PENDAHULUAN
Ensefalitis adalah suatu peradangan pada parenkim otak. Dari perspektif
epidemiologi dan patofisiologi, ensefalitis berbeda dari meningitis, meskipun pada
evaluasi klinis, keduanya mempunyai tanda dan gejala inflamasi meningeal, seperti
photophobia, sakit kepala, atau leher kaku. Ensefalitis juga dibedakan dari cerebritis.1
Cerebritis menunjukkan tahap pembentukan abses dan infeksi bakteri yang
sangat merusak jaringan otak, sedangkan ensefalitis akut umumnya infeksi virus dengan
kerusakan parenkim bervariasi dari ringan sampai dengan sangat berat.1
Ensefalitis terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk primer dan bentuk sekunder.
Ensefalitis primer melibatkan infeksi virus langsung dari otak dan sumsum tulang
belakang. Sedangkan ensefalitis sekunder, infeksi virus pertama terjadi di tempat lain di
tubuh dan kemudian ke otak.2
Ensefalitis yang mengakibatkan kerusakan otak, dapat menyebabkan atau
memperburuk gejala gangguan perkembangan atau penyakit mental. Disebut ensefalitis
lethargica,
yang
membentuk
berbagai
gejala
penyakit
Parkinson
seperti
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Ensefalitis merupakan proses radang parenkim otak yang biasanya merupakan proses
akut, tetapi bisa juga merupakan ensefalomielitis pascainfeksi, suatu penyakit degeneratif
kronik, atau infeksi virus lambat.6
Ensefalitis didefinisikan sebagai adanya suatu proses peradangan di otak dengan
adanya bukti klinis dari disfungsi neurologis.7
2.2.
Epidemiologi
Setiap tahunnya diperkirakan ada 7,4 kasus per 100.000 penduduk di negara bagian
Barat dan sekitar 6,4 kasus per 100.000 penduduk di negara-negara tropis. Di Indonesia,
kasus ensefalitis telah banyak dilaporkan, tetapi penyebab ensefalitis tersebut masih belum
banyak terungkap karena sulitnya diagnosis dan keterbatasan perangkat diagnostik. Namun
berdasarkan
Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria,
protozoa, cacing, jamur, dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering ialah virus.
Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi radang akut karena
infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.4
Berbagai jenis virus dapat menimbulakan ensefalitis, meskipun gejala
klinisnya
sama. Sesuai dengan jenis virus serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam ensefalitis
virus.4
Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah:4
1. Infeksi virus yang bersifat epidemik
a. Golongan enterovirus : poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.
Patofisiologi
Virus/Bakteri
Mengenai SSP
Ke jaringan SSP
TIK
Muntah
Kejang spastik
- Gangguan bicara
Nutrisi kurang
- Gangguan pendengaran
Resiko cedera
motorik
Gambar 1. Patofisiologi Ensefalitis10
Patogenesis dari ensefalitis mirip dengan patogenesis dari viral meningitis, yaitu virus
mencapai SSP melalui darah (hematogen) dan melalui saraf. Penyebaran hematogen terjadi
karena penyebaran ke otak secara langsung melalui arteri intraserebral. Penyebaran
hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri meningeal yang terkena radang
3
dahulu. Dari arteri tersebut itu kuman dapat tiba di likuor dan invasi ke dalam otak dapat
terjadi melalui penerobosan dari pia mater.10
Selain penyebaran secara hematogen, dapat juga terjadi penyebaran melalui neuron,
misalnya pada ensefalitis karena herpes simpleks dan rabies. Pada dua penyakit tersebut,
virus dapat masuk ke neuron sensoris yang menginnervasi port dentry dan bergerak secara
retrograd mengikuti axon-axon menuju ke nukleus dari ganglion sensoris. Akhirnya sarafsaraf tepi dapat digunakan sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba di susunan saraf pusat.10
Sesudah virus berada di dalam sitoplasma sel tuan rumah, kapsul virus dihancurkan.
Dalam hal tersebut virus merangsang sitoplasma tuan rumah untuk membuat protein yang
menghancurkan kapsul virus. Setelah itu nucleic acid virus berkontak langsung dengan
sitoplasma sel tuan rumah. Karena kontak ini sitoplasma dan nukleus sel tuan rumah
membuat nucleic acid yang sejenis dengan nucleic acid virus. Proses ini dinamakan replikasi,
karena proses replikasi berjalan terus, maka sel tuan rumah dapat dihancurkan. Dengan
demikian partikel-partikel viral tersebar ekstraselular. Setelah proses invasi, replikasi dan
penyebaran virus berhasil, timbulah manifestasi-manifestasi toksemia yang kemudian disusul
oleh manifestasli lokalisatorik.10
Gejala-gejala toksemia terdiri dari sakit kepala, demam, dan lemas-letih seluruh
tubuh. Sedang manifestasi lokalisatorik akibat kerusakan susunan saraf pusat berupa
gangguan sensorik dan motorik (gangguan penglihatan, gangguan berbicara, gannguan
pendengaran dan kelemahan anggota gerak), serta gangguan neurologis yakni peningkatan
TIK yang mengakibatkan nyeri kepala dan muntah sehinga terjadi penurunan berat badan.10
2.5.
Manifestasi Klinis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan
khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Umumnya didapatkan suhu yang
mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia. Kesadaran dengan cepat menurun. Anak
besar, sebelum kesadaran menurun, sering mengeluh nyeri kepala. Muntah sering ditemukan.
Kejang-kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya twitching saja. Kejang dapat
berlangsung berjam-jam. Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri
atau bersama-sama, misalnya paresis atau paralisis, afasia dan sebagainya. Likuor
serebrospinal sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit peninggian
jumlah sel, kadar protein atau glukosa. Pada kelompok sensefalitis pasca-infeksi, gejala
Penegakan Diagnosis
2.6.1. Anamnesis11
-
Darah perifer lengkap. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika ada indikasi.
Punksi lumbal : pemeriksaan cairan serebro spinal bisa normal atau menunjukkan
fokal.
Pemeriksaaan elektrosefalografi merupakan pemeriksaan penunjang yang
sangatpenting pada pasien ensefalitis. Walaupun kadang didapatkan gambaran
normal pada beberapa pasien, umumnya didapatkan gambaran perlambatan atau
gelombang epileptiform baik umum maupun fokal.
2.7.
Tatalaksana
Tatalaksana tidak ada yang spesifik. Terapi suportif berupa tatalaksana hiperpireksia.
Keseimbangan cairan dan elektrolit, peningkatan tekanan intrakranial, serta tatalaksana
kejang. Pasien sebaiknya dirawat diruang intensif.11
Pemberian pengobatan dapat berupa antipiretik, cairan intravena, obat anti epilepsi
kadang diberikan kortikosteroid. Untuk mencegah kejang berulang dapat diberikan fenitoin
atau fenobarbital sesuai standard terap. Peningkatan tekanan intrakranial dapat diatas dengan
pemberian diuretik osmotik Manitol 0,5 1 gr/kgbb/kali atau Furosemid 1 mg/kgbb/kali.11
Pada anak dengan neuritis optika, mielitis, vaskulitis inflamasi, dan acute
dissaminated encephalmyelitis (ADEM) dapat diberikan kortikosteroid selama 2 minggu.
Diberikan dosis tinggi metil-prednisolon 15 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam selama 3 -5
hari dan dilanjutkan prednison oral 1 2 mg/kgbb/hari selama 7 10 hari.11
Terapi empirik termasuk agen antibiotik dan deksametason adjuvan.
Antibiotik
spesifik yang dipilih tergantung pada predisposisi kondisi pasien. Asiklovir (10 mg/kgBB
setiap 8 jam) ditambahkan ke rejimen empiris untuk ensefalitis viral seperti ensefalitis HSV.12
Tabel 2.1 Pilihan Terapi Empirik12
Populasi Pasien
Neonatus
Anak yang sehat dan orang
Terapi Empirik
Ampicillin + Cefotaxime / Aminoglycoside
Cephalosporin generasi 3 atau 4 +
community-acquired
predisposisi]
Cephalosporin generasi 3 atau 4 +
Vancomycin + Ampicillin
Vancomycin + Meropenem
Dexamethasone + Acyclovir (pada
ensefalitis HSV)
2.8.
penderita yang hidup 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa berupa
paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid, gangguan penglihatan atau gejala neurologis lain.
6
Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam perkembangan
selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental, masalah tingkah-laku dan epilepsi.
Angka-angka untuk gejala sisa ini masih belum jelas.4
BAB 3
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN ANAK RUMAH SAKIT UMUM HKBP BALIGE
Identitas Pasien :
Nama
: Samuel Alvaro
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 3 bulan 26 hari
Alamat
: Siborong-borong
Tanggal Masuk
: 26 Agustus 2015
No RekamMedik
: 22-97-34
: (-)
: Parasetamol syrup
Antenatal Care
Riwayat Persalinan
Riwayat Imunisasi
Riwayat Nutrisi
Status Gizi :
10
BB = 5,4 kg, PB = 68 cm
Panjang badan berdasarkan usia
: Z Score 2 s/d 3 SD
Kesan
: Baik / normal
: Z Score -2 s/d -3 SD
Kesan
: Gizi kurang
11
: Gizi buruk
Status Present :
Sensorium : Somnolen
Anemis (-)
E4 V2 M5
Ikterus (-)
Temperature : 37C
Dispnea (+)
HR
: 140x/menit
Sianosis (-)
RR
: 60x/menit
Oedem (-)
SpO2
: 93% dengan O2 10L Headbox
Status Generalisata :
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
Leher
Thoraks
Perkusi
Ekstremitas
Refleks Fisiologis
Biseps
Sulit dinilai
Triseps
Sulit dinilai
Brakioradialis
Sulit dinilai
Patella
Sulit dinilai
Refleks Meningeal
Kaku kuduk
Negatif
Brudzinski I
Negatif
Brudzinski II
Negatif
Laseg
Negatif
Refleks Patologis
Babinski
Negatif
Chaddok
Negatif
Gordon
Negatif
Oppenheim
Negatif
Gonda
Negatif
Schaefer
Negatif
Pemeriksaan Laboratorium :
DPL
HB
: 15 gr/dl
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
Hct
: 44,6 %
MCH
: 30,1 pg
MCV
: 89,4 fL
MCHC
: 33,6 gr/dl
Elektrolit
Kalium
: 4,7 mmol/L
Natrium
: 127 mmol/L
Klorida
: 93 mmol/L
Diagnosa Banding
: Ensefalitis
Diagnosa Kerja
Terapi
: Elevasi kepala 30
O210 L Headbox
IFVD D5% NaCl 0,9% 20 gtt/i (mikro)
IVFD NaCl 3% 60cc/12 jam habis dalam 1 jam
IVFD Paracetamol 60mg bila T 39C
Inj. Ampicilline 300mg/6 jam/iv
Inj. Cefotaxime 400mg/8 jam/iv
Inj. Dexametasone 0,75mg/5 jam/IV
Inj. Phenitoin 15mg + NaCl 0,9% 5cc
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3% 2,5cc/6 jam
Diet Soya 32cc/2 jam/oral
Kebutuhan cairan :
140-160cc/kgBB = 150 175cc/kgBB x 5,4kg
= 67,5 78,75cc/2 jam
Rencana Monitoring
14
1.
2.
3.
4.
5.
Foto Thoraks
Punksi Lumbal
Analisis LCS
Kultur LCS
Head CT-Scan
Prognosis
1. Ad vitam
: Dubia ad malam
2. Ad functionam : Dubia ad malam
3. Ad sanationam : Dubia ad malam
TANGGAL
27-08-2015
Pkl 06.00
FOLLOW UP RUANGAN
KELUHAN VITAL SIGN
DIAGNOSA TERAPI
- Demam
Sens : E4 V2 M5
Ensefalitis + Elevasi kepala 30
- Batuk
HR : 139 x /menit
O2 5L / Headbox
Bronkopneu
RR : 69 x /menit
IVFD D5% NaCl
T
: 37,50 C
monia + Gizi
0,9% 20gtt/i mikro
SpO2 : 97%
Buruk
IVFD NaCl 3%
60cc/12 jam habis
dalam 1 jam
IVFD Paracetamol
60mg bila T 39C
15
28-08-2015
Pkl 06.00
- Demam
- Batuk
Sens : E4 V2 M5
HR : 137 x /menit
RR : 68 x /menit
T
: 370 C
SpO2 : 96%
Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk
Inj. Ampicilline
0,75mg/5 jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%
2,5cc/6 jam
Diet Soya 60cc/3 jam
Elevasi kepala 30
O2 5L / Headbox
IVFD D5% NaCl
29-08-2015
Pkl 06.00
- Demam
- Sesak
nafas
- Batuk
Sens : E4 V3 M6
HR : 132 x /menit
RR : 80 x /menit
T
: 370 C
SpO2 : 99%
Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk
dalam 1 jam
Inj. Ampicilline
0,75mg/5 jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%
2,5cc/6 jam
Diet Soya 60cc/3 jam
Elevasi kepala 30
O2 5L / Headbox
IVFD D5% NaCl
30-08-2015
Pkl 06.00
- Batuk
- Perut
kembung
Sens : CM (E4 V4
M6)
HR : 115 x /menit
RR : 79 x /menit
T
: 36,50 C
SpO2 : 99 %
Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk
Inj. Ampicilline
0,75mg/5 jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%
2,5cc/6 jam
Diet Soya 60cc/3 jam
Elevasi kepala 30
O2 1L/menit
IVFD D5% NaCl
31-08-2015
Pkl 06.00
- Batuk
Sens : CM (E4 V5
- Kedua pipi
M6)
HR : 97 x /menit
bengkak
RR : 78 x /menit
T
: 37,30 C
SpO2 : 97 %
Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk
dalam 1 jam
Inj. Ampicilline
0,75mg/5 jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%
2,5cc/6 jam
Diet Soya 60cc/3 jam
Elevasi kepala 30
O2 1L/menit
IVFD D5% NaCl
dalam 1 jam
Inj. Ampicilline
300mg /6 jam /IV
17
01-09-2015
Pkl 06.00
02-09-2015
Pkl 06.00
- Batuk
Sens : CM
- Kedua pipi HR : 166 x /menit
RR : 78 x /menit
dan kaki
T
: 36,50 C
bengkak
SpO2 : 99%
- Batuk
Sens : CM
- Kedua pipi HR : 156 x /menit
RR : 69 x /menit
dan kaki
T
: 36,50 C
bengkak
SpO2 : 99%
Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk
Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk
Inj. Cefotaxime
2,5cc/6 jam
Diet Soya 60cc/3 jam
Elevasi kepala 30
O2 -1L/menit
IVFD D5% NaCl
7mg/8 jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%
2,5cc/6 jam
Diet Soya 60cc/3 jam
Elevasi kepala 30
O2 -1L/menit
IVFD D5% NaCl
7mg/8 jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%
2,5cc/6 jam
Diet Soya 32cc/2
jam/oral
18
03-09-2015
Pkl 06.00
- Batuk
Sens : CM
HR : 132 x /menit
RR : 64x /menit
T
: 360 C
SpO2 : 98%
Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk
Elevasi kepala 30
O2 -1L/menit
IVFD D5% NaCl
7mg/8 jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%
2,5cc/6 jam
Diet Soya 32cc/2
jam/oral
04-09-2015
Pkl 06.00
- Batuk
Sens : CM
HR : 130 x/menit
RR : 64x/menit
T
: 36,30 C
SpO2 : 97%
Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk
Elevasi kepala 45
O2 -1L/menit
IVFD D5% NaCl
jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%
2,5cc/6 jam
Diet Soya 32cc/2
jam/oral
05-09-2015
Pkl 06.00
- Batuk
Sens : CM
HR : 117 x/menit
RR : 61x/menit
T
: 36,30 C
SpO2 : 97%
Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk
Elevasi kepala 45
O2 -1L/menit
IVFD D5% NaCl
Inj. Cefotaxime
jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%
2,5cc/6 jam
Diet Soya 50cc/2
jam/oral
06-09-2015
Pkl 06.00
- Batuk
Sens : CM
HR : 128 x/menit
RR : 60x/menit
T
: 36,60 C
SpO2 : 97%
Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk
Elevasi kepala 45
O2 -1L/menit
IVFD D5% NaCl
jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%
2,5cc/6 jam
Diet Soya 50cc/2
jam/oral
07-09-2015
Pkl 06.00
- Bintilbintil
merah di
punggung
Sens : CM
HR : 128 x/menit
RR : 60x/menit
T
: 36,60 C
SpO2 : 97%
Pem. Fisik :
Dijumpai
vesikelvesikel
eritematous
di punggung
Ensefalitis +
Bronkopneu
monia + Gizi
Buruk
Elevasi kepala 45
IVFD D5% NaCl
jam/IV
Aciclovir 4 x 180mg
Nebule NaCl 3%
2,5cc/6 jam
20
BAB 4
ANALISA KASUS
Teori
1. Anamnesis
satu
dari
berikut:
penurunan
21
2. Pemeriksaan Fisik
Sensorium : Somnolen
E4 V2 M5
akan
didapati
penurunan
Temp
: 37C
Pada
HR
: 140x/menit
didapati
RR
: 60x/menit
SpO2
Thoraks
penderita
bronkopneumonia
demam,
sesak
dengan
akan
tanda
paru.
supra sternal
Auskultasi : ST (+) Ronkhi di lap.
atas paru kanan
3. Pemeriksaan Lab
HB
: 15 gr/dl
Leukosit
atau
Eritrosit
: 44,6 %
MCH
: 30,1 pg
MCV
: 89,4 fL
MCHC
: 33,6 gr/dl
4. Terapi :
menunjukkan
abnormalitas
ringan
virus.
Elevasi kepala 30
O210 L Headbox
berupa
keseimbangan
cairan
peningkatan
tekanan
jam
tatalaksana
hiperpireksia,
dan
elektrolit,
intrakranial,
BAB 5
KESIMPULAN & SARAN
1. Kesimpulan
Seorang bayi perempuan usia 3 bulan 26 hari dengan keluhan kejang yang dialami os
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, memberat pada jam 10.00 pagi, kejang seluruh
tubuh, saat kejang keluar cairan dari mulut, mata melotot, dan sianosis, kejang berangsung >
15 menit, frekuensi kejang sebanyak > 10 kali dalam sehari, setelah kejang os mengalami
penurunan kesadaran. Demam (+), selama 2 hari ini, demam bersifat naik turun, demam
turun setelah diberikan obat penurun demam. Batuk (+), BAK normal, BAB normal. Pada
anamnese dan pemeriksaan fisik didapati kejang, demam, dan terdapat penurunan kesadaran
seteah kejang. Hal ini didasarkan bahwa pada ensefalitis pasien mengalami demam dan nyeri
23
kepala, dan setidaknya salah satu dari berikut: penurunan kesadaran, kebingungan atau
perilaku abnormal, kejang, atau defisit neurologis fokal. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium diikuti dengan pemeriksaan pulse oxymetry.
Tata laksana yang diberikan berupa terapi cairan dengan cairan kristaloid seperti RL,
D5% NaCl 0,9% untuk menjaga volume intravaskular dan tekanan darah. Antiemetik dapat
diberikan secara intravena pada pasien yang mengalami mual dan muntah. Pada pasien ini
tata laksana yang diberikan adalah elevasi kepala 30, pemberian O 210 L dengan Headbox,
IFVD D5% NaCl 0,9% 20 gtt/i (mikro), IVFD NaCl 3% 60cc/12 jam habis dalam 1 jam, Inj.
Ampicilline 300mg/6 jam/iv, Inj. Cefotaxime 400mg/8 jam/iv, Inj. Dexametasone 0,75mg/5
jam/IV, Inj. Furosemide 7mg/8 jam/iv, Aciclovir 4 x 180mg, Nebule NaCl 3% 2,5cc/6 jam,
dan diet Soya 32cc/2 jam/oral.
2. Saran
1. Pasien dianjurkan untuk tidur dengan elevasi kepala 30-450
2. Setelah minum, pasien dianjurkan diposisikan dalam keadaan tegak selama 15-30
menit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Howes
D.
2014.
Encephalitis.
Diunduh
http://emedicine.medscape.com/article/791896-overview
September 2015
2. Mayo
Clinic
Staff.
2014.
Encephalitis.
Diakses
dari
tanggal
15
dari
Diunduh
Diunduh
dari
24
5. Kari K., Liu W., Gautama K., Mammen Jr., Clemens J., Nisalak A., Subrata K., et al.
A hospital-based surveillance for Japanese encephalitis in Bali, Indonesia. BMC
Medicine 2006; 4(8).
6. Kliegman RM, Behrman RE. Nelson Esensi Pediatri. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2007.h.413.
7. Tunkel A., Glaser C., Bloch K., Sejvar J., Marra C., Roos K., Hartma B., et al. The
Management of Encephalitis: Clinical Practice Guidelines by The Infectious Diseases
Society of America. IDSA Guidelines 2008; 47:303-27.
8. Jmor F, Emsley H, Fischer M. The incidence of acute encephalitis syndrome in
Western industrialised and tropical countries. Virology Journal 2008; 5:134.
9. Rozenberg F, Deback C, Agut H. Herpes simplex encephalitis: from virus to therapy.
PubMed 2011; 11(3):235-50.
10. James DC, Shields WD. Encephalitis and meningoencephalitis in Text Book of
Pediatric Infectious Disease. Volume 1. United States of America: Saunders; 2004.h.
505-09, 512-14.
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis IDAI: Ensefalitis. Jakarta:
IDAI; 2009. h.67-69.
12. Roos K, Brosch J. 2012. Principles and Practice of Hospital Medicine: Meningitis and
Encephalitis. China: The McGraw-Hill Companies; 2012.h.1-5.
25