PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Fraktur
Fraktur didefinisikan sebagai gangguan dari integritas tulang, meliputi cedera
pada sumsum tulang, periosteum, dan sfot tissue sekitar. Terdapat banyak macam
jenis fraktur tergantung dari jenis klasifikasinya.
Berdasarkan anatomi :
1. Pada diafisis
2. Pada metafisis
3. Pada fisis
4. Pada epifisis
Berdasarkan etiologis :
1. Fraktur traumatik
Fraktur yang terjadi akibat gaya trauma yang besar
2. Fraktur patologis
Fraktur yang terjadi akibat kelemahan struktur tulang sebelumnya karena
kelainan patologis dalam tulang
3. Fraktur stress
Fraktur yang terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu
tempat tertentu
Berdasarkan klinis :
1. Fraktur tertutup
Fraktur yang dimana tulang yang mengalami fraktur tidak terhubung
dengan dunia luar
2. Fraktur terbuka
Fraktur yang dimana tulang yang mengalami fraktur terhubung dengan
dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak.
3. Fraktur dengan komplikasi
Fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya malunion, delayed
union, nonunion, infeksi tulang.
Berdasarkan konfigurasi :
1. Fraktur transversal
2. Fraktur oblik
3. Fraktur spiral
4. Fraktur Z
5. Fratur segmental
6. Fraktur kommunitif
7. Fraktur baji
8. Fraktur avulsi
9. Fraktur depresi
10. Fraktur impaksi
11. Fraktur burst
12. Fraktur epifisis
Berdasarkan ekstensi :
1. Fraktur total
2. Fraktur tidak total
3. Fraktur buckle
4. Fraktur garis rambut
5. Fraktur green stick
2. Epidemiologi
Trauma menyebabkan lebih dari 140.000 kematian tiap tahun di Amerika
Serlunak dan merupakan penyebab tertinggi untuk angka kematian pada
orang yang berusia 1-34 tahun, dan menyebabkan banyaknya yang
kehilangan produktivitas sebelum usia 65 tahun dibanding kasus penyakit
arteri koroner, kanker, dan stroke digabung.
Pada negara yang berpenghasilan menengah ke bawah, jatuh dan
kecelakaan lalu lintas adalah penyebab terbanyak yang menjadi masalah,
lebih banyak daripada penyakit menular seperti Tuberculosis dan HIV.
Proporsi masalah dari cedera, berbanding terbalik dibandingkan penyakit
menular atau degeneratif, seperti pada negara dengan pendapatan menengah
seperti China dan Amerika Serlunak.
10
Fase remodeling
Fraktur telah disambungkan oleh tulang yang padat. Terjadi selama
beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun. Pada fase remodeling ini,
perlahan-lahan terjadi resorbsi osteoklas dan osteoblast pada tulang
dan kalus eksterna perlahan-lahan menghilang. Pada kalus bagian
dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum
tulang.
Pada kejadian cedera fraktur, fase yang paling penting dalam
penyembuhan adalah faktor peradangan dan pembentukan hematom. Karena
pada fase ini mekanisme sinyal sel bekerja dan mekanisme inflamasi akan
11
Ideal
remaja
Tidak ada
Bermasalah
Dewasa tua
Multiple medical
komorbid (misal
12
Medikasi
Faktor sosial
Nutrisi
Tipe fraktur
Trauma
Faktor lokal
Tidak ada
Bukan perokok
Nutrisi baik
Tertutup,
diabetes)
NSAID, kortikosteroid
Perokok
Nutrisi jelek
Terbuka dengan suplai
neurovaskular
darah jelek
intak
Single limb
Tidak ada infeksi
Multiple trauma
Local infeksi
5. Diagnosis
o Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma, baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat,
karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan fraktur
mungkin terjadi di daerah lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan
lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari kamar mandi,
penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena
mesin atau karena trauma olahraga.
Pada anamnesis yang mengarahkan kita kepada suatu fraktur
patologis :
pasien dengan fraktur yang terjadi secara spontan atau pada trauma minor
usia tua
13
pemendekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-
organ lain
Perhatikan kondisi mental penderita
Keadaan vaskularisasi
o Palpasi (feel)
Krepitasi
Pemeriksaan vaskularisasi pada daerah distal trauma
Pengukuran tungkai untuk melihat perbedaan panjang tungkai
o Pergerakan (move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan
secara aktif dan pasif sendi prosimal dan distal dari tulang yang
mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri yang hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
Selain pemeriksaan fisik standar pada fraktur, diperlukan pemeriksaan
tambahan seperti ada tidaknya massa pada tempat fraktur, keterlibatan
14
6. Penatalaksanaan
Tujuan umum dalam penanganan fraktur awal adalah mengontrol
perdarahan, pengurangan rasa nyeri, mencegah cedera iskemi-reperfusi, dan
menghilangkan potensi sumber kontaminasi (benda asing dan jaringan).
Ketika ini berhasil dilakukan, fraktur harus direduksi dan reduksi selalu
dipertahankan agar mengoptimalisasikan kondisi untuk penyambungan
fraktur dan minimalisasi komplikasi.
15
hasil fungsional
o Apabila reduksi mustahil dilakukan (Fraktur comminutive berat)
o Apabila reduksi yang telah tercapai, tapi tak bisa dipertahankan
o Apabila fraktur diakibatkan karena gaya traksi
Traksi
Selama beberapa tahun, traksi telah digunakan untuk penanganan
fraktur dan dislokasi yang tak bisa diterapi dengan casting. Dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengenai operasi dan
implant ortopedi, traksi mulai jarang digunakan untuk penanganan
16
dislokasi atau fraktur. Terdapat 2 jenis traksi : skin traction dan skeletal
traction.
Pada skin traction, tape traksi dipasangkan ke kulit dari segment
anggota tubuh yang dibawah fraktur, atau sepatu dari foam yang
dipasangkan secara pas ke kaki pasien. Ketika memasang skin traction,
atau traksi Buck, biasanya 10% dari berat tubuh pasien
direkomendasikan (hingga 5kg). Pada berat lebih dari 5 kg, maka
lapisan superfisial kulit dapat rusak dan iritasi. Karena semua gaya
yang dihasilkan dari traksi ini hilang dan memudar pada struktur
jaringan lunak, traksi ini jarang digunakan sebagai terapi definitif
untuk dewasa, tetapi lebih kepada penanganan sementara sampai terapi
definitif dilakukan.
Pada skeletal traction, pin (misal Steinmann pin) diletakkan pada
tulang distal dari fraktur. Pemberat diberikan pada pin ini dan pasien
ditaruh di tempat khusus untuk memfasilitasi traksi dan perawatan.
Traksi jenis ini biasanya digunakan untuk fraktur femur.
17
Kirschner wires
Kirschner wires, atau K-wire, umum digunakan sebaga terapi
sementara maupun definitif pada fraktur. Akan tetapi, K-wire hanya
18
19
20
21
Paku intermedular
Paku intermedular telah digunakan selama beberapa abad yang
lalu. Cara kerjanya seperti splint internal yang membagi beban pada
tulang, dapat bersifat fleksibel atau rigid, terkunci atau tidak. Biasanya
digunakan untuk fraktur tibial dan femoran diafisis, paku ini
memberikan stabilitas relatif untuk menjaga susunan tulang dan
22
Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal memberikan stabilisasi dari jauh tanpa
mengganggu struktur jaringan lunak di daerah fraktur. Teknik ini tidak
hanya memberikan stabilitas pada ekstremitas dan menjaga panjang,
susunan dan rotasi tulang tanpa perlu casting, tapi juga memudahkan
untuk inspeksi jaringan lunak yang vitas untuk penyembuhan fraktur
serta wound care.
Indikasi untuk fiksasi eksternal :
Fraktur terbuka yang memiliki kerusakan jaringan lunak yang
7. Komplikasi
signifikan
Cedera jaringan lunak
Fraktur pelvis
Fraktur unstable dan severe comminuted
Fraktur yang berhubungan dengan bony deficit
Fraktur berkaitan dengan infeksi atau nonunion
23
24
Klinis pasien mengalami nyeri yang luar biasa dan nyeri saat meregangkan
otot secara pasif, serta pallor, parestesi, poikilothermia (temperatur
abnormal). Pulselessness adalah tanda yang biasanya lambat ditemukan pada
kompartmen sindrom.
Kompartmen sindrom dapat diukur secara objektif. Tekanan
intrakompartment lebih dari 30 mmHg atau tekanan diastolik dikurangi
tekanan intrakompartmen yang hasilnya lebih dari 30 mmHG merupakan
indikasi untuk dilakukan operasi. Terapi definitif adalah fasciotomi pada
kompartmen yang terkena.
Kebanyakan fraktur patologis dapat menyatu, karena laju deposisi pada
penyembuhan fraktur lebih cepat daripada laju resorbsi penyakit yang
mendasari fraktur tersebut. Fraktur patologis pada osteomielitis tidak akan
menyatu sampai infeksi bisa terkontrol. Pada neoplasma ganas seperti
osteosarkoma, laju deposisi dan resorpsi tulang bisa sama cepat, sehingga
bisa terjadi delayed union dan merupakan suatu indikasi amputasi. Fraktur
patologis akibat metastasis neoplasma pada ekstrimitas biasanya memerlukan
fiksasi internal dikombinasi dengan terapi radiasi dan hormonal.
25
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. Ahmad
Umur
: 38 tahun
No. RMK
: 1.18.21.46
Bangsa
: Indonesia
Suku
: Banjar
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Sembilang RT 0001
MRS
: 1-12-2015
II.
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
PEMERIKSAAN FISIK
26
A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran
: Composmentis, GCS : 4-5-6
3. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80
Respirasi rate : 24 x/menit
Nadi
: 98 x/menit
Suhu
: 37.0o C
B. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Umum
: Bentuk mesosefali
Rambut
: Warna hitam, tipis, distribusi merata
Mata
:
- eksoftalmus (-/-)
- konjungtiva pucat (-/-)
- sklera ikterik (-/-)
- refleks cahaya (+/+)
Mulut
: mukosa pucat (-)
Leher
:
- Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
- Jugular venous pressure tidak meningkat
C. Pemeriksaan Thoraks
Paru
Inspeksi
: Gerakan nafas simetris, retraksi (-)
Palpasi
: Fremitus vokal simetris, nyeri tekan tidak ada
Perkusi
: Sonor (+/+)
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
: Iktus dan pulsasi tidak terlihat
Palpasi
: Apeks teraba pada ICS V LMK kiri, Thrill (-)
Perkusi
: Batas kanan ICS II-IV LPS Dextra
Batas kiri ICS II-IV LMK Sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II tunggal
Murmur tidak ada
D. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
: Tampak datar, vena kolateral (-), scar (+) luka post op,
distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi
: Hepar, lien, massa tidak teraba,
Perkusi
: Timpani
E. Pemeriksaan Ekstremitas
Atas
: Akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)
Bawah
: Akral dingin, edem (-/-), parese (-/-)
Deformitas (+), shortening (+), krepitasi (+)
F. Pemeriksaan Tulang Belakang
G. Pemeriksaan Neurologis
27
IV.
Dalam batas normal, nyeri (-), tidak tampak skoliosis, kifosis, lordosis
H. Status neurologis :
N. VII
Kanan
Kiri
Motorik Orbitofrontal
:
baik
baik
Motorik Orbicularis
:
baik
baik
N. VIII
Vestibular
Vertigo
: (-)
Nistagmus : (-)
Cochlear
Tuli Konduktif
: (-)
Tuli Perspeptif
: (-)
N. IX, X
Motorik
: tidak ada deviasi uvula, arcus faring simetris
Sensorik
: refleks muntah (+), refleks menelan (+)
N. XI
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu :
baik
baik
Menoleh
:
baik
baik
N. XII
Pergerakan Lidah : baik, tidak ada deviasi
Atrofi
: (-)
Fasikulasi
: (-)
Tremor
: (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tabel 3.1. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 1-12-2015
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
RDW-CV
MCV-MCH-MCHC
MCV
MCH
MCHC
Hitung Jenis
Gran %
Limfosit %
Gran #
Limfosit #
KIMIA
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
8.3
20.6
3.11
25.6
339
15.2
14,0-18,0
4,0-10,5
4,50-6,00
42,00-52,00
150-450
11,5-14,7
g/dl
ribu/ul
Juta/ul
Vol%
Ribu/ul
%
82,5
26,6
32,4
80,0-97,0
27,0-32,0
32,0-38,0
Fl
Pg
%
69.3
18.1
14.3
3.7
50,0-70,0
25,0-40,0
2,50-7,00
1,25-4,00
%
%
Ribu/ul
Ribu/ul
28
GULA DARAH
Glukosa Darah Sewaktu
HATI
SGOT
SGPT
GINJAL
Ureum
Creatinin
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chloride
94
<200
mg/dL
19
16
0 46
0 45
U/l
U/l
51
1,0
10 50
0,7 1,4
mg/dL
mg/dL
138
4.0
111
135-146
3,4-5,4
95-100
mmol/l
mmol/l
mmol/l
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
10.9
2.9
4.30
35.1
67
14.2
14,0-18,0
4,0-10,5
4,50-6,00
42,00-52,00
150-450
11,5-14,7
g/dl
ribu/ul
Juta/ul
Vol%
Ribu/ul
%
81.7
25.3
31.1
80,0-97,0
27,0-32,0
32,0-38,0
Fl
Pg
%
66.7
16.2
1.91
0.5
50,0-70,0
25,0-40,0
2,50-7,00
1,25-4,00
%
%
Ribu/ul
Ribu/ul
49
1,4
10 50
0,7 1,4
mg/dL
mg/dL
141
3.1
108
135-146
3,4-5,4
95-100
mmol/l
mmol/l
mmol/l
4.47
N.Reak:<0.13
Ng/ml
29
(reaktif)
Reak:>0.13
V.
VI.
DIAGNOSA
Pathological fractre ec susp. bone metastasis + anemia + post nefrectomy
renal (D) e.c Ca renal (D)
PENATALAKSANAAN
Operatif: ORIF
Medikamentosa: Pro perbaikan KU
I.
VII.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
: dubia
: dubia
: dubia
FOLLOW UP
30
1-12-2015 (HP-1)
S : Nyeri kaki kanan (+), kaki kanan tidak bisa digerakkan (+) oleh karena nyeri
O : TD : 110/70
N : 98 kali/menit
RR : 24 kali/menit
T : 36,9C
2-12-2015 (HP-2)
S : Nyeri kaki kanan (+), kaki kanan tidak bisa digerakkan (+) oleh karena nyeri
Demam (+)
O : TD : 120/70
N : 104 kali/menit
RR : 22 kali/menit
T : 38C
31
3-12-2015 (HP-3)
S : Nyeri kaki kanan (+), kaki kanan tidak bisa digerakkan (+) oleh karena nyeri
O : TD : 120/80
N : 88 kali/menit
T : 36.8 oC
RR : 22 kali/menit
4-12-2015 (HP-4)
S : Nyeri kaki kanan (+), kaki kanan tidak bisa digerakkan (+) oleh karena nyeri
O : TD : 120/70
N : 90 kali/menit
RR : 20 kali/menit
T : 36,9C
32
Ranitidin 2x 1 amp
Ketorolac 3x1 amp
Transfusi 1 PRC/12 jam s/d HB 10
5-12-2015 (HP-5)
S : Nyeri kaki kanan (+), kaki kanan tidak bisa digerakkan (+) oleh karena nyeri
O : TD : 120/80
N : 100 kali/menit
RR : 24 kali/menit
T : 37.1 C
33
BAB IV
PEMBAHASAN
34
35
BAB V
PENUTUP
36
DAFTAR PUSTAKA
37