Anda di halaman 1dari 32

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN BIOLOGI1

Oleh, Zulkifli Simatupang2


A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Berbicara mengenai pembelajaran (PBM) di sekolah seringkali membuat kita kecewa,
apalagi bila dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi ajar. Mengapa ?

Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap materi ajar yang
diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya dan tidak dapat
mengingat dalam jangka waktu lama.
Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari
dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan/dimanfaatkan
Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa
diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah.

Padahal mereka sangat butuh untuk dapat memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat
kerja dan masyarakat pada umumnya dimana mereka nanti akan hidup dan bekerja.
Pertanyaan krusial yang perlu dijawab oleh seorang guru adalah:
1. Bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan
di dalam mata pelajaran (dalam hal ini biologi), sehingga semua siswa dapat menggunakan
dan mengingat konsep dan prinsip-prinsip biologi lebih lama?
2. Bagaimana setiap mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan
membentuk satu pemahaman yang utuh ?
3. Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu
bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang
mereka pelajari ?
4. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari siswa, sehingga
mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu mengkaitkannya dengan kehidupan nyata, sehingga dapat membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya?.
Pengalaman di negara lain menunjukkan bahwa minat dan prestasi siswa dalam bidang
matematika, sains, dan bahasa meningkat secara drastis pada saat:
1. Mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru
dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai.
2. Mereka diajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep, dan bagaimana konsep tersebut
dapat dipergunakan di luar kelas.
3. Mereka diperkenankan untuk bekerja secara bersama-sama (cooperative)
Meningkatnya minat dan prestasi siswa tersebut dicapai, karena guru menggunakan suatu
pendekatan pembelajaran dan pengajaran kontekstual.
1
2

Disampaikan pada Pendidikan dan Latihan Guru-guru MTs dan MA se SUMUT dan NAD
Zulkifli Simatupang, Drs. M.Pd. adalah dosen Jurusan Biologi FMIPA Unimed, Staf Ahli Lembaga Penelitian
Universitas Negeri Medan.
95

2. Rasional

Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk

memahami konsep dan proses sains. Keterampilan proses ini meliputi keterampilan mengamati, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara baik dan benar dengan selalu
mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan atau
tertulis, menggali dan memilah informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan
atau memecahkan masalah sehari-hari.
Sebagai bagian dari IPA, ilmu biologi berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry)
tentang fenomena kehidupan secara sistematis, sehingga belajar biologi bukan hanya sebatas
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsipprinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan Biologi di sekolah
diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Pendidikan Biologi menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar
secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang dirinya
sendiri dan alam sekitar.
Mata pelajaran Biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif,
dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar.
Penyelesaian masalah yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
pemahaman dalam bidang matematika, fisika, kimia dan pengetahuan pendukung lainnya.
Atas dasar pemikiran tersebut di atas, pada Standar Isi Kurikulum 2006 ditetapkan,
bahwa pembelajaran Biologi (IPA) di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar
secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap
ilmiah. Di tingkat SMP/MTs diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat) secara terpadu yang diarahkan pada pengalaman
belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep Biologi (IPA)
dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Sedang di tingkat SMA/MA pembelajaran
biologi sudah sepenuhnya ditekankan pada kompetensi bekerja ilmiah.
Mengacu pada paparan di atas, maka ketika seorang guru ingin mengembangkan
pembelajaran biologi, sebaiknya terlebih dahulu mengenali secara mendalam tentang
karakteristik mata pelajaran biologi (sebagai bagian dari kompetensi profesional) dan modelmodel pembelajaran (sebagai bagian kompetensi pedagogis). Selanjutnya didorong oleh
keinginan luhur mencerdaskan kehidupan bangsa demi masa depan bangsa yang lebih baik di
masa datang (sebagai bagian dari kompetensi kepribadian dan sosial), guru berupaya dan terus
berupaya mengemas pemahaman ilmu biologi dan model pembelajaran menjadi sebuah
rangkaian proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Efektif berarti berkontribusi besar
terhadap pencapaian tujuan pembelajaran, efisien berarti tidak membutuhkan biaya mahal.

B. KARAKTERISTIK MATA PELAJARAN BIOLOGI


96

Biologi memiliki karakteristik khusus, yang berbeda dengan ilmu lainnya dalam hal
objek, persoalan dan metodenya biologi memiliki struktur keilmuan yang jelas seperti yang
diberikan oleh Biological Science Curriculum Study atau BSDS (Mayer, 1978). Berikuti ini
dipaparkan tentang: struktur keilmuan biologi, tema persoalan biologi, keterampilan proses
ilmiah dan produk biologi.

1. Struktur Keilmuan Biologi


Struktur keilmuan biologi yang komprehensif dan mudah dipahami seperti yang
dikembangkan oleh BSCS dapat menjadi acuan struktur materi Biologi. Berdasarkan struktur
keilmuan menurut BSCS, biologi memiliki objek berupa kerajaan (kingkom): 1) Plantae
(tumbuhan), 2) Animalium (hewan), dan 3) Protista.
Ketika objek tersebut dikaji dari tingkat a) molekul, b) sel, c) jaringan dan organ, d)
individu, e) populasi, f) komunitas, sampai tingkat g) bioma, persoalan yang dikaji meliputi 9
tema dasar yaitu: (1) Biologi (sains) sebagai proses penemuan (inquiry), (2) sejarah konsep
biologi, (3) evolusi, (4) keanekaragaman dan keseragaman, (5) genetik dan keberlangsungan
hidup, (6) organisme dan lingkungan, (7) prilaku, (8) struktur dan fungsi, dan (9) regulasi.
Dengan memperhatikan kubus struktur ilmu tersebut maka ada sebanyak 3 ragam
obyek x 7 tingkat organisasi kehidupan x 9 tema persoalan sebagai kawasan kajian dalam
biologi. Ragam kawasan kajian ini akan menggambarkan ragam cabang-cabang keilmuan baru
dalam biologi, karena ada cabang dari biologi yang didasarkan atas objek seperti Zoologi,
Botani, Entomologi, dan lain-lain. Ada organisasi kehidupan seperti Sitologi, Histologi,
Organonoli, Biologi populasi, dan lain-lain. Ada pula dikembangkan berdasarkan kombinasi
seperti Sistematik Vertebrata, Anatomi Hewan, Fisiologi Tumbuhan, dan lain-lain.

Gambar 1. Struktur Biologi dari BSCS (dalam Mayer, 1978)


Sejalan dengan perkembangan jalan ilmu pengetahuan, objek biologi juga terus berkembang. Klasifikasi makhluk hidup semula hanya dibagi menjadi 3 kerajaan berubah menjadi
5 kerajaan, yaitu meliputi kerajaan (Kingdom/Regnum): (a) Plantae, (b) Animalium, (c) Protista,
(d) Monera, dan (e) Fungsi (jamur). Bahkan, dalam perkembangan terakhir dunia makhluk
hidup diklasifikasikan ke dalam 6 kerajaan, yaitu: (a) Plantae, (b) Animalium, (c) Protista, (d)
Fungsi, (e) Archaebacteria, dan (f) Eubacteria.

97

Djohar (2001) memodifikasi struktur biologi BSCS ke dalam format yang mudah dibaca
sebagai berikut:

Hewan
Tumbuhan
Protista

Objek

Struktur
Biologi

Struktur
organisasi
terjadinya
kejadian

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kejadian

1. Biologi sbg. Ilmu


2. Sejarah koonsep biologi

Molekul
Sel
Jaringan
Organ/Sistem
Populasi
Komunikasi
Bioma

3.
4.
5.
6.

Keanekaragaman
Hub. Struktur & fungsi
Kelangsungan kehidupan
Hub. Makhluk dgn
lingkungannya
7. Kelakukan makhlum hidup
8. Evolusi
9. Regulasi

Gambar 2. Struktur Biologi Modifikasi BSCS (Djohar, 2001)

2. Tema Persoalan Biologi


Objek biologi meliputi seluruh makhluk hidup (tumbuhan, hewan, prostita, monera dan
fungsi). Oleh karena itu objek yang dipelajari dalam biologi hendaknya meliputi jekima
Kingdong tersebut. Evaluasi juga meliputi pemahaman siswa terhadap objek dari 5 kingdong
tersebut.
Tema persoalan Biologi pun berkembang secara dinamis. Sebagai contoh diberikan
perbandingan antara tema la ma (Mayer, 1978) sebanyak 9 tema dan yang baru (BSCS, 1996)
menurut kajian BSCS sebanyak 7 tema sebagai mana yang tersaji pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Tema persoalan biologi menurut BSCS
No.
Tema lama1
1
Evolution

Tema baru2
Evolution: patterns and products of change
98

2
Organism and Environmen
3
Genetic continuity
4
Regulation
5
Disversity and Unity
6
Structure and funtion
7
Behavior
8
Science as inquiry
9
History of biological concepts
1. Mayer (1978)
2. BSCS (1996)

Interaction and interdependence


Genetic continuity
Maintenance of a dynamic equilibrium
Growth, development, and differentiation
Energy, matter, and organization
Science, tecnology and society

Keterangan:
Tema lama dan baru yang diberi latar belakang hitam masih mirip, sedangkan tema yang lain jauh
berbeda. Pemilihan tema perlu diperhatikan pula tingkat perkembangan mental anak, kebutuhan
masyarakat dan perkembangan keilmuan. Science Technology and Society (STS), zat dan energi, serta
bioteknologi perlu diajarkan di SMA mengingat tuntutan tersebut diatas. Demikian pula sistem
penilaiaannya harus mampu mengukur pemahaman atau keterampilan siswa dalam menentukan
tema-tema persoalan biologi tersebut.

3. Keterampilan Proses Ilmiah


Tema persoalan tersebut dipelajari melalui keterampilan proses ilmiah (Scientific process
skills). Biologi sebagai proses sains diperoleh melalui kegiatan ilmiah yang disebut metode
ilmiah sebagaimana tercantum pada Tabel 2.

Tabel 5.2 Keterampilan Proses Ilmiah


Keterampilan Proses Ilmiah
1. Observasi
7. Mengontrol variabel
2. Klasifikasi, prediksi, inferensi
8. Mengumpulkan data
3. Membuat hipotesis
9. Mengorganisasikan data
4. Mendesain dan melakukan percobaan
10. Memaknakan data (tabel, grafik dll)
5. Menggunakan alat ukur/pengamatan
11. Menyusun kesimpulan
6. Identifikasi variabel
12. Mengkomunikasikan hasil/ide/secara
tertulis maupun lisan

Untuk itu mata pelajaran biologi harus mengembangkan keterampilan ilmiah tersebut di
atas. Berbagai keterampilan proses mengembangkan kecakapan hidup (life skills), bahkan
kecakapan yang dipakai seumur hidup (long life skills). Misalnya kecakapan observasi, kecakapan memecahkan masalah secara ilmiah, kecakapan berpikir logis, deduktif, dan induktif
dan sebagainya. Oleh karena itu sistem penilaian biologi menurut Bryce, et al (1990) juga harus
mengukur kemampuan siswa dalam melaksanakan keterampilan proses ilmiah dan
menggunakan metode ilmiah.
Adapun tema scince as inquiry pada dasarnya ialah metode ilmiah yang meliputi: 1)
kemampuan menemukan masalah, 2) mencari alternatif pemecahan masalah, 3) membuat
hipotesis, 4) merencanakan penelitian atau percobaan, 5) mengontrol variabel, 6) melakukan
pengukuran, 7) mengorganisasi dan memaknakan data, 8) membuat kesimpulan, 9) mengkomunikasikan hasil penelitian atau percobaan baik secara lisan maupun tertulis, membuat
hipotesis baru dan melakukan proses selanjutnya.
4. Produk Biologi
99

Selain keterampilan ilmiah, biologi sebagai ilmu memiliki produk ilmiah. Produk ilmiab
biologi antara lain meliputi fakta, konsep, prinsip, prosedur, postulat dan hukum sebagaimana
dituangkan pada tabel 3.

Tabel 3. Produk Keilmuan Biologi


Produk Ilmiah
1. Fakta
2. Konsep
3. Prinsip
4. Prosedur
5. Teori
6. Hukum dan postulat

Contoh
Tumbuhan menghasilkan oksigen, batang tumbuhan berrtambah
tinggi, hewan beranak.
fotosintesis, pertumbuhan, reproduksi.
Fotosintesis menghasilkan oksigen, tumbuhan mengalami
pertumbuhan, hewan mengalami reproduksi.
Penggunaan mikroskop, termometer, respirometer.
Teori Darwin, teori abiogenesis, teori neobiogenesis.
Hukum Mendel, Hukum Hardy-Weinberg, Postulat Koch.

Dengan segi produk keilmuan, prosedur atau proses merupakan komponen terbesar
dalam biologi. Fakta, prinsip dan konsep digunakan untuk menerangkan proses-proses kehidupan pada makhluk hidup, seperti proses pencernaan, respirasi, reproduksi, pertumbuhan
dan perkembangan, ekskresi, koordinasi, homeostasis dan regulasi. Sebagai contoh pengetahuan tentang morfologi dan anatomi sel syaraf, ion-ion elektrolit, prinsip polarisasi, hukum
all or none diperlukan untuk menerangkan proses transmisi rangsang dan respon pada makhluk
hidup. Sebagai konsekuensinya sistem penilaiannya juga mengukur pemahaman siswa akan
semua produk biologi tersebut di atas, terutama aspek prosedur atau proses.

B.

BELAJAR BIOLOGI MEMBANGUN SIKAP ILMIAH DAN BUDI PEKERTI

Mata pelajaran Biologi banyak berorientasi pada penumbuhan sikap ilmiah (scientific
attitude) selain peluasan wawasan ilmiah dan pengembangan keterampilan proses. Prilaku anak
yang menyimpang dari norma yang berlaku di masyarakat mungkin sekali merupakan hasil
dari suatu proses pendidikan sepanjang hayat selama berinteraksi dengan lingkungan dalam
kehidupannya. Paling tidak ada tiga sentra pendidikan anak yaitu; masyarakat-keluarga-dan
sekolah, sebagai tempat pembentukan sikap dan prilaku. Pemerintah, dalam hal ini
Departemen Pendidikan Nasional, hanya mungkin memberikan kontribusi dalam pembentukan lulusan yang berbudi pekerti luhur melalui jalur sekolah. Karena itu, sekolah melalui
guru mata pelajaran, termasuk guru kelompok mata pelajaran IPA dituntut agar dapat berperan
untuk mengembangkan dan menanamkan sikap ke arah pembentukan budi pekerti yang luhur.
Gagasan belajar Biologi yang tidak sekedar belajar sederetan fakta Biologi sudah lama
dicanangkan dan secara ekplisit dikenal sejak kurikulum 1975. Ini berimplikasi pada strategi
pengajaran Biologi, dengan bergesernya orientasi telling science ke orientasi doing science. Salah
satu bahan perubahan orientasi ini adalah kehendak kuat agar outcome lulusan memiliki kinerja
sinergis hasil interpenetrasi (proses kait-mengkait) ketiga ranah kemampuan: kognitifpsikomotor-attitude. Attitude yang dikembangkan dalam Biologi adalah sikap ilmiah yang lazim
dikenal dengan scientific attitude.

100

Sikap atau attitude merupakan kecenderungan untuk bertidak (tendency to behave).


Menurut R.T.White (1988), wilayah attitude mencakup juga wilayah kognitif. Attitude dapat
membatasi atau mempermudah anak untuk menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang
sudah dikuasai. Anak tidak akan berusaha untuk memahami suatu konsep jika dia tidak
memiliki kemampuan untuk itu (ingat kemauan dalam wilayah sikap). Karena itu, attitude
seorang terhadap mata pelajaran sangat berpengaruh pada keberhasilah learning (kegiatan
pembelajaran).
Scientific attitude mengandung dua makna (Harlen, W. 1985), yaitu attitude to science
attitude yang kedua mengacu pada sikap yang melekat setelah mempelajari IPA. Pada kajian ini
akan dibahas science attitude yang berkaitan dengan attitude of science. Jika seseorang memiliki
sikap tertentu, orang itu cenderung berperilaku demikian secara konsisten pada setiap keadaan.
Misalnya, ketika ada ceramah, seseorang selalu mendengarkan gagasan yang disajikan jauh
berbeda dengan gagasannya. Jika pada keadaan lain, orang itu juga berperilaku sama pada
ceramah yang lain, maka orang ini dikatakan bersikap terbuka (open-minded).
Beberapa contoh science attitude yang sudah lazim dikembangkan di sekolah meliputi:
sikap jujur, terbuka, luwes, tekun, logis, kritis, kreatif. Namun beberapa sikap ilmiah yang lebih
khas dan belum optimal dikembangkan meliputi curiosity (sikap luwes terhadap gagasan baru),
critical reflection (sikap merenung secara kritis), sensitivity to living things and environment (sikap
peka/perduli terhadap makhuluk hidup dan lingkungan).

a. Curiosty (sikap ingin tahu)


Curiosty ditandai dengan tingginya minat keinginan anak terhadap perilaku alam di
sekitarnya. Anak sering melakukan eksplorasi pada benda-benda yang ditemuinya. Anak sering
mencoba beberapa pengalaman baru. Anak sering mengamati benda-benda didekatnya.
Perilaku ini tentu saja sangat membantu anak dalam pencapaian tahap kegiatan pembelajaran..
Curiosty sering diawali dengan pengajuan pertanyaan. Namun, pengajuan pertanyaan
bukan satu-satunya ciri curiosity. Mendorong anak untuk terbiasa mengajukan pertanyaan
merupakan cara terbaik untuk mengembangkan curiosity. Namun, guru perlu berhati-hati
menugaskan anak untuk memperjelas pertanyaan yang diajukan.

b. Respect for evidence (sikap untuk senantiasa mendahulukan bukti)


Mata pelajaran Biologi memiliki dua sisi. Sisi satu sebagai proses dan sisi yang lain
sebagai produk. Proses Biologi merupakan upaya pengumpulan dan penggunaan bukti untuk
menguji dan mengembangkan gagasan. Suatu teori pada mulanya berupa gagasan imaginatif
dan gagasan itu akan tetap sebagai gagasan imaginatif selama belum mampu menyajikan
sejumlah bukti untuk memverifikasikan gagasan itu. Penggunaan bukti sangat pokok dalam
kegiatan Biologi di sekolah.
Selama diskusi, sering muncul pernyataan-pernyataan yang mengungkapkan sebab
suatu fenomena alam. Pernyataan ini tidak perlu dipercayai selama belum disediakan
pernyataan pendukung dalam bentuk contoh sebagai bukti. Menghadapi situasi ini, guru perlu
mengajukan pertanyaan: bagaimana kamu tahu bahwa itu benar? Atau, dapatkah kamu memberikan
alasannya sehingga pernyataanmu itu benar?

c. Flexibility (sikap luwes terhadap gagasan baru)


Konsep yang dibangun untuk memahami lingkungan senantiasa berubah sejalan
dengan penambahan pengalaman dan bukti baru. Pengalaman dan bukti baru ini sering kali
101

bertentangan dengan konsep yang sudah dipegang sebelumnya. Pemahaman suatu konsep
ilmiah sering berlangsung secara bertahap. Kondisi ini memerlukan sikap luwes untuk
membangun gagasan baru yang lebih saintifik.
Misalnya, pemahaman konsep energi sering diawali dengan yang berkaitan dengan
segala sesuatu yang dapat orang kerjakan. Setelah itu, pemahamannya dikaitkan dengan bendabenda yang bergerak, lalu dikaitkan dengan sesuatu yang dimiliki benda, lalu kemudian
dikaitkan dengan keberadaannya dalam berbagai bentuk. Lazim terjadi, apa yang dipahaminya
berbeda jauh dengan apa yang dialaminya (Osborne and Freyberg, 1985). Situasi ini menimbulkan situasi konflik. Agar terbentuk gagasan yang lebih saintifik, anak harus memiliki sikap
luwes.

d. Critical reflection (sikap merenung secara kritis)


Dalam kegiatan Biologi, anak sengaja dibiasakan dengan sikap untuk merenungkan dan
mengkaji kembali kegiatan yang sudah dilakukan. Apakah prosedurnya perlu disempurnakan?
Apakah perlu mengaplikasikan konsep lain? Bagaimana memperoleh hasil yang lebih teliti?
Dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari, sikap ini diwujudkan melalui komentar kritis
terhadap diri. Karena itu, anak perlu mengulangi percobaan pada bagian-bagian tententu. Anak
perlu juga menggunakan cara alternatif lainnya sewaktu akan memecahkan suatu permasalahan.
Sebagai contoh, ketika sebuah pertanyaan dilontarkan: bagaimana air dari dalam tanah
bisa sampai ke daun biasanya seorang guru biologi hanya mengarahkan jawaban pada konsepkonsep daya hisap akar, tekanan akar, dan daya hisap daun. Sungguh konsep-konsep ini
sebenarnya dalam proses alami tidak pernah terjadi. Yang terjadi adalah, air masuk ke dalam
akar karena perbedaan konsentrasi/tekanan (difusi), lalu sifat kapilaritas pembuluh (adanya
adhesi dan kohesi) dan perbedaan konsentrasi air di akar, batang dan daun mengakibatkan alir
mengalir melalui pembuluh xylem menuju ke arah daun.
Atau mungkin konsep biologi yang menyatakan adanya pernapasan dada dan
pernapasan perut perlu diverifikasi. Bukankah perut tidak termasuk dalm kategori alat-alat
pernapasan. Mungkin konsep yang benar adalah: gerakan data akibat pernapasan dan gerakan
perut akibat pernapasan.
Sikap merenung secara kritis yang dikembangkan melalui pembelajaran akan melatih
siswa untuk terampil mengembangkan pengetahuannya. Sehingga cita-cita long life education
pun akan tercapai.

e. Sensitivity to living things and the environment (sikap peka terhadap makhluk hidup dan
lingkungan)
Selama kegiatan Biologi siswa perlu menggunakan hewan dan tumbuhan yang ada di
sekitar sekolah/siswa. Anak mungkin perlu mengambil berbagai jenis ikan kecil dari kolam.
Anak mungkin juga perlu menangkap sejumlah serangga yang ada di padang rumput. Setelah
kegiatan pengujian/penelitian, anak perlu mengembalikan makhluk hidup yang telah digunakan ke habitatnya. Cara ini dapat memupuk rasa cinta dan kepekaan anak terhadap
lingkungannya.
Selain kelima sikap di atas, pada semua tujuan pembelajaran kelompok mata pelajaran
IPA di jenjang SD, SLTP, dan SMU selalu bermuara kepada sikap mencintai dan menghargai
kebesaran Tuhan Yang Maha Esa (Balitbang Dikbud, 1994).
102

Bagaimana mengembangkan sikap ilmiah?


Salah satu cara untuk mengembangkan scientitic attitude adalah dengan memperlakukan
anak seperti ilmuwan muda sewaktu anak mengikuti kegiatan pembelajaran IPA/Biologi. Apa
yang biasa dilakukan peneliti dan penguji (bidang IPA) secara terencana sehingga diperoleh
suatu temuan baru (Magno, 1987). Temuannya akan cenderung sarat dengan misteri seorang
saintis selalu cutiosity yang tinggi.
Saintis selalu mempertanyakan setiap perilaku alam. Setelah itu, saintis berupa menjawabnya melalui proses saintifik. Barang kali kejadian buah apel jatuh ke permukaan bumi
tidaklah aneh karena telah sering terlihat. Tetapi pernahkah kita bertanya, mengapa buah apel
itu jatuh kebumi? Mengapa buah apel tidak jatuh ke planet lain? Kalau dua materi selalu
memiliki gaya tarik menarik, mengapa bukan bumi yang jatuh ke buah apel? Dulu, misteri alam
ini bukan pertanyaan mudah untuk dijawab karena mengundang para ilmuwan pada abad ke
16 dan 17 untuk mencari jawabannya. Sir Isaac Newton, seorang saintis asal Inggris, mampu
menjawab teta teki itu (Wospakrik, 1987).
Selain itu, ilmuan selalu melakukan beberapa kegiatan saintifik. Misalnya, mereka
terbiasa mengamati, mengaplikasikan pengetahuan, ber-hipotesa, merencanakan penelitian,
menyusun inferensi logis, atau meng-komunikasikan hasil temuan. Ilmuan juga memiliki sikap
ilmiah seperti jujur dalam merekam data faktual, tekun dalam menyelesaikan tugas, terbuka
pada kebenaran ilmiah dan selalu mendahulukan kebenaran yang diperoleh dengan cara dan
metoda ilmiah, kritis dalam menanggapi setiap preposisi/pernyataan/pendapat, dan kreatif
sewaktu melakukan percobaan/penelitian. Ikhwal dengan anak usia sekolah, perlakuaannya
tentu saja tidak terlalu menuntut persis seperti ilmuan sekaliber Newton yang terbiasa
mengumpulkan data secara lengkap dan teliti dan yang terbiasa manarik kesimpulan secara
logis dan rasional. Namun, tahapan-tahapan dan kebiasaan seorang ilmuan tetap dapat
dilatihkan kepada anak-anak, termasuk anak usia SD. Kalau ini dilakukan, bukan tidak
mungkin prilaku ilmiah dan scientific attitude dimiliki lulusan sekolah dan budaya tawuran
dapat dihindarkan.
Sejumlah scientific attitude ini mungkin dapat dikembangkan dan ditingkatkan jika anak
diperlukan dan dianggap segagai seorang saintis muda di kelas. Untuk maksud ini, anak
memerlukan lebih banyak doing science dari pada listening to scientific knowledge. Dengan kata
lain, peningkatan scientific attitude dapat berlangsung jika pengajaran Biologi disajikan guru
dengan mengurangi peran peng-khutbah dan meningkatkan peran fasilitator melalui
kegiatan praktis sains (scientific activities) yang mendorong anak doing science seperti
pengamatan dan penelitian.

D. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
1. MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG
Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Langsung
FASE-FASE

PERILAKU GURU

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa


Fase 2

103

Menjelaskan TPK, informasi latar


belakang pelajaran, pentingnya pelajaran,
mempersiapkan siswa untuk belajar
Mendemonstrasikan keterampilan yang

FASE-FASE

PERILAKU GURU

Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan


Fase 3

benar, atau menyajikan informasi tahap demi


tahap.

Merencanakan dan memberi bimbingan


pelatihan awal.

Mengecek apakah siswa telah berhasil


melakukan tugas dengan baik, memberi
umpan.

Mempersiapkan kesempatan melakukan


pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus
pada penerapan kepada situasi lebih kompleks
dlm kehidupan sehari - hari

Membimbing pelatihan
Fase 4
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan
balik
Fase 5
Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan
dan penerapan

Meskipun tujuan pembelajaran pada pembelajaran langsung direncanakan bersama oleh


guru dan siswa, model ini lebih berpusat pada guru. Sistem pengelolaan pembelajaran menjamin
terjadinya proses belajar yang efektif pada siswa terutama melalui pengamatan, mendengarkan
dan resitasi yang terencana. Beberapa penelitian yang dilakukan sekitar tahun 1970 oleh
Stallings dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa guru yang mengorganisasikan kelasnya
dengan baik, yang memungkinkan berlangsungnya pembelajaran yang terstruktur, mengahsilkan
rasio keterlibatan siswa yang tinggi dan hasil belajar yagn lebih tinggi daripada guru yang
menggunakan pendekatan yang kurang formal dan kurang terstruktur (Arends, 1997).
Mengoptimalkan Hasil Belajar Kognitif dengan Strategi Belajar
Untuk mengoptimalkan ketuntasan belajar, siswa perlu dibekali dengan berbagai kemampuan
strategi belajar. Guru dapat mengubah teori-teori kognitif dan pemrosesan informasi menjadi
strategi-strategi belajar khas. Beberapa strategi belajar yang dimaksud adalah strategi
mengulang, strategi elaborasi, strategi organisasi, strategi metakognitif.
1. Strategi Mengulang
Agar terjadi pembelajaran, pebelajar harus melakukan tindakan pada informasi baru dan
menghubungkan informasi baru tersebut dengan pengetahuan awal. Strategi yang digunakan
untuk proses pengkodean ini disebut strategi mengulang (rehearsal dan mengulang kompleks
(complex rehearsal)
Strategi mengulang yang paling sederhana, yaitu sekedar mengulang dengan keras atau dengan
pelan informasi yang ingin kita hafal disebut strategi mengulang sederhana, misalnya digunakan
untuk menghafal nomor telepon dan arah ke satu tempat tertentu dalam jangka waktu pendek.
Seorang pebelajar tidak dapat mengingat seluruh kata atau ide dalam sebuah buku hanya dengan
mambaca buku itu keras-keras.
Penyerapan bahan lebih kompleks memerlukan strategi mengulang kompleks, yaitu perlu
melakukan upaya lebih jauh sekedar mengulang informasi. Menggarisbawahi ide-ide kunci dan
membuat catatan pinggir adalah dua strategi mengulang kompleks yang dapat diajarkan kepada
siswa untuk membantu mereka mengingat bahan ajar yang lebih kompleks.
a. Menggarisbawahi
Menggarisbawahi ide-ide kunci dari suatu teks adalah suatu teknik yang kebanyakan siswa telah
pelajari pada saat mereka masuk perguruan tinggi. Menggarisbawahi membantu siswa belajar
lebih banyak dari teks karena beberapa alasan. Pertama, menggarisbawahi secara fisik
menemukan ide-ide kunci, oleh karena itu pengulangan dan penghafalan lebih cepat dan lebih
efisien. Kedua, proses pemilihan apa yang digarisbawahi membantu dalam menghubungkan
104

informasi baru dengan pengetahuan yang telah ada. Sayangnya siswa tidak selalu menggunakan
prosedur menggarisbawahi secara sangat efektif. Kadang kadang siswa juga menggarisbawahi
informasi yang tidak relevan. Hal ini biasanya terjadi pada siswa-siswa sekolah dasar atau SLTP
yang mengalami kesulitan menentukan informasi mana yang paling dan kurang penting.
b. Membuat Catatan-catatan Pinggir
Membuat catatan pinggir dan catatan lain membantu melengkapi garis bawah. Perlu diperhatikan
bahwa siswa telah dapat melingkari kata-kata yang tidak dimengerti, menggarisbawahi ide-ide
penting, memberi nomor dan membuat daftar kejadian, mengidentifikasi kalimat yang
membingungkan, dan menulis catatan-catatan dan komentar-komentar untuk diingat. Strategi
mengulang khusunya strategi mengulang kompleks, membantu siswa memperhatikan informasi
baru spesifik dan membantu pengkodean. Tetapi strategi ini tidak membantu siswa menjadikan
informasi baru lebih bermakna.
2. Strategi-strategi Elaborasi
Elaborasi merupakan proses penambahan rincian sehingga informasi baru akan menjadi lebih
bermakna, oleh karena itu membuat pengkodean lebih mudah dan lebih memberikan kepastian.
Strategi elaborasi membantu pemindahan informasi baru dari memori jangka pendek ke memori
jangka panjang dengan menciptakan gabungan dan hubungan antara informasi baru dengan apa
yang telah diketahui
a. Pembuatan Catatan
Sejumlah besar informasi diberikan kepada siswa melalui presentasi dan demonstrasi guru.
Pembuatan catatan membantu siswa dalam mempelajari informasi ini secara singkat dan padat
menyimpan informasi untuk ulangan dan dihafal kelak. Bila dilakukan dengan benar, pembuatan
catatan juga membantu mengorganisasikan informasi sehingga informasi itu dapat diproses dan
dikaitkan dengan pengetahuan yang telah ada secara lebih efektif.
b. Analogi
Analogi adalah pembandingan yang dibuat untuk menunjukan kesamaan antara ciri-ciri pokok
suatu benda atau ide-ide, selain itu seluruh cirinya berbeda, seperti jantung dengan pompa.
c. PQ4R
Metode PQ4R digunakan untuk membantu siswa mengingat apa yang mereka baca. P singkatan
dari preview (membaca selintas dengan cepat), Q adalah question (bertanya), dan 4R singkatan
dari read (membaca), reflect (refleksi), recite (tanya-jawab sendiri), review (mengulang secara
menyeluruh). Melakukan preview dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebelum membaca
mengaktifkan pengetahuan awal dan mengawali proses pembuatan hubungan antara informasi
baru dengan apa yang telah diketahui. Mempelajari judul-judul atau topik-topik utama
membantu pembaca sadar akan organisasi bahan-bahan baru tersebut, sehingga memudahkan
perpindahannya dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Resitasi informasi dasar,
khususnya bila disertai dengan beberapa bentuk elaborasi, kemungkinan sekali akan
memperkaya pengkodean.
3. Strategi Organisasi
Seperti halnya strategi elaborasi, strategi organisasi bertujuan membantu pebelajar meningkatkan
kebermaknaan bahan-bahan baru, terutama dilakukan dengan mengenakan struktur-struktur
pengorganisasian baru pada bahan-bahan tersebut. Strategi-strategi organisasi dapat terdiri dari
pengelompokan ulang ide-ide atau istilah-istilah atau membagi ide-ide atau istilah-istilah itu
menjadi sub set yang lebih kecil. Strategi- strategi ini juga terdiri dari pengidentifikasian ide-ide
atau fakta-fakta kunci dari sekumpulan informasi yang lebih besar. Outlining, mapping, dan
mnemonics merupakan strategi organisasi yang umum.
105

a. Outlining
Dalam outlining atau membuat kerangka garis besar, siswa belajar menghubungkan berbagai
macam topik atau ide dengan beberapa ide utama. Dalam pembuatan kerangka garis besar
tradisional satu-satunya jenis hubungan adalah satu topik kedudukannya lebih rendah terhadap
topik lain. Sama dengan strategi lain, siswa jarang sebagai pembuat kerangka yang baik pada
awalnya, namun mereka dapat belajar menjadi penulis kerangka yang baik apabila diberikan
pengajaran tepat dan latihan yang cukup.
b. Pemetaan Konsep
Salah satu pernyataan dalam teori Ausubel adalah bahwa faktor yang paling penting yang
mempengaruhi pembelajaran adalah apa yang telah diketahui siswa (pengetahuan awal). Jadi
supaya belajar jadi bermakna, maka konsep baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang
ada dalam struktur kognitif siswa. Ausubel belum menyediakan suatu alat atau cara yang sesuai
yang digunakan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui oleh para siswa (Dahar,
1988:149). Berkenaan dengan itu Novak dan Gowin (1985) dalam Dahar (1988:149)
mengemukakan bahwa cara untuk mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki siswa, supaya
belajar bermakna berlangsung dapat dilakukan dengan pertolongan peta konsep.
c. Mnemonics
Mnemonics merupakan metode untuk membantu menata informasi yang menjangkau ingatan
dalam pola-pola yang dikenal, sehingga lebih mudah dicocokan dengan pola skemata dalam
memori jangka panjang.
d. Chunking (potongan)
Misalnya seseorang dapat mengingat nomor telepon 10 angka karena ia telah membaginya dalam
tiga kelompok, yaitu kode wilayah, kode tempat, dan tiga nomor orang yang dituju.
e. Akronim (singkatan)
Terdiri singkatan misalnya ABRI merupakan singkatan dari Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia.
4. Strategi Metakognitif
Metakognisi berhubungan dengan pengetahuan siswa tentang cara berpikir mereka sendiri dan
kemampuan mereka menggunakan strategi-strategi belajar tertentu dengan tepat.
2. MODEL PEMBELAJARAN DISKUSI
Pada pengunaan model pembelajaran apapun di kelas, saat-saat tertentu selama
berlangsungnya pembelajaran, diperlukan dialog antara dosen dan siswa, serta antara siswa
dengan siswa, Diskusi merupakan suatu model pembelajaran yang memungkinkan berlangsungnya dialog sintaks diskusi berbeda dengan sintaks model pembelajaran yang lain.
Diskusi dapat terjadi pada pembelajaran kooperatif, antara dosen dengan sejumlah siswa pada
pembelajaran berdasarkan masalah, dan diskusi kelas pada pembelajaran langsung (Arends,
1997).
Pengertian pembelajaran diskusi menurut Arifin (1994) adalah pelibatan satu kelompok
belajar yang saling berinteraksi secara verbal di dalam kelas dimana interaksi yang dimaksud
dapat berlangsung antara siswa dengan siswa atau siswa dengan dosen. Semiawan (1985),
menambahkan bahwa yang dapat menjadi pemimpin diskusi tidak hanya dosen, tetapi lebih baik
jika dosen membimbing siswa agar mampu memimpin diskusi tidak hanya dosen, tetapi lebih
baik jika dosen membimbing siswa agar mampu memimpin diskusi, sehingga karenanya dosen
dapat dikatakan berhasil. Hal ini sesuai dengan yang dianjurkan dalam kurikulum 2004, di mana
106

dosen hanya berfungsi sebagai desainer (fasilitator) yang mendesain pengalaman belajar agar
siswa dapat mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan di dalam kurikulum.
Tidak semua persoalan patut didiskusikan. Persoalan yang patut didiskusiskan hendaknya
memiliki syarat-syarat: (1) menarik perhatian siswa (2) sesuai dengan tingkat perkembangan
siswa, (3) memiliki lebih dari satu kemungkinan pemecahan atau jawaban, bukan kebenaran
tunggal, dan (4) pada umumnya tidak mencari mana jawaban yang benar, melainkan
mengutamakan pertimbangan dan perbandingan (Semiawan, 1985).
Penggunaan model pembelajaran diskusi harus disertai petunjuk pelaksanaan yang
ekstensif untuk melaksanakannya. Bagi dosen yang belum berpengalaman, menjadi pengelola
yang berhasil melaksanakan diskusi kelas seringkali memerlukan ketekunan dan pelatihan yang
lebih banyak daripada model-model pembelajaran yang lain.
Model pembelajaran diskusi dapat digunakan untuk mempelajari semua mata pelajaran di
sekolah. Langkah-langkah dalam model pembelajaran diskusi ini mencakup lima tahap (Arends,
1997), yaitu:
Tahap pertama

: Menyampaikan TPK dan membangkitkan motivasi

Tahap kedua

: Memfokuskan diskusi

Tahap ketiga

: Mengendalikan diskusi

Tahap keempat

: Mengakhiri diskusi

Tahap kelima

: Mengikhtisarkan diskusi

Pelaksanaan aktivitas dalam model pembelajaran diskusi ini terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan (Arends, 1997:207), yaitu :

Tugas Perencanaan

Perencanaan yang tepat pada pembelajaran diskusi meningkatkan kesempatan untuk


terjadinya spontanitas dan fleksibilitas dalam kegiatan pembelajaran, 1) meningkatkan tujuan, 2)
Mempertimbangkan siswa, dan 3) memilih pendekatan. Ada tiga jenis pendekatan diskusi yaitu:
1) pertukaran resitasi, 2) diskusi berdasarkan masalah, dan 3) diskusi berdasarkan tukar
pendapat. Ada beberapa teknik diskusi yang digunakan untuk meningkatkan partisipasi siswa
antara lain: 1) berpikir berpasangan berbagi (Think Pair Share), 2) kelompok bebas (Buzz
Group), dan bola pantai (Beach Ball).

Tugas interaktif

Seorang dosen sebagai pimpinan diskusi, seharusnya memfokuskan diskusi, menjaganya


pada jalur yang sudah direncanakan, mendorong partisipasi, mencatat hasilnya dan hal-hal yang
penting lainnya (Arends,1997). Menetapkan aturan diskusi dan memfokuskan diskusi dan
melaksanakan diskusi. Penyimpangan-penyimpangan dari tujuan yang terjadi selama kegiatan
pembelajaran, harus dapat diatasi oleh dosen yang efektif dengan cara menegur siswa yang menyimpang tersebut dan kemudian memfokuskan ulang perhatian mereka pada topik yang sedang
dibicarakan, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diskusi adalah sebagai berikut
(Arends: 1997): 1) mencatat hal-hal penting dalam diskusi, 2) mendengarkan gagasan siswa, 3)
mengunakan waktu jeda/waktu tunggu, dan 4) menanggapi jawaban siswa.
Pedoman yang diarahkan oleh Madeline Hunter (1982) dalam Arends (1997) adalah
sebagai berikut:
1)

Hargailah jawaban atau penampilan yang tidak benar dengan memberikan


pertanyaan agar jawaban itu menjadi benar
2)
Bantulah siswa itu dengan dorongan
3)
Berikan pada siswa itu rasa bertanggung jawab
4)
Menanggapi jawaban/gagasan atau pendapat siswa
107

5)

Mengekspresikan pendapat/ide sendiri


Tugas penilaian

Tugas penilaian dan evaluasi merupakan tindak lanjut dari sebuah pengajaran, begitu pula
pengajaran dengan diskusi. Pertama adalah bagaimana dosen menindaklanjuti pengajaran dengan
diskusi pada pelajaran berikutnya, kedua adalah menetapkan peringkat diskusi kelas, dan ketiga
adalah menggunakan soal uraian dalam ujian Arends (1997):
1)
2)
3)

Menindaklanjuti pengajaran dengan diskusi pada pelajaran berikutnya.


Meningkatkan peningkatan diskusi kelas
Menggunakan tes uraian/esei dalam ujian

Agar kegiatan diskusi dapat dilakukan lebih efektif dengan tujuan agar siswa memiliki
tanggung jawab untuk mempelajari seluruh materi dan tugas-tugas perkuliahan yang diberikan,
kegiatan diskusi selanjutnya dapat didesain menurut kaidah-kaidah pembelajaran kooperatif
misalnya dengan menggunakan model Kooperatif tipe Jigsaw. Dengan model ini, siswa bertukar
dari kelompok asal (focus group) ke kelompok ahli (home group) dengan suatu perbedaan
penting; setiap siswa siswa mempelajari sesuatu yang dikombinasikan dengan materi yang telah
dipelajari oleh siswa lain dan mengajarkan sesuatu tersebut kepada anggota kelompoknya.
Integrasi dua model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja sharing informasi
antar siswa-siswa, siswa-sumber belajar, dan siswa dengan dosen. Menurut Nur, dkk. (1994),
agar siswa benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja
memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah
dengan berbagai ide. Berikut ini diuraikan kajian teori berkaitan dengan pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw.
3. MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham
konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan
tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling
membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan
belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut (Lungdren,
1994).
1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam atau berenang bersama.
2) Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam
kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang
dihadapi.
3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
4) Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di antara para anggota kelompok.
5) Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap
evaluasi kelompok.
6) Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama
selama belajar.
7) Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang
ditangani dalam kelompok kooperatif.
Menurut Thompson, et al, (1995), pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur
interaksi sosial pada pembelajaran sains. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar
bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun
dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen.
108

Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan
suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman
yang berbeda latar belakangnya.
Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat
bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa
diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan.
Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995).
Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah; (a) setiap anggota memiliki peran, (b)
terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung
jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu
mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, (e) guru hanya berinteraksi
dengan kelompok saat diperlukan (Carin, 1993).
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau
peserta didik juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut
keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan
kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membangun tugas anggota
kelompok selama kegiatan.
Keterampilan-keterampilan selama kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut
(Lungdren, 1994):
1) Keterampilan Kooperatif Tingkat Awal
a) Menggunakan kesepakatan
Yang dimaksud dengan menggunakan kesepakatan adalah menyamakan pendapat yang
berguna untuk meningkatkan hubungan kerja dalam kelompok.
b) Menghargai kontribusi
Menghargai berarti memperhatikan atau mengenal apa yang dapat dikatakan atau
dikerjakan anggota lain. Hal ini berarti harus selalu setuju dengan anggota lain, dapat saja
kritik yang diberikan itu ditujukan terhadap ide dan tidak individu.
c) Mengambil giliran dan berbagi tugas
Pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok bersedia menggantikan
dan bersedia mengemban tugas/tanggungjawab tertentu dalam kelompok.
d) Berada dalam kelompok
Maksud di sini adalah setiap anggota tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan
berlangsung.
e) Berada dalam tugas
Yang dimaksud berada dalam tugas adalah meneruskan tugas yang menjadi
tanggungjawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai waktu yang dibutuhkan.
f) Mendorong partisipasi
Mendorong partisipasi berarti mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan
kontribusi terhadap tugas kelompok.
g) Mengundang orang lain
Maksudnya adalah meminta orang lain untuk berbicara dan berpartisipasi terhadap tugas.
h) Menyelesaikan tugas dalam waktunya
i) Menghormati perbedaan individu
Menghormati perbedaan individu berarti bersikap menghormati terhadap budaya, suku, ras
atau pengalaman dari semua siswa atau peserta didik.
2) Keterampilan Tingkat Menengah
Keterampilan tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati,
mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan arif,
bertanya, membuat ringkasan, menafsirkan, mengorganisir, dan mengurangi ketegangan.
109

3) Keterampilan Tingkat Mahir


Keterampilan tingkat mahir meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan
kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi.
Urutan langkah-langkah prilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang
diuriakan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Fase
Fase 1:
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Fase 2:
Menyajikan informasi
Fase 3:
Mengorganisasikan siswa ke
dalam kelompok-kelompok
belajar
Fase 4:
Membimbing kelompok bekerja
dan belajar
Fase 5:
Evaluasi

Tingkah Laku Guru


Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai
pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Guru menyajikan informai kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar
melakukan transisi secara efektif.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat
mereka mengerjakan tugas mereka
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu dan kelompok.

Fase 6:
Memberikan penghargaan

Sumber: Arends, 1997 dan 1998.

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang
terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan
bagian materi belajar dan mampu mengarjarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya (Arends, 1997).
Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok
ahli. Kelompok asal, yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan
kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan
gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota
kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu
dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan
kepada anggota kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan
sebagai berikut (Arends, 1998).
Kelompok Asal
X *

X *

X *

X X

+ +

110

Kelompok Ahli

Gambar 1. Ilustrasi Kelompok jigsaw


Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam
kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing
anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut.
Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan
mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan
di kelompok ahli. Jigsaw didesain selain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa secara
mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang positif (saling memberi tahu) terhadap teman
sekelompoknya. Selanjutnya di akhir pembelajaran, siswa diberi kuis secara individu yang
mencakup topik materi yang telah dibahas. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependensi setiap
siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar
dapat mengerjakan kuis dengan baik.
Menurut Siberman (2002), pelaksanaan belajar dengan teknik Jigsaw (Jigsaw Learning)
dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.

b.

c.

d.
e.

Pilihlah materi belajar yang dapat dipisah menjadi bagian-bagian. Sebuah bagian
dapat disingkat seperti sebuah kalimat atau beberapa halaman. Contohnya: sebuah berita
memiliki banyak maksud; bagian-bagian ilmu pengetahuan eksperimental; sebuah teks yang
mempunyai bagian berbeda; daftar defenisi; sekelompok majalah yang memuat artikel
panjang atau jenis bacaan lain yang materinya pendek; dan lain-lain.
Hitunglah jumlah bagian belajar dan jumlah peserta didik. Dengan satu cara
yang pantas, bagikan tugas yang berbeda kepada kelompok peserta yang berbeda. Contoh:
bayangkan sebuah kelas terdiri atas 12 orang peserta. Anggaplah Anda dapat membagi materi
pelajaran dalam tiga bagian, kemudian Anda dapat membuat kwartet, berikan tugas setiap
kelompok bagian 1, 2, 3, mintalah kwartet atau kelompok belajar membaca,
menduskusikan, dan mempelajari materi yang ditugaskan kepada mereka.
Setelah selesai, bentuklah kelompok Jigsaw Learning, Setiap kelompok ada
seorang wakil dari masing-masing kelompok dalam kelas. Seperti dalam contoh, setiap
anggota masing-masing kwartet menghitung 1, 2, 3, dan 4. Kemudian bentuklah kelompok
peserta Jigsaw learning dengan jumlah sama. Hasilnya akan terdapat 4 kelompok yang
terdiri dari 3 orang (trio). Dalam setiap trio kan ada orang peserta yang mempelajari bagian
1, seorang untuk bagian 2, dan seorang lagi bagian 3.
Mintalah anggota kelompok jigsaw untuk mengajarkan materi yang telah
dipelajari kepada yang lain.
Kumpulkan kembali peserta didik ke kelas besar untuk memberi ulasan dan
sisakan pertanyaan guna memastikan pemahaman yang tepat.

Menurut Aronson (2005), ada 10 langkah bila guru ingin menggunakan model kooperatif
Jigsaw dalam pembelajaran di kelas, yakni:
a. Siswa-siswa dikelompok ke dalam kelompok jigsaw yang beranggota 56 orang. Pembagian
kelompok dapat menurut jender, etnik, kemampuan, dan lain-lain.
b. Pilih salah seorang kelompok sebagai pemimpin kelompok, dengan memperhatikan
kedewasaan setiap anggota kelompok.
c. Kelompokkan hari-hari belajar ke dalam 56 segmen.
d. Lakukan pengaturan agar setiap siswa mempelajari sati segmen pelajaran. Setiap siswa hanya
dituntut untukmenguasai segmen yang dipelajarinya saja.
e. Berikan tugas agar setiap siswa mempelajari semua segmen, tetapi tidak dituntut untuk
menguasainya.
111

f. Kelompokkan siswa-siswa yang mempelajari segmen yang sama ke dalam satu kelompok.
Mahasiswa-siswa mendiskusikan materi di dalam kelompok masing-masing.
g. Kemudian kelompokkan kembali siswa-siswa ke dalam kelompok yang di dalamnya terdapat
siswa-siswa yang menguasai semua segmen pelajaran (kelompok Jigsaw).
h. Setiap siswa ditugaskan untuk mempresentasekan penguasaannya, dan siswa-siswa lain
memberikan pertanyaan untuk mengklarifikasi.
i. Lakukan pengamatan dari satu ke kelompok ke kelompok lainnya. Bila timbul masalah,
lakukan intervensi.
j. Pada sesi terakhir, berikan quiz yang berkaitan dengan materi pelajaran.

5. MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH


Disadur langsung dari: I Wayan Dasna dan Sutrisno (Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri
Malang; Telp. 0341-567 382; e-mail: idasna@telkom.net); Diakses dari: http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/19/pembelajaran-berbasis-masalah/; Tanggal: 9-6-2008
APAKAH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBL) ITU?
Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan
penggunaan paradigma pembelajaran konstruktivistik untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas.
Dengan perubahan paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat (fokus) pembelajaran dari
belajar berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa. Dengan kata lain, ketika
mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat
membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa
untuk berperan aktif mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Kondisi belajar dimana
siswa/mahasiswa hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan menghafalkannya harus
diubah menjadi sharing pengetahuan, mencari (inkuiri), menemukan pengetahuan secara aktif
sehingga terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan). Untuk mencapai tujuan tersebut,
pengajar dapat menggunakan pendekatan, strategi, model, atau metode pembelajaran inovatif.
Pembelajaran berbasis masalah (Probelem-based learning), selanjutnya disingkat PBL,
merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif
kepada siswa. PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan
suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan
untuk memecahkan masalah (Ward, 2002; Stepien, dkk.,1993).
Lebih lanjut Boud dan felleti, (1997), Fogarty(1997) menyatakan bahwa PBL adalah suatu
pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar (siswa/mahasiswa)
dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus
dalam belajar. PBL memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai
dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan
dunia nyata siswa/mahasiswa, (3) mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan
diseputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada pebelajar dalam
membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan
kelompok kecil, dan (6) menuntut pebelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka
pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja. Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa
pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa
atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah
112

ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat
memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan
aktif dalam belajar.
Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja
kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa
seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman belajar yang
berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan,
melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan,
mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa
model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata lain,
penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari
sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan seharihari.
MENGAPA MENGGUNAKAN PBL?
PBL merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoritik
konstruktivisme. Dalam model PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga
pebelajar tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga
metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, pebelajar tidak saja harus
memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga
memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan metode
ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.
Bila pembelajaran yang dimulai dengan suatu masalah, apalagi kalau masalah tersebut bersifat
kontekstual, maka dapat terjadi ketidaksetimbangan kognitif pada diri pebelajar. Keadaan ini
dapat mendorong rasa ingin tahu sehingga memunculkan bermacam-macam pertanyaan disekitar
masalah seperti apa yang dimaksud dengan., mengapa bisa terjadi., bagaimana
mengetahuinya dan seterusnya. Bila pertanyaan-pertanyaan tersebut telah muncul dalam diri
pebelajar maka motivasi intrinsik mereka untuk belajar akan tumbuh. Pada kondisi tersebut
diperlukan peran guru sebagai fasilitator untuk mengarahkan pebelajar tentang konsep apa yang
diperlukan untuk memecahkan masalah, apa yang harus dilakukan atau bagaimana
melakukannya dan seterusnya.
Dari paparan tersebut dapat diketahi bahwa penerapan PBL dalam pembelajaran dapat
mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri. Pengalaman ini
sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana berkembangnya pola pikir dan pola kerja
seseorang bergantung pada bagaimana dia membelajarkan dirinya.
Lebih lanjut Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh
pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu: (1) inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan
masalah, (2) belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan (3) ketrampilan
belajar mandiri (skills for independent learning). Inkuiri dan ketrampilan proses dalam
pemecahan masalah telah dipaparkan sebelumnya. Siswa yang melakukan inkuiri dalam
pempelajaran akan menggunakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill)
dimana mereka akan melakukan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan
reasoning. PBL juga bertujuan untuk membantu pebelajar siswa/mahasiswa belajar secara
mandiri.
Pembelajaran PBL dapat diterapkan bila didukung lingkungan belajar yang konstruktivistik.
Lingkungan belajar konstruktivistik mencakup beberapa faktor yaitu (Jonassen dalam Reigeluth
(Ed), 1999:218): kasus-kasus berhubungan, fleksibelitas kognisi, sumber-sumber informasi,
cognitive tools, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan sosial dan
kontekstual.
113

Kasus-kasus berhubungan, membantu pebelajar untuk memahami pokok-pokok permasalahan


secara implisit. Kasus-kasus berhubungan dapat membantu siswa/mahasiswa belajar
mengidentifikasi akar masalah atau sumber masalah utama yang berdampak pada munculnya
masalah yang lain. Kegiatan belajar seperti itu dapat membantu pebelajar meningkatkan
kemampuan berpikir kritis yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Fleksibelitas kognisi merepresentasi materi pokok dalam upaya memahami kompleksitas yang
berkaitan dengan domain pengetahuan. Fleksibelitas kognisi dapat ditingkatkan dengan
memberikan kesempatan bagi pebelajar untuk memberikan ide-idenya, yang menggambarkan
pemahamannya terhadap permasalahan. Fleksibelitas kognisi dapat menumbuhkan kreativitas
berpikir divergen didalam mempresentasikan masalah. Dari masalah yang siswa/mahasiswa
tetapkan, mereka dapat mengembangkan langkah-langkah pemecahan masalah, mereka dapat
mengemukakan ide pemecahan yang logis. Ide-ide tersebut dapat didiskusikan dahulu dalam
kelompok kecil sebelum dilaksanakan.
Sumber-sumber informasi, bermanfaat bagi pebelajar dalam menyelidiki permasalahan.
Informasi dikonstruksi dalam model mental dan perumusan hipotesis yang menjadi titik tolak
dalam memanipulasi ruang permasalahan. Dalam konteks belajar sains (kimia), pengetahuan
sains yang dimiliki siswa terhadap masalah yang dipecahkan dapat digunakan sebagai acuan
awal dan dalam penelusuran bahan pustaka sesuai dengan masalah yang mereka pecahkan.
Cognitive tools, merupakan bantuan bagi pelajar untuk meningkatkan kemampuan
menyelesaikan tugas-tugasnya. Cognitive tools membantu pebelajar untuk merepresentasi apa
yang diketahuinya atau apa yang dipelajarinya, atau melakukan aktivitas berpikir melalui
pemberian tugas-tugas.
Pemodelan yang dinamis, adalah pengetahuan yang memberikan cara-cara berpikir dan
menganalisis, mengorganisasi, dan memberikan cara untuk mengungkapkan pemahaman mereka
terhadap suatu fenomena. Pemodelan membantu mahasiswa untuk menjawab pertanyaanpertanyaan, apa yang saya ketahui dan apa artinya.
Percakapan dan kolaborasi, dilakukan dengan diskusi dalam proses pemecahan masalah. Diskusi
secara tidak resmi dapat menumbuhkan suasana kolaborasi. Diskusi yang intensif dimana terjadi
proses menjelaskan dan memperhatikan penjelasan peserta diskusi dapat membatu siswa
mengembangkan komunikasi ilmiah, argumentasi yang logis, dan sikap ilmiah.
Dukungan sosial dan kontekstual, berhubungan dengan bagaimana masalah yang menjadi fokus
pembelajaran dapat membuat pebelajar termotivasi untuk memecahkannya. Dukungan sosial
dalam kelompok, adanya kondisi yang saling memotivasi antar pebelajar dapat menumbuhkan
kondisi ini. Suasana kompetitif antar kelompok juga dapat mendukung kinerja kelompok.
Dukungan sosial dan kontekstual hendaknya dapat diakomodasi oleh para guru/dosen untuk
mensukseskan pelaksanaan pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa PBL sebaiknya digunakan dalam
pembelajaran karena: (1) Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa/mahasiswa
yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang
dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada
pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika
siswa/mahasiswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan; (2) Dalam situasi PBL,
siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan
mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai
dengan keadaan nyata bukan lagi teoritis sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu konsep
atau teori mereka akan temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung; dan (3) PBL dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam
bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal
dalam bekerja kelompok.
114

Gejala umum yang terjadi pada siswa dan mahasiswa pada saat ini adalah malas berpikir
mereka cenderung menjawab suatu pertanyaan dengan cara mengutip dari buku atau bahan
pustaka lain tanpa mengemukakan pendapat atau analisisnya terhadap pendapat tersebut. Bila
keadaan ini berlangsung terus maka siswa atau mahasiswa akan mengalami kesulitan
mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya di kelas dengan kehidupan nyata. Dengan kata
lain, pelajaran di kelas adalah untuk memperoleh nilai ujian dan nilai ujian tersebut belum tentu
relevan dengan tingkat pemahaman mereka. Oleh sebab itu, model PBL mungkin dapat menjadi
salah satu solusi untuk mendorong siswa/mahasiswa berpikir dan bekerja ketimbang menghafal
dan bercerita.
BAGIMANA MENGIMPLEMENTASIKAN PBL DALAM PEMBELAJARAN ?
Ada beberapa cara menerapkan PBL dalam pembelajaran. Secara umum penerapan model ini
mulai dengan adanya masalah yang diharus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh
siswa/mahasiswa. Masalah tersebut dapat berasal dari siswa/mahasiswa atau mungkin juga
diberikan oleh pengajar. Siswa/mahasiswa akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah
tersebut, dengan arti lain, siswa belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah
yang menjadi pusat perhatiannya.
Pemecahan masalah dalam PBL harus sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan
demikian siswa/mahasiswa belajar memecahkan masalah secara sistematis dan terencana. Oleh
sebab itu, penggunaan PBL dapat memberikan pengalaman belajar melakukan kerja ilmiah yang
sangat baik kepada siswa/mahasiswa. Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran
PBL paling sedikit ada delapan tahapan (Pannen, 2001), yaitu: (1) mengidentifikasi masalah, (2)
mengumpulkan data, (3) menganalisis data, (4) memecahkan masalah berdasarkan pada data
yang ada dan analisisnya, (5) memilih cara untuk memecahkan masalah, (6) merencanakan
penerapan pemecahan masalah, (7) melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan, dan
(melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah. Empat tahap yang pertama mutlak
diperlukan untuk berbagai kategori tingkat berfikir, sedangkan empat tahap berikutnya harus
dicapai bila pembelajaran dimaksudkan untuk mencapai keterampilan berfikir tingkat tinggi
(higher order thinking skills). Dalam proses pemecahan masalah sehari-hari, seluruh tahapan
terjadi dan bergulir dengan sendirinya, demikian pula keterampilan seseorang harus mencapai
seluruh tahapan tersebut.
Langkah mengidentifikasi masalah merupakan tahapan yang sangat penting dalam PBL.
Pemilihan masalah yang tepat agar dapat memberikan pengalaman belajar yang mencirikan kerja
ilmiah seringkali menjadi masalah bagi guru dan siswa. Artinya, pemilihan masalah yang
kurang luas, kurang relevan dengan konteks materi pembelajaran, atau suatu masalah yang
sangat menyeimpang dengan tingkat berpikir siswa dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan
pembelajaran. Oleh sebab itu, sangat penting adanya pendampingan oleh guru/dosen pada tahap
ini. Walaupun guru/dosen tidak melakukan intervensi terhadap masalah tetapi dapat
memfokuskan masalah melalui pertanyaan-pertanyaan agar siswa/mahasiswa melakukan refleksi
lebih dalam terhadap masalah yang dipilih. Dalam hal ini guru/dosen harus berperan sebagai
fasilitator agar pembelajaran tetap pada bingkai yang direncanakan.
Suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam PBL adalah pertanyaan berbasis why
bukan sekedar how. Oleh karena itu, setiap tahap dalam pemecahan masalah, keterampilan
mahasiswa dalam tahap tersebut hendaknya tidak semata-mata keterampilan how, tetapi
kemampuan menjelaskan permasalahan dan bagaimana permasalahan dapat terjadi. Tahapan
dalam proses pemecahan masalah digunakan sebagai kerangka atau panduan dalam proses
belajar melalui PBL. Namun yang harus dicapai pada akhir pembelajaran adalah kemampuannya
untuk memahami permasalahan dan alasan timbulnya permasalahan tersebut serta kedudukan
permasalahan tersebut dalam tatanan sistem yang sangat luas. Apalagi jika PBL digunakan untuk
proses pembelajaran di perguruan tinggi.

115

Lebih lanjut Arends (2004) merinci langkah-langkah pelaksanaan PBL dalam pengajaran. Arends
mengemukakan ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBL. Fasefase tersebut merujuk pada tahap-tahapan praktis yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran
dengan PBL sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Sintaks Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
FASE-FASE
Fase 1
Orientasi siswa kepada masalah
Fase 2
Mengorganisasikan siswa untuk
belajar
Fase 3
Membimbing penyelidikan
individu dan kelompok
Fase 4
Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya
Fase 5
Menganalisa dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah

PERILAKU GURU
Menjelaskan tujuan, logistik yang dibutuhkan
Memotivasi siswa terlibat aktif dalam pemecahan masalah
yang dipilih.
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah
Membantu siswa dalam merencanakan dan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagai tugas
dengan teman.
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari/meminta kelompok mempresentasikan hasil kerja

Supplemen
1.
Examples Non Examples
Contoh dapat dari kasus/gambar yang relevan dengan kompetensi dasar.
Langkah-langkah:
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut
dicatat pada kertas
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan
yang ingin dicapai
7. Kesimpulan
2.
Picture and Picture
Langkah-langkah :
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Menyajikan materi sebagai pengantar
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambargambar menjadi urutan yang logis
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai
dengan kompetensi yang ingin dicapai
7. Kesimpulan/rangkuman
3.

Numbered Heads Together: Kepala Bernomor (Spencer Kagan, 1992)


116

Langkah-langkah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok
dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil
kerjasama mereka
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
6. Kesimpulan
4.
Cooperative Script : Skrip Kooperatif (Danserau cs., 1985)
Metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan,
bagian-bagian dari materi yang dipelajari
Langkah-langkah:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan
2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa
yang berperan sebagai pendengar
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide
pokok dalam ringkasannya.
Sementara pendengar :
Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap
Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi
sebelumnya atau dengan materi lainnya
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya.
Serta lakukan seperti diatas.
6. Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan Guru
7. Penutup
5.
Kepala Bernomor Struktur : Modifikasi dari Number Heads
Langkah-langkah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor terhadap tugas yang
berangkai
Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal
dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.
3. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari
kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok
lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau
mencocokkan hasil kerja sama mereka
4. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
5. Kesimpulan
6.

Student Teams Achievement Divisions (STAD) : Kooperatif Tim


Siswa Kelompok Prestasi (Slavin, 1995)
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut
prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
2. Guru menyajikan pelajaran
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok.
Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai
semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
117

4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak
boleh saling membantu
5. Memberi evaluasi
6. Kesimpulan
7.

Jigsaw : Kooperatif Model Tim Ahli (Aronson, Blaney, Stephen, Sikes,


And Snapp, 1978)
Langkah-langkah
1. Siswa dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim
2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama
bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan
bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap
anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
7. Guru memberi evaluasi
8. Penutup
8.

Problem Based Indtroduction (PBI) : Pembelajaran Berdasarkan

Masalah
Langkah-Langkah:
1. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat
pendukung yang dibutuhkan. Memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis,
pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
9.
Artikulasi
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
4. Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima
dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian
berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya
5. Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan
teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya
6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa
7. Kesimpulan/penutup
10.
Mind Mapping
Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban
Langkah-langkah:
118

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai


2. Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa dan
sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
3. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
4. Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
5. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru
mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
6. Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi
perbandingan sesuai konsep yang disediakan guru
11.
Make a Match : Mencari Pasangan (Lorna Curran, 1994)
Langkah-langkah:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal
jawaban)
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya
7. Demikian seterusnya
8. Kesimpulan/penutup
12.
Think Pair and Share (Frank Lyman, 1985)
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
2. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan
mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
5. Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok
permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa
6. Guru memberi kesimpulan
7. Penutup
13.
Debate
Langkah-langkah:
1. Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainnya kontra
2. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua
kelompok diatas
3. Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk
berbicara saat itu, kemudian ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya
sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
4. Sementara siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap
pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide diharapkan.
5. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
6. Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat
kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
14.
Role Playing
Langkah-langkah:
1. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
119

2. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari
sebelum KBM
3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang
4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
5. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah
dipersiapkan
6. Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang
diperagakan
7. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk
membahas penampilan masing-masing kelompok.
8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
9. Guru memberikan kesimpulan secara umum
10. Evaluasi
11. Penutup
15.
Group Investigation (Sharan, 1992)
Langkah-langkah:
1. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen
2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
3. Guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok mendapat tugas satu materi/tugas
yang berbeda dari kelompok lain
4. Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif yang
bersifat penemuan
5. Setelah selesai diskusi, juru bicara kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompok
6. Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan
7. Evaluasi
8. Penutup
16.
Talking Stick
Langkah-langkah:
1. Guru menyiapkan sebuah tongkat
2. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi.
3. Setelah selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya, siswa menutup
bukunya.
4. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan
pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian
seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap
pertanyaan dari guru
5. Guru memberikan kesimpulan
6. Evaluasi
7. Penutup
17.
Bertukar Pasangan
Langkah-langkah:
1. Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru bisa menunjuk pasangannya atau siswa
memilih sendiri pasangannya).
2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
3. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain.
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru ini saling
menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka.
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada
pasangan semula.
120

18.
Snowball Throwing
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok
untuk memberikan penjelasan tentang materi
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian
menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan
satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua
kelompok
5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari
satu siswa ke siswa yang lain selama 15 menit
6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk
menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara
bergantian
7. Evaluasi
8. Penutup
19.
Student Facilitator and Explaining
Siswa/peserta mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta lainnya
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
3. Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya misalnya
melalui bagan/peta konsep.
4. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa.
5. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.
6. Penutup
20.
Course Review Horay
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
3. Memberikan kesempatan siswa tanya jawab
4. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan
kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing siswa
5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang
nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar ()
dan salan diisi tanda silang (x)
6. Siswa yang sudah mendapat tanda vertikal atau horisontal, atau diagonal harus
berteriak horay atau yel-yel lainnya
7. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh
8. Penutup
21.
Demonstration
Khusus materi yang memerlukan peragaan atau percobaan.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan disampaikan
3. Menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan
4. Menunjuk salah seorang siswa untuk mendemontrasikan sesuai skenario yang telah
disiapkan.
121

5. Seluruh siswa memperhatikan demontrasi dan menganalisanya.


6. Tiap siswa mengemukakan hasil analisanya dan juga pengalaman siswa didemontrasikan.
7. Guru membuat kesimpulan.
22.

Explicit Instruction: Pengajaran Langsung (Rosenshina & Stevens,

1986)
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang
pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah
demi selangkah
Langkah-langkah:
1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan
3. Membimbing pelatihan
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
5. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan
23.

Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC):


Kooperatif terpadu membaca dan menulis (Steven & Slavin, 1995)
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen
2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi
tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
5. Guru membuat kesimpulan bersama
6. Penutup
24.

Inside Outside Circle: Lingkaran kecil lingkaran besar (Spencer

Kagan)
Langkah-langkah:
1. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar
2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke
dalam
3. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran
informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan
4. Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada
di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.
5. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian
seterusnya
25.
Tebak Kata
Media: Buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri atau kata-kata lainnya yang mengarah
pada jawaban (istilah) pada kartu yang ingin ditebak. Buat kartu ukuran 5X2 cm untuk menulis
kata-kata atau istilah yang mau ditebak (kartu ini nanti dilipat dan ditempel pada dahi
ataudiselipkan di telinga.
Langkah-langkah:
1. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau materi 45 menit.
2. Guru menyuruh siswa berdiri berpasangan di depan kelas
3. Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10x10 cm yang nanti dibacakan pada
pasangannya. Seorang siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5x2 cm yang

122

isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan
ditelinga.
4. Sementara siswa membawa kartu 10x10 cm membacakan kata-kata yang tertulis
didalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10x10 cm.
jawaban tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga.
5. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu boleh duduk.
Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata
lain asal jangan langsung memberi jawabannya.
6. Dan seterusnya
26.
Word Square
Media:
* Buat kotak sesuai keperluan
* Buat soal sesuai TPK
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru membagikan lembaran kegiatan sesuai contoh
3. Siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban
4. Berikan poin setiap jawaban dalam kotak
Contoh:
T

27.
Scramble
Media:
1.Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
2. Buat jawaban yang diacak hurufnya
Langkah-langkah:
1.Guru menyajikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai
2. Membagikan lembar kerja sesuai contoh
28.
Take and Give
Media:
1. Kartu ukuran 10x15 cm sejumlah peserta tiap kartu berisi sub materi (yang berbeda
dengan kartu yang lainnya, materi sesuai dengan TPK
2. Kartu contoh sejumlah siswa
Langkah-langkah:
1. Siapkan kelas sebagaimana mestinya
123

2. Jelaskan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai


3. Untuk memantapkan penguasaan peserta tiap siswa diberi masing-masing satu kartu
untuk dipelajari (dihapal) lebih kurang 5 menit
4. Semua siswa disuruh berdiri dan mencari pasangan untuk saling menginformasi. Tiap
siswa harus mencatat nama pasangannya pada kartu contoh.
5. Demikian seterusnya sampai tiap peserta dapat saling memberi dan menerima materi
masing-masing (take and give).
6. Untuk mengevaluasi keberhasilan berikan berikan siswa pertanyaan yang tak sesuai
dengan kartunya (kartu orang lain).
7. Strategi ini dapat dimodifikasi sesuai keadaan
8. Kesimpulan

29.
Concept Sentences
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompentensi yang ingin dicapai.
2. Guru menyajikan materi secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen.
4. Guru Menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi yang disajikan.
5. Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan minimal 4 kata
kunci setiap kalimat.
6. Hasil diskusi kelompok didiskusikan kembali secara pleno yang dipandu oleh Guru.
7. Kesimpulan.
30.
Complette Sentence
Media:
Siapkan blangko isian berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Guru Menyampaikan materi secukupnya atau siswa disuruh membacakan buku atau
modul dengan waktu secukupnya
3. Guru membentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen
4. Guru membagikan lembar kerja berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap (lihat
contoh).
5. Siswa berdiskusi untuk melengkapi kalimat dengan kunci jawaban yang tersedia.
6. Siswa berdiskusi secara berkelompok
7. Setelah jawaban didiskusikan, jawaban yang salah diperbaiki. Tiap peserta membaca
sampai mengerti atau hapal
8. Kesimpulan
31.
Time Token (Arends, 1998)
Struktur yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk menghindari siswa
mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali
Langkah-langkah:
1. Kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative learning / CL)
2. Tiap siswa diberi kupon berbicara dengan waktu 30 detik. Tiap siswa diberi sejumlah
nilai sesuai waktu yang digunakan.
3. Bila telah selesai bicara kopon yang dipegang siswa diserahkan. Setiap bebicara satu
kupon.
4. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Yang masih pegang kupon harus
bicara sampai kuponnya habis.
124

5. Dan seterusnya
32.
Pair Check (Spencer Kagan, 1993)
APA YANG DILAKUKAN?
1. BEKERJA BERPASANGAN
Guru membentuk tim berpasangan berjumlah 2 (dua) siswa. Setiap pasangan mengerjakan
soal yang pas sebab semua itu akan membantu melatih
2. PELATIH MENGECEK
Apabila patner benar pelatih memberi kupon
3. BERTUKAR PERAN
Seluruh patner bertukar peran dan mengurangi langkah 1 3
4. PASANGAN MENGECEK
Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban
5. PENEGASAN GURU
Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep
33.
Keliling Kelompok
Maksudnya agar masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan
kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lainnya.
Caranya.?
1. Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok menilai dengan memberikan
pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan
2. Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya
3. Demikian seterusnya giliran bicara bisa dilaksanakan arah perputaran jarum jam atau dari
kiri ke kanan
34. Tari Bambu
Agar siswa saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda
dalam waktu singkat secara teratur strategi ini cocok untuk materi yang membutuhkan
pertukaran pengalaman pikiran dan informasi antar siswa
Caranya?
1. Separuh kelas atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak berdiri berjajar . Jika ada
cukup ruang mereka bisa berjajar di depan kelas. Kemungkinan lain adalah siswa berjajar
di sela-sela deretan bangku. Cara yang kedua ini akan memudahkan pembentukan
kelompok karena diperlukan waktu relatif singkat.
2. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang pertama
3. Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi sinformasi.
4. Kemudian satu atau dua siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran pindah ke ujung
lainnya di jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan cara ini masing-masing
siswa mendapat pasangan yang baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus
sesuai dengan kebutuhan
35. Two Stay Two Stray: Dua Tinggal Dua Tamu (Spencer Kagan, 1992)
Memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan
kelompok lainnya.
Caranya:
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang
2. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain
3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi
ke tamu mereka
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok lain
125

5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka

126

Anda mungkin juga menyukai