Anda di halaman 1dari 5

BUDAYA KERJA DALAM PENDIDIKAN

ISLAM
Oleh : Ketua LPP Al Irsyad Al Islamiyyah Pemalang

Dunia kerja memang dapat memberikan dampak yang sangat besar dalam
kelangsungan sebuah pekerjaan. Berhasil atau tidaknya suatu pekerjaan juga banyak
dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk di dalamnya adalah budaya kerja yang baik,
akan dapat memberikan kontribusi efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan.
Untuk dapat mencapai suatu tujuan yang diinginkan, tentunya ada banyak
langkah dan metode yang harus ditempuh. Metode dan langkah yang diambil sudah
barang tentu harus mengacu serta berpedoman pada fungsi-fungsi dalam manajemen
baik itu menyangkut perencanaan, pengorganisasian, aktifitas kegiatan/
pelaksanaan maupun pada tingkat pengawasan / control yang sangat efektif.
Untuk dapat mengetahui budaya kerja yang efektif, kita akan mengawali pembahasan
yang berkaitan dengan budaya kerja dalam persepektif pendidikan islam. Islam
merupakan agama yang sangat Universal dan memberikan ruang yang luas bagi
pemeluknya untuk mengaktualisasikan serta mengamalkan ajaran agamanya.

Hal ini dapat dibuktikan dengan penjelasan yang terkandung di dalam Al Qur’an :
“ masuklah ke dalam Islam secara sempurna … “ ( QS. Al Baqarah : 108 )

Di samping islam sebagai agama yang sempurna dan penuh rahmat bagi
seluruh alam, islam juga memberikan banyak pedoman dalam seluruh aspek kehidupan
yang menyertai kehidupan setiap insan beriman.
Sebelum kelahiran kita ke dunia, barang kali di situ pula kita sudah mendapatkan
bimbingan dan petunjuk untuk mendapatkan pendidikan secara islami. Sejak dalam
kandungan, kita sudah diperintahkan untuk memberikan pendidikan sedini mungkin
demi kelangsungan kelahiran seorang bayi secara sehat dan sempurna fisik maupun
psykis, serta harapan - harapan lain dari sang ibu untuk mendapatkan anak yang sehat,
cerdas dan berakhlaq mulia. Selain dari itu, kita sudah diajarkan pula untuk memulai
semua pekerjaan dengan bacaan basmalah, dan lain sebagainya yang menjadi aktifitas
sehari – hari agar senantiasa memiliki nilai ibadah.
Dengan demikian, apa yang kita lakukan akan mendapat keberkahan baik
berkah dari sumber yang diterima maupun sisi pemanfaatannya benar - benar
memberikan ketenangan di dalam hidup.
Budaya merupakan aktifitas rutin yang membekas secara terus – menerus dan
terbentuk pada diri seorang maupun kelompok orang dalam suatu komunitas tertentu.
Sehingga, ketika hal ini berlaku dan tidak dilandasi dengan nilai-nilai islam, maka yang
terjadi adalah sebuah budaya (kultur) yang menyimpang dan cenderung pada asumsi
tertentu. Mungkinkah, kita menghendaki budaya yang demikian, apalagi bila terjadi
pada sebuah pendidikan islam. Tentu kita tidak mengharapkannya. Marilah kita
mencoba untuk melihat secara jauh, bagaimana islam menempatkan persoalan dalam
setiap persoalan, artinya islam akan memberikan porsi suatu masalah sesuai dengan
masalahnya.
Budaya islam tentunya akan memberikan sesuatu yang berbeda dan membekas
pada komunitas yang ada, sehingga harus bisa dikembangkan dan dilestarikan pada
dunia pendidikan khususnya pendidikan islam, yang nota bene melabelkan islam
sebagai identitasnya.
Kita banyak mengetahui, tidak sedikit lembaga pendidikan yang melabelkan diri dengan
islam, namun dalam perjalanannya justru tidak memberikan kontribusi terhadap nilai-
nilai islam, bahkan yang tragis sekali lebih terbawa pada sebuah budaya luar yang
cenderung dikembangkan. Semua ini, menjadi pengalaman dan pamandangan bagi kita
untuk mampu mengembalikan sudut pandang kurang relevan ini kepada nilai-nilai yang
tepat, yakni islam sebagai rujukannya.
Budaya islam sangatlah tepat pada setiap zaman, untuk dijadikan pedoman dalam
setiap aspek kehidupan, kapan dan di manapun kita berada. Apabila kita mampu
mengubah dan melestarikan nilai-nilai yang sudah ditegaskan dalam islam, maka
lambat laun, keharmonisan, keseimbangan, keadilan dan kesejahteraan serta
kesetiaan (loyalitas) akan terbentuk dengan sendirinya sesuai harapan semua pihak.
Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda :
“ …. Maukah kamu, aku tunjukkan tentang sesuatu yang apabila kamu
melakukannya akan saling mencintai ? sebarkanlah salam di antara kalian “ ( HR.
Muslim)
Melihat bunyi hadits di atas, kita akan bertanya pada diri kita ; “ sudahkah hal ini
menyertai dalam lembaga yang kita tempati “. Ini sebuah pertanyaan yang harus
mampu kita jawab secara arif dan bijaksana.
Kadang kita takut, terhadap kebencian dari orang lain walaupun sebenarnya apa
yang kita lakukan merupakan sikap yang harus diterapkan. Namun kita juga kadang
berlebihan, walaupun sikap yang kita ambil adalah benar, tetapi langkah dan cara yang
digunakan tidak bijaksana. Sehingga yang terjadi adalah ketidakseimbangan dalam
komunikasi maupun hubungan yang tidak harmonis.
Hal ini, islam telah memberikan pedoman kepada kita,
Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda :

“ Barang siapa yang mencari ridlo Allah meskipun dengan kebencian manusia,
maka Allah SWT akan mencukupkannya dari beban manusia “ (HR. At Tirmidi)

Al Qur’an juga menjelaskan ;


“ Sampaikanlah (manusia) kepada jalan Tuhanmu, dengan hikmah dan dengan
perkataan yang baik serta jegahlah dengan cara yang baik pula …(QS. An Nahl :
125)

Mendasari pada ayat di atas, sudah sangatlah jelas bahwa di dalam kita berinteraksi
dengan yang lain, ada banyak petunjuk yang bisa kita lakukan untuk mendapatkan
kebaikan di antaranya. Namun demikian, kita sering membuat cara (metode) atau
budaya yang didasarkan atas kemauan dan hawa nafsunya sendiri sehingga jauh dari
kebaikan. Sebagai contoh, kita butuh situasi menjadi baik, nyaman, harmonis dalam
komunikasi, ketenangan dan lain sebagainya. Akan tetapi, kadang kita sendiri, yang
menciptakan kitidaknyamanan dalam komunikasi serta situasi yang kurang
menyenangkan. Di mana letak kesalahan sebenarnya ?, Tentu bisa disimpulkan,
karena tidak merujuk pada budaya islam yang sudah digariskan dalam Al Qur’an dan
As Sunnah. Cara yang digunakan kurang hikmah, terlalu terburu – buru dengan
keinginan kita, tidak bijaksana, perkataan yang disampaikan cenderung bernuansa
emosi tanpa kesantunan maupun penuh rahmah dan ketika mencegahpun tidak
mengarah pada tujuan kebaikan melainkan berhentinya kejelekan secara sesaat.

Oleh karena itu, mari kita bersama – sama untuk merenungkan situasi dan kondisi yang
semacam ini sebagai evaluasi diri kita masing - masing. Masihkah ada di antara
lingkungan kita ? atau bahkan memang berjalan budaya yang semacam ini.

Kita selalu berharap kepada Allah SWT agar senantiasa diberikan kemampuan dan
kesabaran di dalam kita melakukan amar ma’ruf nahi munkar, serta menciptakan
budaya yang tepat sehingga tercipta suasana yang menyenangkan dan selalu dalam
ridlo Nya, amin.

Kesimpulannya adalah agar kita selalu mengedapankan petunjuk - petunjuk yang


telah jelaskan di dalam Al Qur’an maupun As Sunnah dibandingkan dengan hawa nafsu
belaka sehingga tidak aka ada kebaikan di dalamnya.
Selain dari itu, sebaik apapun budaya yang dikembangkan selama menyelisihi
ketentuan dalam Al Qur’an dan As Sunnah, maka tidak dapat dijadikan rujukan untuk
dilestarikan. Akan tetapi, relevan atau tidak (menurut ukuran umum) apabila bersumber
dari Al qur’an dan As Sunnah, maka harus tetap kita budayakan dan dipertahankan
untuk menjadi sebuah budaya.(pen.albert’s.2010)
Medikal.04.10
Media Pendidik Al Irsyad Pemalang

Anda mungkin juga menyukai