kepala 45
O2 -1L/menit
IVFD D5% NaCl

0,9% 20gtt/i mikro


Inj. Ampicilline

300mg /6 jam /IV


Inj. Cefotaxime

400mg /8 jam /IV


Inj. Ranitidine 6mg/8

jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%

2,5cc/6 jam
Diet Soya 50cc/2
jam/oral

07-09-2015
Pkl 06.00

- Bintilbintil
merah di
punggung

Sens : CM
HR : 128 x/menit
RR : 60x/menit
T
: 36,60 C
SpO2 : 97%
Pem. Fisik :
Dijumpai
vesikelvesikel

eritematous

di punggung

Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk

Elevasi kepala 45
IVFD D5% NaCl

0,9% 20gtt/i mikro


Inj. Ampicilline

300mg /6 jam /IV


Inj. Cefotaxime

400mg /8 jam /IV


Inj. Ranitidine 6mg/8

jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%
2,5cc/6 jam
20

Diet Soya 50cc/2


jam/oral

BAB 4
ANALISA KASUS

Permasalahan yang didapat

Teori

1. Anamnesis

Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada

Penurunan kesadaran, kejang, demam, anamnesis penderita ensefalitis dijumpai


batuk, sesak.

demam dan nyeri kepala, dan setidaknya


salah

satu

dari

berikut:

penurunan

kesadaran, kebingungan, kejang, atau defisit


neurologis fokal.
Pada bronkopneumonia yang disebabkan
virus ataupun bakteri akan didapati sesak,
batuk, malaise, dan demam.

21

2. Pemeriksaan Fisik
Sensorium : Somnolen
E4 V2 M5

Hal ini sesuai dengan teori pada penderita


ensefalitis

akan

didapati

penurunan

kesadaran dan demam.

Temp

: 37C

Pada

HR

: 140x/menit

didapati

RR

: 60x/menit

takipnea, retraksi dada, penurunan saturasi

SpO2

: 93% dengan O2 10L Headbox

O2 di dalam darah. Pada auskultasi didapati

Thoraks

suara tambahan yaitu ronkhi basah pada

Inspeksi : Retraksi (+) epigastrial,

penderita

bronkopneumonia

demam,

sesak

dengan

akan
tanda

paru.

supra sternal
Auskultasi : ST (+) Ronkhi di lap.
atas paru kanan
3. Pemeriksaan Lab

Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada

HB

: 15 gr/dl

ensefalitis pemeriksaan darah bisa normal

Leukosit

: 12,6 x 103 /uL

atau

Eritrosit

: 4,99 x 106 /uL

sampai sedang apabila disebabkan oleh

Trombosit : 329 x 103 /uL


Hct

: 44,6 %

MCH

: 30,1 pg

MCV

: 89,4 fL

MCHC

: 33,6 gr/dl

4. Terapi :

menunjukkan

abnormalitas

ringan

virus.

Hal ini sesuai dengan tatalaksana ensefalitis

Elevasi kepala 30

dan bronkopneumonia yaitu terapi suportif

O210 L Headbox

berupa

IFVD D5% NaCl 0,9% 20 gtt/i (mikro)

keseimbangan

cairan

IVFD NaCl 3% 60cc/12 jam habis dalam 1

peningkatan

tekanan

jam

tatalaksana kejang, serta terapi empirik

IVFD Paracetamol 60mg bila T 39C

dengan antibiotik dan deksametason, serta

Inj. Ampicilline 300mg/6 jam/iv

aciclovir pada ensefalitis viral.

tatalaksana

hiperpireksia,
dan

elektrolit,
intrakranial,

Inj. Cefotaxime 400mg/8 jam/iv


Inj. Dexametasone 0,75mg/5 jam/iv
Inj. Phenitoin 15mg + NaCl 0,9% 5cc
22

Inj. Furosemide 7mg/8 jam/iv


Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3% 2,5cc/6 jam
Diet Soya 32cc/2 jam/oral

BAB 5
KESIMPULAN & SARAN
1. Kesimpulan
Seorang bayi perempuan usia 3 bulan 26 hari dengan keluhan kejang yang dialami os
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, memberat pada jam 10.00 pagi, kejang seluruh
tubuh, saat kejang keluar cairan dari mulut, mata melotot, dan sianosis, kejang berangsung >
15 menit, frekuensi kejang sebanyak > 10 kali dalam sehari, setelah kejang os mengalami
penurunan kesadaran. Demam (+), selama 2 hari ini, demam bersifat naik turun, demam
turun setelah diberikan obat penurun demam. Batuk (+), BAK normal, BAB normal. Pada
anamnese dan pemeriksaan fisik didapati kejang, demam, dan terdapat penurunan kesadaran
seteah kejang. Hal ini didasarkan bahwa pada ensefalitis pasien mengalami demam dan nyeri
23

kepala, dan setidaknya salah satu dari berikut: penurunan kesadaran, kebingungan atau
perilaku abnormal, kejang, atau defisit neurologis fokal. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium diikuti dengan pemeriksaan pulse oxymetry.
Tata laksana yang diberikan berupa terapi cairan dengan cairan kristaloid seperti RL,
D5% NaCl 0,9% untuk menjaga volume intravaskular dan tekanan darah. Antiemetik dapat
diberikan secara intravena pada pasien yang mengalami mual dan muntah. Pada pasien ini
tata laksana yang diberikan adalah elevasi kepala 30, pemberian O 210 L dengan Headbox,
IFVD D5% NaCl 0,9% 20 gtt/i (mikro), IVFD NaCl 3% 60cc/12 jam habis dalam 1 jam, Inj.
Ampicilline 300mg/6 jam/iv, Inj. Cefotaxime 400mg/8 jam/iv, Inj. Dexametasone 0,75mg/5
jam/IV, Inj. Furosemide 7mg/8 jam/iv, Aciclovir 4 x 180mg, Nebule NaCl 3% 2,5cc/6 jam,
dan diet Soya 32cc/2 jam/oral.
2. Saran
1. Pasien dianjurkan untuk tidur dengan elevasi kepala 30-450
2. Setelah minum, pasien dianjurkan diposisikan dalam keadaan tegak selama 15-30
menit.

DAFTAR PUSTAKA
1. Howes

D.

2014.

Encephalitis.

Diunduh

http://emedicine.medscape.com/article/791896-overview
September 2015
2. Mayo
Clinic

Staff.

2014.

Encephalitis.

Diakses

dari

tanggal

15

dari

Diunduh

http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/encephalitis/basics/definition/con20021917 Diakses tanggal 15 September 2015


3. Anonymous.
2012.
Definition
of
Encephalitis.

Diunduh

dari

http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=3231 Diakses tanggal 15


September 2015
4. Staf Pengajar FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2000.h.622-24.

24

5. Kari K., Liu W., Gautama K., Mammen Jr., Clemens J., Nisalak A., Subrata K., et al.
A hospital-based surveillance for Japanese encephalitis in Bali, Indonesia. BMC
Medicine 2006; 4(8).
6. Kliegman RM, Behrman RE. Nelson Esensi Pediatri. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2007.h.413.
7. Tunkel A., Glaser C., Bloch K., Sejvar J., Marra C., Roos K., Hartma B., et al. The
Management of Encephalitis: Clinical Practice Guidelines by The Infectious Diseases
Society of America. IDSA Guidelines 2008; 47:303-27.
8. Jmor F, Emsley H, Fischer M. The incidence of acute encephalitis syndrome in
Western industrialised and tropical countries. Virology Journal 2008; 5:134.
9. Rozenberg F, Deback C, Agut H. Herpes simplex encephalitis: from virus to therapy.
PubMed 2011; 11(3):235-50.
10. James DC, Shields WD. Encephalitis and meningoencephalitis in Text Book of
Pediatric Infectious Disease. Volume 1. United States of America: Saunders; 2004.h.
505-09, 512-14.
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis IDAI: Ensefalitis. Jakarta:
IDAI; 2009. h.67-69.
12. Roos K, Brosch J. 2012. Principles and Practice of Hospital Medicine: Meningitis and
Encephalitis. China: The McGraw-Hill Companies; 2012.h.1-5.

25

Anda mungkin juga menyukai