Anda di halaman 1dari 26

Teori pembagian kekuasaan yang selama ini dikenal, datang dari Montesquieu yang

membagi kekuasaan negara ke dalam 3 bagian penting. Legislatif yang bertugas membuat
Undang-undang, Eksekutif yang bertugas menjalankan Undang-Undang dan Yudikatif adalah
pengawas terhadap Eksekutif. Tujuan dari teori ini tentu untuk membatasi kekuasaan yang
absolut, sehingga ada fungsi check and balance.
Eksekutif yang korup membuat rakyat berharap kepada Yudikatif untuk mengawasi.
Ternyata Yudikatif juga tidak lebih baik. Sebagai lembaga yang menegakkan hukum dan
perundang-undangan, hati ini miris melihat suatu lembaga yang harusnya menegakkan hukum
dan perundangan juga terlibat pada sistem. Pada akhirnya, harapan itu bergantung pada
Legislatif, lembaga yang membuat Undang-undang, lembaga yang disebut juga sebagai rumah
rakyat. Rumah rakyat yang mewah itu dipenuhi oleh tikus-tikus yang selalu berbicara untuk
membela rakyat, yang haus akan kekuasaan dan yang tidak kompeten membuat Undangundang itu sendiri.
Indonesia

menjalankan

pemerintahan republik presidensial multipartai

yangdemokratis. Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia


didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif danyudikatif.
Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR).MPR

pernah

menjadi lembaga

tertinggi

negara unikameral,

namun

setelahamandemen ke-4 MPR bukanlah lembaga tertinggi lagi, dan komposisi keanggotaannya
juga berubah. MPR setelah amandemen UUD 1945, yaitu sejak2004 menjelma menjadi
lembaga bikameral yang terdiri dari 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang
merupakan wakil rakyat melalui Partai Politik, ditambah dengan 132 anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan wakil provinsi dari jalur independen. Anggota DPR
dan DPD dipilih melalui pemiludan dilantik untuk masa jabatan lima tahun. Sebelumnya,
anggota MPR adalah seluruh anggota DPR ditambah utusan golongan dan TNI/Polri. MPR saat
ini diketuai oleh Taufiq Kiemas. DPR saat ini diketuai olehMarzuki Alie, sedangkan DPD saat ini
diketuai oleh Irman Gusman.
Lembaga eksekutif berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet. Kabinet di
Indonesia adalah Kabinet Presidensial sehingga para menteri bertanggung jawab kepada
presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen. Meskipun demikian, Presiden
saat ini yakni Susilo Bambang Yudhoyono yang diusung oleh Partai Demokrat juga menunjuk
sejumlah pemimpin Partai Politik untuk duduk di kabinetnya. Tujuannya untuk menjaga
stabilitas pemerintahan mengingat kuatnya posisi lembaga legislatif di Indonesia. Namun pos-

pos penting dan strategis umumnya diisi oleh menteri tanpa portofolio partai (berasal dari
seseorang yang dianggap ahli dalam bidangnya).
Lembaga Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD 1945 dijalankan
oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi, termasuk pengaturan
administrasi para hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia tetap dipertahankan.
BAB. 2
TOKOH KORUPTOR DI BADANNYA MASING-MASING

2.1 Contoh Tentang Tokoh Yang Korupsi di Badan Legislatif.


Selasa, 3 April 2012
KPK Periksa Ketua DPRD Jateng Sebagai Tersangka Korupsi APBD

Jakarta - Sepekan berselang sejak ditetapkan sebagai tersangka, Ketua


DPRD Jateng Murdoko dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia akan diperiksa terkait kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten Kendal 2003/2004.
"M diperiksa sebagai tersangka," tutur Kabag Pemberitaan KPK Priharsa
Nugraha di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Selasa (3/4/2012)
Sampai pukul 10.30 WIB, Murdoko belum hadir di kantor KPK. Besar
kemungkinan jika dia datang dan kondisi kesehatannya memungkinkan, dia
akan ditahan seperti tersangka-tersangka KPK lainnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi membidik Murdoko atas dua kasus dugaan
korupsi dengan taksiran kerugian uang negara senilai Rp 4,75 miliar. Kasus
ini terjadi saat Murdoko menjabat anggota DPRD Semarang periode 19992004.

Kasus pertama, ia diduga melakukan korupsi Dana Alokasi Umum 2003


sebesar Rp 3 miliar dengan modus pinjaman kepada pemerintah Kendal.
Kedua, Murdoko juga diduga terbelit kasus penyaluran dana eks pinjaman
daerah Kendal pada 2003/2004.
Murdoko melakukan kejahatan itu bersama Bupati dan Wakil Bupati Kendal
saat itu, Hendy Boedoro dan Warsa Susilo.
Sumber: http://news.detik.com
Foto: http://suaramerdeka.com

2.2

Contoh

Tentang

Legislatif.
Selasa, 1 Mei 2012

Tokoh

Yang

Korupsi

di

Badan

Jakarta (ANTARA News) - Empat hari sudah politikus Partai Demokrat


Angelina Sondakh mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang
Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus dugaan suap untuk
proyek di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.Angelina Sondakh yang akrab disapa Angie ini diduga
menerima sejumlah "fee" (bayaran) karena sukses mengawal anggaran untuk
beberapa proyek di dua Kementerian, yakni proyek Wisma Atlet Jakabaring
(Kementerian Pemuda dan Olahraga/Kemenpora) dan pembahasan anggaran
proyek

di

sejumlah

universitas

(Kementerian

Pendidikan

dan

Kebudayaan/Kemendikbud).
Meski sejak 3 Februari 2012 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah
menetapkan Putri Indonesia tahun 2001 ini sebagai tersangka terkait dugaan
suap di Kemenpora namun baru Jumat (27/4), Angie menjalani tahanan di
basement lembaga antikorupsi.Hanya dalam empat hari penahanan tersebut
berita yang berkaitan dengan istri almarhum Adjie Massaid ini mengalir
dengan derasnya ke publik. Tidak hanya berita soal sinusitis Angie yang
kambuh, soal waktu kunjungan bagi anak-anak Angie yang tidak fleksibel,
soal dukungan sang ayah dengan semangat "the power of love" terhadap
Angie, juga soal kunjungan tiga buah hati mantan Wakil Sekjen Umum Partai
Demokrat ini di hari pertama ia ditahan yang dapat dicermati.
Pernyataan dari Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum pun
menjadi perhatian publik saat ia mengatakan memilih mendoakan Angelina
Sondakh dari luar tahanan dari pada menjenguk Angie ke Rutan KPK.Namun
hal spesial adalah pernyataan Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat,

Subur Budi Santoso yang datang menjenguk Angie di Rutan KPK dengan
membawa buku dzikir untuk anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai
Demokrat

ini.

Subut meminta kader Partai Demokrat ini bersabar dan tabah menjalani kasus
yang menimpanya. Ia juga meminta Angie untuk jujur dan tidak menutupnutupi kasus dugaan suap Wisma Atlet Jakabaring.Masih begitu jelas reaksi
masyarakat yang hadir di ruang sidang Pengadilan Khusus Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) Jakarta saat Angie bersaksi untuk terdakwa Muhammad
Nazaruddin dengan kasus dugaan suap proyek di Wisma Atlet Jakabaring.
Bagaimana Angie mengatakan tidak memiliki Blackberry di tahun 2009
sementara foto dirinya yang sedang mengandung memegang gadget asal
Kanada tersebut terpampang di salah satu media online ditunjukkan oleh
kuasa hukum Nazaruddin dalam persidangan.Angie mengaku tidak mengenal
baik Mindo Rosalina Manulang (Rosa) namun terdapat bukti percakapan
Blackberry Messanger (BBm) Putri Indonesia tahun 2001 mengundang Rosa
menghadiri ulang tahun Keanu di rumahnya.Tidak hanya kuasa hukum
Nazaruddin yang mengingatkan agar Angie berkata jujur dalam persidangan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK juga sempat meminta secara tidak
langsung agar anggota Komisi X DPR ini berkata jujur dalam
persidangan.Bahkan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang
memimpin sidang Nazaruddin juga mengingatkan agar Angie berkata jujur
dalam memberikan keterangan karena sudah berada di bawah sumpah.

2.3 Analisis Penyebab Kasus Korupsi di Badan Legislatif.

Korupsi merupakan tindak kejahatan dimana secara harfiah, korupsi


adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri,
yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya
mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik
yang dipercayakan kepada mereka.
Dari kedua contoh kasus diatas mengenai korupsi baik yang dilakukan
oleh Murdoko maupun Anggelina Sondakh selaku badan legislative dapat
ditarik kesimpulan tantang alasan mereka melakukan korupsi. Jika Murdoko
melakukan korupsi dikarenakan lemahnya tanggung jawab terhadap
masyarakat yaitu menggunakan uang rakyat untuk memperkaya dirinya
bukan untuk disalurkan kembali ke rakyat yang semsetinya. Tetapi Anggelina
Sondakh melakukan korupsi sebenarnya juga dikarenakan tidak bertanggung
jawab terhadap kasus wisma atlit karena menerima suap. Kurangnya
transparasi dalam pengambilan keputusan pemerintah juga merupakan
kelonggaran bagi Murdoko untuk melakukan korupsi. Jika bagi Angie
kurangnya pengawasan dan hukuman yang tidak berat untuk korupsi
membuatnya berani melakukan tindakan korupsi diatas kuasa dan
wewenangnya.

Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah yang banyak tentu
menjadi suatu pingin-pingin bagi mereka yang tidak kuat menahan ambisi
memperkaya diri sendiri. Iman serta jiwa yang kuat akan mental uang
diperhitungakn disini oleh masing-masing individu yang melakukannya.
Seseorang mempunyai suatu privasi dalam hidupnya yang memang
sebenarnya tidak dapat diketahui dengan blak-blakan. Lingkungannya yang
tertutup membuat Murdoko dan Angie mampu melakukan korupsi dengan
sesuka hatinya sebagai badan legislative memanfaatkan jaringan kolega
teman-temannya maupun teman sejabatannya. Lemahnya ketertiban umum
menjadikan mereka tidak takut akan hukuman yang menjatuhi mereka. Jika
didalam media masa memiliki kekuatan untuk meliput suatu perkara yang
sudah terungkap tetapi media memiliki ruang yang membuat dirinya tidak
diperkenankan meliput kehidupan dan bagaimana suatu proyek itu dijalankan
dengan semestinya, hal ini membuat Angie menerima suap dan Murdoko
melakukan penggelapan uang APBN.
Korupsi merupakan tindakan yang melibatkan antara tindakan
penggelapan, nepotisme, dan juga penyalahgunaan di bidang pemerintah
yang seperti penyogokan, pemerasan, campur tangan pemerintah, dan
penipuan. Angie yang melakukan korupsi diduga kuat tidak memiliki mental
yang kuat. Karena setelah dirinya ditinggal suaminya, Angie harus
membiayai kebutuhan 3 orang anaknya. Kebiasaan hidup glamour membuat
dirinya tidak bisa menahan suatu tidnakan yang dinamakan korupsi.
Keinginan untuk terbiasanya hidup glamour juga dirasakan oleh Murdoko
yang menganggap gaji pemerintahan dirasa kecil sehingga untuk menambah

pundi-pundinya beliau melakukan korupsi terhadap dana atau suatu proyek


yang sedang dikerjakannya.
Korupsi terjadi dapat dikarenakan di berbagai bidang. Bisa karena
lembaganya, peraturan yang dianggap hanya sebagai pil pahit sementara yang
terkadang tidak membuat jera karena begitu ringannya, atau bisa karena
masyarakatnya sendiri yang tidak tahan melihat uang berlibat ganda.

3.1. Contoh Tentang Tokoh yang Korupsi di Badan Eksekutif

Bob Hasan ditahan karena Skandal


The Jakarta Post, Jakarta | Nasional | Wed, 2000/3/29 7:24
JAKARTA (JP): Kayu taipan Mohamad "" Bob "" Hasan ditahan di Kantor
Kejaksaan Agung, Selasa, setelah secara resmi yang dinyatakan sebagai
tersangka dalam skandal US $ 87.000.000 korupsi.Chaerul Imam, direktur
urusan korupsi di Kejaksaan Agung, mengatakan surat perintah telah
dikeluarkan untuk menahan Bob Hasan untuk 20days untuk ditanyai
sehubungan dengan kontrak pemerintah untuk memetakan sumber daya hutan
di Indonesia.Bob Hasan adalah tersangka dalam penyelidikan pemerintah ke
dalam allegedembezzlement dana reboisasi besar-besaran pemerintah.
Kontrak $ 87.000.000 dilakukan oleh PT Mapindo Parma dan uang itu
dibayarkan dari dana reboisasi pemerintah.Namun, Departemen Kehutanan
dan Perkebunan bulan lalu melaporkan penyimpangan dalam hasil pemetaan,

mengatakan teknik yang digunakan adalah usang, tidak ekonomis dan tidak
hidup sesuai dengan nilai kontrak.Bob Hasan, yang secara singkat menjabat
sebagai menteri industri dan perdagangan pada tahun 1998, telah
dipertanyakan oleh Kantor Kejaksaan Agung sejak Februari atas kasus
ini.Didampingi sekretarisnya Andi Darussalam, golf-teman mantan Presiden
Soeharto mengatakan ia tidak keberatan untuk menjadi dinyatakan sebagai
tersangka dalam penyelidikan korupsi."" Saya harus sesuai dengan prosedur
hukum, "" katanya setelah interogasi "." Selain itu, ini adalah negara hukum
"," tambahnya.Bob Hasan telah diungkapkan pada kesempatan lain bahwa
peneliti pemerintah juga menanyakan tentang kasus korupsi yang melibatkan
Soeharto.Kantor Kejaksaan Agung telah memanggil mantan presiden untuk
appearon Kamis dan menjawab pertanyaan tentang pengelolaan miliaran
dolar dana milik yayasan amal yang dipimpin.Kejaksaan Agung Soehandoyo
juru bicara kepada The Jakarta Post thatBob Hasan tidak memiliki pengacara
pada Selasa malam."" Kami akan bertanya padanya tentang ini, "" katanya,
menambahkan bahwa pertanyaan akan terus pada hari Rabu.
Hasan sering subyek tuduhan korupsi sebagai hasil dari transaksi bisnis dan
kontrol dari banyak industri Indonesia, setelah Soeharto mengundurkan diri
pada

1998,

serangkaian

penilaian

pengadilan

menemukan

bukti

kejahatan. Dia didenda 50 miliar rupiah ( US $ 7 juta) sebagai hasil dari


gugatan yang diajukan oleh beberapa organisasi pemuda, menyatakan bahwa
Hasan telah memerintahkan pembakaran hutan di Sumatera . Pada Februari
2001, pengadilan menghukum dia dengan suara bulat menyebabkan kerugian
$ AS 244 juta kepada pemerintah Indonesia melalui proyek pemetaan hutanpenipuan di Jawa pada awal 1990-an, yang mengarah ke penjara. Dia

dipenjara

di penjara

Cipinang dan

kemudian

di

lebih

aman Nusa

Kambangan , sebuah pulau di lepas pantai selatan Jawa Tengah, sampai


dibebaskan pada pembebasan bersyarat pada Februari 2004. Hasan adalah
yang pertama dan di antara yang paling menonjol dari Soeharto mantan rekan
terbukti melakukan kecurangan dan korupsi setelah Soeharto mengundurkan
diri pada Mei 1998.Hasan adalah anggota dari Komite Olimpiade
Internasional 1994-2004, ketika IOC mengusirnya karena tuduhan korupsi
itu. IOC dikritik oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2000 setelah IOC
menyatakan bahwa Hasan harus diizinkan untuk menghadiri Olimpiade
2000 di Sydney, Australia meskipun dia berada di bawah penangkapan pada
saat itu.

3.2. Contoh Tokoh yang Korupsi di Badan Eksekutif.


Menhukham: Vonis Nazar Adil
JAKARTA, KOMPAS.com Muhammad Nazaruddin, bendahara 33 tahun mantan Partai
Demokrat Yudhoyono, ditangkap pada 8 Agustus di kota Kolombia Cartagena setelah
melewatkan negara tersebut ketika ia terlibat dalam skandal suap besar yang melibatkan
pembangunan perumahan atlet untuk Asian Games Tenggara, yang diadakan di Indonesia pada
bulan November. Sekretaris kepada Menteri Pemuda dan Olahraga dan dua lainnya juga telah
ditangkap.
- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin mengatakan, vonis hukuman
penjara 4 tahun 10 bulan yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor terhadap M
Nazaruddin, Jumat (20/4/2012) cukup adil. Amir menilai, tempus delekti atau waktu kejadian,
jelas.

"Ada penyebutan-penyebutan peristiwa ataupun orang tetapi oleh pengadilan dianggap tidak
relevan karena tidak berada dalam kurun waktu tempus delekti kejadian. Saya kira cukup fair,"
kata Amir kepada para wartawan di halaman Istana Negara, Jakarta, Jumat.
Amir juga menilai persidangan berjalan secara terbuka dan transparan. Pertimbanganpertimbangan yang disampaikan hakim juga dapat diterima. Sebelumnya, terkait vonis ini,
Istana Kepresidenan tidak memberikan komentar resmi.
"Kami menjaga tradisi untuk tidak membuat komentar terhadap sebuah keputusan pengadilan.
Presiden tidak boleh berpendapat dengan membuat penilaian atas keputusan hakim yang
prosesnya berlangsung secara terbuka di depan publik. Biarlah, pihak-pihak yang memiliki
otoritas seperti kejaksaan dan para ahli hukum untuk membicarakan dan menempuh tindakan
hukum yang relevan," kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa.
Selain kurungan penjara, Nazarudin, yang dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi
dengan menerima suap berupa cek senilai Rp 4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah, diharuskan
membayar denda sebesar Rp 200 juta yang dapat diganti empat bulan kurungan.
Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang meminta
Nazaruddin dihukum tujuh tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider enam bulan
kurungan. Majelis hakim menilai, Nazaruddin terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan dakwaan ketiga.

3.3. Analisis Penyebab Kasus Korupsi di Badan Eksekutif.

Badan eksekutif adalah badan yang meliputi presiden, wakil presiden,


serta cabinet-kabinetnya yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Mengingat betapa kuatnya kekuasaan badan legislative diperlukan lembaga
eksekutif yang membantu menstabilisasi kekuasaan dan wewenang yang ada.

Seperti halnya dengan badan legislative yang melakukan korupsi,


badan eksekutif juga melakukan tindakan yang dirasa sama dengan badan
yang lainnya. Memperkaya diri sendiri dengan menggunakan uang rakyat
tanpa memperdulikan hukuman yang akan menjauhinya. Seperti kasus
tentang Bob Hasan dan Nazaruddin. Bob Hasan melakukan korupsi mengenai
dana reboisasi pemerintah pada zamannya bersama Soeharto pula yang
melakukan korupsi. Sebagai menteri industry dan perdagangan di tahun 1998,
Bob Hasan melakukan korupsi dana reboisasi pemerintah yang sangat besar.
Tindakannya Hasan adalah yang pertama dan di antara yang paling menonjol
dari Soeharto mantan rekan terbukti melakukan kecurangan dan korupsi
setelah Soeharto mengundurkan diri pada Mei 1998.Hasan adalah anggota
dari Komite Olimpiade Internasional 1994-2004, ketika IOC mengusirnya
karena tuduhan korupsi itu. IOC dikritik oleh pemerintah Indonesia pada
tahun 2000 setelah IOC menyatakan bahwa Hasan harus diizinkan untuk
menghadiri Olimpiade 2000 di Sydney, Australia meskipun dia berada di
bawah penangkapan pada saat itu.
Jika Bob Hasan pada zamannya menguak tentang korupsi Soeharto,
kini pada zaman sekarang ini Nazaruddin lah yang menguak suatu tombak
yang menjerumuskan semua menteri di bawah pimpinan Susilo. Sebagai
mantan bendahara presiden yang menduduki jangka waktu 33 tahun, ini
merupakan tamparan bagi presiden yang sudah mempercayakan dirinya
sebagai bendahar presiden. Kasusnya pun tidak boleh mnedapat campur aduk
dari presiden sendiri melainkan hanya boleh ditangani oleh badan yang
berwenang. Penangkapannya sebagai orang penting di pemerintahan dan
dipercaya presiden justru membuka semua kedok korupsi yang lainnya.

Korupsi yang dilakukan oleh keduanya ini didasarkan pada


kekuasaannya dan jabatannya yang tidak dijalankan dengan baik, melainnkan
menggunakannya untuk kepentingan pribadi tanpa melihat dampak apa yang
terjadi. Masyarakat yang mulai tebawa arus globalisasi menganggap uang
adalah segalanya berusaha memperkaya diri dengan jalan apapun itu tanpa
melihat dirinya itu sebagai pejabat apa dan kuasanya. Korupsi dua tokoh ini
bersangkutan langsung dengan para presiden, dan ini merupakan tamparan
yang sangat hebat.
Peraturan yang tidak bertindak tegas membuat mereka mau untuk
melakukannya asal demi mendapatkan uang yang banyak untuk hidupnya.
Seperti Bob Hasan penangkapannya dengan kasus uang yang sangat banyak
akhirnya juga berujung pada pembebasan. Dan begitu pula Nazaruddin yang
masih mendapat perlindungan hukum meskipun sudah terbukti bersalah.
Melihat mukanya yang masih senang dan mampu tersenyum memungkinkan
dirinya tidak mendapatkan jatuhan hukuman yang sangat berat melainkan
diperpanjang masanya. Peraturan hukum yang lemah di Indonesia membuat
mereka yang dipercaya langsung oleh presiden melakukan tindakan korupsi
karena mereka percaya berada pada payung kekuasaan yaitu presiden.

4.1 Contoh Tokoh yang Melakukan Korupsi di Badan Eksekutif


Kritik sebagai Hakim Indonesia Mendapat Hanya Empat Tahun Penjara Untuk Korupsi

Rizky Amelia | 29 Februari 2012


ACentral Pengadilan Negeri Jakarta hakim dinyatakan bersalah oleh
pengadilan korupsi di Jakarta, Selasa namun menerima hukuman penjara
hanya empat tahun, jauh dari 20 tahun dicari oleh jaksa. M. Syarifuddin
Umar dinyatakan bersalah menerima suap Rp 250 ($ 28.000) juta sementara
memimpin

kasus

kebangkrutan

perusahaan

pakaian

Skycamping

Indonesia. Syarifuddin, yang bertindak sebagai hakim pengawas pada kasus


ini, menerima Rp 250 juta dalam suap dari Puguh Wirawan, seorang kurator
yang menangani kasus kebangkrutan. Puguh dibayar Syarifuddin untuk
menilai

terlalu

tinggi

aset

perusahaan

sebesar

Rp

10

miliar.

Bank Nasional Indonesia dan kantor pajak telah dihargai aset perusahaan
sebesar Rp 25 miliar. Syarifuddin juga diperintahkan membayar Rp 150 juta
dalam denda atau melayani empat bulan tambahan di penjara. Jaksa menuntut
hukuman yang lebih keras, dengan alasan bahwa Syarifuddin telah
menyalahgunakan wewenangnya sebagai hakim. Majelis hakim yang
dipimpin oleh Gusrizal, tidak setuju, yang menyatakan bahwa, dalam posisi
pengawasan, Syarifuddin tidak mampu membuat keputusan, kata Mien
Trisnawati,

salah

satu

juri.

Namun, Syarifuddin harus telah melaporkan kesalahan Puguh kepada


pengadilan menangani kasus kebangkrutan Skycamping Indonesia, Mien
mengatakan. Puguh dijatuhi hukuman tiga setengah tahun penjara pada
November karena perannya dalam kasus tersebut. Hukuman ini telah menarik
kritik oleh Tonton antigraft pengawas Korupsi Indonesia. Peneliti ICW Donal

Fariz mengatakan Selasa bahwa Jakarta Anti Korupsi Pengadilan tidak


merangkul sikap anti korupsi-dan bahwa hukuman yang ringan mengirim
pesan kepada publik yang sudah kritis yang dilihat pengadilan sebagai lemah
pada tersangka korupsi. Syarifuddin mengatakan Selasa bahwa dia akan
mengajukan banding hukuman itu. Dia juga menuntut agar ia dan
pengacaranya diberikan salinan file lengkap pada kasus kebangkrutan
sebelum

mengajukan

banding.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jaksa Zet Tadung Allo mengatakan


akan mempelajari keputusan pengadilan korupsi sebelum memutuskan
apakah akan mengajukan banding. "Kami akan membuat keputusan dalam
tujuh hari," katanya. Majelis hakim di pengadilan antikorupsi juga
memutuskan pada Selasa bahwa uang disita dari Syarifuddin selama
penyelidikan yang tidak terkait dengan suap Rp 250 juta harus dikembalikan
kepadanya. Dalam perjalanan penyelidikan, pejabat KPK pulih sebesar Rp
250 juta dari tersangka dan menyita lebih Rp 392 juta tunai, $ 116.128,
245.000 dolar Singapura, 20.000 yen, 12,66 riel Kamboja dan 5.900 baht
Thailand. Jaksa telah menuntut Syarifuddin membuktikan uang itu sahnya. Kegagalan untuk melakukannya akan berarti uang itu diperlakukan
sebagai hasil korupsi. Para hakim, bagaimanapun, mengatakan bahwa biaya
asli diajukan terhadap Syarifuddin adalah untuk Rp 250 juta tidak sisa uang.

4.2 Analisis Penyabab Tokoh di Badan Yudikatif Melakukan Korupsi

Lembaga Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen


UUD

1945

dijalankan

oleh Mahkamah

Agung, Komisi

Yudisial,

dan Mahkamah Konstitusi, termasuk pengaturan administrasi para hakim.


Meskipun

demikian

keberadaan Menteri

Hukum

dan

Hak

Asasi

Manusia tetap dipertahankan. Badan lembaga Yudikatif memiliki peranan


besar pula di dalam peraturan dan penegakkan hukum yang berlaku di
Indonesia. Tetapi malah tetap dijadikan gudang untuk melakukan tindak
kejahatan korupsi yang melibatkan sejumlah orang hakim dan salah satunya
yaitu M. Syarifuddin.
M. Syarifuddin menerima suap dari terdakwa Puguh Wirawan ketika
dirinya menjadi hakim pengawas pada kasusnya. Korupsi yang dilakukan
lembaga badan ini dengan contoh M.Syarifuddin merupakan contoh bahwa
seseorang yang semestinya menjadi panutan bahwa hukuman di Indonesia
harus ditaati tetapi melanggar hukum itu sendiri. Lemahnya hukuman bagi
koruptor di Indonesia menjadikan orang-orang yang sebenarnya takut akan
hukum karena melihat hakim saja menerima suap membuat orang lain
semakin tidak enggan melakukan korupsi.
Mungkin karena gajinya yang rendah membuat mereka menjadi
bulan-bulanan melakukan korupsi seperti pada kasus ini yaitu menerima
suap. Dan sudah terbukti karena terlindung oleh payung kekuasaan, hukuman
bagi mereka yang melakukan korupsi pun juga sangat ringan. Jiwa mental
masyarakatnya yang menjadikan Indonesia berani melakukan korupsi dengan
dana yang sangat luar biasa banyaknya. Tanpa melihat jangka panjang,
mereka melakukannya karena ingin memperkaya diri.

Seharusnya mereka sebagai badan yudikatif yang menegakkan hukum


bertindak dengan berpikir matang bahwa seharusnya mereka tidak melakukan
hal tersebut karena merekalah tonggak hukum di Indonesia yang semakin
berantakan.

Kasus Legislatif,Eksekutif,Yudikatif di Indonesia

Legislatif (Legislathief)
Berdasarkan undang-undang dasar 1945 pasal 1 ayat 2 yang menjelaskan bahwa
MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang mempunyai tugas sebagai kedaulatan
negara.

Dengan

memiliki

beberapa

kewenangan

atau

kekuasaan

yaitu

kewenangan untuk menetapkan dan mengubah UU sesuai pasal 3 dan 37 ayat UUD
1945 serta menetapkan garis-garis besar Negara.Selain MPRLembaga legislatif di
Indonesia juga meliputi DPR untuk pusat dan DPRD untuk tingkat provinsi dan
kabupaten / kota ditambah DPD sebagai perwakilan daerah. DPR-RI memiliki tugas
diantaranya membentuk undang-undang dan melakukan pengawasan (supervisi)
terhadap penggunaan APBN, namun apa yang terjadi apabila DPR menyalahgunakan
tugas, fungsi, dan kewenangannya? Alhasil yang terjadi adalah perbuatan pidana yang
sangat familiar saat ini, yaitu korupsi. Mungkin tidak berlebihan jika ada anggapan
bahwa ladang korupsi bukan hanya birokrasi dikalangan eksekutif yang akan saya
bahas kemudian, tetapi juga dikalangan legislatif. Mengapa tidak, sudah begitu banyak
anggota DPRD maupun DPR dihukum secara berjamaah dalam kasus tindak pidana
korupsi. Ketika mereka menjadi terperiksa / tertuduh, mereka ramai-ramai beralibi azas
praduga tak bersalah dan pembunuhan karakter, seolah-olah yang terlihat adalah
bahwa mereka dizalimi sekaligus bersembunyi dibalik azas yang paling terkenal dalam
hukum pidana itu. Anehnya, anggota DPR yang terperiksa dan terpidana itu selalu
memiliki anggapan yang sering disampaikan melalui media cetak atau media elektronik
sebagai permainan politik.
Dengan genggaman hak kontrol, seolah-olah membuat mereka memata-matai birokrasi
agar tidak salah dan tidak korup. Dengan menggenggam hak budgeting, seolah-olah
membuat mereka sangat tahu dan paham cara mengalokasikan anggaran negara
secara efisien dan efektif. Mungkin banyak kalangan yang terlena bahwa anggota DPR
merupakan sosok (yang katanya) bersih, cerdas, santun, bersahaja, dan terhormat.
Tapi, bagi saya hal itu sangat jauh. Hal yang menarik adalah, mereka (anggota DPR)
yang banyak tampil diberbagai media malah menuduh anggota DPR lainnya memiliki
kemewahan tiba-tiba.Pertanyaan mendasar,dari mana sumber kekayaan mendadak
bagi anggota DPR, terutama yang tidak berlatarbelakang pengusaha? Kemudian
bagaimana menjelaskan mereka tiba-tiba memiliki segudang proyek APBN? Apakah

mereka sekarang ini berani dengan pembuktian terbalik? Saya yakin, TIDAK. Tapi
apakah mereka mau dikatakan bersih? Saya yakin, YA.
Mari mencermati berbagai kasus. Misalnya kasus yang sedang hangat saat ini seperti
kasus Nazaruddin. Kasus tersebut adalah kasus mark up anggaran sehingga ada
bagian yang bisa digunakan dalam proses suap menyuap, dan lahir dari perselingkuhan
pembahasan anggaran, sehingga menjelma menjadi mata rantai kesewenangwenangan dalam memperlakukan anggaran negara. Contoh lain ialah kasus travel
check dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) seperti yang
diungkapkan oleh mantan anggota Fraksi PDIP DPR-RI 1999 2004 Agus Condro
yang membuat banyak nama-nama terseret di dalamnya. Kasus-kasus seperti inilah
yang membuat mereka yang terlibat pantas diberi gelar sebagai anggota Legislathief.
Eksekutif (Eksekuthief)
Kekuasaan eksekutif dalam suatu negara ialah merupakan kekuasaan dimana
dijalankannya segala kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan badan legislatif dan
menyelenggarakan undang-undang yang telah diciptakan oleh badan legislatif. Akan
tetapi, dalam perkembangannya pada masa negara modern seperti saat ini kekuasaan
badan eksekutif jauh lebih luas karena kekuasaannya dapat pula mengajukan
rancangan undang-undang pada lembaga legislatif. Namun fakta yang terjadi adalah
lembaga eksekutif sebagai penyelenggara pemerintahan yang terdiri dari kementerian,
gubernur, bupati dan walikota, juga melakukan korupsi. Sama dengan legislatif,
kalangan eksekutif pun kebanyakan dari partai politik (parpol). Tanpa dukungan parpol
mereka tidak mungkin dapat menduduki kursinya sekarang, untuk memperoleh
dukungan dari parpol mereka membutuhkan dana. Karena parpol tidak akan menerima
mereka sebagai kadernya kalau tidak memberikan uang. Tiada uang tiada kursi.
Jumlah uang yang pernah terungkap untuk jabatan Gubernur DKI yang diminta oleh
sebuah parpol konon hingga mencapai Rp 40 milyar ! Sebuah jumlah yang fantastis,
tetapi toh masih ada orang yang berani memberikannya demi kedudukan gubernur
tersebut. Jadi, sudah jadi rahasia umum bahwa untuk mencalonkan diri sebagai
gubernur, bupati atau walikota, sejumlah uang dalam jumlah besar harus sudah
disiapkan. Uang itu akan masuk ke kas parpol yang akan mengusungnya. Media cetak
ternama yakni Kompas pada 20 Juni 2011 secara rinci menghadirkan daftar kerusakan

moral bangsa Indonesia dalam bentuk korupsi yang merasuk ke seluruh sendi
kehidupan bernegara kita. Menurut catatan Kompas ada 158 kepala daerah yang terdiri
atas gubernur, bupati, dan walikota yang tersangkut korupsi. Kita bisa membayangkan
bagaimana jalannya birokrasi kita yang dilakukan dengan semangat korupsi di kalangan
para eksekutif yang menjadi Eksekuthief dalam melayani masyarakat yang notabene
adalah rakyat yang memilihnya dahulu.
Contoh teraktual dari kasus yang berbau thief yang melibatkan kalangan Eksekutif
yakni

kasus

yang

menimpa

Kementerian

Tenaga

Kerja

dan

Transmigrasi

(Kemenakertrans). Banyaknya pelaku korupsi yang sudah ditangkap KPK sepertinya


tidak membuat takut para pejabat instansi pemerintah untuk tetap melakukan korupsi.
Tentunya hal ini menimbulkan tanda tanya ? Mengapa ? Untuk menjawab pertanyaan
ini marilah kita simak dugaan kasus korupsi yang terjadi di Kemenakertrans belum lama
ini.
Kamis, 25 Agustus 2011 KPK menangkap tangan dua pejabat Kemenakertrans. Kedua
pejabat itu, I Nyoman Suisanaya (sekretaris Ditjen Pembinaan Pembangunan Kawasan
Transmigrasi / P2KT) dan Dadong Irbarelawan (kabag perencanaan dan evaluasi /
bawahan Nyoman), beserta seorang perempuan pengusaha, Dharnawati. KPK
menangkap 3 orang teresebut di tempat yang terpisah dengan barang bukti uang tunai
Rp 1,5 miliar. Uang tsb diduga sebagai imbalan pencairan anggaran dalam APBN-P
2011 untuk pembangunan infrastruktur daerah transmigrasi di Manokwari, Papua Barat.
Bagaimanakah reaksi dari Menakertrans Muhaimin Iskandar terhadap kasus korupsi
yang terjadi di kementerian yang dipimpinnya ? Muhaimin Iskandar mengatakan tak
tahu menahu perihal kasus korupsi yang menimpa dua orang pejabat Kemenakertrans
tersebut. Pernyataan Muhaimin yang menyatakan tidak tahu menahu, sebenarnya
sudah menunjukkan bahwa kasus korupsi memang bisa dilakukan dengan mudah
tanpa diketahui oleh pejabat internal lain yang menjalankan fungsi pengawasan.
Bayangkan saja, seorang menteri baru tahu kasus korupsi di kementeriannya setelah
terjadi dan menjadi berita di berbagai media. Lucu bukan?
Yudikatif (Yudikathief)
Badan Yudikatif berfungsi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Di Indonesia,
kini dikenal adanya 3 badan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan

tersebut. Badan-badan itu adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi
Yudisial.
Mahkamah Agung, sesuai Pasal 24 A UUD 1945, memiliki kewenangan mengadili
kasus hukum pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lain yang
diberikan oleh undang-undang.
Mahkamah Konstitusi, sesuai Pasal 24C UUD 1945, berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap Undang-undang Dasar, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar, memutus pembubaran
partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Komisi Yudisial, sesuai pasal 24B UUD 1945, bersifat mandiri dan berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluruhan martabat, serta perilaku
hakim.
Tidak jauh beda dengan dua lembaga yang sudah di bahas sebelumnya, lembaga
yudikatif sebagai lembaga penegak hukum pun tak terlepas dari godaan korupsi. Sudah
sangat banyak contoh kasus yang terjadi yang melibatkan hakim-hakim nakal di dalam
jajaran yudikathief yang menjadi sorotan publik. Seperti penangkapan hakim ad hoc di
Bandung, Imas Dianasari, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuktikan
bahwa korupsi di lembaga peradilan sudah sangat sistemik. Artinya, orang sebersih
apapun

akan

tergoda

memanfaatkan

kekuasaannya

untuk

kepentingan

pribadi. Menurut pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar, peristiwa hakim ad hoc
tertangkap telah menghapuskan asumsi bahwa hakim ad hoc tidak selamanya bersih.
Karena itu dibutuhkan pengawasan yang ketat dari masyarakat terutama sipil dan pers,
karena Komisi Yudisial belum bisa diharapkan maksimal dalam menjalankan fungsinya.
Kasus korupsi di jajaran yudikathief yang lain ialah kasus yang menimpa hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifuddin Umar. KPK menetapkan Syarifuddin
sebagai tersangka dugaan suap untuk memuluskan perkara penjualan aset perusahaan
garmen PT Skycamping Indonesia (SCI), yang dinyatakan pailit. Aset tersebut berupa
dua bidang tanah di Bekasi senilai Rp 16 miliar dan Rp 19 miliar. Ketua Perhimpunan

Bantuan Hukum Indonesia di Jakarta, Hendrik D Sirait, berharap Hakim Syarifuddin


diusut juga harta kekayaannya. Karena ia tercatat telah membebaskan 39 koruptor
sehingga mustahil memiliki rekening yang normal. Kami berharap Pusat Pelaporan
Analisa dan Transaksi Keuangan bisa mengungkap aliran dananya, kata dia. Hendrik
juga menyesalkan penilaian Komisi Yudisial terhadap Hakim Syarifuddin. Rekam jejak
pembebasan para koruptor tidak menjadi pengawasan prioritas. Komisi Yudisial saat
ini baru pencitraan, belum sampai ke hakim-hakim yang nakal, dia menjelaskan.
Dengan tertangkapnya hakim-hakim nakal diatas, maka itu menunjukkan betapa
kekuasaan sekecil apapun cenderung korup. Korupsi baik di parlemen, pemerintahan
maupun di peradilan mustahil diruntuhkan. Tidak salah orang menyebut republik yang
kita cintai ini sebagai Republik Kleptokrasi, karena memang maling ada dimana-mana,
mulai

dari

Legislathief,

Eksekuthief,

dan

Yudikathief.

Solusi untuk mengatasinya !

Lembaga yang menangani kasus korupsi sebenarnya adalah Komisi Pemberantasn


Korupsi (KPK). Namun lembaga ini belum bisa ataupun belum maksimal dalam
penanganan kasus korupsi yang ada karena masih belum ada yang terungkap
masalahnya. Sehingga KPK benar-benar harus bisa memberantas semua kasus
Korupsi di Negeri ini oleh karena itu :

Diawali

dengan

mempunyai

jiwa

kejujuran

karena

kejujuranlah

yang

dapat

memberantas korupsi. Apabila individual kita memiliki jiwa kejujuran maka kasus
korupsi di negeri ini akan semkin berkurang bahkan perlahan akan mampu
terselesaikan.
Pemerintah juga harus tegas memberikan hukum terhadap orang yang tersandung
kasus korupsi. Kalau perlu berikan hukuman yang berat agar dapat membuat jera
orang-orang yang tersandung korupsi.
Selanjutnya adalah agama. Di mana setiap agama mengajarkan kepada pemeluknya
untuk melakukan kebaikan dan melarang melakukan kejahatan.Kita menemukan
pendidikan tentang agama secara intens hanya pada pesentren, madrasah, atau yang
sejenisnya di agama lain.Jika pendidikan agam lebih diperbanyak dan secara kontinyu,

pastinya akan memberikan dampak yang cukup baik untuk menjadikan manusia
menjadi lebih baik. Baik dari segi pengetahuan umum, maupun pengetahuan agama.
SOLUSI LAIN :
Solusi Radikal
Korupsi merupakan extra ordinary crime, maka penanganannya harus dengan cara radikal. Jadi,
'hukuman mati' untuk koruptor harus dilegalkan. Meskipun belum ada terdakwa kasus korupsi
dijatuhi hukuman mati, tapi suatu saat pasal ini akan efektif dan harus diberlakukan di Indonesia.
Sehingga, hukuman mati menjadi solusi jitu untuk memberantas korupsi. Jika tak ada
pemberlakuan hukuman mati kepada koruptor, dan hukuman yang diberikan kepada mereka
terlalu ringan, maka hal itu pasti tidak akan menimbulkan efek jera. Untuk itulah, perlu
pembenahan sistem hukum, sehingga tidak ada lagi yang berani melakukan korupsi.
Pembenahan itu terkait banyaknya koruptor yang divonis bebas. Apalagi, banyak koruptor
mendapat fasilitas mewah di dalam tahanan.
Sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Dan
itu sulit berjalan dengan baik bila gaji mereka tidak mencukupi. Para birokrat tetaplah manusia
biasa.
Larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada
aparat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu, karena buat apa memberi sesuatu bila
tanpa maksud di belakangnya, yakni bagaimana agar aparat itu bertindak menguntungkan
pemberi hadiah.
Teladan pemimpin. Pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila para pemimpin, terlebih
pemimpin tertinggi, dalam sebuah negara bersih dari korupsi. Dengan takwa, seorang pemimpin
melaksanakan tugasnya dengan penuh amanah.

Korupsi di Sektor Swasta


Selama ini publik menilai bahwa persoalan korupsi yang semakin merajalela hanya terjadi di lingkungan
pemerintah. Padahal, korupsi di sektor swasta atau bisnis jauh lebih dahsyat dan mengkhawatirkan.
Hal itu setidaknya bisa dilihat dari laporan hasil survei Global Corruption Report (GCR) yang dirilis
Transparency International (TI) Rabu (7/10). Lembaga yang berpusat di Berlin itu menyebutkan, banyak kondisi
yang memungkinkan terjadinya krisis terkait risiko korupsi di dunia bisnis. Kerugian akibat praktik korupsi di
sektor swasta secara global, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, ditengarai mencapai nilai tak kurang dari
300 miliar US dolar.
Berdasar hasil temuan TI, terungkap sumber utama terjadinya praktik korupsi di sektor swasta adalah suap.
Praktik tersebut terjadi ketika dunia bisnis bersinggungan dengan pejabat pemerintah, pegawai negeri, ataupun
anggota partai politik.
Di negara-negara berkembang, politisi dan pejabat pemerintah menerima suap dari kelompok swasta sebanyak
20 sampai 40 miliar US dolar atau setara dengan Rp 200 triliun sampai Rp 400 triliun setiap tahun. Suap itu
dilakukan dengan cara terorganisasi dan nyaris tidak tersentuh hukum.
Laporan GCR menunjukkan, dari 2.700 lebih eksekutif bisnis yang disurvei di 26 negara, ditemukan 2 di antara
5 pejabat eksekutif bisnis mengakui pernah diminta menyuap ketika berhubungan dengan lembaga
pemerintah. Sebanyak 50 persen manajer bisnis memperkirakan, korupsi menambah biaya proyek sedikitnya
10 persen dan dalam beberapa kasus lebih dari 25 persen. Sementara itu, 1 di antara 5 pelaku bisnis
mengakui dikalahkan pesaing mereka yang melakukan suap.
Akibat korupsi oleh kelompok bisnis ke pejabat publik, harga yang dibayar tidak sekadar uang. Praktik itu
secara langsung telah merusak kinerja perusahaan. Imbasnya, terjadi korupsi pasar yang melemahkan
persaingan sehat, harga yang adil, dan efisiensi. Dampak terburuk lain adalah mempertahankan birokrasi,
partai politik, dan pemerintahan yang korup.
Lobi-lobi bisnis yang kotor telah melemahkan legitimasi pemerintah. Pelaku bisnis kuat bisa mengendalikan
kebijakan dan pemerintahan. Akibatnya, mustahil terciptanya keputusan demokratis. Keputusan atau kebijakan
sudah diarahkan kepada kelompok swasta bermodal kuat dan pemberi suap paling banyak.
***

Fenomena korupsi di negara-negara berkembang juga menimbulkan masalah baru. Yaitu, ekspor korupsi dari
negara maju ke negara berkembang. Pengusaha di negara maju, seperti Singapura dan Amerika Serikat, bisa
saja bersih di negara asalnya. Tapi, saat berbisnis di negara berkembang, mereka justru lebih kotor daripada
pengusaha lokal. Pemberian sejumah uang suap kepada pejabat di tingkat lokal dianggap sebagai sesuatu
yang wajar dan menjadi biaya yang wajib dibayarkan untuk memenangi suatu kontrak atau tender.
Penerapan transparansi dan akuntabilitas di dalam sektor swasta merupakan salah satu kunci untuk mencapai
masyarakat yang terbebas dari korupsi. Hal tersebut juga diamanatkan dalam Konvensi Perserikatan BangsaBangsa untuk Pemberantasan Korupsi-United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) yang di dalam
pasal 12 mengatur tentang kewajiban setiap negara untuk mencegah terjadinya korupsi di sektor swasta.
Krisis ekonomi global telah membuka mata semua orang tentang pentingnya penerapan transparansi dan
akuntabilitas di sektor swasta. Praktik bisnis yang kotor dalam sektor swasta ternyata memberi efek domino
yang merugikan kepentingan publik secara langsung. Praktik spekulan bursa saham, penghindaran pajak, dan
disinformasi oleh pebisnis swasta mengakibatkan kerugian besar yang dalam krisis ini dirasakan langsung
masyarakat luas.
Skandal di perusahaan Enron, Global Crossing, dan WorldCom yang terjadi di Amerika Serikat beberapa tahun
lalu merupakan contoh penipuan (fraud) yang dilakukan perusahaan swasta. Skandal tersebut memberikan
efek bola salju ke seluruh dunia dan korporasi global serta merusak kepercayaan publik tentang integritas
bisnis.
Hal yang sama terjadi di Indonesia. Selama ini banyak pihak yang lebih berfokus pada persoalan korupsi di
sektor publik. Secara faktual sektor publik di Indonesia memang masih marak dengan korupsi, namun tidak
berarti sektor swasta bersih. Pada kenyataannya, praktik penjualan ke dalam dan kolusi yang terjadi dalam
sektor perbankan di Indonesia pada 1998 dianggap sebagai salah satu penyebab terjatuhnya Indonesia dalam
krisis ekonomi. Skandal Bank Century merupakan contoh terbaru yang sangat relevan tentang kasus penipuan
(fraud) oleh sektor swasta di Indonesia.
Indonesia adalah salah satu negara yang meratifikasi UNCAC pada 2006. Karena itu, selayaknya di Indonesia
perhatian terhadap korupsi dalam sektor swasta mulai ditingkatkan. Contoh-contoh kasus di atas menunjukkan
secara jelas urgensi perhatian masyarakat dalam konteks pemberantasan korupsi di sektor swasta.
Sektor swasta sesungguhnya bisa memainkan peran dalam pemberantasan korupsi dengan mengupayakan
agar sektor swasta tidak ikut-ikutan korupsi dengan melakukan kongkalikong dengan aparat atau pejabat
publik. Namun, untuk mencapai itu, terlebih dahulu penegakan hukum harus berjalan. Lembaga penegak
hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi dan kejaksaan, harus mulai memprioritaskan kasus korupsi di

sektor swasta. Selain itu, sektor swasta bisa berperan dalam mendukung upaya pencegahan korupsi dengan
proaktif melaporkan tindakan-tindakan korupsi atau suap kepada aparat penegak hukum. (*)
Emerson Yuntho, wakil koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW)
tulisan ini disalin dari Jawa Pos, 14 Oktober 2009

Anda mungkin juga menyukai