PEMBAHASAN
2.1 Penggolongan Gangguan yang Berkaitan dengan Zat
DSM-IV menggolongkan gangguan yang berkaitan dengan zat menjadi 2 kategori besar,
yaitu Gangguan Penggunaan Zat dan Gangguan Akibat Penggunaan Zat. Gangguan
Penggunaan Zat (Substance Use Disorders) melibatkan penggunaan maladptif dari zat
psikoaktif. Tipe gangguan ini mencakup penyalahgunaan zat dan ketergantungan zat.
Gangguan Akibat Penggunaan Zat (Substance-Induced Disorders) merupakan gangguan
yang dapat muncul karena penggunaan zat psikoaktif, seperti Intoksikasi, gejala putus zat,
gangguan mood, delirium, amnesia, gangguan psikotik, gangguan kecemasan, disfungsi
seksual, dan gangguan tidur.
2.2 Tahapan Ketergantungan Obat
Tahapan individu dalam ketergantungan zat ini sangat bervariasi antara satu orang dengan
orang yang lain, terdapat beberapa pola tahapan yang umum dapat digambarkan melalui
tahapan berikut ini (Weiss & Mirin, 1987) :
1. Eksperimental, pada tahap ini penggunaan obat pada sementara akan membuat individu
merasa nyaman. Pengguna merasa terkendali dan yakin bahwa mereka dapat berhenti
kapan saja.
2. Penggunaan Rutin, dalam tahap ini, dalam periode penggunaan yang rutin individu
mulai mengatur hidup mereka hanya seputar untuk mendapatkan dan menggunakan obat.
Nilai-nilai dalam kehidupannya mulai berubah, misalnya apa yang sebelumnya dianggap
penting (seperti keluarga dan pekerjaan) akan menjadi kurang penting dibandingan
dengan mengonsumsi obat.
3. Adiksi atau Ketergantungan, pada tahap ini dalam pengguanaan obat yang rutin, individu
akan mulai bergantung pada penggunaan obat, mereka akan merasa tidak berdaya untuk
menolak obat, dikarenakan mereka ingin mengalami efek dari obat tersebut maupun
untuk menghindari konsekuensi ketika putus zat.
menjaga jalan napas paten dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskuler
biasanya dijaga.
3. Sedative dalam
Sedative dalam adalah suatu keadaan di mana selama terjadi depresi kesadaran
setelah terinduksi obat, pasien sulit dibangunkan tapi akan berespon terhadap
rangsangan berulang atau rangsangan sakit. Kemampuan untuk mempertahankan
fungsi ventilasi dapat terganggu dan pasien dapat memerlukan bantuan untuk menjaga
jalan napas paten. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga.
Dapat terjadi progresi dari sedative minimal menjadi sedative dalam di mana
kontak verbal dan refleks protektif hilang. Sedative dalam dapat meningkat hingga
sulit dibedakan dengan anestesi umum, dimana pasien tidak dapat dibangunkan, dan
diperlukan tingkat keahlian yang lebih tinggi untuk penanganan pasien. Kemampuan
pasien untuk menjaga jalan napas paten sendiri merupakan salah satu karakteristik
sedative sedang atau sedative sadar, tetapi pada tingkat sedative ini tidak dapat
dipastikan bahwa refleks protektif masih baik. Beberapa obat anestesi dapat digunakan
dalam dosis kecil untuk menghasilkan efek sedative. Obat-obat sedative dapat
menghasilkan efek anestesi jika diberikan dalam dosis yang besar.
2.3.3 Stimultan
Stimulan meningkatkan aktivitas sistem saraf. Amfetamin dan kokain adalah
stimulan yang meningkatkan ketersediaan neurotransmiter di otak, menyebabkan
peningkatan kondisi keterangsangan dan perasaan senang. Dosis tinggi dapat
menghasilkan reaksi psikotik yang menyerupai ciri skizofrenia paranoid. Penggunaan
kokain habitual dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, dan overdosis dapat
menyebabkan kematian mendadak. Penggunaan berulang dari nikotin, stimulan ringan
yang ditemukan pada rokok, menyebabkan ketergantungan fisiologis.
2.3.3.1 Amfetamin
Amfetamin merupakan golongan stimultan sintetis. Digunakan dalam
dosis tinggi karena mampu menghasilkan euphoria secara cepat. Sering
digunakan dalam bentuk pil, ataupun dihisap dalam bentuk murni. Bentuk
paling kuat dari amfetamin adalah metamfetamin cair yang disuntikkan
langsung ke dalam vena dan menghasilkan kenikmatan yang intens dan
langsung. Beberapa pengguna menyuntikkan metamfetamin berhari-hari untuk
mempertahankan perasaan melayang yang lebih lama. Penyalahgunaan
metamfetamin dapat menyebabkan kerusakan otak, kesulitan dalam belajar,dan
mengingat sebagai tambahan dari efek-efek lainnya (Blakeslee, 2001; Ernst
dkk, 2000; Volkow dkk, 2001; Zickler, 2000).
2.3.3.2 Ekstasi
Obat ekstasi atau MDMA adalah obat terlarang yang keras, tiruan
murahan yang struktur kimianya mirip dengan amfetamin (Braun, 2001).
Obat tersebut dapat memberi efek psikologis yang merugikan, termasuk
depresi, kecemasan, insomnia, dan bahkan paranoia dan psikosis. Obat
tersebut juga dapat merusak fungsi kognitif, termasuk kemampuan belajar
dan perhatian (atensi) dan dapat memiliki efek jangka panjang terhadap
memori (Gouzoulis-Mayfrank dkk, 2000; Reneman dkk, 2001). Obat ini
dapat mematikan apabila dikonsumsi dengan dosis yang tinggi.
2.3.3.3 Kokain
Kokain merupakan obat stimultan yang berasal dari tanaman coca. Seperti
heroin kokai secara langsung mampu merangsang otak atau sirkuit
kesenangan (Volkow dkk, 1997). Kokain juga mampu meningkatkan tekanana
darah secara mendadak, menegangkan pembuluh darah, dan mempercepat
denyut jantung. Penggunaan kokain secara berulang dan dengan dosis yang
tinggi dapat menyebabkan depresi dan kecemasan (Weiss & Mirin, 1987).
2.3.3.4 Nikotin
Nikotin merupakan obat stimultan yang dapat ditemukan dalam produk
tembakau termasuk rokok, cerutu dan tembakau tanpa asap (Kessler dkk,
1997b). Kebiasaan merokok bukan hanya kebiasaan buruk tetapi juga
merupakan bentuk adiksi fisik terhadap obat stimultan dan merokok merupakan
saran untuk memasukkan obat ke dalam tubuh. Seorang perokok dapat
menghadapi resiko kematian karena kanker dua kali lipat dibanding orang yang
tidak merokok, di kalangan perokok berat resiko meningkat menjadi empat kali
lipat (Bartecchi, MacKenzie, & Schrier, 1994). Nikotin dihantarkan ke tubuh
melalui penggunaan produk tembakau. Sebagai stimultan nikotin mampu
meningkatkan kewaspadaan tetapi juga dapat meningkatkan resiko flu, kulit
berkeringat, mual dan muntah, kebingungan dan pusing, serta diare semua
rasa tidak nyaman yang biasanya dirasakan oleh perokok pemula.
2.3.4 Halusinogen
Halusinogen (hallucinogens) juga dikenal sebagai psychedelics merupakan
golongan obat yang menghasilkan distorsi sensori atau halusinasi, termasuk perubahan
besar dalam persepsi warna dan pendengaran. Halusinogen dapat memiliki efek
tambahan seperti relaksasi dan euforia, atau pada beberapa kasus panik. Halusinogen
termasuk obat seperti LSD (lysergic acid diethylamide), psilocybin, dan meskalin. Zat
psikoaktif yang mirip dampaknya
2.3.4.3 Mariyuana
Mariyuana (marijuana) berasal dari tanaman Canabis
sativa. Mariyuana kadang menghasilkan halusinasi ringan,
sehingga dianggap sebagai halusinogen minor. Zat psikoaktif
dalam mariyuana adalah delta-9-tetrahydrocannabinol, atau
THC. THC ditemukan di cabang dan daun tanaman tetapi
paling tinggi konsentrasinya pada gerah tanaman betina.
Hashish atau hash, juga berasal dari getah. Meski lebih kuat
dari mariyuana, hashish memiliki efek yang serupa.
Penggunaan mariyuana meledak saat tahun 1960-an dan
1970-an, namun obat tersebut kemudian kehilangan sejumlah
(tidak
semua)
daya
tariknya.
Namun,
mariyuana
tetap
tidak
dapat
dibandingkan
dengan
alkohol.
(baik
penyalahgunaan
maupun
ketergantungan)
juga
melaporkan
intoksikasi
kuat
meningkatkan
kompulsif
atau
ketergantungan
psikologis
atau
sensitisasi.
Sindrom
putus
zat
tidak
berat
yang
menurun
dalam
tugas-tugas
yang
berhubungan
dengan
meningkatnya
resik
serangan
jantung pada
Worry,2000).
2.4 Penyebab Penyalahgunaan dan Ketergantungan Zat
2.5 Penanganan Penyalahgunaan dan Ketergantungan Zat
2.5.1 Pendekatan Biologis
2.5.2 Penanganan Peka Budaya untuk Alkoholisme
2.5.3 Kelompok Pendukung Non-Profesional
2.5.4 Pendekatan Residensial
2.5.5 Pendekatan Psikodinamika
2.5.6 Pendekatan Behavioral
2.5.7 Pelatihan Pencegahan Kambuh
(Another
DAFTAR PUSTAKA
Nevid, Jeffrey S. Spencer A. Rathus. Beverly Greene. 2003. Psikologi Abnormal Edisi
Kelima Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Dosen Pengampu :
Sumi Lestari, S.Psi., M.Si
Disusun Oleh :
YAYAH NURJANAH
135120301111078
LAILY NOVITASARI
135120301111080
ASMAUL HUSNA
135120307111014
135120307111052