Anda di halaman 1dari 21

TRAUMA

MAKSILOFASIAL
CLINICAL SCIENCE SESSION

ANATOMI
MAKSILOFASIAL
Viserokranium adalah tulang yang
membentuk wajah, terdiri dari 14
tulang irregular (tidak beraturan) yaitu
enam tulang berpasangan (tulang
maksila, konka nasalis inferior,
zigomatik, palatina dan tulang nasal)
dan 2 tulang singular (tulang
mandibula dan tulang vomer).

REGIO
MAKSILOFASIAL

DEFINISI
Trauma maksilofasial merupakan cedera
yang mengenai jaringan lunak atau jaringan
keras pada area wajah termasuk daerah
frontal, orbital, nasal, zigoma, maksila dan
mandibula. Trauma jaringan lunak dapat
berupa abrasi, kontusi, laserasi, ataupun
luka bakar. Fraktur maksilofasial dapat
berupa fraktur yang mengenai tulang
mandibula, maksila, zigoma, nasal, dan juga
frontal.

ETIOLOGI
Penyebab terjadinya trauma
maksilofasial adalah kecelakaan lalu
lintas, perkelahian, kecelakaan kerja,
cedera olahraga, gigitan binatang atau
manusia, dan juga akibat terbakar. Di
Indonesia, kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab paling sering
pada trauma maksilofasial.

TRAUMA JARINGAN LUNAK


Abrasi

Kontusio
Laserasi
Avulsi

TRAUMA JARINGAN KERAS


FRAKTUR FRONTAL

FRAKTUR DASAR ORBITA

FRAKTUR ZIGOMA

FRAKTUR MANDIBULA

FRAKTUR MAKSILA

PEMERIKSAAN UMUM
Inspeksi untuk tiap deformitas dan asimetri
Palpasi seluruh tulang kraniofasial untuk
melihat ada tidaknya iregularitas atau krepitasi.
Pemeriksaan nervus trigeminal dan fasial
Inspeksi intranasal untuk melihat hematoma
septum
Pemeriksaan oftalmologi untuk menilai adanya
jebakan ekstraokular atau deficit nervusoptikus
Pemeriksaan intraoral untuk menilai adanya
maloklusi dan fraktur atau gigi yang hilang.

FRAKTUR FRONTAL
Jelas tampak deformitas pada dahi, adanya laserasi,
kontusio, nyeri fasial, atau hematoma di dahi. Dapat pula
disrupsi atau krepitasi supraorbita rims, emfisema subkutan,
atau parastesia supraorbita dan saraf supratroklear. Dapat
pula terdapat rinorea cairan serebrospinal yang
menunjukkan adanya keterlibatan kerusakan sinus frontalis.
Jejas pada sinus frontalis seringkali melibatkan sistem saraf
pusat dan evaluasi sejak awal dibutuhkan.
Lakukan CT scan potongan aksial untuk menentukan derajat
jejas dan keterlibatan sisi anterior, posterior, dan nasofrontal.
Pasien dengan fraktur posterior berisiko pada meningitis
akut dan terbentuknya mukokel intraserebral.

FRAKTUR DASAR ORBITA


Dari anamesis sebaiknya dapat ditentukan apakah
pasien memiliki riwayat penetrasi bola mata
iatrogenic seperti operasi katarak. Hal tersebut
penting ditanyakan karena meningkatkan risiko
rupture bola mata pasca trauma.
Tanda lainnya mencakup hematoma atau edema
periorbital, ekimosis, perdarahan subkonjungtiva,
enoftalmus, perubahan ketajaman visus, diplopia.
Kerusakan nervus infraorbitalis dapat
menimbulkann parestesia atau anestesi dari lateral
hidung, bibir atas, dan gingival maksila.

FRAKTUR ZIGOMA
Pada fraktur arkus zigoma, dapat teraba defek pada
palpasi daerah yang terkena dan disertai nyeri. Fraktur
zigomatikoorbita dapat muncul bersamaan dengan
perdarahan subkonjungtiva, defek saat palpasi di
sepanjang orbita leteral atau infraorbita rim. Selain itu
juga dapat muncul bersamaan dengan diplopia, trimus (
karena tertekannya arkus zigomatikus), epitaksis,
ekimosis intraocular, atau luka pada gusi. Parestesia
dapat muncul pada sisi lateral nasal dan bibir atas yang
disebabkan tubrukan nervus infraorbita.
CT scan dengan rekonstruksi 3D dapat digunakan
untuk meentukan derajat deformitas. Lihat dinding
orbita lateral pada potongan aksial yang menunjukkan
artikulasi zigomatikoorbita.

FRAKTUR NASAL
Diagnosis cukup berdasarkan gambaran klinis
saja. Datang dengan riwayat trauma pada hidung.
Pemeriksaan fisik didapatkan hidung yang edema,
epistaksis, nyeri, devasi, krepitasi, dan terdapt
fraktur. Lakukan inspeksi intranasal untuk menilai
hematoma septum. Hematoma septum yang tidak
tetangani dapat menyebabkan resorpsi ke kartilago
septum dan menyebabkan deformitas hidung.
Hanya dikerjakan jika dicurigai ada cedera pada
tulang wajah lainnya, dalam hal ini lakukan CT
scan wajah.

FRAKTUR MAKSILA
Le Fort I
Dapat ditemukan edema wajah dan pergerakan hard palate,
alveolus maksila, dan gigi.
Le Fort II
Dapat ditemukan edema wajah, telekantus, pendarahan
subkonjungtiva, ergerakan maksila pada sutura nasofrontal,
epitaksis, dan rinore cairan serebrospinal
Le Fort III
Edema massif wajah, dengan wajah yang elongasi atau
mendatar, epitaksis, ataupun rinore cairan serebrospinal. Dapat
diraba gerakan seluruh tulang wajah dengan kaitannya dengan
basis kranii, atau yang dikenal dengan maksila goyang
CT scan dengan rekonstruksi 3D, namun jika tidak tersedia,
dapat menggunakan Roentgen waters view (oksipitomental).

FRAKTUR NASO-ORBITOETHMOIDALIS (NOE)


Tanda yang paling khas adalah adanya telekanus
(bertambahnya jarak antara kantus media dan
kelopak mata) yang disebabkan bergesernya
fragmen tulang yang menahan tendon kantus
mendia, ke arah lateral. Dapat disertai epistaksis,
nyeri prosesus frontal maksilaris, fraktur nasal
comminuted, dan rinore cairan serebrospinal.
Pada pasien dengan edema wajah berat, dapat
tampak posisi kantus media asimetris.
CT scan dapat menentukan lokasi jejas dan derajat
keparahan fraktur.

FRAKTUR MANDIBULA
Nyeri saat menggerakkan rahang bawah, maloklusi gigi, dan
kesulitan membuka mulut atau menggigit kearah bawah.
Maloklusi adalah keadaan dimana tidak bertemunya molar 1 atas
dan bawah, kiri dan kanan dalam posisi yang baik. Pada palpasi
dapat dirasakan mobilitas dan krepitasi sepanjang simfisis,
sudut, atau korpus. Terkenanya nervus alveolaris inferior dapat
menyebabkan parestesia, anesthesia dari setengah bibir bawah,
dagu, gigi dan gusi.
Pencitraan paling baik untuk menilai mandibula adalah
Roentgen panoramik. Pasien duduk tegak dengan leher yang
mobile. Daerah simfisisis paling baik dinilai dengan Roentgen
posteroanterior mandibular. CT scan wajah dengan rekonstruksi
3D juga sensitif dan spesifik dalam mengidentifikasi fraktur
mandibula.

PENATALAKSANAAN

Jangan lakukan manipulasi pada tulang wajah terlalu


banyak kecuali sudah pasti jejas servikal tidak ada.
Primary Survey (ABCDE)

Secondary Survey
Pemeriksaan leher, neurologis, scalp, orbita, telinga, hidung,
wajah bagian tengah, mandibula, rongga mulut, dan oklusi.
Adanya cedera kepala (brain njury) dapat menunda timing
operasi Open Reduction Internal Fixation (ORIF) pada fraktur
tulang muka

TRAUMA JARINGAN LUNAK


ABRASI
Dibersihkan kotoran dan debris; dibalut dan diberi salep topikal.
Harus dalam keadaan lembab
KONTUSIO
Aplikasi es dapat menyebabkan vasokonstriksi dan menurunkan
hematoma. Bila kontusio disebabkan oleh fraktur wwajah dapat
diberikan antibiotik
LASERASI
(1) Cek syaraf fasial dan trigerminal (2) Daerah luka diolesi
dengan betadine (3) Anestesi (dapat dengan atau tidak dengan
tambahan vasokonstriktor) (4) Bersihkan irigasi dengan saline
(5) Debridement dan konrrol hemostasis(6) Jahit luka
AVULSI

TRAUMA JARINGAN KERAS


Fraktur Mandibula
Reduksi kemudian fiksasi pada geligi dengan wire ataupun
Arch Bar menghasilkan union dan occlusi yang dicapai
dalam 5 minggu. Reduksi kemudian fiksasi dengan mini
plate screw tidak memerlukan penguncian geligi sebagaimana
pada wire dan arch bar.
Fraktur Maksila
Reduksi dengan pendekatan sulcus ginggivobuccalis dan infra
cilliar palpebra inferior; dapat juga difiksasi dengan wire atau
mini plate screw.
Fraktur Dasar Orbita
Operasi reposisi dan fiksasi untuk mengembalikan bentuk
orbita danmemulihkan fungsi gerak mata yang terganggu.

Fraktur Frontal
Penatalaksanaan pada fraktur sinus frontal memiliki
kompleksitas. Fraktur dinding anterior yang tidak berpindah
ditatalaksana secara konservatif. Fraktur dinding anterior yang
berpindah dilakukan reduksi dan stabilisasi dengan stainless
steel wire, microplates dan screws. Pada fraktur dinding anterior
yang parah, struktur tulang yang lama diganti dengan cangkok
tulang.
Fraktur Nasal
Reparasi tidak terlalu lama sejak traumanya, mengingat tulang
nasal adalah pipih dan seringpatahnya berbentuk impresi,
deviasi atau remuk
Fraktur Zigoma
Perawatan pada fraktur zigoma dilakukan secara elektif. Fraktur
arkus zigoma terisolasi direduksi dengan insisi melalui intraoral,
Gillies (temporal scalp), atau lateral alis dan biasanya fiksasi
tidak dilakukan sebab fasia temporalis mampu memberikan
imobilisasi fragmen secara efektif.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai