Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur merupakan keluhan kesehatan yang biasa ditemukan pada kasus


ortopedik. Kesalahan dalam penanganan awal fraktur dapat berakibat ke
morbiditas jangka panjang dan berpotensial untuk menjadi mortalitas. Fraktur
ortopedik biasanya lebih sering ditemukan pada kecelakaan lalu lintas. Pada 2004,
trauma akibat kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian nomor 9
terbesar sedunia menurut WHO, dan peringkat ini akan meningkat apabila tidak
dilakukan intervensi. Selain daripada di atas, terdapat juga fraktur yang
diakibatkan oleh jatuh atau tubrukan biasa, dan kasus fraktur biasa juga ditemukan
pada keadaan bencana alam.
Fraktur sendiri adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tidak selalu
disebabkan oleh trauma berat; terkadang trauma ringan yang berulang dapat
menimbulkan fraktur.
Fraktur stress diakibatkan oleh trauma ringan tetapi terus menerus, seperti
fraktur tibia pada penari balet, atau fraktur fibula pada pelari jarak jauh.
Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya
mengalami proses patologis sehingga menyebabkan kelemahan pada struktur
tulang tersebut. Contohnya adalah tumor tulang maligna, miolema multiple, kista
tulang, osteomielitis dan sebagainya. Trauma ringan dapat menimbulkan fraktur
apabila telah mengalami kelemahan pada struktur tulangnya pada kasus ini.

Laporan kasus ini dilaporkan karena fraktur patologis sering terjadi


sebagai kasus fraktur yang bukan disebabkan trauma berat akibat kecelakaan.
Berikut ini dilaporkan sebuah kasus fraktur patologis laki-laki berusia 38 tahun
yang dirawat di ruang Tulip RSUD Banjarmasin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Fraktur
Fraktur didefinisikan sebagai gangguan dari integritas tulang, meliputi cedera
pada sumsum tulang, periosteum, dan sfot tissue sekitar. Terdapat banyak macam
jenis fraktur tergantung dari jenis klasifikasinya.
Berdasarkan anatomi :
1. Pada diafisis
2. Pada metafisis
3. Pada fisis
4. Pada epifisis
Berdasarkan etiologis :
1. Fraktur traumatik
Fraktur yang terjadi akibat gaya trauma yang besar
2. Fraktur patologis
Fraktur yang terjadi akibat kelemahan struktur tulang sebelumnya karena
kelainan patologis dalam tulang
3. Fraktur stress
Fraktur yang terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu
tempat tertentu
Berdasarkan klinis :
1. Fraktur tertutup
Fraktur yang dimana tulang yang mengalami fraktur tidak terhubung
dengan dunia luar
2. Fraktur terbuka
Fraktur yang dimana tulang yang mengalami fraktur terhubung dengan
dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak.
3. Fraktur dengan komplikasi
Fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya malunion, delayed
union, nonunion, infeksi tulang.
Berdasarkan konfigurasi :
1. Fraktur transversal
2. Fraktur oblik
3. Fraktur spiral
4. Fraktur Z

5. Fratur segmental
6. Fraktur kommunitif
7. Fraktur baji
8. Fraktur avulsi
9. Fraktur depresi
10. Fraktur impaksi
11. Fraktur burst
12. Fraktur epifisis

Berdasarkan ekstensi :
1. Fraktur total
2. Fraktur tidak total
3. Fraktur buckle
4. Fraktur garis rambut
5. Fraktur green stick

Berdasarkan hubungan antar fragmen :


1. Tidak bergeser (undisplaced)
2. Bergeser (displaced), terbagi dalam 6 cara :
i.
Bersampingan
ii. Angulasi
iii.
Rotasi
iv. Distraksi
v. Over-riding
vi.
Impaksi

Ketika fraktur terjadi, fraktur tersebut dideskripsikan secara radiografis dan


klinis dengan beberapa faktor berikut :
o Anatomi : Fraktur tersebut dideskripsikan mengenai hubungan tulang
yang terlibat dan lokasinya pada tulang (diafisis, metafisis, fisis dan
epifisis)
o Keterlibatan permukaan artikular : apakah fraktur tersebut melibatkan
intra-artikular?
o Displacement atau pergeseran : apakah fragment fraktur yang distal
bergeser dibanding fragmen fraktur yang proximal?
o Angulasi : deformitas angular didefinisikan berdasarkan derajat
berdasarkan hubungan fragment distal ke fragment proximal atau
dengan hubungan apex proximal dari fragment distal.
o Rotasi : deformitas rotasi dideskripsikan secara klinis dan radigrafis
o Pemendekan : apakah fraktur tersebut menyebabkan pemendekan
tulang?
o Fragmentasi : Muller AO ( Arbeitsgemeinschaft fr
Osteosynthesefragen [Association for
Osteosynthesis]) Comprehensive Classification of Fractures
menyediakan deskripsi terstandar untuk pola fraktur, sehingga
memudahkan untuk komunikasi mengenai cedera lebih tepat dan
mudah dimengerti.
o Simple fracture adalah spiral, oblik, atau transversal.
o Fraktur multifragmen adalah fraktur yang banyak retakan pada
tulang, sehingga menyebabkan lebih dari 2 fragmen.
o Wedge fracture adalah jenis spiral (enegi kecil) atau bending
(energi besar) dan menyebabkan fragmen fraktur distal dan
proximal tetap bersentuhan satu sama lain.

o Complex Multifragmentary fracture adalah fraktur segmental


atau fraktur dimana tidak ada kontak antara fragmen distal dan
proximal tanpa adanya pemendekan tulang.
o Keterlibatan soft-tissue : apakah fraktur jenis terbuka atau tertutup?
apakah terdapat cedera neurologis dan atau vaskular? apakah terdapat
cedera otot atau tanda-tanda kompartmen sindrom? Gustilo et al
mendeskripsikan fraktur terbuka dalam 3 tipe :
o Tipe I : luka kurang dari 1 cm, bersih, dan biasanya diakibatkan
fragmen fraktur yang menembus kulit (misal, inside-out
injury). Ini adalah cedera dengan gaya lemah.
o Tipe II : luka lebih dari 1 cm, kontaminasi minimal, dan tanpa
cedera atau defek yang besar pada jaringan lunakf. Ini juga
dianggap sebagai cedera dengan gaya lemah.
o Tipe III : luka lebih dari 1 cm, dengan gangguan jaringan lunak
yang signifikan/bermakna. Mekanismenya diakibatkan trauma
gaya kuat, sehingga mengakibatkan fraktur tidak stabil dengan
fragmentas yang bervariasi derajatnya. Fraktur tipe II dibagi
lagi menjadi :
IIIA : lukanya memiliki cukup jaringan lunak yang
sehat untuk menutupi tulang tanpa perlu dilakukan flap

local atau flap distant


IIB : Gangguan pada jaringan lunak sangat besar
sehingga perlu dilakukan flap untuk menutupi tulang.
Luka mungkin terkontaminasi dan irigasi atau prosedur
debridement diperlukan untuk membersihkan luka

IIIC : semua fraktur terbuka yang terdapat cedera arteri


atau neurologis yang perlu diperbaiki dianggap
langsung sebagai tipe IIC.

2. Epidemiologi
Trauma menyebabkan lebih dari 140.000 kematian tiap tahun di Amerika
Serlunak dan merupakan penyebab tertinggi untuk angka kematian pada
orang yang berusia 1-34 tahun, dan menyebabkan banyaknya yang
kehilangan produktivitas sebelum usia 65 tahun dibanding kasus penyakit
arteri koroner, kanker, dan stroke digabung.
Pada negara yang berpenghasilan menengah ke bawah, jatuh dan
kecelakaan lalu lintas adalah penyebab terbanyak yang menjadi masalah,
lebih banyak daripada penyakit menular seperti Tuberculosis dan HIV.
Proporsi masalah dari cedera, berbanding terbalik dibandingkan penyakit
menular atau degeneratif, seperti pada negara dengan pendapatan menengah
seperti China dan Amerika Serlunak.

Insidensi fraktur bersifat multifaktor dan sering berkomplikasi akibat


beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, gaya hidup dan pekerjaan. Pada
Amerika Serlunak, terjadi 5,6 juta fraktur setiap tahunnya, sekitar 2%
insidensi
3. Etiologi
Fraktur terjadi ketika terdapat gaya yang diarahkan ke tulang melebihi dari
kekuatan tulang tersebut. Faktor-faktor baik intrinsik maupun ekstrinsik
sangat penting pada fraktur. Faktor ekstrinsik berupa rasio tulang yang
terkena energi mekanik tersebut dan durasi, arah dan derajat kekuatan yang
diarahkan pada tulang. Faktor intrinsik termasuk kapasitas tulang dalam
menyerap gaya yang diterima, elastisitas, kekuatan, densitas.
Tulang dapat mengalami fraktur sebagai hasil dari trauma secara langsung
atau tidak langsung. Trauma langsung termasuk gaya secara langsung pada
tulang; mekanisme langsung seperti tapping fracture (misal bumper injury),
penetrating fracture (misal cedera luka tembak), dan crush fracture. Trauma
tidak langsung termasuk gaya tenada yang berlangsung jauh dari daerah
fracture seperti pada tekanan (traksi), kompres, dan gaya rotasi.
4. Patofisiologi
Fraktur dapat sembuh dengan 2 mekanisme yang berbeda, tergantung pada
posis dan stabilitas. Penyembuhan primer/langsung dapat terjadi ketika
reduksi anatomis dengan kompresi dapat tercapai. Dengan penyembuhan
primer, penyembuhan terjadi secara internal dan tidak terbentuk kalus.
Penyembuhan tidak langsung / sekunder terjadi dengan stabilitas relatif
apabila reduksi anatomis tidak tercapai atau kompresi tidak memungkinkan.
Tipe penyembuhan ini memerlukan pembentukan kalus tulang dan external
remodelling untuk menyambungkan jeda antar tulang.

Fase penyembuhan fraktur meliputi :


Kerusakan jaringan dan pembentukan hematoma
Hematome terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh
darah yang rusak, hematom dibungkus jaringan lunak disekitarnya
(periosteum dan otot) terjadi dalam 1-2 x 24 jam.

Fase radang dan proliferasi seluler


Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, disekitar
lokasi fraktur sel-sel ini menjadi prekursor untuk osteoblasr dan aktif
tumbuh ke arah fragmen tulang.

Fase pembentukan kalus

10

Osteoblast membentuk kalus/tulang lunak memberikan rigiditas


pada fraktur. Massa kalus terlihat pada X-ray yang menunjukkan

fraktur telah menyatu. terjadi setelah 6-10 hari terjadinya fraktur.


Fase konsolidasi
Kalus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. fraktur teraba telah
menyatu, secara bertahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu
ke-3 - 10 setelah terjadinya fraktur

Fase remodeling
Fraktur telah disambungkan oleh tulang yang padat. Terjadi selama
beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun. Pada fase remodeling ini,
perlahan-lahan terjadi resorbsi osteoklas dan osteoblast pada tulang
dan kalus eksterna perlahan-lahan menghilang. Pada kalus bagian
dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum

tulang.
Pada kejadian cedera fraktur, fase yang paling penting dalam
penyembuhan adalah faktor peradangan dan pembentukan hematom. Karena
pada fase ini mekanisme sinyal sel bekerja dan mekanisme inflamasi akan

11

menarik sel yang diperlukan untuk melakukan respon penyembuhan. Dalam


7 hari, badan akan membentuk jaringan granulasi diantara fragmen fraktur.
Berbagai komponen biokimia akan memerikan sinyal pada substansi terkait
dalam pembentukan soft callus, yang berlangsung selama 2 minggu.
Pada saat pembentukan hard callus, proliferasi sel dan diferensiasi mulai
memproduksi osteoblast dan kondroblas pada jaringan granulasi. Osteoblas
dan kondroblas, mensintesiskan matrix organik sel pada tulang yang menyatu
dan kartilago, dan tulang yang baru akan terbentuk. Fase ini memerlukan
waktu 4-16 minggu.
Pada fase terakhir, remodelling, kalus dari tulang yang baru dibentuk akan
diganti dengan tulang lamellar keras, yang disusun secara paralel terhadap
axis dari tulang. Fase terakhir ini akan membuat remodelling pada tulang di
daerah penyembuhan fraktur oleh berbagai sel seperti osteoklas. Ini dapat
terjadi berbulan-bulan atau bertahun-tahun, tergantung dari pasien dan faktor
fraktur.
Faktor pasien meliputi usia, pengobatan, faktor sosial dan nutrisi. Faktor
lain adalah tipe fraktur, derajat trauma, penyakit sistemik dan lokal, dan
infeksi.
Pasien dengan faktor prognosis jelek dalam penyembuhan tulang beresiko
dalam komplikasi penyembuhan tulang seperti nonunion (fraktur tanpa
kemungkinan sembuh), malunion (penyembuhan tulang pada posisi yang
tidak sesuai), osteomielitis, dan nyeri kronik
Faktor
Usia
Komorbiditas

Ideal
remaja
Tidak ada

Bermasalah
Dewasa tua
Multiple medical
komorbid (misal

12

Medikasi
Faktor sosial
Nutrisi
Tipe fraktur

Trauma
Faktor lokal

Tidak ada
Bukan perokok
Nutrisi baik
Tertutup,

diabetes)
NSAID, kortikosteroid
Perokok
Nutrisi jelek
Terbuka dengan suplai

neurovaskular

darah jelek

intak
Single limb
Tidak ada infeksi

Multiple trauma
Local infeksi

5. Diagnosis
o Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma, baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat,
karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan fraktur
mungkin terjadi di daerah lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan
lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari kamar mandi,
penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena
mesin atau karena trauma olahraga.
Pada anamnesis yang mengarahkan kita kepada suatu fraktur
patologis :

pasien dengan fraktur yang terjadi secara spontan atau pada trauma minor

pola fraktur yang tidak biasa

riwayat multipel fraktur sebelumnya

usia tua

riwayat keganasan atau penyakit metabolik

riwayat nyeri pada tempat fraktur sebelum terjadi fraktur


faktor risiko seperti merokok maupun eksposure terhadap karsinogen
o Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan adanya :
o tanda-tanda vital yang mungkin merujuk pada shock, tanda-tanda
anemis atau perdarahan

13

o Kerusakan pada organ-organ lain disekitar tempat terjadinya fraktur


seperti otak, sumsum tulang belakang atau organ dalam rongga thorak,
panggul dan abdomen
o Faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis seperti adanya
kanker, infeksi, kista, osteoporosis.
o Inspeksi (look)
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak
Keadaan umum penderita secara keseluruhan
Ekspresi wajah karena nyeri
Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk

membedakan fraktur tertutup dan terbuka


Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan

pemendekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-

organ lain
Perhatikan kondisi mental penderita
Keadaan vaskularisasi
o Palpasi (feel)
Krepitasi
Pemeriksaan vaskularisasi pada daerah distal trauma
Pengukuran tungkai untuk melihat perbedaan panjang tungkai
o Pergerakan (move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan
secara aktif dan pasif sendi prosimal dan distal dari tulang yang
mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri yang hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
Selain pemeriksaan fisik standar pada fraktur, diperlukan pemeriksaan
tambahan seperti ada tidaknya massa pada tempat fraktur, keterlibatan

14

limfonodi regional. Pemeriksaan thyroid, mammae, prostat dan rektum juga


perlu dilakukan untuk mencari kemungkinan tumor primer.
o Penunjang/Radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur. Tujuannya :
o Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
o Melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya
o Menentukan teknik pengobatan
o Untuk menentukan apakah fraktur tersebut baru atau tidak
o Menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
o Melihat adanya kelainan patologis lain pada tulang
o Melihat adanya benda asing seperti peluru.
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan prinsip DUA :
o Dua posisi proyeksi
Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di
bawah sendi yang mengalami fraktur
o Dua anggota gerak
Ketika kita mencurigai suatu fraktur patologis akibat metastasis :
Bone survey untuk mencari kemungkinan kelainan pada tempat lain

(metastasis pada tulang yang lain, impending fraktur).


Thorax AP
Bone scans
USG abdomen
Pemeriksaan spesifik : mammografi, IVU, endoscopy

6. Penatalaksanaan
Tujuan umum dalam penanganan fraktur awal adalah mengontrol
perdarahan, pengurangan rasa nyeri, mencegah cedera iskemi-reperfusi, dan
menghilangkan potensi sumber kontaminasi (benda asing dan jaringan).
Ketika ini berhasil dilakukan, fraktur harus direduksi dan reduksi selalu
dipertahankan agar mengoptimalisasikan kondisi untuk penyambungan
fraktur dan minimalisasi komplikasi.

15

Tujuan dari penanganan fraktur adalah menjaga segmen tubuh yang


terkait, ketika disembuhkan dapat kembali lagi ke fungsi yang bisa diperbaiki
semaksimalkan. Ini dapat tercapai bila reduksi fraktur bisa dijaga dengan
teknik imobilisasi yang membantu fraktur untuk sembuh dan di waktu
bersamaan juga membantu untuk fungsi aftercare pasien. Terdapat cara
operatif maupun nonoperatif dalam penatalaksanaan fraktur.
Nonoperatif meliputi casting dan traksi (skin traction atau skeletal
traction)
o Casting
Reduksi tertutup harus dilakukan sedini mungkin untuk fraktur
yang terdapat displaced, pemendekan, atau angulasi. Ini dapat dicapai
dengan penggunaan traksi pada sumbu panjang pada anggota tubuh
yang cedera dan membalikkan mekanisme cedera/fraktur, diikuti
dengan imobilisasi melalui casting atau splinting. Splint dan cast dapat
dibuat dari fiberglass atau plaster.
Reduksi tertutup / closed reduction dikontraindikasikan pada
keadaan :
o Fraktur undisplaced
o Apabila terdapat displacement tapi tidak bersifat relevant terhadap

hasil fungsional
o Apabila reduksi mustahil dilakukan (Fraktur comminutive berat)
o Apabila reduksi yang telah tercapai, tapi tak bisa dipertahankan
o Apabila fraktur diakibatkan karena gaya traksi
Traksi
Selama beberapa tahun, traksi telah digunakan untuk penanganan
fraktur dan dislokasi yang tak bisa diterapi dengan casting. Dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengenai operasi dan
implant ortopedi, traksi mulai jarang digunakan untuk penanganan

16

dislokasi atau fraktur. Terdapat 2 jenis traksi : skin traction dan skeletal
traction.
Pada skin traction, tape traksi dipasangkan ke kulit dari segment
anggota tubuh yang dibawah fraktur, atau sepatu dari foam yang
dipasangkan secara pas ke kaki pasien. Ketika memasang skin traction,
atau traksi Buck, biasanya 10% dari berat tubuh pasien
direkomendasikan (hingga 5kg). Pada berat lebih dari 5 kg, maka
lapisan superfisial kulit dapat rusak dan iritasi. Karena semua gaya
yang dihasilkan dari traksi ini hilang dan memudar pada struktur
jaringan lunak, traksi ini jarang digunakan sebagai terapi definitif
untuk dewasa, tetapi lebih kepada penanganan sementara sampai terapi
definitif dilakukan.
Pada skeletal traction, pin (misal Steinmann pin) diletakkan pada
tulang distal dari fraktur. Pemberat diberikan pada pin ini dan pasien
ditaruh di tempat khusus untuk memfasilitasi traksi dan perawatan.
Traksi jenis ini biasanya digunakan untuk fraktur femur.

17

Penanganan berdasarkan prinsip AO ada 4, dan ini telah menjadi pedoman


selama beberapa abad :
1. Reduksi anatomis untuk fragmen fraktur : Untuk diafisis, penyusunan
anatomis termasuk panjang, angulasi dan rotasi diperbaiki; fraktur
intra-artikuler butuh reduksi anatomis untuk semua fragmen
2. Fiksasi yang stabil, absolut ataupun relatif untuk memenuhi kebutuhan
biomekanik
3. Menjaga suplai darah ke daerah yang cedera serta jaringan lunak
4. Range of Motion dini dan rehabilitasi
Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)
Tujuan dari ORIF adalah mengekspose secara adekuat daerah
fraktur dan meminimalisir lepasnya jaringan lunak dan mereduksi
fraktur. Ketika reduksi tercapai, dijaga kestabilannya.
Open reduction yang dimaksud adalah menyusun kembali tulang
yang fraktur ke posisi normal. Internal fixation adalah penggunaan
besi, mur atau plat nruk menjaga tulang yang fraktur tetap stabil dan
mencegah infeksi.

Kirschner wires
Kirschner wires, atau K-wire, umum digunakan sebaga terapi
sementara maupun definitif pada fraktur. Akan tetapi, K-wire hanya
18

memperbaiki kestabilan dalam susunan tulang, tapi tidak menjaga


kemungkinan terjadinya rotasi, dan sangat lemah terhadap gaya rotasi /
twist. K-wire umumnya digunakan untuk fiksasi tambahan untuk mur
atau plat dan mur yang melibatkan fraktur pada sendi.
Ketika K-wire digunakan sebagai fiksasi tersendiri, penggunaan
casting atau splinting digunakan secara bersamaan. Kawat ini dapat

dipasang perkutan atau melalui mekanisme mini-open.


Plat dan mur
Plat dan mur umumnya digunakan untuk penanganan fraktur
artikuler. Penggunaan ini memerlukan reduksi anatomis dari fragmen
fraktur dan membuat ROM dini pada ekstremitas yang terluka. Plat
memberikan tenaga dan stabilitas untuk menetralisasikan tenaga pada
anggota tubuh yang cedera untuk fungsi postoperatif

19

Desain plate bervariasi, tergantung dari regio anatomi dan ukuran


dari tulang dimana plat akan dipasang. Semua plat harus dipasang
dengan pengelupasan jaringan lunak seminimal mungkin.
Terdapat 5 fungsi plat utama:
Buttress (antiglide) plates
Compression plates
Neutralization plates
Tension Band plates
Bridge plates
Buttress plates menguatkan kompresi dan membalas gaya yang
umumnya terjadi pada fraktur yang mengenai metafisis dan epifisis.
Plat ini biasanya digunakan berbarengan dengan fiksasi mur
interfragment. Biasanya plat ini difiksasi ke fragmen fraktur yang
terbesar dan tidak harus difiksasi lewat fragmen yang kecil. Untuk
mencapai fungsi yang dibutuhkan, diperlukan plat yang sesuai dengan
fiksasi dan support yang adekuat.

20

Compression plat melawan gaya bengkokan, jepitan dan torsional


dengan menyediakan kompresi sepanjang letak fraktur via lubanglubang di plat. Plat ini biasanya digunakan untuk tulang panjang
seperti fibula, radius, dan ulna, dan pada operasi nonunion atau
malunion.

Neutralization plates biasanya digunakan kombinasi dengan fiksasi


mur interfragment. Kompresi mur ini menyediakan penekanan atau
kompresi pada daerah fraktur. Plat nya berfungsi untuk menetralisir
gaya bengkok, jepit dan torsio pada fiksasinya dan meningkatkan

21

stabilitas konstruksi tulang. Plat ini biasanya digunakan untuk fraktur


yang berhubungan dengan fibula, radius, ulna dan humerus.
Bridge plates bagus digunakan dalam menangani fraktur
multifragmen diafisial atau metafisial. Pemasangan perlu ekstra hatihati unruk mendapatkan peraikan pada penyusunan panjang dan rotasi
pada plat ini.

Tension band plates mengubah tenaga tekanan menjadi tenaga


kompresi sehingga menghasilkan stabilitas total.

Paku intermedular
Paku intermedular telah digunakan selama beberapa abad yang
lalu. Cara kerjanya seperti splint internal yang membagi beban pada
tulang, dapat bersifat fleksibel atau rigid, terkunci atau tidak. Biasanya
digunakan untuk fraktur tibial dan femoran diafisis, paku ini
memberikan stabilitas relatif untuk menjaga susunan tulang dan

22

panjangnya, serta membatasi rotasi. Keuntungan teknik ini adalah


minimal invasif, dan ROM dini.

Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal memberikan stabilisasi dari jauh tanpa
mengganggu struktur jaringan lunak di daerah fraktur. Teknik ini tidak
hanya memberikan stabilitas pada ekstremitas dan menjaga panjang,
susunan dan rotasi tulang tanpa perlu casting, tapi juga memudahkan
untuk inspeksi jaringan lunak yang vitas untuk penyembuhan fraktur
serta wound care.
Indikasi untuk fiksasi eksternal :
Fraktur terbuka yang memiliki kerusakan jaringan lunak yang

7. Komplikasi

signifikan
Cedera jaringan lunak
Fraktur pelvis
Fraktur unstable dan severe comminuted
Fraktur yang berhubungan dengan bony deficit
Fraktur berkaitan dengan infeksi atau nonunion

23

Komplikasi pada cast meliputi pembentukan ulkus tekanan / pressure


ulcer, luka bakar akibat pengerasan plaster dan tromboplebitis. Grup AO
ASIF juga mengomentari imobilisasi cast yang lama atau juga disebut cast
disease dapat menyebabkan gangguan sirkulasi, inflamasi dan penyakit
tulang yang berakhir pada osteoporosis, edema kronik, atrofi soft-tissue, dan
kaku sendi.
Komplikasi pada traksi meliputi pembentukan ulkus, infeksi
pulmo/urinaria, permanent footdrop contractur, palsi nervus peroneal, infeksi
pin traksi dan tromboembolik. Semua ini diakibatkan sedikitnya mobilitas
pasien, atrofi otot, kelemahan dan kaku akibat dari fraktur.
Komplikasi dari fiksasi eksternal meliputi infeksi pin traksi, pin lepas atau
rusak, gangguan pada gerak sendi, cedera neurovaskular ketika diletakkan
pin, malalignment karena buruknya penyusunan, delayed union dan
malunion.
Kompartmen sindrom, awalnya dilaporkan oleh von Volkmann pada 1872,
adalah kondisi yang mengancam hidup pasien. Sindrom kompartmen terjadi
ketika tekanan pada jjaringan melebihi tekanan perfusi pada ruang anatomis
tertutup. Kondisi ini dapat terjadi pada berbagai kompartmen seperti tangan,
lengan, abdomen, pantat, paha, dan kaki, tapi umumnya terjadi pada bagian
anterior kompartmen kaki.
Sejarah awal dari kompartmen sindrom dapat berhubungan dengan
nekrosis jaringan, kegagalan fungsi organ dengan kontraktur, dan gagal ginjal
sekunder dengan rhabdomyolisis, yang dapat berakhir dengan kematian bila
tidak diatasi. Kompartmen sindrom dapat terjadi setelah cedera trauma pada
ekstemitas, setelah iskemia dan pada kasus yang jarang, setelah olahraga.

24

Klinis pasien mengalami nyeri yang luar biasa dan nyeri saat meregangkan
otot secara pasif, serta pallor, parestesi, poikilothermia (temperatur
abnormal). Pulselessness adalah tanda yang biasanya lambat ditemukan pada
kompartmen sindrom.
Kompartmen sindrom dapat diukur secara objektif. Tekanan
intrakompartment lebih dari 30 mmHg atau tekanan diastolik dikurangi
tekanan intrakompartmen yang hasilnya lebih dari 30 mmHG merupakan
indikasi untuk dilakukan operasi. Terapi definitif adalah fasciotomi pada
kompartmen yang terkena.
Kebanyakan fraktur patologis dapat menyatu, karena laju deposisi pada
penyembuhan fraktur lebih cepat daripada laju resorbsi penyakit yang
mendasari fraktur tersebut. Fraktur patologis pada osteomielitis tidak akan
menyatu sampai infeksi bisa terkontrol. Pada neoplasma ganas seperti
osteosarkoma, laju deposisi dan resorpsi tulang bisa sama cepat, sehingga
bisa terjadi delayed union dan merupakan suatu indikasi amputasi. Fraktur
patologis akibat metastasis neoplasma pada ekstrimitas biasanya memerlukan
fiksasi internal dikombinasi dengan terapi radiasi dan hormonal.

25

BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. Ahmad
Umur
: 38 tahun
No. RMK
: 1.18.21.46
Bangsa
: Indonesia
Suku
: Banjar
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Sembilang RT 0001
MRS
: 1-12-2015
II.

ANAMNESIS
1. Keluhan Utama

: Nyeri pada kaki kanan

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Os datang dengan keluhan nyeri pada kaki kanan sejak sekitar 1 minggu
SMRS akibat terjatuh dengan sendirinya saat berjalan. Os mengaku
sejak terjatuh tersebut, kaki os menjadi sangat nyeri jika dibawa berjalan
sehingga os hanya berbaring. Riwayat nyeri yang sama sebelumnya
disangkal. Os mengaku 1 bulan yang lalu dioperasi untuk pengangkatan
kanker ginjal sebelah kanan. Karena keluhan tersebut, os berobat ke
RSUD Ulin
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi (-) DM (-) Asma (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Penyakit serupa (-) Hipertensi (-) DM (-) Asma (-)
III.

PEMERIKSAAN FISIK

26

A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran
: Composmentis, GCS : 4-5-6
3. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80
Respirasi rate : 24 x/menit
Nadi
: 98 x/menit
Suhu
: 37.0o C
B. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Umum
: Bentuk mesosefali
Rambut
: Warna hitam, tipis, distribusi merata
Mata
:
- eksoftalmus (-/-)
- konjungtiva pucat (-/-)
- sklera ikterik (-/-)
- refleks cahaya (+/+)
Mulut
: mukosa pucat (-)
Leher
:
- Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
- Jugular venous pressure tidak meningkat
C. Pemeriksaan Thoraks
Paru
Inspeksi
: Gerakan nafas simetris, retraksi (-)
Palpasi
: Fremitus vokal simetris, nyeri tekan tidak ada
Perkusi
: Sonor (+/+)
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
: Iktus dan pulsasi tidak terlihat
Palpasi
: Apeks teraba pada ICS V LMK kiri, Thrill (-)
Perkusi
: Batas kanan ICS II-IV LPS Dextra
Batas kiri ICS II-IV LMK Sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II tunggal
Murmur tidak ada
D. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
: Tampak datar, vena kolateral (-), scar (+) luka post op,
distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi
: Hepar, lien, massa tidak teraba,
Perkusi
: Timpani
E. Pemeriksaan Ekstremitas
Atas
: Akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)
Bawah
: Akral dingin, edem (-/-), parese (-/-)
Deformitas (+), shortening (+), krepitasi (+)
F. Pemeriksaan Tulang Belakang
G. Pemeriksaan Neurologis

27

IV.

Dalam batas normal, nyeri (-), tidak tampak skoliosis, kifosis, lordosis
H. Status neurologis :
N. VII
Kanan
Kiri
Motorik Orbitofrontal
:
baik
baik
Motorik Orbicularis
:
baik
baik
N. VIII
Vestibular
Vertigo
: (-)
Nistagmus : (-)
Cochlear
Tuli Konduktif
: (-)
Tuli Perspeptif
: (-)
N. IX, X
Motorik
: tidak ada deviasi uvula, arcus faring simetris
Sensorik
: refleks muntah (+), refleks menelan (+)
N. XI
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu :
baik
baik
Menoleh
:
baik
baik
N. XII
Pergerakan Lidah : baik, tidak ada deviasi
Atrofi
: (-)
Fasikulasi
: (-)
Tremor
: (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tabel 3.1. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 1-12-2015
Pemeriksaan

HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
RDW-CV
MCV-MCH-MCHC
MCV
MCH
MCHC
Hitung Jenis
Gran %
Limfosit %
Gran #
Limfosit #
KIMIA

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

8.3
20.6
3.11
25.6
339
15.2

14,0-18,0
4,0-10,5
4,50-6,00
42,00-52,00
150-450
11,5-14,7

g/dl
ribu/ul
Juta/ul
Vol%
Ribu/ul
%

82,5
26,6
32,4

80,0-97,0
27,0-32,0
32,0-38,0

Fl
Pg
%

69.3
18.1
14.3
3.7

50,0-70,0
25,0-40,0
2,50-7,00
1,25-4,00

%
%
Ribu/ul
Ribu/ul

28

GULA DARAH
Glukosa Darah Sewaktu
HATI
SGOT
SGPT
GINJAL
Ureum
Creatinin
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chloride

94

<200

mg/dL

19
16

0 46
0 45

U/l
U/l

51
1,0

10 50
0,7 1,4

mg/dL
mg/dL

138
4.0
111

135-146
3,4-5,4
95-100

mmol/l
mmol/l
mmol/l

Tabel 3.2. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 4-12-2015


Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
RDW-CV
MCV-MCH-MCHC
MCV
MCH
MCHC
Hitung Jenis
Gran %
Limfosit %
Gran #
Limfosit #
KIMIA
GINJAL
Ureum
Creatinin
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chloride
BNO-SEROLOGI
HBs Ag Ultra (VIDAS)

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

10.9
2.9
4.30
35.1
67
14.2

14,0-18,0
4,0-10,5
4,50-6,00
42,00-52,00
150-450
11,5-14,7

g/dl
ribu/ul
Juta/ul
Vol%
Ribu/ul
%

81.7
25.3
31.1

80,0-97,0
27,0-32,0
32,0-38,0

Fl
Pg
%

66.7
16.2
1.91
0.5

50,0-70,0
25,0-40,0
2,50-7,00
1,25-4,00

%
%
Ribu/ul
Ribu/ul

49
1,4

10 50
0,7 1,4

mg/dL
mg/dL

141
3.1
108

135-146
3,4-5,4
95-100

mmol/l
mmol/l
mmol/l

4.47

N.Reak:<0.13

Ng/ml

29

(reaktif)

Reak:>0.13

Foto Thorax tanggal 1-12-2015

V.

VI.

DIAGNOSA
Pathological fractre ec susp. bone metastasis + anemia + post nefrectomy
renal (D) e.c Ca renal (D)
PENATALAKSANAAN
Operatif: ORIF
Medikamentosa: Pro perbaikan KU

I.

VII.

PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: dubia
: dubia
: dubia

FOLLOW UP

30

1-12-2015 (HP-1)
S : Nyeri kaki kanan (+), kaki kanan tidak bisa digerakkan (+) oleh karena nyeri
O : TD : 110/70

N : 98 kali/menit

RR : 24 kali/menit

T : 36,9C

A : Pathological fractre ec susp. bone metastasis + anemia + post nefrectomy


renal (D) e.c Ca renal (D)
P : O2 2 lpm
IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxon 2x1 gr
Ranitidin 2x 1 amp
Ketorolac 3x1 amp
Transfusi 1 PRC/12 jam s/d HB 10

2-12-2015 (HP-2)
S : Nyeri kaki kanan (+), kaki kanan tidak bisa digerakkan (+) oleh karena nyeri
Demam (+)
O : TD : 120/70

N : 104 kali/menit

RR : 22 kali/menit

T : 38C

A : Pathological fractre ec susp. bone metastasis + anemia + post nefrectomy


renal (D) e.c Ca renal (D)
P : IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxon 2x1 gr
Ranitidin 2x 1 amp

31

Ketorolac 3x1 amp -> stop, ganti Antrain 3x1 amp


Transfusi 1 PRC/12 jam s/d HB 10

3-12-2015 (HP-3)
S : Nyeri kaki kanan (+), kaki kanan tidak bisa digerakkan (+) oleh karena nyeri
O : TD : 120/80

N : 88 kali/menit
T : 36.8 oC

RR : 22 kali/menit

A : Pathological fractre ec susp. bone metastasis + anemia + post nefrectomy


renal (D) e.c Ca renal (D)
P : IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxon 2x1 gr
Ranitidin 2x 1 amp
Ketorolac 3x1 amp
Transfusi 1 PRC/12 jam s/d HB 10

4-12-2015 (HP-4)
S : Nyeri kaki kanan (+), kaki kanan tidak bisa digerakkan (+) oleh karena nyeri
O : TD : 120/70

N : 90 kali/menit

RR : 20 kali/menit

T : 36,9C

A : Pathological fractre ec susp. bone metastasis + anemia + post nefrectomy


renal (D) e.c Ca renal (D)
P : IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxon 2x1 gr

32

Ranitidin 2x 1 amp
Ketorolac 3x1 amp
Transfusi 1 PRC/12 jam s/d HB 10

5-12-2015 (HP-5)
S : Nyeri kaki kanan (+), kaki kanan tidak bisa digerakkan (+) oleh karena nyeri
O : TD : 120/80

N : 100 kali/menit

RR : 24 kali/menit

T : 37.1 C

A : Pathological fractre ec susp. bone metastasis + anemia + post nefrectomy


renal (D) e.c Ca renal (D)
P : O2 2 lpm
IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxon 2x1 gr
Ranitidin 2x50mg
Ketorolac 3x1 amp
R/ ORIF elektif

33

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini dilaporkan, laki-laki berusia 38 tahun mendapatkan


perawatan di ruang Tulip RSUD Ulin Banjarmasin. Pasien dirawat dari tanggal 1
Desember 2015. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis Pathological fracture ec susp. bone metastasis +
anemia + post nefrectomy renal (D) e.c Ca renal (D) direncanakan untuk operasi.
Pada anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan nyeri pada kaki
kanan yang diakibatkan jatuh di rumah dengan sendirinya. Nyeri yang dirasakan
sangat sakit sehingga pasien tidak bisa berjalan. Pada riwayat penyakit
sebelumnya pasien mengaku ada kanker ginjal pada ginjal sebelah kanan dan telah
dilakukan operasi pengangkatan ginjal pada waktu 1 bulan yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik di daerah paha sebelah kanan didapatkan deformitas, serta
shortening. Saat dipalpasi, didapatkan krepitasi. dan ROM pasien aktif tetapi
limited akibat nyeri.
Pasien datang dengan keluhan nyeri yang diakibatkan jatuh, sesuai dengan
permasalahan fraktur yang diakibatkan oleh trauma, baik itu gaya yang besar
maupun gaya yang kecil. Ditambah dengan tanda-tanda yang didapat pada
pemeriksaan fisik mengenai Look, terlihat pemendekan (shortening) dan
deformitas. Pada pemeriksaan Feel, dirasakan adanya krepitasi dan dengan
pemeriksaan Move, ROM pasien aktif tetapi limited akibat rasa nyeri yang
dirasakan pasien.

34

Pada riwayat sebelumnya, pasien pernah mengalami Ca renal dan baru


sebulan yang lalu dilakukan operasi. Pada gambaran rontgen femur dextra, pola
fraktur pada gambaran x-ray bersifat tidak biasa serta fraktur terjadi secara
spontan pada trauma minor. Poin-poin ini mengarahkan pada suatu fraktur
patologis. Pada pasien ini dicurigai sudah terjadi kelemahan pada struktur tulang
akibat dari metastase Ca renal tersebut sehingga sesudah lemah pada struktur
tulangnya, dengan trauma minor seperti jatuh dapat menyebabkan fraktur.

35

BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus seorang laki-laki usia 57 tahun yang


dirawat di ruang Tulip RSUD Ulin Banjarmasin mulai tanggal 1 Desember 2015.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis Pathological fracture ec susp. bone
metastasis + anemia + post nefrectomy renal (D) e.c Ca renal (D). Pada pasien
kemudian direncanakan operasi ORIF.

36

DAFTAR PUSTAKA

37

Anda mungkin juga menyukai