PENANGANAN SITOSTATIKA
Pembimbing:
Nurul Latifah, S.Farm., Apt.
Disusun oleh:
Abulkhair Abdullah, S.Farm.
UMS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker adalah istilah yang digunakan untuk suatu kondisi di mana sel
telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga
mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali
(Andriyani, 2011). Kanker payudara merupakan salah satu penyebab terbesar
kematian akibat kanker setiap tahunnya.
Di Indonesia, kanker payudara (KPD) merupakan salah satu jenis kanker
yang banyak ditemukan. Berdasarkan Pathological Based Registration di
Indonesia, KPD menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar
18,6 % (berdasarkan Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)
dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI)) (Anonim, 2015).
Salah satu bentuk penanganan kanker adalah kemoterapi. Dalam
pelaksanaannya, kemoterapi menggunakan obat-obatan sitostatika. Sitostatika
adalah
kelompok
obat
(bersifat
sitotoksik)
yang
digunakan
untuk
dibutuhkan
standar
operasional
prosedur
melakukan
pemberian
kemoterapi
yang
aman.
Pada
laporan
ini,
akan
dibahas
mengenai
cara
B. Tujuan
1. Dapat
menjelaskan
prosedur,
tata
ruang,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sitostatika adalah suatu pengobatan untuk mematikan sel-sel secara
fraksional (fraksi tertentu mati), sehingga 90 % berhasil dan 10 % tidak berhasil
(Anonim, 2013).
Bahan Sitostatika adalah zat/obat yang merusak dan membunuh sel normal
dan sel kanker, serta digunakan untuk menghambat pertumbuhan tumor malignan.
Istilah sitostatika biasa digunakan untuk setiap zat yang mungkin genotoksik,
mutagenik, onkogenik, teratogenik, dan sifat berbahaya lainnya (Anonim, 2013).
Sitostatika tergolong obat beresiko tinggi karena mempunyai efek toksik yang
tinggi terhadap sel, terutama dalam reproduksi sel sehingga dapat menyebabkan
karsinogenik, mutagenik, dan tertogenik. Oleh karena itu, penggunaan obat
sitstatika membutuhkan penanganan khusus untuk menjamin keamanan,
keselamatan penderita, perawat, profesional kesehatan, dan orang lain yang tidak
menderita sakit. Tujuan penanganan bahan sitostatika adalah untuk menjamin
penanganannya yang tepat dan aman di rumah sakit (Anonim, 2013).
A. Penyiapan Sitostatika
Sebelum menjalankan proses pencampuran obat suntik, perlu dilakukan
langkah langkah sebagai berikut (Anonim, 2009):
1. Memeriksa kelengkapan dokumen (formulir) permintaan dengan prinsip
5 BENAR (benar pasien, obat, dosis, rute dan waktu pemberian).
2. Memeriksa kondisi obat-obatan yang diterima (nama obat, jumlah,
nomor batch, tanggal kadaluarsa), serta melengkapi form permintaan.
3. Melakukan konfirmasi ulang kepada pengguna jika ada yang tidak
jelas/tidak lengkap.
4. Menghitung kesesuaian dosis.
5. Memilih jenis pelarut yang sesuai.
6. Menghitung volume pelarut yang digunakan.
15. Mengeluarkan wadah untuk pengiriman yang telah berisi sediaan jadi
melalui pass box.
16. Menanggalkan Alat Pelindung Diri (APD).
C. Pemberian Sitostatika
1. Injeksi Intravena
Injeksi intravena dapat diberikan dengan berbagai cara, untuk jangka
waktu yang pendek atau untuk waktu yang lama (Anonim, 2009).
a. Injeksi bolus
Injeksi bolus volumenya kecil 10 ml, biasanya diberikan
dalam waktu 3-5 menit kecuali ditentukan lain untuk obat-obatan
tertentu (Anonim, 2009).
b. Infus
1) Infus singkat (intermittent infusion)
Infus singkat diberikan selama 10 menit atau lebih lama.
Waktu pemberiaan infus singkat sesungguhnya jarang lebih dari
6 jam per dosis (Anonim, 2009).
2) Infus kontinu (continuous infusion)
Infus kontinu diberikan selama 24 jam. Volume infus dapat
beragam mulai dari volume infus kecil diberikan secara
subkutan dengan pompa suntik (syringe pump), misalnya 1 ml
per jam, hingga 3 liter atau lebih selama 24 jam, misalnya nutrisi
parenteral (Anonim, 2009).
2. Injeksi Intratekal
Injeksi intratekal adalah pemberian injeksi melalui sumsum tulang
belakang. Volume cairan yang dimasukkan sama dengan volume cairan
yang dikeluarkan (Anonim, 2009).
3. Injeksi subkutan
partikel
kaca
dan
pecahan-pecahan
dengan
buangan
akhir
untuk
dimusnahkan
dengan
inscenerator.
9) Cuci tangan.
2. Penanganan kecelakaan kerja
1) Kontak dengan kulit
a) Tanggalkan sarung tangan.
b) Bilas kulit dengan air hangat.
c) Cuci dengan sabun, bilas dengan air hangat.
d) Jika kulit tidak sobek, seka area dengan kassa yang dibasahi
dengan larutan Chlorin 5 % dan bilas dengan air hangat.
e) Jika kulit sobek pakai H2O2 3 %.
f) Catat jenis obatnya dan siapkan antidot khusus.
g) Tanggalkan seluruh pakaian alat pelindung diri (APD).
h) Laporkan ke supervisor.
i) Lengkapi format kecelakaan.
(Anonim, 2009)
2) Kontak dengan mata
a) Minta pertolongan.
b) Tanggalkan sarung tangan.
c) Bilas mata dengan air mengalir dan rendam dengan air hangat
selama 5 menit.
(Anonim, 2009)
E. Pengelolaan Limbah Sitostatika
Pengelolaan limbah dari sisa buangan pencampuran sediaan sitoatatika
(bekas ampul,vial, spuit, needle, dll) harus dilakukan sedemikian rupa hingga
tidak menimbulkan bahaya pencemaran terhadap lingkungan (Anonim, 2009).
Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut (Anonim,
2009):
1. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD).
2. Tempatkan limbah pada wadah buangan tertutup. Untuk benda-benda
tajam seperti spuit vial, ampul, tempatkan di dalam wadah yang tidak
tembus benda tajam, untuk limbah lain tempatkan dalam kantong
berwarna (standar internasional warna ungu) dan berlogo sitostatika.
3. Beri label peringatan pada bagian luar wadah.
4. Bawa limbah ke tempat pembuangan menggunakan troli tertutup.
5. Musnahkan limbah dengan incenerator 1000C.
6. Cuci tangan.
F. Kanker Payudara
Organisasi Penanggulangan Kanker Dunia (UICC) maupun Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, diperkirakan angka kejadian kanker
di dunia meningkat 300 persen pada 2030, terutama di negara-negara
berkembang, seperti Indonesia (Andriyani, 2011).
1. Defenisi
Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah tumor ganas yang
berasal dari kelenjar payudara. Termasuk saluran kelenjar air susu dan
jaringan penunjangnya yang tumbuh infiltratif, destruktif, serta dapat
bermetastase (Sathiaseelan, 2012). WHO memasukkan kanker payudara
ke dalam International Classification of Diseases (ICD) dengan kode
nomor 174 untuk wanita dan 175 untuk pria (Pulungan, 2010).
duktal.
Mula-mula
terjadi
hiperplasia
sel-sel
dengan
edematoda, dan nyeri. Karsinoma ini menginfasi kulit dan jaringan limfe.
Tempat yang paling sering untuk metastase jauh adalah paru, pleura, dan
tulang (Zesinovita, 2010).
Karsinoma payudara bermetastase dengan penyebaran langsung
kejaringan sekitarnya, dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah.
Bedah dapat mendatangkan stress karena terdapat ancaman terhadap
tubuh, integritas dan terhadap jiwa seseorang. Rasa nyeri sering
menyertai upaya tersebut pengalaman operatif di bagi dalam tiga tahap
yaitu preoperatif, intra operatif dan pos operatif. Operasi ini merupakan
stressor kepada tubuh dan memicu respon neuron endokrine respon
terdiri dari system saraf simpati yang bertugas melindungi tubuh dari
ancaman cidera. Bila stress terhadap sistem cukup gawat atau kehilangan
banyak darah, maka mekanisme kompensasi dari tubuh terlalu banyak
beban dan syock akan terjadi. Anestesi tertentu yang di pakai dapat
menimbulkan terjadinya syok (Zesinovita, 2010).
Respon metabolisme juga terjadi. Karbohidrat dan lemak di
metabolisme untuk memproduksi energi. Protein tubuh pecah untuk
menyajikan suplai asam amino yang di pakai untuk membangun jaringan
baru. Intake protein yang diperlukan guna mengisi kebutuhan protein
untuk keperluan penyembuhan dan mengisi kebutuhan untuk fungsi yang
optimal (Zesinovita, 2010).
Kanker payudara tersebut menimbulkan metastase dapat ke organ
yang deket maupun yang jauh antara lain limfogen yang menjalar ke
kelenjar limfe aksilasis dan terjadi benjolan, dari sel epidermis penting
menjadi invasi timbul krusta pada organ pulmo mengakibatkan ekspansi
paru tidak optimal (Zesinovita, 2010).
3. Manifestasi Klinik
Gejala kanker payudara bisa dialami oleh laki-laki maupun
perempuan, tetapi kanker payudara sangat jarang pada pria dibandingkan
4. Stadium
a. Stadium I
Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan sekitarnya,
tidak ada fiksasi/infiltrasi ke kulit dan jaringan yang di bawahnya
(otot). Besar tumor 1-2 cm dan tidak dapat terdeteksi dari luar.
Kelenjar getah bening regional belum teraba. Perawatan yang sangat
sistematis diberikan tujuannya adalah agar sel kanker tidak dapat
menyebar dan tidak berlanjut pada stadium selanjutnya. Pada
stadium ini, kemungkinan penyembuhan pada penderita adalah 70
%.
b. Stadium II
Tumor terbebas dalam payudara, besar tumor 2,5-5 cm, sudah
ada satu atau beberapa kelenjar getah bening aksila yang masih
bebas dengan diameter kurang dari 2 cm. Untuk mengangkat sel-sel
kanker biasanya dilakukan operasi dan setelah operasi dilakukan
penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang
tertinggal. Pada stadium ini, kemungkinan sembuh penderita adalah
30-40 %.
c. Stadium III A
Tumor sudah meluas dalam payudara, besar tumor 5-10 cm, tapi
masih bebas di jaringan sekitarnya, kelenjar getah bening aksila
masih bebas satu sama lain. Menurut data dari Depkes, 87 % kanker
payudara ditemukan pada stadium ini.
d. Stadium III B
Tumor melekat pada kulit atau dinding dada, kulit merah dan
ada edema (lebih dari sepertiga permukaan kulit payudara), ulserasi,
kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain atau ke jaringan
sekitarnya dengan diameter 2-5 cm. Kanker sudah menyebar ke
seluruh bagian payudara, bahkan mencapai kulit, dinding dada,
tulang rusuk, dan otot dada.
e. Stadium IV
Tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III). Tapi sudah
disertai dengan kelenjar getah bening aksila supra-klavikula dan
Metastasis jauh. Sel-sel kanker sudah merembet menyerang bagian
tubuh lainnya, biasanya tulang, paru-paru, hati, otak, kulit, kelenjar
limfa yang ada di dalam batang leher. Tindakan yang harus
dilakukan adalah pengangkatan payudara. Tujuan pengobatan pada
stadium ini adalah palliatif bukan lagi kuratif (menyembuhkan).
5. Regimen Terapi
BAB III
PEMBAHASAN
A. Persiapan Sarana dalam Penanganan Sitostatika
Pencampuran obat sitostatika dilakukan pada hari Rabu tanggal 23
Desember 2015 di ruang pencampuran obat kanker. Pembuatan protokol
kemoterapi, penyiapan obat, dan pembuatan etiket dilakukan di Instalasi
Farmasi Rawat Inap. Setelah semuanya siap, obat sitostatika dimasukkan ke
dalam wadah lalu dibawa ke ruang pencampuran obat kanker.
Ruang pencampuran obat kanker terdiri atas 3 bagian, yaitu:
1. Ruang persiapan
Ruangan ini digunakan untuk mempersiapkan bahan obat dan alat
yang dibutuhkan, juga untuk melengkapi diri petugas seperti mencuci
tangan dan penggunaan APD.
Adapun APD yang digunakan adalah:
a. Pakaian,
b. Sarung tangan steril (2 lapis),
c. Masker 2 lapis,
d. Tutup kepala,
e. Kacamata, dan
f. Alas kaki.
2. Ruang antara
Ruangan yang memisahkan antara ruang persiapan dan ruang
pencampuran. Artinya, yang melakukan persiapan dan pencampuran obat
sitostatika dilakukan oleh orang yang berbeda. Tujuannya untuk
memudahkan proses pencampuran apalagi obat yang akan disiapkan
untuk 2 orang pasien atau lebih.
3. Ruang pencampuran
Di dalam ruang pencampuran terdapat Biological Safety Cabinet
(BSC) dengan sistem Laminar Air Flow (LAF) vertikal di mana udara
mengalir dan berputar dengan arah vertikal (atas-bawah). Tujuannya
untuk mencegah agar petugas dari paparan obar sitostatika, juga untuk
mencegah keluarnya percikan obat sitostatika dari LAF yang dapat
berbahaya apabila terkena kulit di samping telah menggunakan APD.
B. Kasus Handling Sitostatika
1. Data pasien yang akan menjalani kemoterapi
Nama
: Ny. W
Nomor RM
: 644515
Umur
: 82 tahun
BB
: 38 kg
TB
: 156 cm
LBP
: 1,31
Bangsal
: Marwah
Diagnosis
: Ca mamae
Protokol kemoterapi
: Doxorubicin
Brexel
65,5 mg
98,25 mg
C. Profil Obat
1. Doxorubicin
Manufacturer
Contents
Indications
Dosage
Actavis
Doxorubicin HCl
Breast, ovarian, thyroid & gastric carcinoma;
malignant lymphomas (Hodgkin's disease),
acute lymphoblastic leukemia, bladder
carcinoma w/ transitional cell carcinoma,
neuroblastoma, Wilm's tumor, sarcoma of the
bone & soft tissues, acute myeloblastic
leukemia & bronchogenic carcinoma.
IV Adult & children Monotherapy:
Recommended dose: 2 mg/m2 wkly. Based on
body surface area: 60-75 mg/m2 3 wkly, may
be reduced to 30-40 mg/m2 3 wkly. Based on
Contraindications
Special Precautions
Drug Interactions
2. Brexel
Manufacturer
Contents
Indications
Dosage
Contraindications
Special Precautions
Drug Interactions
Kalbe Farma
Docetaxel
Ovarian cancer, breast cancer. Non-small cell
lung cancer (NSCLC), prostate cancer.
Breast cancer:
Recommended dose: 100 mg/m2 IV over 1 hr
3 wkly. 1st-line treatment: 75 mg/m2 in
combination w/ doxorubicin 50 mg/m2.
Non-small cell lung cancer Failure of prior
platinum-based chemotherapy:
Recommended dose: 75 mg/m2 IV over 1 hr 3
wkly.
Chemotherapy-naive patient:
Recommended dose: 75 mg/m2 IV over 1 hr
immediately followed by cisplatin 75 mg/m 2
over 30-60 min 3 wkly.
Ovarian cancer:
Recommended dose: 100 mg/m2 as 1 hr
infusion 3 wkly.
Hypersensitivy to docetaxel or to other drugs
formulated w/ polysorbate 8. Neutrophil
counts <1500 cells/mm3. Severe liver
impairment. Pregnancy & lactation.
All patients should be premedicated w/ oral
corticosteroids for 3 days starting 1 day prior
to docetaxel therapy. Hepatic impairment.
Contraceptive measures must be taken during
& for at least 3 mth after therapy. Avoid
contact w/ plasticized PVC equipment. Childn
<16 yr. Elderly.
Myelosuppression, hypersensitivity, cutaneous
& infusion site reactions, fluid retention,
neuropathy,
GI
symptoms
(including
stomatitis, nausea & vomiting), hypotension,
elevation of liver enzymes.
Compd that induce, inhibit or are metabolized
by CYP450 3A4 eg cyclosporine, terfenadine,
ketoconazole,
erythromycin
&
troleandomycin. Increased clearance w/
doxorubicin. Carboplatin.
= 38 kg
TB
= 156 cm
BSA
BB x TB
3600
BSA
38 x 156
3600
BSA
E. Perhitungan Dosis
1. Doxorubicin
Dosis standar
= 50 mg/m2
= 65,5 mg
Pelarut
= 98,25 mg
Pelarut
= D5W 250 mL
= 65,5 mg
= 65,5 mg/132,75 mL
= 0,493 mg/mL
Sangat jauh selisih konsentrasi akhir obat yang telah dibuat dengan
konsentrasi akhir pada literatur (Medscape) yaitu 2 mg/mL.
2. Brexel
Dosis yang dibutuhkan
= 98,25 mg
= 98,25 mg/259,825 mL
= 0,378 mg/mL
DAFTAR PUSTAKA