Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Persia

Persia adalah sejumlah kekaisaran bersejarah yang berkuasa di Dataran Tinggi Iran,
tanah air asal Bangsa Persia, dan sekitarnya termasuk Asia Barat, Asia Tengah dan Kaukasus.
Suatu kerajaan yang luas, yang pernah mencakup sebagian Yunani dan menjangkau sampai ke
India di sebelah timur Saat ini, istilah Persia sering merujuk kepada Iran. Namun untuk
pembahasan kali ini akan difokuskan pada negara-negara Persia yang berada di Asia Tengah.
B. Kepercayaan Bangsa Persia Sebelum Masuknya Islam
Bangsa Iran sangat erat hubungannya dengan bangsa Indo-Arya, yang menyerbu anak
benua Indo-Pakistan sekitar 1500 SM, dan telah menulis Weda. Mereka tinggal bersama-sama
selama berabad-abad di Afghanistan, Bactria, dan Iran Utara. Pada awalnya, kepercayaan bangsa
Persia kuno ini erat kaitannya dengan hijrahnya bangsa indo-Arya ke Persia, karena bangsa indoArya memegang kepercayaan terhadap banyak Dewa (Polytheisme). Bagi mereka, tiap-tiap dewa
merupakan lambang kekuatan terhadap alam sehingga perlu disembah/ dipuja dan dihormati.
Selain itu, pada saat di India kepercayaan Arya jga bercampur-baur dengan kepercayaan
bangsa Dravida yaitu mempercayai pemujaan terhadap roh nenek moyang. Dewa-dewa bangsa
indo-Arya yang di puja dan dihormati yaitu Armiti sebagai dewa Bumi, Mithra sebagai Dewa
Matahari, Bayu sebagai Dewa Angin , Varuna sebagai Dewa Laut, Agni sebagai Dewa Api.
Kemudian, sekitar tahun 660-583 SM muncullah agama Zoroaster yang didirikan oleh
Zarathustra. Tetapi tahun tersebut tidak menjadi patokan pasti berdirinya agama tersebut di
Persia, karena banyak literatur yg menyatakan tahun yang berbeda pula, namun kisaran yang
sering di gunakan oleh para penulis berdasarkan dari bukti-bukti yang ada.
Keyakinan agama zoroaster meliputi aspek monoteisme dan paganisme sekaligus.
Mulanya keyakinan Zoroaaster hanya mencakup monoteisme saja. Namun seiring
perkembangannya, keyakinan agama ini jg meliputi Paganisme. Pof. Ali Abdul Wahid Wafi,

seorang sejarawan muslim kontemporer, menyatakan bahwa Zarathustra menyerukan ajaran


monoteisme untuk menyembah Tuhan yang satu, pencipta segala sesuatu dan segala alam, baik
yang berupa esensi (ruh) maupun materi (maddah). Dia menyebut Tuhan yang satu itu dengan
nama Ahura Mazda. Menurut penganut Zoroaster, Dzat Ahura Mazda adalah esensi murni
yang suci dari segala bentuk materi, yang tak dapat dilihat oleh pandangan mata dan tidak dapat
ditangkap kedzatannya oleh akal manusia.
Oleh karena itu Zoroasternisme pun membuat rumusan tentang hakikat ketuhanan Dzat
Ahura Mazda dengan dua rumus penting. Rumus pertama bersifat transenden (Samawi) yang
disimbolkan dengan matahari, dan rumus yang kedua bersifat imanen (Ardhi) yang disimbolkan
dengan api. Keduanya adalah unsur yang memancarkan cahaya, menerangi semesta, suci, serta
tidak dapat terkontaminasi oleh hal-halyang buruk dan segala bentuk kerusakan. Kepada
cahayalah kehidupan semestaraya ini bergantung. Sifat inilah yang paling mendekati untuk
digambarkan oleh akal manusia akan sifat pencipta. Anggapan sakral dan cara pengikut
Zoroaster menyucikan api inilah yang pada akhirnya menjadikan agama tersebut bergeser dari
monoteisme ke paganisme. Zoroaster pun berubah menjadi agama panteisme (hulul) dan
paganisme.
Api sendiri pada akhirnya berubah dari sebatas isyarat menjadi Sang Pencipta itu sendiri,
dani pun dirumuskan atasnya. Sejatinya, pada tradisi dan ajaran awal Zoroaster, tidak di kenal
konsep dua Tuhan. Zoroaster hanya meyakini dua kekuatan besar dalam kehidupan yang
senantiasa berlawanan atau berbenturan. Salah satunya terkumpul dalam kekuatan kebaikan,
cahaya, kehidupan, kebenaran, dan kemuliaan sementara kekuatan lain terkumpul dalam
kejahatan, kegelapan,kematian, dan angkara murka. Asy-Syahrastani berkata: sebenarnya,
Zoroaster meyakini bahwa Tuhan itu satu, tunggal, tidak ada sekutu, lawan dan kawan, Pencipta
cahay dan kegelapan. Namun para pengikut Zoroaster meninggalkan pandangan tersebut.
Mereka meyakini bahwasannya alam raya ini tak lain merupakan jelmaan dari pergulatan abadi
antara Ahura Mazda, Dewa Terang, dengan Ahriman, Dewa Kegelapan.kemenangan Ahuran
Mazda dalam kehidupan adalah sesuatu yang pasti dan tak terbantahkan. Meskipun ajaran
Zarathustra mengajarkan monoteisme dengan Ahura Mazda sebagai satu-satunya dewa yang
harus disembah namun keberadaan dewa-dewa lain pun tetap diakui.
C. Praktek Keagamaan
Zoroaster menganjurkan pengikutnya untuk senantiasa menyalakan api suci di tungkutungku api yang terdapat di setiap kuil peribadatan. Api tersebut harus selalu menyala dan
memancarkan cahaya. Tungku api itu dijaga dan diurus oleh Magi , rohaniawan muda, juga oleh
para pendeta kuil. Setiap hari, mereka selalu memasukkan kayu cendana ke dalam tungku api
sebanyak lima kali, atau kayu lain yang mengeluarkan aroma wewangian khas, juga menaburkan
serbuk-serbuk dan cairan wewangian sehingga udara di dalam kuil selalu terasa segar dan harum
semerbak. Mereka juga merapalkan doa dan melaksanakan ritual keagamaan disekitar api
tersebut.

Dalam tradisi Zoroastrianisme, ketika akan mendirikan sebuah kuil api baru, mereka
diharuskan menyalakan api terlebih dahulu pada sembilan buah lilin atau obor. Nyala api di obor
pertama kemudian disalurkan untuk nyala api obor kedua, dan seterusnya hingga pada obor yang
ke sembilan. Pengikut Zoroaster meyakini, api yang menyala pada obor terakhir itulah yang telah
sampai pada derajat kesucian api. Dan dari api kesembilan itu mereka menyalakan api pada
tungku kuil baru tersebut.
D. Konsep Mengenai Etika Hidup
Dalam pandangannya mengenai etika hidup yang ideal, ada tiga hal utama yang
ditekankan dalam Zoroastrianisme yaitu pikiran yang baik, perkataan yang baik dan perbuatan
yang baik. Zoroastrianisme memberikan kebebasan bagi setiap penganutnya untuk memilih
hidup yang baik atau jahat bagi dirinya sendiri. Menurut mereka dunia yang akan datang akan
mengalami pembaruan. Pembaruan dunia ini tidak dapat dapat dikerjakan oleh satu orang saja
tetapi membutuhkan keterlibatan banyak orang. Oleh karena itu, Zoroastrianisme sangat
menekankan tanggung jawab moral dari masing-masing orang untuk melakukan kebaikan.
Dosa bagi penganut Zoroastrianisme adalah penolakan untuk bersekutu dengan aspek
kebaikan dari Ahura Mazda. Mereka meyakini bahwa tidak ada yang ditakdirkan atau
dikodratkan sebelumnya. Apa yang dilakukan, dikatakan dan dipikirkan selama hidup akan
menentukan apa yang akan terjadi setelah meninggal. Mereka pun menolak konsep pertapaan
karena mereka memahami bahwa dunia itu baik. Tidak ada ruang untuk penyangkalan diri dan
bertapa karena menolak dunia berarti menolak ciptaan dan menolak ciptaan berarti menolak
Sang Pencipta.
E. Masuknya Islam ke Persia
Masuknya Islam ke Persia dimulai melalui perang Qadisiah setelah sebelumnya, amirul
mukminin Umar bin Kattab memberikan peringatan kepada pemimpin Persia agar memeluk
agama Islam dan diberi kebebasan dalam menjalankan pemerintahannya. Namun jika rakyat
Persia menolak, maka kaum muslimin menyatakan perang terhadap Persia. Persia yang ketika itu
dikuasai oleh Yazdgird III menyatakan menolak ajakan tersebut. Maka tidak dapat dihindari,
meletuslah perang Qadisiah antara kaum Muslimin melawan Persia. Empat ribu kaum muslim
syahid dalam sehari oleh angkatan perang Persia. Situasi yang tak terkendali dan penghianatan
orang-orang Irak terhadap pasukan Muslimin memaksa Umar Ibnu Khattab memutuskan
berangkat sendiri memimpin pasukan di Qadisiyah.
Amirul Mu'minin menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai wakil pemimpin di Madinah.
Belum lama berjalan, sebagian anggota rombongan yang diprakarsai Abdurrahman bin Auf
mengusulkan agar Amirul Mu'minin kembali ke Madinah. Terlalu beresiko bagi pemimpin umat
Islam berangkat ke medan perang sementara kondisi kaum Muslimin memerlukan sedang dalam
kesulitan.

Akhirnya dikumpulkan sahabat utama dan Amirul Mu'minin bermusyawarah. Amirul


Mukminin pun bersepakat untuk kembali ke Madinah. Umar kemudian menanyakan siapa
kiranya yang akan berangkat ke Qadisiya dan memimpin pasukan? Tiba-tiba Abdurrahman bin
Auf berseru "Saya telah menemukannya..!" 'Siapa dia?" tanya Umar. "Dialah Singa yang
menyembunyikan kukunya, Sa'ad bin Malik az-Zahuri!"
Saad bin Abi Waqash, demikian ia biasa disapa, memimpin pasukan Muslimin yang
dipimpinnya. Tak lama berselang, perjalanan mereka terhadang sungai Tigris yang belum banyak
dikenal oleh kaum Muslimin. Bukan mundur dalam jihad, Sa'ad memerintahkan pasukannya
untuk menyeberangi sungai. Berkatalah ia kepada pasukan, "Bacalah Hasbunallahu wa ni'mal
wakiil." kemudian dikerahkan kudanya menerjuni sungai yang diikuti orang-orang setelahnya.
Maka berduyunlah pasukan Muslim menyeberangi sungai. Ketika ada salah seorang prajurit
menjatuhkan air minumnya, maka dilandasi semangat fastabiqul khairat, pasukan muslimin
berebut mencarikan tempat air itu, dan gentarlah pasukan musuh melihat pemandangan ini.
Salman al-Farisi yang berada dalam pasukan Sa'ad pun takjub dan berkata "Agama islam
masih baru, tetapi lautan telah dapat mereka taklukkan, sebagai halnya daratan telah mereka
kuasai. Demi Allah yang nyawa ku (Salman) berada di Tangan-Nya, pastilah mereka akan dapat
keluar dengan selamat dengan berbondong-bondong sebagaimana mereka memasukinya
berbondong-bondong." Dan benarlah perkataan Salman. Mereka pun mengalahkan pasukan
Persia dengan gemilang.
Selanjutnya, Persia telah berada di bawah kekuasaan kaum muslim hingga pada masa
Bani Umayyah. Wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas.
Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian
Asia Kecil, Persia Aghanistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek dan
Kirgis di Asia Tengah. Setelah itu, di Persia muncul sebuah kerajaan besar ketika masa puncak
kejayaan Kerajaan Usmani, yaitu Kerajaan Safawi. Kerajaan ini berkembang dengan cepat.
Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering bentrok dengan Turki Usmani.
Kerajaan Safawi menyatakan Syiah sebagai mahzab negara. Karena itu, kerajaan ini dapat
dianggap sebagai peletak pertama dasar terbentuknya negara Iran dewasa ini. Kerajaan Safawi
berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat
ini diberi nama Tarekat Safawiyah, didirikan pada waktu yang hampir bersamaan dengan
berdirinya kerajaan Usmani.
Nama Safawiyah, diambil dari nama pendirinya, Safi al-Din (1252-1334 M), dan nama
Safawi itu terus dipertahankan sampai Tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu
terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan. Safi al-Din mnendirikan
tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301
M. Pengikut tarekat ini sangat teguh dan memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan

tasawuf Safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan


yang mereka sebut ahli-ahli bidah.
Tarekat yang dipimpin Safi al-Din ini semakin penting terutama setelah ia mengubah
bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan
yang besar pengaruhnya di Persia, Syria, dan Anatolia. Di negeri-negeri di luar Ardabil Safi alDin menempatkan seorang wakil yang memimpin murid-muridnya. Wakil itu diberi gelar
khalifah. Suatu ajaran agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerap kali menimbulkan
keinginan di kalangan penganut ajaran itu untuk berkuasa. Karena itu, lama-kelamaan muridmurid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan
menentang setiap orang yang bermahzab selain Syiah. Kecendrungan memasuki dunia politik
itu mendapat wujud kongkritnya pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M).
Dinasti safawi memperluas geraknya dengan menambahkan kegiatan politik pada
kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik antara Juneid dengan
penguasa Kara Konyulu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wilayah
itu. Dalam konflik tersebut Juneid kalah dan diasingkan ke suatu tempat. Di tempat baru ini ia
mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, Ak-Konyulu (domba putih), juga satu suku
bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.
Dinasti Safavid mencapai puncak kejayaan di bawah Shah Abbas Agung (1571-1629) yang
memerintah sejak 1588. Sebagai pemimpin militer yang cakap, ia berdamai dengan orang
Ottoman dan menghalau orang Turki Uzbek dari timur Iran. Ia memindahkan ibukota ke Isfahan
dan menjadikannya salah satu kota terindah di dunia dengan sebuah istana dan masjid yang
megah. Bazar (pasar) tertutup mengelilingi lapangan utama, sementara pohon dang sungai kecil
mengapit lapangan pasar itu. Terdapat juga sebuah jalan utama dengan taman di kedua sisinya.
Abbas menghidupkan kembali kebudayaan Persia, memnagun hubungan yang bersahabat dengan
bangsa eropa, dang menyambut baik para pengunjung asing. Pemerintahan dinasti kuat ini
berlangsung selama 200 tahun.
Safavid Persia terus ditekan oleh orang Ottoman dari barat dan suku-suku Turki dari
timur, hingga pemerintahan Abbas I berhasil membuat perdamaian dan menciptakan
pembaharuan kebudayaan di Persia. Setelah kematiannya pada tahun 1628, sejumlah penguasa
yang lemah menggantikan Abbas I. Akhirnya, dinasti Safavid disingkirkan oleh para penyerbu
Afgan pada tahun 1722.
F. Sumbangan Islam di Persia
Ciri Khas Arsitektur Persia
Arsitektur Islam mengadopsi banyak sekali kebudayaan dari Persia, yang memang sejak
kehadiran Islam, kejayaan Persia mulai pudar yang menunggu digantikan oleh kebudayaan lain.

Banyak kota, misalnya Baghdad, dibangun dengan contoh kota lama persia misalnya Firouzabad.
Bahkan, sekarang bisa diketahui bahwa dua arsitek yang dipekerjakan oleh Al-Mansur untuk
merancang kota pada masa awal adalah warisan dari kekaisaran Persia, yaitu Naubakht, seorang
zoroaster persia, dan seorang Yahudi dari Khorasan, Iran yaitu Mashallah. Mesjid gaya persia
bisa dilihat dari ciri khasnya yaitu pilar batu bata, taman yang luas dan lengkungan yang
disokong beberapa pilar.
Kota Persia berbentuk bundar pintunya ada empat menara pengontrol sebanyak 100
buah. Lebar tembok kota sekitar setengah farsakh (1 farsakh sekitar 8 km atau 3,5 mil).
Dinding kota terlihat bangunan yang menyerupai benteng dan sekitarnya terdapat tambang
terbuat dari perak dan tambang-tambang serta batu bahan cetak.Kota Persia dikelilingi oleh
tembok yang terbuat dari tanah dengan 8 pintu.

BAB II
ARSITEKTUR MESJID DI PERSIA
1. IRAN
Iran adalah sebuah negara Timur Tengah yang terletak di Asia Barat Daya. Meski di
dalam negeri negara ini telah dikenal sebagai Iran sejak zaman kuno, hingga tahun 1935 Iran
masih dipanggil Persia di dunia Barat. Pada tahun 1959, Mohammad Reza Shah Pahlavi
mengumumkan bahwa kedua istilah tersebut boleh digunakan. Nama Iran adalah sebuah kognat
perkataan "Arya" yang berarti "Tanah Bangsa Arya".
Iran berbatasan dengan Azerbaijan (500 km), dan Armenia (35 km) di barat laut, dan
Laut Kaspia di utara, Turkmenistan (1000 km) di timur laut, Pakistan (909 km), dan Afganistan
(936 km) di timur, Turki (500 km), dan Irak (1.458 km) di barat, dan perairan Teluk Persia, dan
Teluk Oman di selatan. Iran dikuasai dinasti muslim setelah kalah pada perang Qadisiah dan
Nahawan.
Kronologis periode penguasa muslim dalam sejarah Iran sebagai berikut: Abbasiyah 749932, Buyiyah 932-1062, Ghaznaviah 977-1186, Seljuk 1038-1194, Khawarazm Shah 1077-1231,
Mongol 1256-1353, Muzaffariyah 1314-1393, Timuriyah 1370-1505, Turki 1380-1468,
Saffaviyah 1501-1732, Sand 1750-1794, Qajar 1779-1924.
a. Mesjid Tarik Khana di Damghan (Pertengahan abad VIII)

Mesjid Tarik Khana merupakan salah satu peninggalan arsitektur mesjid di Iran pada
masa Dinasti Abbasiyah. Mesjid ini masih ada hingga sekarang di sebuah kota di Utara Tengah
Iran dan dibangun sekitar abad VIII.

Bentuk denahnya masih khas Arab sentral yaitu Hypostyle dan mempunyai syam, riwaq
dan haram.
Menara Mesjid tarik khana berdenah lingkaran, semakin keatas lingkarannya semakin
mengecil. Menara ini berbeda dengan mesjid yang ada pada zamannya yang kebanyakan persegi
empat. Menara ini dibangun tahun 1028 diperkirakan memiliki hubungan erat dalam hal bentuk,
konstruksi dan dekorasinya dengan mesjid Damghan yang sudah tidak ada lagi. Gerbang mesjid
untuk masuk utama pada kebanyakan mesjid dizaman ini umumnya diletakkan pada ujung
sumbu segaris dengan mihrab, akan tetapi pada mesjid Tarik Khana ini diletakkan pada sisi kiri
atau Timur Selatan. Selanjutnya, perbedaan yang mencolok terdapat pada letak minaretnya,
dimana umumnya minaret menyatu dengan mesjid namun pada mesjid ini meinaretnya terletak
10 meter di luar mesjid di sebelah Barat-Utara.

Ornamen minaret menyatu dengan konstruksi bata ekspos disusun membentuk susunan
bidang dan garis-garis geometris yang bervariasi. Dalam posisi garis melingkar seperti cincin
pada minaret terdapat beberapa kaligrafi. Bentuk, konstruksi dan dekorasi minaret semacam ini
terlihat sebagai salah satu ciri dari minaret mesjid-mesjid di Iran.

b. Mesjid Jamik Gulpayangan (1104-1118), Iran

Peninggalan dinasti Seljuk yang masih ada saat ini adalah Mesjid Gulpayangan.
Gulpayangan adalah nama sebuah kota yang tidak besar dibagian Timur Iran, terletak sekitar 370
km dari teluk persia.
Mesjid ini dibangun antara 1104-1118 pada zaman Seljuk berkuasa (1038-1194). Mesjid
ini memiliki denah persegi panjang, beraksitektur Hypostyle seperti sebagian mesjid pada zaman
sebelum dan sesudahnya.
Namun demikian, mesjid ini memiliki ciri khas yang menyebabkannya berbedannya dengan
mesjid yang lain, diantaranya :
-

Bentuk denah memanjang kearah kiblat

Pengaruh arsitektur anatolia atau turki tampak pada kubah

Dekorasi mesjid lebih banyak pola geometris dengan jalianan susunan bata ekspos
c. Mesjid Agung Isfahan (VIII - XVII)

Isfahan adalah ibukota Iran yang terkenal dengan tata kotanya yang indah, dibangun pada
abad XVI oleh dinasti Saffafiyah. Isfahan terletak di Iran bagian barat, dikelilingi oleh padang
pasir. Salah satu bangunan tertua di kota ini adalah mesjid Agung Isfahan yang dibangun pada
abad VIII, tepatnya 773. Mesjid ini terletak di tengah-tengah kota Isfahan yang padat.

Tata letak dan denah mesjid berbentuk segi empat tidak beraturan. Dengan gaya arsitektur
Hypostyle terdiri dari sahn dikelilingi empat iwan. Bangunan di sekeliling mesjid menyatu
membentuk denahkotak-kotak segi empat tak beraturan. Salah satu iwan dikonversikan untuk
ruang sembahyang dengan sebuah mihrab yang cukup indah yang dibangun pada periode
Mongol. Meskipun tidak simetris, bangunan ini mempunyai garis tengah sumbu yang membelah
komplek menjadi dua ditengah-tengah Shan. Sebagai tambahan, mesjid ini memiliki hiasanhiasan yang didominasi warna emas, biru, kuning dan putih yang bercorak kaligrafi, arabesque,
intricate memenuhi hampir semua bidang menghadap Sahn.

d. Mesjid Shah (Mesjid Kerajaan Isfahan 1611-1630)

Masjid Shah lebih dikenal dengan sebutan dengan nama Masjid Imam setelah terjadinya
revolusi Islam di Iran pada tahun 1979. Masjid ini berada di Isfahan, Iran dan juga menjadi salah
satu masjid yang masuk di UNESCO World Heritage Site. Pembangunan masjid ini dimulai pada
tahun 1611 dengan menerapkan tema ukiran mosaik dan kaligrafi. Ini adalah masjid dengan

struktur kontruksi yang cukup besar, diperkirakan pembangunannya menggunakan 18 juta batu
bata dan 475 ribu ubin.
Masjid ini merupakan contoh sempurna dari arsitektur Islami Iran, dan dipandang sebagai
mahakarya Arsitektur Persia. Masjid ini merupakan salah satu warisan yang ditampilkan dalam
Around the World in 80 Treasures ditampilkan oleh sejarawan arsitektur Dan Cruickshank.
Masjid ini juga digambarkan pada bagian belakang uang kertas Iran sebesar 20,000 rial.
Pada tahun 1598, ketika Shah Abbas memutuskan untuk memindahkan ibukota kerajaan
Persia dalam masa pemerintahannya dari barat laut kota Qazvin ke pusat kota di Isfahan, ia
memulai sesuatu yang akan menjadi upaya terbesar dalam sejarah Persia; pembuatan ulang atas
kota kuno. Dengan memilih pusat kota di Isfahan, yang subur karena Sungai Zyandeh ("sungai
pemberi-kehidupan"), terbentang layaknya mata air di dataran tandus yang luas, ia memastikan
ibukota terlindungi bila terjadi serangan baik dari Ottoman dan Uzbek, dan pada waktu yang
bersamaan mendapatkan tambahan kuasa atas Teluk Persia, yang belakangan menjadi wilayah
perdagangan penting untuk Belanda dan Britania Perusahaan-perusahaan India Timur.
Inti paling berharga dari proses pemindahan ini adalah Masjid Shah, yang akan
menggantikan Masjid Jameh yang lebih tua dalam memimpin sholat Jumat. Guna mencapai hal
tersebut, Masjid Shah dibangun bukan hanya atas dasar keagungan, memiliki kubah paling besar
di kota, tetapi Shaykh Bahai juga berencana mendirikan dua sekolah agama dan masjid musim
dingin yang berada pada masing-masing sisinya. Oleh karena harapan Shah untuk menyelesaikan
pembangunan gedung dalam masa hidupnya, jalan pintas diraih dalam pembangunannya; sebagai
contoh, Shah tidak mengindahkan peringatan dari salah satu arsitek Abu'l Qsim mengenai
bahaya kelemahan dari pondasi masjid, dan ia tetap pada proses pembangunannya. Alasan arsitek
tersebut pun terbukti, karena pada tahun 1662, bangunan tersebut mengalami banyak perbaikan.
Dan juga, rakyat Persia menciptakan gaya baru akan ubin mozaik (Tujuh-warna) yang lebih
murah dan lebih cepat, hal ini tentunya mempercepat proses pembangunan. Pekerjaan ini
diselesaikan dengan sangat baik oleh sekelompok pengrajin terbaik di negara itu, dan seluruh
pekerjaan dipantau oleh kaligrafer Ulung, Reza Abbasi. Pada akhirnya, sentuhan terakhir
dilakukan menjelang akhir tahun 1629, beberapa bulan setelah kematian Shah.

Selain itu, banyak sejarawan bertanya-tanya mengenai orientasi janggal Taman Kerajaan
(Maidn). Tidak seperti kebanyakan gedung-gedung penting, taman ini tidak berada dalam posisi
menghadap Mekah, makan ketika memasuki gerbang-masuk masjid, seseorang harus, hampir
tanpa disadari, berputar kearah kanan, hal ini memungkinkan supaya ruangan utama menghadap
Mekah. Donald Wilber memberikan penjelasan yang paling masuk akal akan hal ini; tujuan dari
Shaykh Bahai supaya masjid dapat terlihat dari sisi manapun oleh mereka yang berada di
maydn. Bila titik poros maydn bertepatan dengan titik poros Mekah, maka pandangan akan
kubah masjid akan terhalangi oleh tugu gerbang-masuk yang berada di depannya. Dengan
membuat sudut sedemikian, kedua bagian dari gedung, gerbang-masuk dan kubah, berada dalam
posisi pandang sempurna yang dapat dinikmati semua orang yang berada di taman

e. Mesjid Vakil Shiraz

Mesjid Vakil Shiraz dibangun pada tahun 1766, terletak di bagian Selatan Iran, Kota
Shiraz. Kota ini terkenal sebagai kota penyair, dan taman bunganya. Hal ini disebabkan di Iran
sendiri terdapat banyak sekali taman-taman dengan bunga yang indah.
Mesjid Vakil memiliki luas 8.660 m2 . Mesjid ini hanya memiliki 2 Iwan berbeda dengan
mesjid-mesjid biasanya pada zaman itu yang memiliki 4 Iwan dan pada sisi Utara-Selatannya
terdapan taman yang luas. Iwan taman ini didesain tipikal dan serasi sesuai dengan
perkembangan arsitektur di Shiraz pada masa itu.

Ruang sembahyang utama atau Shan memiliki kolom-kolom puntir unik yang tidak
terdapat pada arsitektur mesjid lainnya di masa itu.

Anda mungkin juga menyukai