Anda di halaman 1dari 13

BENTUK-BENTUK PENERBITAN DAKWAH

Makalah

Makalah Disampaikan dalam Pertemuan Kelas


Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)
Jurusan Ushuluddin dan Dakwah STAIN Pekalongan
di STAIN Pekalongan pada Tanggal 18 Maret 2016
Dosen Pengampu: Kuswandi, M. Pd. I

Fatoni Prabowo Habibi


Farida Aziz

2042114007
2042114008

PROGRAM STUDI KPI


JURUSAN USHULUDDIN DAN DAKWAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2016

A. PENDAHULUAN
Peradaban masa kini sering disebut sebagai peradaban masyarakat informasi. Informasi
menjadi suatu komoditi primer bahkan sumber kekuasaan. Informasi dapat dijadikan alat untuk
membentuk pendapat publik (public opinion) yang mempengaruhi dan mengendalikan pikiran,
sikap, dan perilaku manusia. Hingga pada akhirnya, muncul sebuah anggapan bahwa sumber
baru kekuasaan saat ini adalah informasi di tangan banyak orang (the new source of power is
information in the hand of many), dan siapa yang menguasai media massa maka dialah
pengendali atau penguasa dunia.
Tak heran jika sarana atau media informasi terus berkembang begitu pesat demi meraih
kepentingan di atas. Media-media tersebut hadir merepresentasikan maksud, tujuan, dan targettarget tertentu. Bagi khalayak ramai, kehadiran sebuah informasi tentu bisa menjadi sesuatu yang
positif namun juga sebaliknya. Informasi terkadang membuat seseorang bergerak secara gegabah
tanpa terlebih dahulu melakukan proses tabayyun yang cukup. Persoalannya menjadi semakin
rumit ketia sebuah informasi atau berita negatif mendapatkan tempatnya di benak pembaca,
mempengaruhi dan mengendalikan gerak serta prilaku mereka. Inilah yang menjadi dasar analisa
Lippmann. Menurut Lippmann, masyarakat menerima fakta bukan sebagaimana adanya, akan
tetapi apa yang mereka anggap sebagai fakta; kenyataan fatamorgana atau lingkungan palsu.
Distorsi-distorsi tidak hanya datang dari faktor emosional dan kebutuhan ego saja, tetapi juga
dari stereotip-stereotip, gambaran yang kita miliki tentang para tokoh figur publik, dan produk
benda-benda.
Sejatinya, penggunaan media informasi sebagai alat komunikasi dapat dikategorikan ke
dalam lima bagian; alat penerangan massa, alat pendidikan massa, alat mempengaruhi massa,
alat hiburan, dan digunakan perorangan atau kelompok. Pada pembahasan ini, persoalan media
sebagai alat untuk mempengaruhi massa lebih dominan. Bahkan ia mampu mencakup secara
umum. Proses mempengaruhi masa justeru dapat dilakukan melalui penerangan, edukasi,
hiburan atau sebuah kelompok atau orang tertentu.

2|Halaman

B. PEMBAHASAN
B.1. Penerbitan yang Melaksanakan Dakwah
Sejak bermulanya era komunikasi melalui media cetak yang ditandai dengan penemuan
mesin cetak pada tahun1456 oleh Johan Gensfleisch (lebih terkenal dengan Gutenberg) di
Jerman, ia berubah secara cepat menjadi suatu kekuatan tersendiri di tengah-tengah percaturan
kepentingan manusia di dunia. Maka pada tulisan ini penulis hendak mengkaji sejauhmana
kekautan informasi khususnya media cetak (pers) mampu menjadi sebuah kekuatan publik yang
efektif memberikan pengaruh ditengah-tengah masyarakat. Kaitannya dengan amal dawah,
kajian ini hendak memotret urgensi antara pers dan kegiatan jurnalistik yang berperan
mengemban misi dawah tersebut.
Posisi Jurnalis dalam Usaha Dakwah Islam
Betapa strategisnya posisi media massa dalam membangun citra (image) tertentu tentang
sesuatu objek melalui proses pembentukan opini public (public opinion). Karena posisi
strategisnya itu, sekarang media massa sudah menjadi salah satu kebutuhan primer tidak hanya
bagi kepentingan pribadi dan keluarga, tetapi juga bagi bangsa dan Negara. Lebih-lebih pada era
informasi seperti sekarang ini, usaha tersebut menjadi sangat mudah karena didukung oleh
tersedianya fasilitas media massa yang memadai. Penemuan dan perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi seperti yang saat ini terjadi telah memberikan peluang besar bagi
berkembangnya media massa. Istilah pers yang pada awalnya sangat terbatas hanya pada
kegiatan penerbitan media cetak, kini telah berkembang menjadi bentuk kegiatan yang leih luas
sehingga fungsi dan peranannya pun terus berkembang mengikuti tuntutan kebutuhan para
penggunanya. Kegiatan ekonomi, politik, dakwah agama, dan lain sebagainya sekarang hampir
tidak ada yang tidak memanfaatkan media massa.
Karena itu, masuk akal jika dunia pers kini telah diperalat untuk mencapai kepentingankepentingan tertentu. Untuk kepentingan politik misalnya, pengalaman menunjjukkan bahwa
pers telah terbukti mampu berperan sebagai salah satu saluran efektif propaganda berbagai
kekuatan politik. Hampir setiap Koran menempatkan berita-berita seperti itu pada halaman muka
dan tajuk rencana. Majalah majalah mengangkat peristiwa itu sebagai laporan utamanya. Radio,
televise dan berbagai media massa lainya bahkan menyiarkan berita itu secara khusus. Bahkan
3|Halaman

karena kekuatan pengaruhnya pula, semua pihak yang terlibat berusaha merancang program
sendiri sesuai dengan strategi propaganda yang dimainkannya.
Suasana seperti itu memang sengaja diciptakan karena jurnalistik memiliki tanggung
jawab serta tujuan utamanya membuat orang menjadi tahu. Membuat lawan dan kawan menjadi
tahu apa yang diinginkan seseorang ataupun sekelompok orang. Secara naluriah, setiap individu
cenderung ingin mengetahui segala sesuatu yang terjadi, baik menyangkut dirinya maupun
lingkungannya sehingga media jurnalistik otomatis menjadi barang yang sangat dibutuhkan
orang. Karena itu, H.G Wells pernah mengatakan bahwa suatu ketika Kerajaan Romawi tidak
lagi mampu menahan penderitaanya karena tidak ada surat kabar, tidak ada media yang dapat
memberitahukan biaya hidup orang-orang dipusat kerajaan itu (Bond, 1978: 7) tidak ada lagi alat
yang telah teruji dapat membuat suasana menjadi begitu transparan seperti apa yang dikehendaki
rakyat yag dipimpinya, kecuali pers.
Karena begitu pentingnya pers terutama dalam usaha membangun peradaban suatu
bangsa, James Russel Wiggin, seorang redaktur utama The St. Paul Pioneer Press dan terakhir
sebagai pemimpin redaksi The Washington Post, pernah menegaskan bahwa peradaban itu tidak
dapat muncul jika tidak ada fasilitas bagi penyebaran berita. Peradaban Islam di Baghdad,
peradaban Mesir Kuno, peradaba Arya disepanjang aliran sungai Indus di India, dan lain
sebagainya berkembang karena didukung oleh fasilitas penyebaran berita khususnya tentang
ilmu dan kebudayaan yang dikembangkannya. Tanpa berita, masyarakat akan kekurangan rasa
persamaannya. Persamaan hak dan kewajiban, persamaan status, fungsi dan peranya sebagai
manusia.
Dengan mendasarkan pada teori tersebut, bagi seorang juru dakwah keharusan dakwah
untuk menyeru umat yang tersebar diberbagai tempat sesuai dengan kedudukannya masingmasing, dapat dengan mudah dilakukan, tanpa harus mempertimbangkan alat transportasi
ataupun cuaca alam. Seorang dai dapat menaungkan pesan-pesan agama dan memublikasikannya
leat Koran dan majalah atau merancang sebuah naskah mimbar agama untuk ditayangkan lewat
sajian menarik dalam televise. Dengan demikian, disinilah arti strategis perlu dikembangkannya
studi-studi kejurnalistikan pada lembaga-lembaga kejurnalistikan pada lembaga-lembaga

4|Halaman

pendidikan tinggi agama Islam, khususnya untuk memberikan kebutuhan akademis tentang
pentingnya memperhatikan model dakwah di era media massa.1
Pers pop
Surat kabar dan majalah pop adalah saluran ketiga penyampian pesan-pesan dakwah yang
lebih menitikberatkan pada desain grafis dan keindahan visual. Majalah pop yang bisa kita akses
dan saksikan sendiri, isinya menyuguhkan pesan-pesan yang identic dengan konsumerisme dan
vulgarisme, seperti iklan makanan, kendaraan, visualisasi tubuh wanita cantik, dan informasi
tempat-tempat tertentu yang berorientasi pada kenikmatan sesaat (hedonisme) yang cenderung
tidak bermoral. Harus diakui bahwa kesan-kesan diatas tidak sepenuhnya disepakati. Norwegian
Jostein Gripsrud mengajukan usulan melahirkan pers popular yang berbeda dengan tendensi arus
pers sekarang yang lebih sopan, canggih, tetapi memasyarakat.
Sementara itu, menanggapi perkembangan pers pop, John Fiske membaginya menjadi
tiga bagian, yaitu pers popular dan pers pemerintah serta pers alternative. Pers pop sangat
potensial, sering menampilkan cara-cara actual, sensasional, terkadang skeptic, ungkapannya
populis, tidak jarang bersungguh-sungguh secara moralitas, menampik kelonggaran statistika
antara berita dan hiburan serta lebih progresif. Hal ini bias mendorong produksi makna yang
bekerja untuk mengubah atau mendestabilisasi tatanan sosial. Akan tetapi, pers pop dipandang
rendah oleh dua pers lainnya.
Pers pemerintah sebaliknya, yakni mengartikulasikan kepentingan penguasa melalui
aliran informasi top-down, yaitu informasi yang berdisiplin meskipun kedisiplinannya
disembunyikan dibawah gagasan objektivitas, tanggung jawab, dan pendidikan politik.
Sementara pers alternative adalah pers yang mampu mengakomodasi antara pers yang longgar
dan pewrs yang resmi yang diwakili oleh pemerintah. Persoalannya adalah bahwa pers
alternative tersebut harus mengakomodasi lebih besar peluang salah satu kecenderungan pers
dengan segala konsekuensinya.
Bagi pers pop atau juga yang lainnya, syarat naik tingkat untuk menjadi budaya pop
adalah harus diterima masyarakat. Masyarakat menerima informasi misalnya, karena informasi
1

Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Dakwah (Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2012)
hlm 145-148

5|Halaman

itu memang diterima masyarakat. Sebagai contoh, siapa masyarakat kita yang tidak kenal
beberapa artis, seperti Cristine Hakim, Bella Saphira, atau Si Doel anak sekolahan. Bagi mereka
yang sering nonton tv dan melihat-membaca majalah nama-nama tersebut sudah tidak asing lagi.
Pada saat yang sama bahkan acara yang sama, pada tempat yang sama tampil Zaenuddin MZ
atau AA Gym misalnya maka serta merta posisi mereka menempati posisi kepopuleran artis-artis
tadi sehingga dikenal dan diterima masyarakat luas.
Dalam posisi seperti tersebut, media atau pers pop menjadi sarana proses pencarian dua
kekuatan budaya ekstrem. Pers telah menyodorkan proses pendidikan yang lebih humanis dan
menghindari pendekatan-pendekatan pendidikan konvensional, kaku, dan konservatif. Meskipun
harus diakui, penyampaian pesan-pesan islam melalui media pop belum sepenuhnya mewakili
pesan-pesan subtantif islam.
B.2. Lembaga Dakwah yang Menggunakan Metode Jurnalistik dalam Berdakwah
Baru-baru ini kita mengenal sebuah istilah baru dalam dunia jurnalisitk dengan sebutan;
jurnalistik dawah atau jurnalistik Islami. Istilah yang dipopulerkan oleh Asep Syamsul M.
Romly, dalam bukunya Jurnalistik Dakwah; Visi dan Misi Dakwah bil Qalam menjelaskan
tentang sebuah keharusan dawah yang diorganisir lewat media tulis menulis seperti buku, surat
kabar,2 majalah, dan lain-lain. Aktifitas jurnalistik yang dilakukan oleh seorang muslim
seharusnya adalah aktifitas dawah itu sendiri. Oleh karenanya, Jurnalistik Islami dapat
dirumuskan sebagai suatu proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa
dengan muatan nilai-nilai kebenaran yang sesuai dengan ajaran Islam, khususnya yang
menyangkut agama dan umat Islam.3
Istilah lain yang kemudian dimunculkan adalah dawah bil qalam. Aep Kusnawan dalam
bukunya Berdakwah Melalui Tulisan menyebutkan istilah itu dengan merujuk kepada setiap
aktifitas yang berbasis penulisan di media apapun. Ia melihat bahwa dawah melalui tulisan
merupakan bagian integral dari bidang kajian dakwah. Ia adalah salah satu unsur dakwah yaitu
media dakwah. Karena ia merupakan media maka ukuran utama penggunaannya adalah
2

Ana Nadhya Abrar, Teknologi Komunikasi Prespektif Ilmu Komunikasi, (Yogyakarta:


LESFI, 2003) hal. 43
3

Asep Syamsul M. Romly, Jurnalistik Dakwah; Visi dan Misi Dakwah bil Qalam,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003) hal. 35-36

6|Halaman

keefektifan dan keefesienan. Semakin efektif dan efesien suatu media, maka ia akan semakin
dipertimbangkan orang lain untuk menjadi pilihan. Oleh karena itulah tulisan dipandang sebagai
sesuatu yang efektif untuk menyampaikan pesan dawah.4
Dalam ruang informasi yang begitu luas dimana era keterbukaan menjadi hal yang
disepakati secara umum maka jurnalistik islami atau jurnalistik dawah harus memiliki eksistensi
yang diandalkan. Hanya saja, problematika itulah yang kini sedang diidapi oleh kaum muslimin.
Kebutuhan informasi masyarakat muslim belum diimbangi dengan lembaga informasi media
yang mampu betul-betul memiliki keberpihakan terhadap agenda besar kaum muslimin.
Sejumlah media yang eksis saat ini tak jarang cenderung menonjolkan eksistensi kelompok atau
ormas tertentu. Demikian pula dengan para jurnalis muslimnya. Aktifitas kerja yang mereka
lakukan seringkali terikat dengan kepentingan lembaga tempat mereka berkerja. Secara tak
langsung mereka telah larut dalam garis edar yang tak lagi merepresentasikan tugasnya sebagai
wartawan muslim. Asep Samsul dalam bukunya yang lain Jurnalitsik Praktis menyebutkan
setidaknya ada lima peranan yang harus dambil oleh seorang jurnalis muslim yaitu;5
a. Sebagai pendidik (muaddib), yaitu menjelaskan fungsi edukasi yang Islami.
b. Sebagai pelurus informasi (musaddid). Setidaknya ada tiga hal yang harus diluruskan oleh
jurnlais muslim.Pertama, informasi tentang ajaran dan umat Islam. Kedua, informasi tentang
karya-karya atau prestasi umat Islam. Ketiga, lebih dari itu, jurnalis muslim dituntut untuk
mampu menggali informasi kondisi umat Islam di seluruh penjuru dunia
c. Sebagai pembaharu (mujaddid). Yakni penyebar faham pembaharuan akan pemahaman dan
pengamalan ajaran Islam.
d. Sebagai pemersatu (muwahhid). Yakni menjadi jembatan yang mempersatukan umat Islam.
e. Sebagai pejuang (mujahid). Yaitu jurnalis muslim yang memiliki ruh untuk memperjuangkan
Islam dan membelanya. Melalui media massa jurnlais muslim berusaha keras untuk
membentuk opini umum yang mendorong penegakan nilai-nilai Islam.
Lima peran di atas jika dilakukan secara maksimal dipastikan akan banyak membantu
roda informasi yang saat ini berbenturan terus menerus dengan peradaban kuffar. Di tangan
jurnalis muslim ini pulalah, diharapkan terbentuk sebuah informasi yang mampu mendorong
4

Aep Kusnawan, Berdakwah lewat Tulisan, (Bandung: Mujahid Press, 2004) hal. 5

Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis (untuk pemula), (Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2001) hal. 89

7|Halaman

terciptanya opini publik berdasarkan pada informasi yang di verifikasi tidak hanya berdasarkan
teori-teori jurnalistik dan media massa akan tetapi juga berdasarkan pandangan hidup (world
view) Islam yang bersumber kepada al Quran dan as Sunnah. Oleh karena itu, visi dawah
jurnalitik islami atau jurnalistik dawah adalah mempersempit ruang gerak media-media berbasis
ideologi kuffar yang memiliki kemampuan teknologi dan sumber daya manusia handal.
Setidaknya, akan muncul konsumsi media yang berimbang di tengah-tengah masyarakat kita.
B.3. Lembaga Dakwah yang Menggunakan Jurnalistik
Jika ditelaah secara historis yang menyebabkan pers Islam selalu tertinggal dengan pers
umum, salah satunya adalah punahnya pendidikan jurnalisme dakwah di lingkungan kampus.
Padahal jika berkaca pada sejarah, pers Islam sebenarnya pernah tumbuh pesat dan berkembang
luas di tanah air. Kejayaan pers Islam puncaknya justru terjadi di awal masa pergerakan
kemerdekaan. Kejayaan pers Islam dapat dilihat dari kiprah dan nama-nama media besar yang
dapat dilihat berikut ini.
Awal 1900-an
Majalah Al-Munir (1911)
Munirul Manar
Al-Itfaq Wal Iftiraq (Padang
Panjang
Al-Basyir (Padang Panjang)
Al-Imam (Payakumbuh)
Medan Rakyat
Sumber: Diolah dari Romli
(2003)

1930-an
Majalah Raya
Matahari Islam

1945-an sampai
sekarang
Kiblat
Harmonis

Persatuan
Pelita Islam
Moslem Reveil
Suluh Islam

Suara Masjid
Media Dakwah
Salam Estafet
Tabloid Jum'at

Dewan Islam
Pedoman
Masyarakat
Panji Islam
Pedoman Islam
Panji Masyarakat
Sumber: Kasman
(2004)

Mercu Suar
Lembaga
Nusa Putera
Duta Masyarakat
Abadi
Al-Jihad
Pelita
Risalah Islamiah
Suara Hidayatullah
Mimbar Ulama
Amanah
Sabili
Hidayah
OASE-ICMI
8|Halaman

Hikmah
Republika, dll
Sumber: Malik (1984)

Saat ini umat Islam di Indonesia, bahkan di seluruh dunia , dihadapkan pada sebuah
dilema yang pelik berkaitan dengan kurangnya media massa yang memadai untuk
memperjuangkan dan menegakkan nilai-nilai keislaman. Konsekuensi dari kondisi ini tentu tidak
hanya kurang tersalurkannya aspirasi umat, tetapi umat Islam hanya menjadi konsumen pasif
bagi media massa non-Islam lain yang kerap memberikan informasi yang tidak relevan dan
kontraproduktif bagi pemberdayaan umat.
Agar mampu bersaing dengan pers umum yang sangat berorientasi komersial, wartawan
Islam sudah saatnya harus berani berhijrah menjawab tantangan. Diantaranya sebagai berikut, 1)
Jurnalis Islam harus menunjukkan akhlak sebagai pribadi muslim yang mendalami dan
menjalankan ajaran agama Islam secara kaffah; 2) Jurnalis Islam harus kritis terhadap pengaruh
barat; 3) Jurnalis Islam harus populis sehingga dapat diterima oleh umat Islam; 4) Jurnalis
Islam harus mampu mengembangkan khazanah intelektual Islam; 5) Jurnalis Islam harus mampu
mempersatukan kelompok-kelompok umat. Semua bekal ini dapat diberikan sejak calon-calon
jurnalis duduk di bangku kuliah.6
B.4. Dakwah dan Kekuatan Media Massa
Media massa memiliki banyak kekuatan yang membuatnya sangat penting dan strategis
dalam berdakwah, terutama untuk pencitraan dan pembentukan perilaku Islami dalam
masyarakat. Oleh karena itu media massa seharusnya menjadi dai atau mubalig yang
terorganisasi dan terlembagakan. Media massa harus terlebih dahulu menjadi objek dakwah
dengan mewarnai kepribadiannya, sehingga dapat tampil sebagai subjek dakwah yang efektif.
Dengan adanya kekuatan yang dimiliki oleh media massa, maka dapat dipahami jika
media massa selalu menarik banyak minat dan perhatian. Penguasa otoriter menempatkan media
massa dekat dengan kekuasaan, dan menjadikan alat untuk membentuk, memengaruhi rakyat
sesuai kehendaknya. Demikian juga pemerintah Soviet-Komunis dahulu yang mengendalikan
media massa melalui Partai Komunis yang berkuasa, dengan menjadikan media massa sebagai
agitator kolektif, propagandis kolektif dan organisator kolektif untuk bebas menyebarkan
komunisme dan mempertahankan kekuasaannya.
6

Iwan Awaluddin Yusuf, Hijrah Bermedia Massa dengan Jurnalisme Dakwah,


https://bincangmedia.wordpress.com/tag/jurnalistik-dakwah/ Diakses 17 Maret 2016, jam
20.04

9|Halaman

Selain itu pengusaha yang bermodal besar juga berusaha menguasai media massa dengan
jalan memiliki dan menempatkannya sebagai industri jasa yang dekat dengan masyarakat dan
menjadikannya sebagai alat mencari keuntungan finansial sambil menjalankan fungsi sosial
politik. Demikian pula, para pejuang kemerdekaan pada masa lalu di Indonesia, juga mendirikan
surat kabar sebagai alat perjuangan politik melawan penjajah.
Media massa dapat dikuasai oleh kepentingan yang berbeda dengan tujuan yang sama
yaitu memengaruhi publik, dengan jalan merekayasa opini melalui pencitraan. Pengendalian
media massa pada hakikatnya, dapat berasal dari dunia politik atau dunia ekonomi. Hal ini dapat
dikaji dari karya Anwar Arifin yang berjudul Pers dan Dinamika Politik dan hasil studi Ibnu
Hamad yang bertajuk Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa.
Kepemilikan dan pengendalian media massa dan pengawasan terhadapnya sangat
berkaitan dengan sistem pengawasan sosial, terutama terkait dengan sistem ekonomi suatu
negara di mana media massa itu beroperasi. Pemerintah seanantiasa mengatur hubungan dirinya
dengan media massa melalui Undang-Undang atau peraturan-peraturan. Dari UU dan peraturan
itulah kemudian dapat dipahami secara normatif sistem media massa atau sistem dakwah yang
berkaitan dengan sistem politik suatu negara.
Banyak aspek dari media massa yang membuat dirinya penting dalam masyarakat. Salah
satu keunggulan media massa itu adalah daya jangkaunya (coverage) yang sangat luas dalam
menyebarluaskan berita dan opini dengan dukungan teknologi yang canggih. Selain itu media
massa juga mampu melipat gandakan pesan dakwah (multiplier of message) dengan jumlah yang
besar dan sekaligus menciptakan wacana pada khalayaknya, dalam menjalankan fungsinya
sebagai agenda setter. Pesan yang disalurkan itu telah dikemas melalui proses framing serta
berfungsi sebagai agenda setter. Demikian juga opini dan pemberitaan politik oleh satu jenis
media massa lazimnya berkaitan dengan media massa yang lain sehingga membentuk rantai
informasi (media as links in other chains), yang menambah kekuatan pada dampaknya terutama
dalam pembentukan Opini Publik.
Sejalan dengan itu, bahwa kekuatan media massa didukung oleh adanya kerjasama tiga
faktor yaitu (1) ubiquity; (2) cumulative of message; dan (3) consonance of journalists. Faktor
ubiquity atau serba hadir berarti bahwa media massa berada di mana-mana dan sulit dihindari
oleh khalayak, sehingga media massa mampu mendominasi lingkungan informasi. Faktor
cumulative of message atau kumulasi pesan terjadi karena dengan pesan media massa yang
bersifat kumulatif, dapat memperkuat dampaknya, melalui pengulangan pesan berkali-kali dan

10 | H a l a m a n

penyatuan pesan yang terpotong-potong. Demikian juga faktor consonance of journalist atau
keseragaman para wartawan dari berbagai jenis media, semakin menambah dampak media
massa terhadap khalayak. Misalnya penyajian pesan dakwah yang cenderung sama oleh semua
media massa akan menjurus kepada pembentukan citra politik yang sama pada khalayak.
Kerjasama berbagai faktor tersebut, seperti (1) coverage; (2) multiple of message; (3)
agenda setter; (4) media as link in other chains; (5) ubiquity; (6) cumulative of message; (7)
consonance of journalists, akan membuat media massa semakin penting dan strategis dalam
dakwah dan terutama dalam pembentukan Opini Publik yang berpihak kepada dakwah.
Dengan mengacu kepada kekuatan media massa dan dalam upaya melakukan rekayasa
opini dan pembentukan Opini Publik, maka perhatian harus dipusatkan pada ruangan redaksi dan
pada institusi media massa sebagai lembaga sosial yang memiliki kepribadian. Nilai dasar yang
membentuk kepribadian sebuah jenis media massa atau setiap lembaga penyiaran dan penerbitan
pers sangat ditentukan oleh ideologi dan politik pemilik dan pemimpinnya masing-masing.
Ideologi dan politik yang membentuk kepribadian sebuah jenis dan institusi media massa
kemudian dijabarkan dalam bentuk politik redaksi. Setiap jenis dan setiap lembaga penyiaran
atau penerbitan pers masing-masing memiliki politik redaksi yang dapat berbeda atau sama
dengan yang lain. Hal ini dapat menimbulkan persaingan atau kerjasama dalam merekayasa
opini dan membentuk Opini Publik.7

Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi, (Yogyakarta: Graha


Ilmu, 2011) Hlm. 133

11 | H a l a m a n

C. PENUTUP
C.1. BENTUK-BENTUK PERS DAKWAH
1. Berupa pers yang melaksanakan Dakwah.
2. Lembaga dakwah yang khusus menggunakan metode jurnalistik dalam pencapaian tujuan
dakwahnya.
3. Lembaga dakwah yang menggunakan jurnalistik
4. Lembaga kemasyarakatan lainnya yang menggunakan metode jurnalistik dalam melakukan
dakwahnya
PERS YANG MELAKUKAN DAKWAH
Bentuk organisasi yang terlibat dalam manajemen pers Dakwah, yaitu
1. Bentuk Presiden dan Penerbit
2. Bentuk Direktur Utama
3. Bentuk Milik Penyelenggara
4. Bentuk Pemilik dan Pengawasan Karyawan
LEMBAGA DAKWAH YANG MELAKUKAN KERJA JURNALISTIK
Lembaga kemasyarakatan yang berkiprah di bidang dakwah islamiyah dalam hal mencapai
tujuan dahwahnya mengunakan metode jurnalistik. Lembaga dimaksud ada dua macam, yaitu
yang khusus menggunakn metode jurnalistik dan yang menggunakan metode jurnalistik
disamping metode komunikasi lain dalam mencapai tujuan dakwahnya.
1. Lembaga dakwah yang khusus mengunakan jurnalistik.
2. Lembaga dakwah yang menggunakan metode jurnalistik disamping metode lain.
LEMBAGA KEMASYARAKATAN LAINYA
Organisasi masyarakat atau sosial lainya yang dia antara visi dan misinya terdapat tujuan dakwah
disamping tujuan utama organisasinya. Misalnya lembaga pendidikan, selain memiliki visi dan
utamanya yaitu mendidik atau mencerdaskan bangsa, juga menetapkan tujuan dakwah guna
melengkapi upaya pencapaian tujuan pendidikanya itu. Biasanya pencapaian tujuan dakwahnya
itu dilaksanakan oleh bagian tertentu dari organisasi tersebut.

12 | H a l a m a n

DAFTAR PUSTAKA
Muhtadi, Asep Saeful. 2012. Komunikasi Dakwah. (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media)
Abrar, Ana Nadhya. 2003. Teknologi Komunikasi Prespektif Ilmu Komunikasi,
Yogyakarta: LESFI.
Romly, Asep Syamsul M. 2003. Jurnalistik Dakwah; Visi dan Misi Dakwah bil Qalam,
Bandung: Remaja Rosdakarya,
Kusnawan, Aep. 2004. Berdakwah lewat Tulisan. Bandung: Mujahid Press.
Romly, Asep Syamsul M. 2001. Jurnalistik Praktis (Untuk Pemula), Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Arifin, Anwar. 2011. Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Yusuf, Iwan Awaluddin. Hijrah Bermedia Massa dengan Jurnalisme Dakwah,
https://bincangmedia.wordpress.com/tag/jurnalistik-dakwah/ Diakses 17 Maret 2016, jam 20.04

13 | H a l a m a n

Anda mungkin juga menyukai