Anda di halaman 1dari 20

ANDAL

BAB III
RONA LINGKUNGAN HIDUP
Berbagai kegiatan proyek yang diperkirakan berdampak terhadap
lingkungan: fisik, kimia, biologi, sosial ekonomi budaya dan kesehatan
masyarakat. Rona lingkungan yang diamati dibatasi pada komponen-komponen
lingkungan yang berkaitan dengan atau berpotensi terkena dampak penting.
Komponen-komponen tersebut merupakan hasil pelingkupan.
3.1 Identifikasi mendalam mengenai komponen lingkungan hidup
Identifikasi mengenai komponen lingkungan hidup merupakan suatu cara
yang dilakukan untuk mengetahui komponen-komponen lingkungan hidup apa
saja yang berpotensi terkena dampak penting dengan adanya proyek
pembangunan RSIA Wira Husada Nusantara. Identifikasi rona lingkungan hidup
ini dilakukan dengan cara menguraikan rona lingkungan hidup di wilayah studi
seperti menguraikan berbagai sumber daya alam yang ada di wilayah studi baik
yang sudah dimanfaatkan ataupun yang masih dalam bentuk potensi. Data dan
informasi rona lingkungan hidup itu berasal dari data primer dan data sekunder.
Berikut merupakan identifikasi mendalam mengenai komponen lingkungan hidup
di RSIA Wira Husada Nusantara, Kabupaten Batu.
3.1.1 Komponen Biotik
A. Flora
Flora merupakan salah satu komponen biotik yang harus diperhatikan
keberlanjutannya. Kehidupan tumbuh-tumbuhan membentuk suatu kehidupan
dan menyusun vegetasi. Komponen vegetasi yang terdapat di lokasi studi
digolongkan menjadi perdu/semak, terna, dan pohon.
a) Penutup Tanah
Tumbuhan penutup tanah yang terdapat di wilayah studi berupa rumput
dan putri malu. Kedua tumbuhan tersebut menyebar di seluruh permukaan
lokasi studi dengan kepadatan 157/m2.

18

ANDAL

Gambar 3.1 Penutup tanah di lokasi pembangunan RSIA Wira Husada Nusantara
Batu
Sumber : Hasil Survei, 2012

b) Terna
Tumbuhan dengan jenis terna yang terdapat di wilayah studi terdiri atas
tanaman pisang dan talas, terdapat 8 tumbuhan pisang dengan kepadatan
1/m2 sedangkan untuk tumbuhan talas kepadatannya 4/m2.

Gambar 3.2 Terna di lokasi pembangunan RSIA Wira Husada Nusantara Batu
Sumber : Hasil Survei, 2012

c) Pohon
Tumbuhan dengan jenis pohon-pohonan yang terdapat di wilayah studi
meliputi pohon jati, kapas dan nangka. Sebagian besar pohon didominasi
oleh pohon jati yaitu dengan kepadatan 10/100m2, sedangkan untuk pohon
nangka dan kapas masing-masing 1/m2.

19

ANDAL

Gambar 3.3 Pohon di lokasi pembangunan RSIA Wira Husada Nusantara Batu
Sumber : Hasil Survei, 2012

d) Pemanjat/ Tumbuhan Merambat


Tumbuhan dengan jenis merambat yang terdapat di wilayah studi
memiliki kepadatan 10/m2.

Gambar 3.4 Pemanjat di lokasi pembangunan RSIA Wira Husada Nusantara Batu
Sumber : Hasil Survei, 2012

e) Paku-pakuan
Terdapat tumbuhan paku-pakuan dengan kepadatan 6/m2.

20

ANDAL

Gambar 3.5 Pemanjat di lokasi pembangunan RSIA Wira Husada Nusantara Batu
Sumber : Hasil Survei, 2012

Tabel 3.1 Jenis-jenis flora yang terdapat di wilayah studi


No

Nama Spesis

Penutup Tanah,
terdiri dari :
1. Rumput
2. Putri Malu
Terna (Herb)

Jumlah/satuan
luas
157/m2

Skala
kualitas
5

1.

Pisang

8 buah, 1/m2

2.

Kepadatan
Talas

4/m2

Pohon (Tree)
1. Jati
kepadatan
2. Kapas
3. Nangka

1/10m2

1/m2
1/m2

5
5

4
Paku-pakuan
6/m2
5
Pemanjat
30/m2
Sumber : Hasil Survei, 2012

5
5

Keterangan:
1:Sangat Buruk
2:Buruk
3:Sedang
4:Baik
5:Sangat Baik
B. Fauna
Fauna itu mempunyai ciri khas yaitu mereka tidak terikat pada suatu
tempat. Dalam artian, fauna bisa bergerak dengan cepat bahkan tingkat
kecepatannya itu bisa dideteksi melalui pergerakan persebarannya. Jenis-jenis

21

ANDAL
fauna tertentu dipengaruhi keberadaannya oleh keadaan tumbuh-tumbuhan
sedangkan tumbuh-tumbuhan dipengaruhi oleh iklim. Keadaan fauna di tiap-tiap
daerah tergantung pada kemungkinan-kemungkinan yang dapat diberikan daerah
tersebut untuk memberi makan. Iklim berpengaruh secara langsung atau tidak
langsung terhadap penyebaran fauna. Selain faktor iklim, persebaran fauna di
indonesia ini dipengaruhi oleh tanah, ketinggian tempat dan bentuk lahan
(fisiografis) serta makhluk hidup yang lain (Biotis).
Ada bermacam-macam jenis fauna yang ditemukan di daerah Rumah Sakit
Ibu dan Anak Wira Husada Nusantara yang terletak di perbatasan antara
Kabupaten Malang dengan Kota Batu ini. Pengambilan data mengenai fauna ini
dilakukan dengan cara yaitu melalui penjelajahan langsung (data primer).
Dengan menggunakan fauna sebagai objek penelitian, maka dapat diketahui
kualitas lingkungan yang ada di dalamnya. Disini akan diteliti kenanekaragaman
faunanya, dari mulai pra konstruksi, konstruksi serta saat operasionalnya.
Setelah melakukan survei primer, jenis fauna yang terdapat di daerah ini ada 7
yakni burung gereja, belalang, capung, kupu-kupu, siput, laron serta Pacet.
Masing-masing fauna ini memiliki habitat yang berbeda-beda.
Dalam proses pelingkupan di wilayah studi, diduga akan terjadi penurunan
keanekaragaman hewan baik itu jenis vertebrata ataupun invertebra. Hal itu
terjadi karena adanya kegiatan pembangunan bangunan rumah sakit. Untuk
mengetahui fauna apa saja yang akan tekena dampak tersebut, berikut
merupakan parameter skala kualitas lingkungan di wilayah studi.
Tabel 3.2 Parameter Lingkungan berdasarkan Skala Kualitas Lingkungan
Parameter
Lingkungan

I
(Sangat
Buruk)
Kekayaan
Terdapa
Jenis
t < 20
Hewan
Jenis
Vertebrata
dan
dan
tidak
Invertebrat
ada
a
jenis
penting
Sumber: Hasil survey 2012

Kriteria Kualitas/Skala
II
III
IV (Baik)
(Buruk)
(Sedang)
Terdapa
t 21-30
Jenis
dan
tidak
ada
jenis
penting

Terdapat
21-30 dan
atau
diantarany
a ada 1-2
jenis
penting

Terdapat
>30 dan
atau
diantarany
a ada 3-4
jenis
penting

V (Sangat
Baik)
Terdapat
>30 dan
atau
diantarany
a ada >4
jenis
penting

Berdasarkan tabel di atas, berikut akan dijelaskan mengenai habitat


fauna yang terdapat di wilayah proyek serta skala kualitas lingkungannya.
1) Burung Gereja

22

ANDAL
Habitat burung gereja sangat berdekatan dengan manusia. Populasi
burung gereja mudah dijumpai di permukiman, persawahan, atau gudang
yang di sekitarnya terdapat rerimbunan pohon dan lahan pertanian. Di
tempat seperti itulah burung gereja biasa tinggal dan berkembang biak. Hal
tersebut merupakan salah satu keunikan dari burung gereja. Mereka
mencari makan dan membangun sarang dekat dengan pemukiman
manusia. Tersebar sampai ketinggian 1.500 m dpl. Di wilayah studi,
burung gereja yang ada termasuk banyak karena jumlah burung ini sebesar
30 ekor. Prosentase jumlah burung gereja yang ada di wilayah ini adalah
sebesar 0,3%. Burung ini menyebar pada saat terbang. Sebarannya ditiap
lahan ini tidak merata karena ia hanya tinggal di atas pohon saja. Apabila
tidak ada pohon, maka ia tidak akan singgah ke daerah tersebut, dalam
artian ia hanya melewati daerah itu saja. Jika dilihat berdasarkan skala
kualitas lingkungannya, keberadaan burung gereja di wilayah ini dapat
dikategorikan masuk pada kriteria 2 yaitu buruk buruk karena di wilayah
ini terdapat 30 ekor burung gereja akan tetapi tidak ada yang berjenis
penting (dilindungi).
2) Belalang
Belalang juga mempunyai jenis yang banyak sekali, yang dapat ditemui
di sawah, tanaman dan air tawar. Walaupun diantaranya merupakan
belalang yang berbahaya. Namun, ada juga yang berguna dalam
mengontrol hama dan penyerbukan tanaman. Sebagian orang dibelahan
bumi ini mengkosumsi belalang kayu, karena mempunyai rasa yang lezat.
Di wiayah studi, belalang banyak sekali ditemui belalang. Belalang ini
tinggalnya di darat tepatnya dipadang rumput. Karena di daerah RSI masih
berupa lahan kosong yang ditumbuhi padang rumput sehingga dapat
dikatakan bahwa persebaran fauna di daerah ini termasuk tersebar dengan
merata dengan jumlah 50 ekor. Prosentase jumlah belalang yang ada di
wilayah studi adalah sebanyak 0,5%. Jika dilihat berdasarkan skala
kualitas lingkungannya, keberadaan belalang di wilayah ini dapat
dikategorikan masuk pada kriteria 2 yaitu buruk karena meskipun ia
berjumlah 50 ekor akan tetapi di wilayah ini tidak terdapat hewan dengan
jenis penting (dilindungi).

23

ANDAL
3) Capung
Capung mempunyai habitat. di hutan, kebun, sawah, pekarangan rumah
serta lingkungan perkotaan. Biasanya ditemukan diketinggian lebih dari
3.000m dpl. Dengan adanya capung disuatu tempat, maka tempat tersebut
dapat dikatakan memiliki udara yang bersih karena biasanya capung
digunakan sebagai parameter dalam pengukuran kualitas udara. Di wilayah
ini, capung banyak terdapat di rerumputan dan pepohonan. Di wilayah
studi, hanya sedikit jumlah capung yang ditemui yakni sebanyak 3 ekor
dengan Prosentase jumlah capung yang ada di wilayah studi adalah
sebanyak 0,03%. Akan tetapi, dengan adanya capung ini, dapat
dikategorikan bahwa daerah ini masih bisa dikatakan cukup baik. Jika
dilihat berdasarkan skala kualitas lingkungannya, keberadaan capung di
wilayah ini dapat dikategorikan masuk pada kriteria 1 yaitu sangat buruk
karena hanya berjumlah 3 ekor dan tidak terdapat hewan dengan jenis
penting (dilindungi).
4) Kupu-kupu
Secara
ekologis

kupu-kupu

merupakan

anggota

filum

serangga(arthropoda) yang mempunyai peranan yang besar di dalam


ekosisistem. Peran utama kupu-kupu dalam ekosistem adalah dalam
penyerbukan tanaman. Kupu-kupu juga merupakan salah satu indikator
perubahan kondisi lingkungan. Apabila terjadi perubahan kondisi habitat
kupu-kupu maka akan mempengaruhi pula kehidupan kupu-kupu yang
dimungkinkan karena tidak tersedianya pakan bagi kupu-kupu. Di wilayah
ini, kupu-kupu banyak terdapat di rerumputan dan pepohonan. Kupu-kupu
yang terdapat disana mempunyai jumlah yang minim. Hal itu sama seperti
capung. Kupu-kupu ini hanya mempunyai jumlah 2 ekor sehingga
persebarannya menjadi tidak merata. Prosentase jumlah kupu-kupu yang
ada di wilayah studi adalah sebanyak 0,02%. Jika dilihat berdasarkan skala
kualitas lingkungannya, keberadaan kupu-kupu di wilayah ini dapat
dikategorikan masuk pada kriteria 1 yaitu sangat buruk karena hanya
berjumlah 2 ekor dan tidak terdapat hewan dengan jenis penting
(dilindungi).
5) Siput

24

ANDAL
Siput dapat ditemukan pada berbagai lingkungan yang berbeda seperti
di parit dan ditempat yang basah atau lembap. Sebagian besar spesies siput
adalah hewan laut. Banyak juga yang hidup di darat, air tawar, bahkan air
payau. Kebanyakan siput merupakan herbivora, walaupun beberapa
spesies yang hidup di darat dan laut dapat merupakan omnivore atau
karnivora predator. Salah satu contoh siput adalah bekicot atau nama
latinnya Achatina fulica. Di wilayah ini, siput banyak terdapat di tempat
lembap/parit. Jumlah siput yang dijumpai hanya berjumlah 7 saja, dan itu
tidak tersebar merata. Ia hanya tinggal dan berkumpul dengan siput lain
ditempat yang lembab. Prosentase jumlah siput yang ada di wilayah studi
adalah sebanyak 0,07%. Jika dilihat berdasarkan skala kualitas
lingkungannya, keberadaan siput di wilayah ini dapat dikategorikan masuk
pada kriteria 1 yaitu sangat buruk karena hanya berjumlah 7 ekor dan tidak
terdapat hewan dengan jenis penting (dilindungi).
6) Lebah
Secara umum lebah bisa hidup dimana saja seperti di daerah
peternakan, hutan, dan lain-lain. Lebah sering ditemui di daerah tropis
karena lebah dapat berkembang biak dengan baik dan produktif sepanjang
tahun. Di daerah sub tropis lebah tidak produktif pada musim dingin
(Suranto,2004). Di alam bebas lebah tinggal di gua-gua dalam hutan
termasuk di tebing-tebingnya. Di hutan, koloni lebah juga tinggal di
pohon-pohon yang berlubang. Di wilayah studi, lebah jarang sekali
ditemui di udara. Ia hanya datang sekali-kali saja. Jumlah lebah yang ada
diwilayah studi ini hanya 1 saja. Prosentase jumlah lebah yang ada di
wilayah studi adalah sebanyak 0,01%. Jika dilihat berdasarkan skala
kualitas lingkungannya, keberadaan

lebah di wilayah ini dapat

dikategorikan masuk pada kriteria 1 yaitu sangat buruk karena hanya


berjumlah 1 ekor dan tidak terdapat hewan dengan jenis penting
(dilindungi).
7) Pacet
Pacet merupakan hewan yang termasuk dalam filum Annelida dengan
subkelas Hirudinea. Biasanya, pacet mempunyai tempat tinggal di daun
atau batang dan hidup sebagai parasit agar dapat memperoleh makanan.
Diwilayah studi, pacet banyak sekali ditemui di darat tepatnya di daerah

25

ANDAL
yang lembab dan padang rumput. Karena didaerah RSI masih berupa lahan
kosong yang ditumbuhi padang rumput sehingga dapat dikatakan bahwa
jumlah fauna yang ada diwilayah sebanyak 5 dan persebarannya tidak
merata. Prosentase jumlah pacet yang ada di wilayah studi adalah
sebanyak 0,05%. Jika dilihat berdasarkan skala kualitas lingkungannya,
keberadaan pacet di wilayah ini dapat dikategorikan masuk pada kriteria 1
yaitu sangat buruk karena hanya berjumlah 5 ekor dan tidak terdapat
hewan dengan jenis penting (dilindungi).
Jadi, skala kualitas lingkungan yang ada di wilayah studi terbagi menjadi
dua kategori yaitu kategori 1 (sangat buruk) dan kategori 2 (buruk). Fauna
yang termasuk ketegori sangat buruk adalah pacet, lebah, siput, kupu-kupu
serta capung. Dikategorikan sangat buruk karena jumlah fauna yang ada di
wilayah studi adalah < 20 jenis dan tidak ada hewan dengan jenis penting
(diindungi/langka). Untuk fauna yang termasuk kategori buruk adalah
burung gereja dan belalang. Dikategorikan buruk karena jumlah fauna
yang ada di wilayah studi adalah terdapat 21-30 jenis dan tidak ada hewan
dengan jenis penting (diindungi/langka). Dikarenakan jumlah kategori
sangat buruk lebih banyak daripada kategori baik sehingga dapat
disimpulkan bahwa kondisi rona lingkungan hewan darat yang ada di
wilayah studi termasuk kategori sangat buruk karena prosentase sangat
buruk lebih besar yaitu 71,42%.
Tabel 3.3 Rekap Hasil Survei Kelompok Biotik Inventarisasi Fauna
Sebelum Proyek Pembangunan RSIA Wira Husada Nusantara
Golongan
Liar
Tidak

Nama Lokal

Nama Latin

Habitat

Burung Gereja
Belalang
Capung

Passer montanus
Valanga nigricornis
Diplacodestrivialis

Kupu-kupu
Siput

Hypolimnas bolina
Achatina pulica

Dipohon-pohon
Rumput-rumput
Rumput dan
pohon
Rumput dan pohon
Di tempat lembab/parit

Lebah

Apis cerana indica

Pohon

Pacet

Haemadipsa zeylanisa

Di tempat lembab/parit

Waktu hewan
sering di
temui
Pagi-siang
Pagi-Siang
PagiSiang
Pagi-Siang
Pagi-soremalam
Pagi, siang,
sore
Pagi-soremalam

Sumber : Hasil Survei Primer, 2012

26

Frekunsi
keberadaan dalam
hari
Sering
Sering
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Sering
Sering
Sering

ANDAL
Berdasarkan survei primer diatas, dapat disimpulkan bahwa secara umum
perkembangan fauna akibat pembangunan rumah sakit itu tidak berdampak
penting karena disana tidak ditemui hewan yang dilindungi oleh pemerintah.
Fauna disana meruapakn fauna yang biasa ditemui dimana saja. Hanya ada
beberapa hewan saja yang jumlahnya akan berkurang akibat dari pembangunan
rumah sakit itu seperti burung gereja, capung dan kupu-kupu saja karena
habitatnya akan dijadikan sebagai rumah sakit sehingga fauna tersebut tidak
memiliki habitat lagi.
Untuk mengetahui tingkat kepadatan fauna di daerah sana, berikut
merupakan perhitungannya
a. Burung Gereja
Di wilayah studi, burung gereja yang ada termasuk banyak karena jumlah
burung ini sebesar 30 ekor. Burung ini menyebar pada saat terbang.
Sebarannya ditiap lahan ini tidak merata karena ia hanya tinggal di atas
pohon saja. Apabila tidak ada pohon, maka ia tidak akan singgah ke daerah
tersebut, dalam artian ia hanya melewati daerah itu saja.

Kerapatan

jumlah suatu j enis


jumlah seluruh jenis

Kerapatan suatu jenis


Kerapatan semua jenis

Kerapatan Rltf (KR) =

30
96

= 0,3125

X 100% = 32,46

b. Belalang
Diwiayah studi, belalang banyak sekali ditemui belalang. Belalang ini
tinggalnya di darat tepatnya dipadang rumput. Karena di daerah RSI masih
berupa lahan kosong yang ditumbuhi padang rumput sehingga dapat
dikatakan bahwa persebaran fauna di daerah ini termasuk tersebar dengan
merata dengan jumlah 50 ekor.
Kerapatan

Kerapatan Rltf (KR) =

jumlah suatu jenis


jumlah seluruh jenis
Kerapatan suatu jenis
Kerapatan semua jenis

50
96

= 0,52

X 100% =

54,02

27

ANDAL

c. Capung
Diwilayah studi, hanya sedikit jumlah capung yang ditemui yakni sebanyak
3 ekor. Akan tetapi, dengan adanya capung ini, dapat dikategorikan bahwa
daerah ini masih bisa dikatakan cukup baik.
jumlah suatu jenis
Kerapatan
=
jumlah seluruh jenis
Kerapatan Rltf (KR) =

3
96

= 0,03

Kerapatan suatu jenis


Kerapatan semua jenis X 100% = 3,11

d. Kupu-kupu
Diwilayah studi, kupu-kupu mempunyai jumlah yang minim juga. Hal itu
sama seperti capung. Kupu-kupu ini hanya mempunyai jumlah 2 ekor
sehingga persebarannya menjadi tidak merata.
jumlah suatu jenis
Kerapatan
=
jumlah seluruh jenis
Kerapatan Rltf (KR) =

kerapatan suatu jenis


kerapatan semua jenis

2
96

= 0,02

= X 100% =

2,07

e. Siput
Dalam wilayah studi, bekicot yang dijumpai hanya berjumlah 7 saja, dan
itu tidak tersebar merata. Ia hanya tinggal dan berkumpul dengan bekicot
lain ditempat yang lembab.
Kerapatan

Kerapatan Rltf (KR) =

jumlah suatu jenis


jumlah seluruh jenis
kerapatan suatu jenis
kerapatan semua jenis

7
96

= 0,07

X 100% = 7,27

f. Lebah
Di wilayah studi, lebah jarang sekali ditemui di udara. Ia hanya datang
sekali-kali saja. Jumlah lenah yang ada diwilayah studi ini hanya 1 saja.
jumlah suatu jenis
1
Kerapatan
=
=
jumlah seluruh jenis
96 = 0,01

28

ANDAL
Kerapatan Rltf (KR) =

kerapatan suatu jenis


kerapatan semua jenis

X 100% = 1,03

g. Pacet
Diwilayah studi, Pacet banyak sekali ditemui di darat tepatnya di daerah
yang lembab dan padang rumput. Karena didaerah RSI masih berupa lahan
kosong yang ditumbuhi padang rumput sehingga dapat dikatakan bahwa
jumlah fauna yang ada diwilayah sebanyak 5 dan persebarannya tidak
merata.
Kerapatan

Kerapatan Rltf (KR) =

jumlah suatu jenis


jumlah seluruh jenis
kerapatan suatu jenis
kerapatan semua jenis

5
96

= 0,05

X 100% = 5,19

Tabel 3.4 Jenis Fauna beserta Jumlah dan Kerapatannya


No

Jenis Fauna

Jumlah Fauna
(ekor)
1.
Burung Gereja
30
2.
Belalang
50
3.
Capung
3
4.
Kupu-kupu
2
5.
Siput
7
6.
Lebah
1
7.
Pacet
5
Jumlah
96
Sumber : Hasil Survei Primer, 2012

Kerapatan

Kerapatan Relatif

0,3125
0,52
0,03
0,02
0,07
0,01
0,05
1,0125

32,46
54,02
3,11
2,07
7,27
1,03
5,19
105,15

3.1.2 Komponen Abiotik


A. Air
Proses pengumpulan data primer untuk komponen air dilaksanakan
berdasarkan survei lapangan dengan menggunakan teknik wawancara kepada
masyarakat sekitar. Parameter yang digunakan pada semua dampak penting
menggunakan parameter kualitatif. Data primer digunakan untuk mendukung
data sekunder. Pada data primer dapat dilakukan dengan beberapa cara/metode
pengambilan, diantaranya adalah observasi langsung yaitu dilakukan dengan
mengajukan wawancara dan kuisioner. Untuk pengambilan data primer
mengenai penurunan kualitas air sendiri digunakan metode observasi langsung
ke wilayah studi dengan wawancara langsung ke beberapa responden.
Pada komponen air di wilayah studi, kondisi air sudah dalam kondisi
tercemar dengan indikasi warna kecoklatan yang berasal dari daerah yang lebih

29

ANDAL
atasanya dan juga indikasi bau air yang kurang sedap. Untuk mengetahui
kualitas air dengan lebih detail maka harus dilakukan uji kandungan zat-zat di
air yang ada di wilayah studi yakni dengan menghitung kadar BOD, COD,
Kandungan besi ataupun tembaga dan timbal yang terdapat di air. Pengukuran
pH dan kadar oksigen yang terdapat di air juga perlu untuk diketahui dalam hal
menetapkan baik buruknya sungai tersebut.
Tabel 3.5 Hasil Uji Kualitas Air Tanah
No
Jenis Kandungan
1.
pH
2.
Salinitas (Kadar Garam)
3.
Temperatur
4.
Turbidity (Kekeruhan)
5.
DHL (Daya Hantar Listrik)
6.
DO (Kandungan Oksigen)
Sumber : Hasil Survei Primer, 2012

Kadar
7,3-7,4
0,1
23,7oC
0,0 MTU
43,7 MS/m
0,50 Mg/l

Tabel 3.6 Hasil Uji Kualitas Air Sungai


N
Jenis Kandungan
o
1.
pH
2.
Salinitas (Kadar Garam)
3.
Temperatur
4.
Turbidity (Kekeruhan)
5.
DHL (Daya Hantar Listrik)
6.
DO (Kandungan Oksigen)
Sumber : Hasil Survei Primer, 2012

Kadar
7,4-7,6
0,0
25,4oC
6,4 MTU
39,9 MS/m
0,45 Mg/l

Dari perolehan data komponen air sesuai dengan hasil survei, didapatkan
bahwa tingkat temperatur air sungai lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat
temperatur air tanah yang berarti sudah terjad banyak pencemaran pada air sungai.
Tingkat kekeruhannya juga lebih tinggi air sungai yakni menunjukkan angka 6,4
MTU yang artinya air sungai sudah buruk kualitasnya dan perlu untuk dilakukan
penjagaan untuk dampak yang lebih buruk lagi
B. Udara
Keadaan udara pada wilayah studi di lahan RSIA Wira Husada Nusantara
dapat dinilai masih bersih, belum ada pencemaran dengan tingkat tinggi yang
merusak lingkungan sekitar. Dapat dilihat dari masih banyaknya capung, kupukupu, dan burung yang hinggap di lahan tersebut. Karena, keadaan lahan saat ini
mempunyai fungsi sebagai lahan hijau yang dapat membantu menyerap racunracun dari gas kendaraan yang setiap harinya melewati lahan tersebut. Walaupun
lokasi berada dipinggir jalan raya yang merupakan jalan utama dari Kota Malang

30

ANDAL
menuju Kota Batu yang setiap harinya pasti dilalui oleh kendaraan bermotor
ataupun bermobil tetapi dengan lahan yang saat ini masih merupakan lahan hijau
dengan luas lebih dari 10.000 m2 dapat membantu menjernihkan keadaan udara
yang berada diwilayah sekitar.
Untuk mengetahui kualitas udara, maka kita harus menghitung kandungan
zat-zat di udara yang ada di wilayah studi seperti kadar SO2, CO, Nox, O3, TSP,
Pb, H2S, NH3 dan HC. Standratnya mengenai kualitas udara ini menggunakan
ketentuan yang ada.

31

Tabel 3.7 Hasil Uji Kualitas Udara di Lokasi RSIA Wira Husada Nusantara
Co2

Titi
k
Sa
mpl
e

CO

Min

Avrg

Max

516
ppm

534
ppm

537
ppm

528
ppm

524
ppm

Min

Avrg

1,6
1,6
pp
ppm
m
530
533 1,6
1,6
ppm
ppm pp
ppm
m
526
527 1,6
1,6
ppm
ppm pp
ppm
m
Sumber: Hasil Survey 2012

Intensitas Cahaya

Ma
x
1,6
ppm

Mi
n
410
lux

1,6
ppm

410
lux

1,6
ppm

410
lux

Avr
g
18.5
02
lux
18.5
62
lux
18.0
02
lux

Kebisingan

Max

Min

>20.00
0 llux

Humidity

Suhu

Stop

Min

Avrg

Max

Min

Avrg

59,5
db

Avr
g
72
db

62,4
db

54,5
% rh

56,2
% rh

31,8
o
C

32,2
o
C

>20.00
0 lux

55,1
db

58,1
db

64,3
db

51,5
% rh

52,8
% rh

32,5
o
C

>20.00
0 lux

46,9
db

57,2
db

64,4
db

53,2
%
rh
49,7
%
rh
50,4
%
rh

52,8
% rh

56,3
% rh

31,7
2 oC

Air Velocity

Ma
x
32,7
o
C

Min

33 oC

32,7
o
C

Air Volume

Ma
x
1,24
m/s

Min

Avrg

Max

0,22
m/s

Avr
g
0,73
m/s

31,4
m/s

104,6
m3/h

178,3
m3/h

34
o
C

0,24
m/s

1,16
m/s

1,96
m/s

34,1
m/s

167,6
m/s

281,6
m/s

34
o
C

0,15
m/s

1,56
m/s

3,47
m/s

21,8
m/s

224,4
m/s

499.3
m/s

32

C. Tanah
Jenis tanah yang ada di Kota Batu adalah Andosol, Kambisol, Alluvial dan
Latosol. Lahan disana merupakan lahan yang subur. Kesuburan tanah akan
terganggu jika adanya limbah yang akan dibuang oleh RSIA ke lingkungan
sekitarnya. Sebelum adanya pembangunan RSIA, lahan awal berupa bangunan
pribadi ataupun rumah dari salah satu warga disana. Rona lingkungan awal
merupakan keadaan maupun kondisi lingkungan studi khususnya adalah guna
lahan yang sebelum dibangunnya RSIA. Sebelum dibangunan bangunan RSIA
lahan ini merupakan lahan hijau.
D. Transportasi
1. Analisa Tingkat Pelayanan Jalan
Rencana pambangunan Rumah Sakit Bersalin Wira Husada Nusantara
yang terletak di jalan penghubung Kabupaten Malang dengan Kota Batu
dapat berpotensi meningkatkan volume kendaraan pada ruas jalan tersebut,
sehingga perlu diketahui data volume kendaraan pada kondisi eksisting
untuk mengantisipasi potensi terjadinya kemacetan di Jalan Raya Dadap
Rejo Kota Batu. Berikut standar Satuan Mobil Penumpang (SMP)
berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997.
Tabel 3.8 Standar Satuan Mobil Penumpang (SMP)
Jenis moda

Jumlah kendaraan
(smp)
1,0

Kendaraan ringan
- Mobil
- Angkutan
- Taxi
Kendaraan berat
1,3
- bus
- truck
Sepeda motor
0,5
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Perhitungan Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) dilakukan di depan


lokasi rencana pembangunan Rumah Bersalin Wira Husada Nusantara.
Berikut merupakan hasil perhitungan volume kendaraan di Jalan Raya
Dadap Rejo.
Tabel 3.9 Hasil Perhitungan Volume LHR
Nama Jalan

Kendaraan

Volume Kendaraan (smp/jam)

33

Jalan Raya Dadap Rejo

Mobil
Angkutan
Motor
Truk
Bis
Sumber: Hasil Survei, 2012

218
14
584
16
17

a) Kecepatan Arus Bebas


Jalan Raya Dadap Rejo Kota Batu merupakan jenis jalan takterbagi
dan pada umumnya jarang dilalui oleh kendaraan ringan (LV). Berikut
adalah rumus perhitungan kecepatan arus bebas berdasarkan MKJI
(Manual Kapasitas Jalan Indonesia).
FV = (FVO + FVW) FFVS FFVCS
Keterangan:
FV
= Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam)
FVo
= Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)
FVW
= Penyesuaian lebar jalur lalu-lintas efektif (km/jam)
FFVSF
= Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping
FFVCS
= Faktor penyesuaian ukuran kota
Berdasarkan rumus tersebut dapat diketahui kecepatan arus bebas di Jalan
Raya Dadap Rejo Kota Batu.
Tabel 3.10 Kecepatan Arus Bebas di Jalan Raya Dadap Rejo
Nama Jalan

Tipe
Jalan
2/2 UD

Lebar Jalur

Jalan Raya Dadap


8
Rejo
Sumber: Hasil Analisis, 2012

FVo
42

FVw
3

FFVsf
0,93

FFVcs
0,93

FV(km/jam)
38,9205

b) Kapasitas Jalan
Perhitungan kapasitas jalan dilakukan berdasarkan rumus dari Manual
Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) sebagai berikut:
C = C0 x FCW x FCSP x FSF x FCS
Keterangan:
C
= Kapasitas (smp/jam)
C0
= Kapasitas Dasar (smp/jam)
FCW
= Faktor penyesuaian lebar jalan
FCSP
= Faktor penyesuaian jalan berdasarkan pemisahan arah
FCSF
= Faktor penyesuaian untuk kelas hambatan samping
FCCS
= Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
Berdasarkan rumus tersebut, maka dapat digunakan untuk mengetahui
kapasitas jalan Raya Dadap Rejo.
Tabel 3.11 Kapasitas Jalan Dadap Rejo
Nama Jalan

Tipe
Jalan

Lebar
Jalur

C0

FCW

FCSP

FCSF

FCCS

C(smp/jam)

34

Jalan Raya
2/2 UD
Dadap Rejo
Sumber: Hasil Analisis, 2012

2900

1,14

1,00

0,92

0,90

2737,368

c) Derajat Kejenuhan
Berdasarkan analisis kapasitas jalan, maka akan didapatkan tingkat
pelayanan jalan Dadap Rejo dengan derajat kejenuhan sebagai berikut.
Tabel 3.12 Derajat Kejenuhan Jalan Dadap Rejo
Nama Jalan
Jalan Raya
Dadap Rejo

DS
0,82

LOS
D

Analisa
Jalan Dadap
Rejo Kota
Batu,
mendekati
arus tidak
stabil yang
hampir
seluruh
pengemudi
akan dibatasi
volume
pelayanan
berkaitan
dengan
kapasitas
yang dapat
ditolerir

Sumber: Hasil Analisis, 2012

Berdasarkan analisis tersebut dapat diketahui bahwa rona lingkungan


hidup awal Jalan Raya Dadap Rejo sebelum adanya pembangunan Rumah
Sakit Bersalin Wira Husada Nusantara memiliki tingkat pelayanan jalan D.
Tingkat pelayanan jalan dapat menjadi semakin menurun akibat
pembangunan rumah sakit bersalin tersebut, hal ini dikarenakan adanya
penambahan volume lalu lintas yang menuju ke Jalan Dadap Rejo.
3.1.3 Komponen Sosial dan Budaya
A. Keresahan Masyarakat
Keresahan masyarakat belum ada di Desa Mulyoagung meskipun akan ada
proyek pembangunan Rumah Sakit Ibu. Karena kehidupan masyarakat di sana
masih nyaman dengan kualitas air, udara, dan tanah yang juga masih baik. Serta
tidak ada gangguan-gangguan seperti kebisingan, debu, polusi air, vegetasi,
polusi udara dan polusi tanah. Keresahan yang mungkin dikhawatirkan adalah
limbah cair yang dihasilkan oleh pembangunan Rumah Sakit Ibu. Baik

35

konstruksi maupun pasca konstruksi. Parameter yang digunakan dalam


Kerangka Acuan analisis mengenai dampak lingkungan:
1. Persepsi masyarakat tentang rencana pembangunan Rumah Sakit

Ibu

tersebut
2. Konflik yang terjadi akibat adanya kegiatan Rumah Sakit Ibu tersebut.
3. Kerugian yang dirasakan akibat kegiatan/ usaha di Rumah Sakit Ibu
tersebut
B. Kesejahteraan Masyarakat
1. Mata Pencaharian
Guna lahan di Desa Mulyoagung Kecamatan Pakis didominasi oleh
permukiman. Sebagian besar masyarakat yang bertempat tinggal di Desa
Mulyoagung bekerja ke kota Batu ataupun ke kota Malang. Masyarakat
dengan

mata

pencaharian

sebagai

buruh

menunjukkan

tingkat

kesejahteraan yang rendah. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai


pedagang juga terlihat sedikit untuk di daerah ini.
2. Perekonomian dan Tingkat Pendapatan
Kegiatan perekonomian mayoritas adalah kegiatan di bidang buruh atau
pekerja. kesejahteraan rata-rata yang rendah disebabkan oleh masyarakat
3.1.4

yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai buruh.


Komponen Kesehatan Masyarakat
Kondisi Kesehatan masyarakat kota Batu dapat dikatakan normal seperti

daerah daerah lain selain kota kota batu, khususnya di kecamatan Junrejo. Beriku
daftar 10 penyakit terbanyak di Kota Batu.

Tabel 3.13 Penyakit Terbanyak di Kota Batu Tahun 2005-2007


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jenis Penyakit
ISPA
Rematik
Tekanan Darah Tinggi
Gastritis
Penyakit gusi dan jaringan periodental
Diare
Penyakit kulit alergi
Penyakit pulpa dan jaringan peripikal
Kelainan dento fasial termasuk maloklusi
Asma

2005
30.671
6.744
8.129
6.376
4.222
3.712
3.778
2.409
1.942
1.942

Jumlah Kasus
2006
36.182
8.101
6.652
4.860
4.539
4.450
3.352
2.843
2.425
2.025

2007
50.509
11.183
11.167
10.072
5.066
8.842
4.486
2.943
3.009
2.037

36

Sumber : Bidang Yankes Dinkes Kota Batu

Dari beberapa daftar penyakit yang ada di Kota Batu tersebut juga terjadi di
Kecamatan Junrejo.Saat ini kondisi kesehatan masyarakat di kecamatan Junrejo
dapat dikatakan stabil. Meskipun masyarakatnya juga pernah terserang penyakit
namun tidak sampai mewabah. Kecamatan Junrejo juga tidak memiliki catatan
buruk terhadap suatu jenis penyakit.
Diharapkan dengan dibangunnya Rumah Sakit Ibu dan Anak Wira Husada
Nusantara di Kecamatan Junrejo ini dapat mempertahankan bahkan memperbaiki
trend kesehatan masyarakat Kecamatan Jurejo khususnya juga berdampak pada
status Gizi bayi yang ada di Kecamatan Junrejo.

37

Anda mungkin juga menyukai