Anda di halaman 1dari 5

Berhenti Berdetak

Its started as one love one passion, now its bursting up into a chain reaction... Aku
tersentak, jantungku berpacu tak menentu. Pukul 3.00 pagi dan tanganku terus bergetar tak
beraturan. Paru-paruku mengembang lalu mengempis berjuang dapatkan oksigen. Keningku
mungkin berkeringat. Aku mencoba menenangkan diri, ku hela nafasku namun denyut
jantungku masih cepat, sangat cepat. Mimpi itu lagi, mimpi buruk atau sebuah peringatan?
Entahlah, aku masih terlalu dini untuk dapat memutuskannya.
Ku basuh wajahku dengan cahaya lampu kamar. Muram. Derik jangkrik di luar sana
terdengar keras. Aku tak bisa tidur lagi. Ku tarik selimutku hingga ke leher. Tetapi aku tidak
kedinginan. Ah... gerah. Ah... gelisah. Ah... sial. Aku mencoba menyibukkan pikiranku
dengan harapan bahwa aku akan mengantuk. Mengingat lagi bahwa ini hari Minggu. Oh,
indah bukan? Ini hari Minggu sobat, hari libur, hari dimana kau dapat melakukan segala hal
tanpa beban. Hari dimana... em.. hari yang... Ah! aku masih saja tak dapat tidur.
Pukul 6.00 pagi.
Setiap pagi setelah mendapat mimpi itu aku selalu begini. Kelopak mataku yang
bergelombang dan berwarna kehitaman, mata memerah, lalu rasa pusing di kepala seakan ada
gasing berputar di dalamnya. Tetapi aku lebih fresh sekarang dan aku ingin berkomentar
seperti ini, Di dalam sebuah kenangan ada sebuah peringatan. Peringatan untuk tidak
mengingat-ingat masa lalu, tetapi kenanglah itu. Jangan kau lupakan pelajaran namun jangan
pula terlalu memikirkannya, kau harus memacu kakimu maju atau bahkan berbelok tetapi
janganlah mundur. Mundur hanya kata untuk pecundang. Menghabiskan waktu saja!
Majulah!
Kata-kata bijak? Huh? Itu hanya omelan. Aku seperti kamu, seperti manusia pada
umumnya. Hidupku tak istimewa dan tak juga terlalu mengecewakan. Mungkin hanya hal ini
yang membedakan aku dan kamu. Aku selalu mendapatkan itu hampir setiap malam, ya...
mimpi itu. Terasa sangat nyata saat aku merasakannya bahkan setelah aku terbangun dan
melakukan aktivitas. Aku masih bisa mengingatnya dengan jelas.
Kepalaku pusing. Mimpi itu menghantuiku setiap malam. Terbingkai dalam alam
bawah sadarku atau bisa jadi itulah yang ingin aku capai. Mengulang masa lalu. Terdengar
gila bukan? Yeah, dapat mengulang masa lalu adalah ide yang gila. Tapi bukankah tidak ada
orang jenius yang tidak disebut gila? Oh, tidak.. aku benar-benar telah gila. Mengikutsertakan

pendapat orang lain yang tidak relevan dengan permasalahanku. Aku benar-benar telah gila!
Kau tahu maksudku? Kau tahu bukan?
Oh kepalaku, aku sudah tak tahan lagi. Benar-benar tak tahan. Kepalaku pusing.
Berputar-putar. Bumi yang ku pijak serasa telah melemparku, menolakku, menerbangkanku
ke atas menuju tempat yang tak ingin ku tempati. Melayang tak menentu aku mencoba
mengendalikan arahku. Debug..! suara lantai yang tertimpa badanku. Pukul 7.00 dan aku
pingsan.
-------_AVA_------This darkness has overcome your common sense, be honest impulsive actions made a
mess... Ku buka mataku perlahan. Mimpi itu lagi. Baru pertama kali ini aku mendapatkannya
dua kali dalam sehari. Tunggu sebentar, dimana aku? Mengais-ais aku mencari informasi
dengan mataku yang masih terasa berat untuk terbuka secara utuh. Seberkas cahaya, aku
yakin itu cahaya putih lembut. Tidak menyilaukan. Aku mencoba fokuskan semua indraku ke
arah cahaya tersebut. Sekejap, lalu menghilang. Perlahan aku merasa ada yang menyentuhku
di bagian keningku. Seperti jemari aku rasa. Sangat familiar. Lalu aku dapat melihatnya.
Benar, itu adalah tangannya. Tangan yang indah aku pikir. Seperti biasa.
Tek..tek..tek.. detik berjalan, menit melangkah, waktu berlalu. Oh, aku berpikir kalau
aku sekarang ini adalah aku pada saat yang paling memalukan. Betapa tidak, aku tak sadarkan
diri sementara aku yakin ada banyak orang yang telah menungguku. Mereka mungkin
merisaukanku atau mungkin malah mendoakanku. Entah apa doa mereka. Terserah mereka
sajalah, aku tak terlalu menghiraukannya. Tetapi pukul berapa ini? Itu yang aku risaukan.
-------_AVA_------Im a sinner... Im a sinner... Im a sick cold hearted killer. Im a lover... Im a
winner... And Ill do it all to steal her... Kau sudah sadar? suara lembut itu sangat aku kenal.
Aku memandang raut wajah di hadapanku. Cantik seperti biasa. Aku mengenalnya
beberapa tahun lalu. Perkenalan yang membuatku memilikinya, dengan caraku. Karena itu
pula aku mendapatkan mimpi buruk itu sampai sekarang. Masa lalu itu adalah masa dimana
aku ingin memutarnya lagi. Aku ingin menghapusnya kalau bisa dan diizinkan.
Waktu itu seperti perkenalan biasa yang tak direncanakan. Dia, istriku waktu itu
datang dengan pasangannya. Perkenalan yang memuakkan. Aku menyalami mereka dengan
wajah yang seakan senang. Wajahku menutupi hatiku yang bergemuruh cemburu. Mereka
tidak tahu apa yang sebenarnya dan aku mensyukurinya.
Perbincangan mereka sangat mesra terutama saat mereka mengatakan kepadaku
bahwa mereka akan segera menikah. Mungkin satu atau setengah tahun lagi, bagaikan petir

aku mendengarnya. Aku hanya bisa tersenyum lalu memalingkan wajah untuk menyembunyikan perasaanku. Merasa sendirian aku saat itu, di antara mereka berdua. Terasa sepi
dalam nyata, terasa bergemuruh dalam rasa. Tidak mau merasa kecewa lebih dalam, aku
meninggalkan tempat pertemuan itu. Dengan alasan klasik, toilet, aku bergegas.
Itulah masa lalu.
Tiba-tiba terdengar suara indah yang membuatku terbangun dari masa lalu, kau
sudah merasa baikan? Inilah suara yang selalu ku nanti, kau mau apa? Kemarin ada banyak
orang yang membawakanmu makanan.
Sudah berapa hari aku disini? Dimana ini? tanyaku terbata-bata.
Tenanglah... kau di rumah sakit sejak kemarin.
Aku layangkan pandanganku ke sekeliling ruangan. Benar, ini rumah sakit. Lalu jam
berapa sekarang? Bola mataku berhenti pada sebuah benda di tembok. Bentuknya persegi dan
jarumnya menunjukkan pukul 13.15. Sudah siang ternyata, dan berarti aku terbaring disini,
terdiam sekitar tiga puluh jam! Betapa mamalukannya diriku.
-------_AVA_------My inner demon he is screaming at me, Take her now. This is your only chance,
wont get another, dont let me down... Sekarang aku berada dalam mimpi, mimpi masa lalu
itu. Dadaku terasa panas. Jantungku berdegup kencang. Jika aku melihat ke kaca pasti
wajahku telah berubah merah padam. Mungkin gigiku akan bertaring dan kukuku berubah
menjadi cakar serigala. Aku telah terasuki kecemburuan. Aku telah terasuki iblis merah.
Terasa tak terkendalikan, akan aku amuk semua yang menghalangiku. Dengan
tanganku, dengan kemarahanku, dengan api yang ada dalam hatiku. Terutama dia. Beraniberaninya mendahuluiku, ingin mengambil yang aku inginkan? Oh, tak akan bisa. Aku akan
mandapatkan apa yang aku inginkan. Camkan itu!
Oh dinda tersayang kau akan menjadi milikku. Akan tetap menjadi milikku.
Selamanya, seperti seharusnya. Maka akan aku cari penghalangku. Akan aku temukan lalu
aku lenyapkan dia dari hadapanku. Sehingga kita akan selamanya bersatu.
Akhirnya aku menemukan dia dengan wajah seakan tak berdosa. Aku menghampirinya dengan perlahan, memutarinya sehingga dia tidak tahu keberadaanku. Dia tak tahu
dirinya terancam. Oh... kena kau tuan onar! Menangislah jika ingin, tetapi kau tak akan aku
ampuni. Sudah aku persiapkan ini untukmu, maka rasakanlah, rasakan bahwa kematianmu
adalah sekarang!
Pada saat itu juga.

Arrrggghhh!!! pekik tersebut menyadarkanku dari mimpi gila masa laluku.


Tolong... tolong!! Ada pembunuhan! suaranya semakin nyaring terdengar.
Seisi rumah sakit menjadi heboh. Aku mendapati diriku telah berdiri setengah
membungkuk. Menahan sebuah beban di tangan kiriku dan sebuah belati di tangan kananku.
Aku terenyak. Aku mengenali tubuh siapa ini. Tubuh seorang wanita yang menjadi pujaanku.
Istriku... aku berucap pelan tak percaya. Kamar yang aku tempati serasa kosong tak ada
apa-apa kecuali dua tubuh ini, aku dan istriku yang berlumuran darah. Aku terbelalak. Tangan
kananku kerasa kaku, menggenggam benda yang telah ternodai darah. Noda itu membuatku
lemas. Sontak aku melemparkan belati itu jauh-jauh. Tang.. belati tersebut membentur
tembok sebelum jatuh ke lantai keramik.
Tangan kananku mulai gemetar mencoba menutupi sebuah lubang merah di perut
istriku. Tolong... tolong!! Seseorang tolong istriku! Suster... dokter! air mata dengan cepat
meluber dari kedua mataku. Melumuri kulit pipiku lalu menetes bebas ke bawah. Katakan
sesuatu... katakan sesuatu sayang... sambil terisak aku mencoba membangunkan wanita yang
selama ini aku perjuangkan itu. Aku mohon... bangunlah, bukalah matamu.. tak hentihentinya aku memohon.
Tanganku terkena darah. Ternodai dosa, dosa yang terulang aku pikir, sekitar enam
tahun lalu. Atau mungkin inilah karma karena telah megambil apa yang bukan hakku. Aku
telah membunuh seseorang hanya untuk mendapatkannya. Aku menyesal dan penyesalan ini
terlambat.
Waktu terasa seribu kali lebih lambat dari biasanya. Menunggu dokter atau seseorang
yang dapat menolong adalah hal yang sangat membuat diri ini frustasi. Terpaku sudah mata
ini ke arah istriku. Aku merasakan denyut nadinya melemah. Ini akan menjadi buruk... sangat
buruk. Oh Tuhan, ambilah nyawaku sebagai gantinya, aku berdoa dalam hati, aku mohon
jangan ambil dia sekarang. Aku mengulangi doa itu berkali-kali. Berharap akan terkabulnya
doa tersebut. Tak ingin aku melihatnya terpejam begitu lama tanpa ada tanda-tanda dia akan
tersadar.
Pukul 21.00.
Dokter telah datang beberapa waktu lalu dan langsung mengambil istriku untuk
dirawat. Sambil duduk di luar ruangan tempat istriku dirawat, aku menelungkupkan kedua
tanganku ke wajah sambil berdoa dalam hati. Kakiku bergetar, aku tak dapat menahannya.
Beban ini sengat besar, sangat besar. Sudah berulang kali aku mengusap air mataku, tak
terhitung jumlahnya. Suasana menjadi sangat menggelisahkan. Tak menentu. Mungkinkah dia
selamat? Apakah aku masih diberikan kesempatan untuk memperbaiki semua ini? Semua

pertanyaan menyelimuti pikiran. Membuatku merasa pusing, frustasi. Waktu berganti tanpa
dapat aku kendalikan. Bukan aku yang dapat mengendalikan waktu. Hanya Tuhan yang bisa
dan hanya Tuhan pula Yang Maha Mengendalikan Nasib.
Akhirnya dokter keluar dari ruangan tersebut, dan inilah saat yang paling
merisaukan. Dia hanya terdiam untuk beberapa saat, lalu aku bertanya tentang keadaan
istriku.
Dokter menghela napasnya. Dia telah pergi, ucapnya kemudian.
This cannot be, must be a dream. Cant bare this harsh reality. Shes my only destiny.
We must create our own fate, I took her live and now its too late...
Rizqy Ragil Pamungkas
LAMBDA

Anda mungkin juga menyukai