Henrikus Sejahtera
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Semester 6
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2011
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
henrikus_sejahtera@yahoo.com
1. Latar Belakang
penyakit demam berdarah (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang semakin luas penyebarannya dan semakin meningkat jumlah
kasusnya. Di wilayang DKI Jakarta penyakit DBD menjadi salah satu penyakit yang
meresahkan manyarakat, karena mempunyai potensi menimbulkan kematian dan Kejadian
Luar Biasa (KLB). 1
2. Epidemiologi
1.
Lingkungan
a. Fisik
Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai negara
terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30 Lintang Utara dan 40
Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan tingkat kejadian
sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya. Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak
abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan
Belanda. Pada saat itu virus dengue menimbulkan penyakit yang disebut penyakit demam
lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut
demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai nyeri otot, nyeri
pada sendi dan nyeri kepala. Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut masih merupakan
problem kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara endemik maupun epidemik yang
menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke negara lain
Musim
Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim panas, meskipun
ditemukan kasus DBD sporadis pada musim 18 dingin. Di Asia Tenggara epidemi DBD
terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippines epidemi
DBD terjadi beberapa minggu setelah musim hujan. Periode epidemi yang terutama
Blok 26 Community Medicine-Program Puskesmas dalam Menanggulangi
Penyakit DBD
Page 1
berlangsung selama musim hujan dan erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan.
Hal tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit karena didukung
oleh lingkungan yang baik untuk masa inkubasi. 2
b. Non fisik
Sosial Budaya
Ekonomi
Tingkat pendidikan
2.
Frekuensi
a. Insidens
Angka insiden dirancang untuk mengukur rate pada orang sehat yang menjadi sakit
selama suatu perioede waktu tertentu, yaitu jumlah kasus baru suatu penyakit dalam suatu
populasi selama suatu periode waktu tertentu:
Insiden mengukur kemunculan penyakit, bearti kasus baru. Suatu perubahan pada
insiden bearti terdapat suatu perubahan dalam keseimbangan factor-faktor etiologi baik
terjadi fliktuasi secara alami maupun kemungkinan adnya penerapan suatu program
pencegahn yang efektif. Angka insiden digunakan untuk membuat pernyataan tntang
probabilitas atau risiko penyakit. (ukuran mortalitas)
Insiden DBD meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi
berkisar antara 6,27 per 100.000 penduduk. Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue
dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain : status imun pejamu, kepadatan vector nyamuk,
transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue dn kondisi geografis setempat.
Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi dan 200 kota telah melaporkan
adnya kejadian luar biasa (KLB).
Perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor, di luar faktor-faktor
lain yang mempengaruhinya.. Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang
masih kurang dalam kegiatan. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor
pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan
dengan semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD
semakin mudah dan semakin luas. 3
b. Case Fatality Rate ( CFR )
Distribusi
a. Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang
DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini DBD lebih banyak
pada anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini DBD terlihat kecenderungan
kenaikan proporsi pada kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini mempunyai
mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan perkembangan transportasi yang lancar, sehingga
memungkinkan untuk tertularnya virus dengue lebih besar, dan juga karena adanya infeksi
virus dengue jenis baru yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang sebelumya belum
pernah ada pada suatu daerah. Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur
memperlihatkan jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15
tahun (86-95%) Namun pada wabah-wabah selanjutnya jumlah penderita yang digolongkan
dalam usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia penderita DBD terbanyak pada golongan
anak berumur 5-11 tahun, proporsi penderita yang berumur lebih dari 15 tahun meningkat
sejak tahun 1984. 4
b. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat dengan
ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi dengan suhu
yang rendah perkembangbiakan Aedes aegypti tidak sempurna. Dalam kurun waktu 30 tahun
sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta tahun 1968 angka kejadian sakit
infeksi virus dengue meningkat dari 0,05 per 100.000 penduduk menjadi 35,19 per 100.000
penduduk tahun 1998. Sampai saat ini DBD telah ditemukan diseluruh propinsi di Indonesia.
Meningkatnya kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin
baiknya saran transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, dan terdapatnya vektor
nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat tipe virus yang menyebar
sepanjang tahun.2
c. Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu
Pola berjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban
udara. Pada suhu yang panas (28-320C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes
aegypti akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara
dan kelembaban tidak sama di setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak berbeda
untuk setiap tempat. Di pulau Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal
Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei
setiap tahun. 5
4.
Faktor penyebaran4,5
Ada tiga factor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu :
Agent (virus dengue)
Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari Genus Flavivirus
(Arbovirus Grup B) salah satu Genus Familia Togaviradae. Dikenal ada empat serotipe
virus dengue yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Virus dengue ini memiliki masa
inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh
manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber penular penyakit DBD. Vector
utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti ( di daerah perkotaan) dan Aedes
albopictus di daerah pedesaan. Cirri-ciri nyamuk Ades aegypti adalah :
Sayap dan badan belang-belang atau bergaris putih
Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,
WC, tempayan, drum, barang-barang yang menampung air seperti kaleng,
Filipina dan Malaysia pada awal tahun terjadi epidemi DBD penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue tersebut menyerang terutama pada anak-anak
berumur antara 5-9 tahun, dan selama tahun 1968-1973 kurang lebih 95% kasus
DBD menyerang anak-anak di bawah 15 tahun.
b. Jenis kelamin
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD
dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di Philippines dilaporkan
bahwa rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di Thailand tidak ditemukan
perbedaan kerentanan terhadap serangan 16 DBD antara laki-laki dan perempuan,
meskipun ditemukan angka kematian yang lebih tinggi pada anak perempuan
namun perbedaan angka tersebut tidak signifikan. Singapura menyatakan bahwa
insiden DBD pada anak laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan.
Lingkungan (environment)
Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit dengue adalah:
1. lingkungan fisik
a. Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai negara
terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30 Lintang Utara dan
40 Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan
tingkat kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya. Infeksi virus dengue di
Indonesia telah ada sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon
seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada saat itu virus dengue menimbulkan
penyakit yang disebut penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang
disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi
menghilang dalam lima hari, disertai nyeri otot, nyeri pada sendi dan nyeri kepala.
Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut masih merupakan problem kesehatan
masyarakat dan dapat muncul secara endemik maupun epidemik yang menyebar dari
suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke negara lain
b. Musim
Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim panas, meskipun
ditemukan kasus DBD sporadis pada musim 18 dingin. Di Asia Tenggara epidemi
DBD terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia dan
Philippines epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah musim hujan. Periode
epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan dan erat kaitannya dengan
kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas
vektor dalam menggigit karena didukung oleh lingkungan yang baik untuk masa
inkubasi.
2. Lingkungan biologis
a. Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus
dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden
kasus DBD tersebut. Dengan semakin banyaknya manusia maka akan semakin besar
peluang nyamuk mengigit, sehingga penyebaran kasusu DBD dapat menyebar
dengan cepat dalam suatu wilayah.
b. Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya
dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan
antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik, maka terjadi
infeksi virus dengue yang berat.
3. Lingkungan Sosial
a. Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan infeksi
virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran epidemi dari
Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan personil
militer dan angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati merupakan jalul
penyebaran virus dengue
5.
Cara transmisi
Demam berdarah ditularkan oleh nyamuk: Aedes aegepti. Nyamuk tersebut mendapat
virus dari orang yang dalam darahnya terdapat virus itu. Orang itu (carrier) tidak harus orang
yang sakit Demam Berdarah. Sebab, orang yang mempunyai kekebalan, tidak tampak sakit
atau bahkan sama sekali tidak sakit, walaupun dalam darahnya terdapat virus dengue.
Dengan demikian orang ini dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Virus dengue akan
Blok 26 Community Medicine-Program Puskesmas dalam Menanggulangi
Penyakit DBD
Page 6
berada dalam darah manusia selama 1 minggu. Orang dewasa biasanya kebal terhadap
virus dengue.
Tempat-tempat yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya penularan demam
berdarah ialah tempat umum (Rumah Sakit, Puskesmas, Sekolah, Hotel/tempat penginapan)
yang kebersihan lingkungannya
Pasang manset anak pada lengan atas (ukuran manset sesuaikan dengan umur
anak, yaitu lebar manset = 2/3 lengan atas)
Aliran darah pada lengan atas dibendung pada tekanan antara sistolik dan
diastolic (rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik) selama 5 menit. (bila
telah terlihat adanya bintik-bintik merah 10 buah, pembendungan dapat
dihentikan).
Lihat pada bagian bawah lengan depan atau daerah lipatan siku, apakah
timbul bintik-bintik merah sebagai tanda pendarahan.
c. Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air (TPA) dan tempattempat lain yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes
aegypti baik di dalam maupun di luar rumah/bangunan.
3.
b) Hari ke-2 atau ke-3 : (3) Perut (ulu hati) terasa nyeri
(4) Petechiae (bintik-bintik merah di kulit) pada muka,
lengan, paha, perut atau dada. Kadang-kadang bintikbintik
merah
ini
d) Pemeriksaan laboratorium :
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan :
(1 ) Thrombocytopenia (100.000/mm 3 atau kurang). Biasanya baru terjadi pada
hari ke-3 atau ke-4. Dalam praktek untuk pasien-pasien luar, perhitungan
kwalitatif dari sediaan darah perifer dapat dilakukan. Pada orang normal 4 - 1 0
thrombocyt/LP (dengan rata-rata 10/LP) menunjukkan jumlah thrombocyt
yang cukup. Rata-rata kurang dari 2-3/LP dianggap rendah (kurang dari
100.000).
(2) Hemo konsentrasi
Blok 26 Community Medicine-Program Puskesmas dalam Menanggulangi
Penyakit DBD
Page 9
Hmt meningkat 20% atau lebih dari nilalakubelumnya. Biasanya terjadi pada
hari ke 3 atau 4. Contoh:
Hmt waktu datang pertama kali = 30% , Hmt pada pemeriksaan berikutnya =
38 % , NilalaHmt meningkat = 38 - 30 x 100% = 26%
Bila tidak tersedia alat haematokrit/centrifuge dapat digunakan perhitungan
Hmt ini dengan hemoglobinometer Sahli.6
3. Diagnosa
Adanya 2 atau 3 kriteria klinik yang pertama disertai adanya thrombocytopenia sudah
cukup untuk menegakkan diagnosa Demam Berdarah secara klinik. Bila kriteria tersebut
belum/tidak dipenuhi disebut sebagalakuspect Demam Berdarah. Diagnosa pasti dilakukan
dengan pemeriksaan serologis spesimen akut dan konvalescen.6
4. Akibat Infeksi Virus Dengue
Seseorang yang digigit nyamuk Aedes aegepti yang infektif (mengandung virus
dengue) dapat berakibat sebagalaberikut:
a)
a) Demam ringan yang sulit dibedakan dengan penyakit infeksi lain (Fever Unknown
Origin = FUO)
b)
c)
5. Pemberantasan vektor
Tujuan pemberantasan demam berdarah dengue adalah penurunan angka kematian
(Case Fatality Rate) dan insidens demam berdarah dengue serendah mungkin.
Selain itu juga membatasi penyerbar-luasan penyakit
1) Pengamatan Epidemiologi dan tindakan Pemberantasan
a) Surveillance epidemiologi
(1) Tujuan:
- Deteksi secara dini adanya "out break" atau kakus-kakus yang endemis,
sehingga dapat dilakukan usaha penanggulangan secepatnya.
- Mengetahui faktor-faktor terpenting yang menyebabkan atau membantu adanya
penularan-penularan atau wabah.
(2) Daerah pelaksanaan:
- Surveillance tidak hanya dilaksanakan di desa-desa dimanaakudah pernah terdapat penderita/penularan DHF saja, tetapi harus dilaksanakan juga di daerahdaerah yang receptive, yaitu daerah-daerah dimanaadiketahui terdapat Aedes
aegepti sajaakudah cukup untuk dinyatakan receptive.
(3) Pelaksanaan:
- Penemuan penderita.
- Untuk hal ini perlu ditentukan kriteria yang Standard guna diagnosa klinis dan
konfirmasi laboratorium dari DHF.
- Pelaporan penderita.
- Penderita yang telah ditemukan di Puskesmas/Puskesmas Pembantu perlu
dilaporkan kepada unit-unitakurveillance epidemiologi.
-
Didalam pembatasan penyakit sering dipakai istilah wabah dan kejadian luar biasa
(KLB) yang artinya sebagalaberikut:
1) Wabah
Wabah adalah suatu peningkatan kejadian kesakitan/kematian yang telah meluas
secara cepat baik jumlah kakus maupun luas daerah terjangkit.
2) Kejadian Luar Biasa
a) KLB adalah:
Timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu
kejadian kesakitan/kematian yang bermaknaakecara epidemiologis pada suatu
kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu.
b) Kriteria KLB (kriteria kerja) antara lain:
(1) Timbulnya suatu penyakit menular yang kubelumnya tidak ada/tidak dikenal
di suatu daerah.
(2) Adanya peningkatan kejadian kesakitan/kematian yang dua kali atau lebih
dibandingkan dengan jumlah kesakitan/kematian yang biasa terjadi pada
kurun waktu kubelumnya (jam, hari, minggu) tergantung dari jenis
penyakitnya.
(3) Adanya peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 kurun waktu
(jam, hari, minggu) berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
vektor
dalam
keadaan
wabah.
(b)
2.
3.
4.
Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya keruh,
biasanya digunakan senter.
Adapun metode kurvey jentik kecara visual dapat dilakukan kubagai berikut :
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat
genangan air tanpa mengambil jentiknya. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan
jentik Aedes aegypti biasanya menggunakan persamaan house index kubagai berikut :
Kegiatan PE dilakukan dalam radius 100 meter dari lokaki tempat tinggal penderita.
Bila penderita adalah siswa sekolah atau pekerja, maka PE selain dilakukan di rumah
juga dilakukan di sekolah/tempat kerja penderita oleh puskesmas.
adalah
bagan
penyelidikan
epidemiologi
yang
tergabung
dalam
PSN-3M menunjukan tingkat partisipaki masyarakat dalam mencegah DBD. Rata-rata ABJ
yang dibawah 95% menjelaskan bahwa partisipaki masyarakat dalam mencegah DBD di
lingkunagnnya masing-masing belum optimal.
8. PSN (pemberantasan sarang nyamuk)
pencegahannya dilakukan melalui jalur :
a) Penyuluhan kelompok:
PKK, organisasi sosial masyarakat lain, kelompok agama, guru, murid sekolah,
pengelola tempat umum/instansi, dll.
b) Penyuluhan perorangan:
- Kepada ibu-ibu pengunjung Posyandu
- Kepada penderita/keluarganya di Puskesmas
- Kunjungan rumah oleh Kader/petugas Puskesmas
c) Penyuluhan melalui media massa:
TV, radio, dll (oleh Dinas Kesehatan Tk. II, I dan pusat).
Menggerakkan masyarakat untuk PSN penting terutama kubelum musim penularan
(musim hujan) yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala Wilayah setempat.
Kegiatan PSN oleh masyarakat ini seyogyanya diintegrasikan ke dalam kegiatan di
wilayah dalam rangka program Kebersihan dan Keindahan Kota.
Di tingkat Puskesmas,ausaha/kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) demam berdarah ini seyogyanya diintegrasikan dalam program Sanitasi Lingkungan. 6
9. Pelaporan penderita dan pelaporan kegiatan
a) Sesuai dengan ketentuan/sistim pelaporan yang berlaku, pelaporan penderita demam
berdarah dengue menggunakan formulir:
- W1/laporan KLB (wabah) - W2/laporan mingguan wabah
- SP2TP: LB Viaporan bulanan data kesakitan
LB 2/laporan bulanan data kematian.
Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB3/laporan bulanan
kegiatan Puskesmas (SP2TP).
b) Penderita demam berdarah/suspect demam berdarah perlu diambil specimen darahnya
(akut dan konvalesens)auntuk pemeriksaan serologis. Specimen dikirim bersama-
sama
ke Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) melalui Dinas Kesehatan Dati II setempat. 6
10. Pertolongan pada penderita
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat
berobat jalan sedangkan pakien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus
DBD dengan komplikasi perlu perawatan intensif.
pemberian
parasetamol.
posyandu,
kepada
penderita/keluarganya di puskesmas
c. Kunjungan rumah oleh kader/petugas puskesmas.
d. Penyuluhan melalu media massa : TV, radio dan lain-lain (oleh Dinas Kesehatan Tk.
II, I, Pusat)
Blok 26 Community Medicine-Program Puskesmas dalam Menanggulangi
Penyakit DBD
Page 16
PUSKESMAS 8
a. Pengertian
Suatu
kesatuan
organisasi
kesehatan
fungsional
yang
merupakan
pusat
pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping
memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah
kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Dengan lain perkataan Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung-jawab atas
pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.
1. Wilayah Puskesmas
Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan.
Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan infrastruktur
lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas.
Puskesmas merupakan perangkat pemerintah Daerah Tingkat II sehingga pembagian
wilayah kerja Puskesmas ditetapkan oleh Bupati KDH, dengan saran teknis dari
KepalaaKantor Departemen Kesehatan Kabupaten/Kodya yang telah disetujui oleh
KepalaaKantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi.
Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah Puskesmas rata-rata 30.000 penduduk
setiap Puskesmas.
Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka Puskesmas perlu ditunjang
dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang disebut Puskesmas Pembantu
dan Puskesmas Keliling.
Khususauntuk Kota Besar dengan jumlah penduduk satu juta atau lebih, wilayah
kerja Puskesmas bisa meliputi satu Kelurahan. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan
jumlah penduduk 150 000 jiwa atau lebih, merupakan "Puskesmas Pembina" yang berfungsi
sebagai pusat rujukan bagi Puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi.
KIA
Keluarga Berencana
Usaha Peningkatan Gizi
Kesehatan Lingkungan
Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II dan bertanggungjawab langsung baik teknis maupun administratif kepada Kepala Dinas kesehatan Dati II.
2. Kedudukan dalam hirarki pelayanan kesehatan:
Dalam urutan hirarkhi pelayanan kesehatan, sesuai SKN maka Puskesmas
berkedudukan pada Tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pertama.
e. Program berdasarkan asas bantuan
Disamping penyelenggaraan usaha-usaha kegiatan pokok Puskesmas seperti tersebut
di atas Puskesmas sewaktu-waktu dapat diminta untuk melaksanakan program kesehatan
tertentu oleh Pemerintah Pusat. Dalam hal demikian, baik petunjuk pelaksanaan teknis
maupun perbekalan akan diberikan.
f. Upaya Kesehatan Darurat
Keadaan darurat mengenai kesehatan mungkin saja dapat terjadi, misalnya
karenaatimbulnya wabah penyakit menular atau bencana alam. Kejadian-kejadian semacam
ini mungkin memerlukan penundaan atau pengurangan kegiatan-kegiatan lain sampai
keadaan darurat dapat diatasi.
g. Jangkauan Pelayanan Kesehatan
Sesuai dengan keadaan geografi, luas wilayah sarana perhubungan dan kepadatan
penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas, tidak semua penduduk dapat dengan mudah
mendapatkan pelayanan Puskesmas.
Agar jangkauan pelayanan Puskesmas lebih merata dan meluas, Puskesmas perlu
ditunjang dengan Puskesmas Pembantu, penempatan bidan di desa-desa yang belum
terjangkau oleh pelayanan yang ada, dan Puskesmas Keliling.
Disamping itu penggerakan peran serta masyarakat untuk mengelola Posyandu dan
membina Dasa Wisma akan dapat menunjang jangkauan pelayanan kesehatan.
h. Memelihara Citra Pelayanan Puskesmas yang Baik :
Agar masyarakat menghargai pelayanan Puskesmas, maka Puskesmas perlu
memelihara citra yang baik sebagai berikut:
1. Kebersihan gedung serta jamban Puskesmas.
2. Senyum dan sikap ramah dari setiap petugas Puskesmas.
3. Pemberian pelayanan dengan mutu yang sebaik-baiknya.
4. Kerjasama yang baik dengan pamong setempat dan petugas sektor lain.
5. Selalu menepati janji pelayanan yang telah disepakati bersama.
i. Organisasi dan Tenaga Kerja
1. Organisasi
Susunan organisasi Puskesmas terdiri dari:
a. Unsur pimpinan
: Kepala Puskesmas
c. Unsur Pelaksana
1. Unit yang terdiri dari tenaga/pegawai dalam jabatan fungsional
2. Jumlah unit tergantung kepada kegiatan, tenaga dan fasilitas daerah
masing-masing.
3. Unit-unit terdiri dari:
-
Unit I
Unit II
Unit III
Unit IV
Unit V
Unit VI
Unit VII
berwawasan kesehatan.
Memantau dampak berbagai uapaya pembangunan terhadap kesehatan
(BKB)
Upaya Pengobatan : Posyandu, Posa Obat Desa (POD)
Upaya Perbaikan Gizi : Posyandu, Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi).
Upaya Kesehatan Sekolah : Dokter Kecil, Penyetaraan guru dan orang
Masyarakat (TPKJM)
Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional : Taman Obat Keluarga (TOGA),
PKK,PLKB.
Upaya perbaikan gizi : keterpaduan sector kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, pertanian, pendidikan, agama, koperasi, dunia usaha,
PKK, PLKB.
Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan : keterpaduan sector kesehatan
dengan camat, lurah/kepala desa. Tenaga kerja, koperasi, dunia usaha
organisasi masyarakat.
Upaya kesehatan kerja : keterpaduan sector kesehatan dengan camat/lurah
masalah
dan
juga
untuk
meningkatkan
efisiensi,
maka
arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata pelayanan kesehatan lainnya,
maupun secara horizontal dalam arti antara strata sarana pelayanan kesehatan yang
sama. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas
ada dua macam rujukan yang dikenal yakni:
a. Rujukan upaya kesehatan perorangan :
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit.
Apabila puskesmas tidak mampu mananggulangi suatu kasusu penyakit tertentu,
maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang
lebih mampu. Sabaliknya pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat
jalan sederhan dirujuk ke puskesmas. Rujukan upaya kesehatn perorangan
dibedakan menjadi tiga macam:
Rujukan kasus untuk keperluan diagnostic, pengobatan, tindakan medic
(misal: operasi)
Rujukan bahan pemeriksaan (specimen) untuk pemeriksaan laboratorium
Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih
kompoten untuk melakukan bimbingan tentang puskesmas dan atau pun
puskesmas
kesehatan,
makanan.
Rujukan tenaga : dukungan ahli untuk penyelidikan KLB, bantuan
penyelesaian masalah hukum kesehatan, penanggulangan masalah
3.
pemeriksaan
contoh
air
bersih)
kepada
Dnas
Kesehatan
Kabupatan/Kota.
Fasilitas Penunjang
a. Puskesmas Pembantu
Puskesmas Pembantu adalah unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan berfungsi
menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Puskesmas
dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil.
Dalam Pelita V di wilayah kerja Puskesmas Pembantu diperkirakan meliputi 2 sampai 3
desa, dengan sasaran penduduk antara 2.500 orang (di luar Jawa Bali) sampai 10.000 orang
(di perkotaan Jawa Bali).
Puskesmas Pembantu merupakan bagian integral dari Puskesmas, dengan lain
perkataan satu Puskesmas meliputi juga seluruh Puskesmas Pembantu yang ada di dalam
wilayah kerjanya.
b. Puskesmas Keliling
Puskesmas Keliling merupakan unit pelayanan kesehatan Keliling yang dilengkapi
dengan kendaraan bermotor roda 4 atau perahu bermotor dan peralatan kesehatan, peralatan
komunikasi serta sejumlah tenaga yang berasal dari Puskesmas.
Puskesmas Keliling berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatankegiatan Puskesmas dalam wilayah kerjanya yang belum terjangkau oleh pelayanan
kesehatan. Kegiatan Puskesmas Keliling adalah:
a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di daerah terpencil yang tidak
terjangkau oleh pelayanan Puskesmas atau Puskesmas Pembantu, 4 hari dalam satu
minggu.
b. Melakukan penyelidikan tentang kejadian luar biasa.
c. Dapat dipergunakan sebagai alat transport penderita dalam rangka rujukan bagi kasus
darurat gawat.
d. Melakukan penyuluhan kesehatan dengan menggunakan alat audio-visual.
c. Bidan yang bertugas di desa
Pada setiap desa yang belum ada fasilitas pelayanan kesehatannya, akan ditempatkan
seorang bidan yang bertempat tinggal di desa tersebut dan bertanggung-jawab langsung
kepada Kepala Puskesmas.
Wilayah kerja bidan tersebut adalah satu desa dengan jumlah penduduk rata-rata
3000 orang. Tugas utama bidan tersebut adalah membina peran serta masyarakat melalui
pembinaan Posyandu dan pembinaan pimpinan kelompok persepuluhan, disamping memberi
pelayanan langsung di Posyandu dan pertolongan persalinan di rumah-rumah. Selain itu juga
menerima rujukan masalah kesehatan anggota keluarga persepuluhan untuk diberi pelayanan
seperlunya atau dirujuk lebih lanjut ke Puskesmas atau ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
lebih mampu dan terjangkau secara rasional.
Blok 26 Community Medicine-Program Puskesmas dalam Menanggulangi
Penyakit DBD
Page 26
4.
Dukungan Rujukan
a. Sistem rujukan upaya kesehatan
Adalah suatu sistem jaringan pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya
penyerahan tanggung-jawab secaratimbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau
masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horisontal, kepada yang lebih
kompeten, terjangkau dan dilakukan secara rasional.
b. Jenis rujukan
Sistem rujukan ini secara konsepsional menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1. Rujukan medik yang meliputi
a. Konsultasi penderita, untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operatif dan lainlain.
b. Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
c. Mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan
mutu pelayanan pengobatan setempat.
2. Rujukan Kesehatan:
Adalah rujukan yang menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan
promotif yang antara lain meliputi bantuan:
a. Survei epidemiologi dan pemberantasan penyakit atas Kejadian luar biasa atau
berjangkitnya penyakit menular.
b. Pemberian pangan atas terjadinya kelaparan di suatu wilayah.
c. Penyidikan sebab keracunan, bantuan teknologi penanggulangan keracunan dan
bantuan obat-obatan atas terjadinya keracunan masal.
d. Pemberian makanan, tempat tinggal dan obat-obatan untuk pengungsi atas terjadinya
bencana alam.
e. Saran dan teknologi untuk penyediaan air bersih atas masalah kekurangan air bersih
bagi masyarakat umum.
f. Pemeriksaan spesimen air di Laboratorium Kesehatan dan sebagainya.
c. Tujuan sistem rujukan upaya kesehatan
1. Umum
Dihasilkannya pemerataan upaya pelayanan kesehatan yang didukung mutu
pelayanan yang optimal dalam rangka memecahkan masalah kesehatan secara berdaya guna
dan berhasil guna.
2. Khusus
Blok 26 Community Medicine-Program Puskesmas dalam Menanggulangi
Penyakit DBD
Page 27
Tingkat Masyarakat
keluarganya sendiri
Kegiatan
swadaya
masyarakat
dalam
PKK,
Saka
Bhakti
Husada,
Tingkat Pertama
Swasta, dll.
Fasilitas Pelayanan Rujukan Rumah Sakit
Kabupaten,
R.S.
Swasta,
Tingkat Pertama
Laboratorium, Klinik Swasta, dll.
Fasilitas
Pelayanan Rumah Sakit kelas B dan A serta Lembaga
Rujukan yang lebih tinggi
c. Kegiatan
1. Melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat darurat antara lain:
-
2. Merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi penderita dalam
rangka diagnostik dengan rata-rata hari perawatan 3 hari atau maksimal 7 hari.
3. Melakukan pertolongan sementara untuk mempersiapkan pengiriman penderita
lebih lanjut ke Rumah Sakit.
4. Memberi pertolongan persalinan bagi kehamilan dengan resiko tinggi dan
persalinan dengan penyulit.
5. Melakukan metoda operasi pria dan metoda operasi wanita untuk keluarga
berencana.
d. Ketenagaan
1. Dokter kedua di Puskesmas yang telah mendapatkan latihan Klinis di Rumah
Sakit 6 bulan dalam bidang bedah, obstetri-gynekologi, pediatri dan interne.
2. Seorang perawat yang telah dilatih selama 6 bulan dalam bidang perawatan bedah,
kebidanan, pediatri dan penyakit dalam.
3. 3 orang perawat kesehatan/perawat/bidan yang diberi tugas secara bergilir.
4. 1 orang pekarya kesehatan SMA+.
e. Sarana
Untuk melaksanakan kegiatannya Puskesmas dengan tempat perawatan memiliki luas
bangunan, ruangan-ruangan pelayanan serta peralatan yang lebih lengkap daripada Puskesmas, antara lain :
-
Ruangan operasi
Ruangan persalinan
Kamar linen
Kamar cuci
Peralatan resusitasi
1 buah ambulance
ini perlu dipertimbangkan pula lokasi pekerjaan dan waktu pekerjaan, sehingga bisa diadakan
pembagian tugas dan giliran kerja yang merata di antara tenaga-tenaga Puskesmas yang ada
dan pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik.
Pertemuan berkala antara Kepala Puskesmas dengan segenap stafnya (termasuk
Puskesmas Pembantu dan Bidan di Desa) perlu dilakukan secara teratur paling sedikit
sebulan sekali. Buku Pedoman Mini Lokakarya Puskesmas dengan lampirannya merupakan
pedoman untuk penyelenggaraan pertemuan berkala tersebut.
Tujuan pertemuan berkala itu antara lain adalah:
- Menampung masalah/hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan pekerjaan seharihari untuk dipecahkan bersama.
- Merencanakan bersama kegiatan yang perlu dilakukan dalam bulan berikutnya atau
minggu yang akan datang.
- Menilai hasil-hasil pekerjaan yang telah dilakukan dalam bulan yang lalu.
- Meneruskan
Informasi/instruksi/petunjuk
dari
atasan
untuk
diketahui
dan
dilaksanakan bersama.
b. Bimbingan teknis dan supervisi
Selain pertemuan berkala dengan segenap staf Puskesmas yang dilakukan di Puskesmas,
Kepala Puskesmas perlu juga datang untuk melihat dan memberi bimbingan kepada staf
Puskesmas secara berkala di tempat mereka bekerja, di Puskesmas, di Puskesmas Pembantu, di
lapangan maupun di rumah penduduk dalam rangka kunjungan rumah. Hal ini penting sekali
dilakukan secara teratur untuk memelihara disiplin kerja staf Puskesmas.
Dalam kunjungan ini dimanfaatkan pula untuk meningkatkan sistem rujukan (referral system)
dimana konsultasi dari staf Puskesmas dapat dilakukan di tempat mereka bekerja, disamping
melimpahkan pengetahuan dan ketrampilan kepada staf Puskesmas yang bersangkutan.
c. Hubungan kerja antara instansi kecamatan
Camat merupakan koordinator dari semua instansi/dinas tingkat Kecamatan. Kepala
Puskesmas bertanggung-jawab secara tehnis kesehatan dan administratif kepada Dokabu.
Hubungan dengan Camat merupakan hubungan koordinasi, namun demikian tanggung-jawab
secara moril dari Kepala Puskesmas terhadap Camat tetap ada.
Hubungan kerjasama yang baik perlu dipupuk antara Puskesmas dengan semua
instansi di tingkat kecamatan. Kepala Puskesmas harus secara aktif mencari hubungan
kerjasama dengan instansi-instansi di tingkat kecamatan. Usaha kesehatan tidak dapat
berjalan sendiri dan perlu kerjasama dengan instansi-instansi lain. Pertemuan berkala antar
instansi tingkat Kecamatan perlu diadakan di bawah koordinasi pak Camat.
manajemen. Ada tiga fungsi manajemen Puskesmas yang dikenal yakni Perencanaan,
Pelaksanaan dan Pengendalian, serta Pengawasan dan Pertanggungjawaban. Semua fungsi
manajemen tersebut harus dilaksanakan secara terkait dan berkesinambungan.9
b. Tujuan:
-
Umum:
Khusus:
Tersusunnya rencana kerja Puskesmas untuk jangka waktu 5 tahun secara tertulis.
c. Ruang Lingkup:
Rencana yang disusun tersebut seyogyanya meliputi seluruh kegiatan pokok
Puskesmas, akan tetapi dapat dibatasi sesuai dengan masalah yang dihadapi; dengan
memperhatikan prioritas, kebijaksanaan dan strategi yang telah ditetapkan oleh Pusat, Dati I
dan Dati ll-nya.
2. Langkah langkah penyusunan rencana
Dalam melaksanakan kegiatan penyusunan rencana tingkat Puskesmas, ada 4 (empat)
langkah pokok yang perlu dilaksanakan yaitu:
Penyusunan rencana.
Pengumpulan data
Analisa data
perumusan masalah
meliputi Posyandu, Pos KB dan Pos lainnya serta peralatan yang dimiliki seperti
dacin, set alat masak, dukun kit dan lain sebagainya.
Tenaga
meliputi kader PKK, kader Dasawisma, kader Posyandu dan kader lainnya, serta
dukun bersalin atau tenaga kesehatan tradisional lainnya.
Dana
meliputi Dana Sehat, Dana Koperasi Simpan Pinjam dan dana lainnya yang dapat
dipergunakan untuk kegiatan kesehatan.
(e) Data Status Kesehatan
Data yang dihimpun meliputi data indikator derajat kesehatan yaitu 1MR (Infant
Mortality Rate), CM R (Children Mortality Rate), MMR (Maternal Mortality Rate), CDR
(Crude Death Rate), Incidence/Prevalence Rate dan CFR (Case Fatality Rate)
penyakittertentu, CBR (Crude Birth Rate), FR (Fertiiity Rate), LE (Level of Education) dan
lain sebagainya.
(f) Data Cakupan Program
Data yang dihimpun meliputi data cakupan untuk masing-masing program sesuai
dengan indikator dan variabelnya. Sebagai pegangan dapat dipakai indikator/variabel yang
dipergunakan dalam perhitungan stratifikasi Puskesmas. Untuk mempermudah analisa data,
maka semua data yang telah dikumpulkan disusun dalam suatu tabel/matrix.
3. Analisis data
Analisa keadaan dan masalah dalam perencanaan meliputi:
(a) Analisa Derajat Kesehatan
Analisa ini akan menjelaskan masalah kesehatan yang dihadapi, dimana akan
tergambarkan ukuran-ukuran derajat kesehatan secara kuantitatif, penyebaran masalah
tersebut menurut kelompok umur, tempat dan waktu. Dengan perkataan lain, pendekatan
analisa derajat kesehatan mempergunakan pendekatan epidemiologis.
(b) Analisa Aspek Kependudukan
Analisa ini akan menghasilkan ukuran-ukuran demografis dalam wilayah tertentu
misalnya kecamatan.
Beberapa ukuran yang penting adalah : jumlah penduduk, penyebarannya berdasarkan kelompok
umur dan wilayah serta waktu, pertumbuhan penduduk, kelahiran, kematian, mobilitas penduduk
dan lain sebagainya. Angka-angka ini sangat berguna untuk dipergunakan sebagai
"denominator" dari angka derajat kesehatan dan luaran program, sebagai dasar perhitungan
target pelayanan serta dasar perhitungan target pelayanan serta dasar perhitungan intensitas
atau jumlah pelayanan yang diperlukan.
(c) Analisa Upaya Pelayanan Kesehatan
Analisa ini akan menghasilkan data atau informasi mengenai masukan, proses,
keluaran atau kalau mungkin dampak pelayanan/upaya kesehatan yang dapat berbentuk
upaya promotif, preventif, kuratif atau rehabilitatif.
Aspek masukan meliputi sarana, tenaga dan dana; aspek proses meliputi mekanisme
pelaksanaan upaya kesehatan termasuk koordinasi, supervisi dan lain sebagainya; aspek
luaran meliputi hasil upaya kesehatan berupa cakupan dan lain sebagainya.
(d) Analisa Perilaku
Analisa ini memberikan gambaran tentang sikap dan perilaku masyarakat terhadap
kesehatan dan upaya kesehatan.
Sebagai contoh analisa ini memberi keterangan tentang sikap masyarakat terhadap
Puskesmas, pola masyarakat dalam mencari pengobatan, sikap masyarakat terhadap
imunisasi, penggunaan oralit dan juga memberikan keterangan tentang derajat peran serta
masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan.
(e) Analisa Lingkungan
Analisa lingkungan meliputi lingkungan fisik dan biologis, sosial budaya serta
ekonomi.
Lingkungan fisik misalnya sumber/sarana air bersih, peruipahan, limbah rumah tangga
atau industri, sarana komunikasi, transportasi dan lain sebagainya.
Lingkungan biologis misalnya gambaran vektor penyakit yang ada di wilayah
tersebut.
Lingkungan sosial budaya menggambarkan derajat interaksi sosial dalam masyarakat,
misalnya pendidikan, sistem sosial yang ada (gotong-royong) dan lain sebagainya.
Lingkungan ekonomi misalnya mata pencaharian, pendapatan, pengangguran dan lain
sebagainya.
4. Perumusan masalah
Dari data yang sudah ditabulasikan, kemudian dianalisa berdasarkan ke-5 aspek
tersebut di atas, sehingga dapat diidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh Puskesmas.
Permasalahan tersebut harus dirumuskan dengan baik secara epidemiologis, sehingga
tergambarkan masalahnya, dimana, kapan dan seberapa besar. Dengan perkataan lain,
besarnya masalah diusahakan dapat tergambar secara kwantitatif.
5. Penentuan peringkat masalah
Dari beberapa masalah yang telah dirumuskan tersebut, lalu dilakukan penentuan
peringkat masalah yang perlu diutamakan penanggulangannya. Untuk menentukan peringkat
masalah, dapat dipergunakan cara Defoecq atau cara Hanlon
Dengan cara Delbecq masalah tersebut didiskusikan oleh anggota kelompok dengan
saran dari nara sumber. Cara Hanlon lebih sering digunakan, karena lebih sederhana dan
setiap anggota rapat Puskesmas dapat ikut berperan. Semua anggota rapat diminta
memberikan nilai terhadap masalah tersebut, melalui sistem scoring untuk masing- masing
kriterianya.
Kriteria yang dipakai untuk masing-masing masalah adalah
(a) Besarnya masalah
Penentuan score untuk besarnya masalah dilaksanakan dengan memberi nilai (0 - 10)
pada faktor-faktornya yaitu:
-
biaya yang dikeluarkan per orang per bulan karena masalah tersebut
tingkat keganasannya
tingkat urgensinya
kecenderungannya
Perumusan kegiatan
perlu diturunkan kematian bayi dari 100 per 1000 kelahiran hidup menjadi 70 pe r 1000
kelahiran hidup dalam waktu lima tahun yang akan datang; atau perlu ditingkatkan cakupan
imunisasi TT pada ibu hamil di suatu Kecamatan dari 30% tahun 1988 menjadi 80% pada
tahun 1993.
Tujuan dan sasaran jangka pendek, merupakan penjabaran dari tujuan dan sasaran
jangka menengah. Misalnya untuk meningkatkan cakupan imunisasi TT ibu hamil dari 30%
tahun 1988 menjadi 80% pada tahun 1993, maka secara rata-rata setiap tahun harus dicapai
kenaikan 10% dari tahun sebelumnya.
Dari gambaran tersebut yang perlu diketahui dan ditentukan mengenai tujuan dan
sasaran yang akan dicapai oleh suatu Puskesmas pada suatu wilayah kerja tertentu adalah
yang menyangkut jangkah menengah (lima tahun) dan jangka pendek (tahunan).
(2) Perumusan kebijaksanaan dan langkah-langkah
Setelah tujuan dan sasaran ditentukan, baik untuk jangka menengah maupun jangka
pendek, kemudian ditetapkan kebijaksanaan dan langkah-langkah, untuk tercapainya tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan. Misalnya : dalam mewujudkan tercapainya NKKBS,
kebijaksanaan dan langkah-langkah yang ditempuh antara lain adalah:
-
POA
Puskesmas
termasuk
POA KB-Kes
Penggalangan
kerja sama
dalam tim
Rapat kerja
bulanan
puskesmas
Penggalangan
kerja sama lintas
sektoral
Rapat kerja
tribulanan lintas
sektoral
Stratifikasi
puskesmas
b. Tujuan
(1) Umum
Meningkatnya fungsi Puskesmas melalui peningkatan kemampuan tenaga
Puskesmas untuk bekerjasama dalam Tim dan membina kerjasama lintas program dan lintas
sektoral.
(2) Khusus
a. Terlaksananya penggalangan kerjasama Tim (teamwork) lintas program
dalam rangka pengembangan manajemen sederhana, terutama dalam
pembagian tugas dan pembuatan rencana kerja harian.
b. Terlaksananya penggalangan kerjasama lintas sektoral dalam rangka
pembinaan peran serta masyarakat
c. Terlaksananya rapat kerja bulanan Puskesmas sebagai tindak lanjut
penggalangan kerjasama Tim Puskesmas.
d. Terlaksananya rapat kerja tribulanan lintas sektoral sebagai tindak lanjut
penggalangan kerjasama lintas sektoral.
c. Ruang lingkup
Untuk meningkatkan fungsi Puskesmas, maka petugas Puskesmas perlu bekerja
secara Tim dan masing-masing anggota Tim harus mempunyai rasa kebanggaan, sehingga
masing- masing anggota mempunyai semangat untuk membela keberhasilan Tim-nya.
Dalam rangka membina petugas Puskesmas untuk bekerjasama dalam Tim sehingga
dapat melaksanakan fungsi Puskesmas dengan baik, telah dikembangkan buku Pedoman
Lokakarya Mini Puskesmas. Apa yang tercantum dalam buku ini hanya merupakan pokokpokok buku tersebut.
2. Lokakarya Mini Puskesmas terdiri dari 4 komponen
a. Penggalangan kerjasama dalam Tim Puskesmas.
b. Penggalangan kerjasama lintas sektoral.
c. Rapat kerja bulanan Puskesmas.
d. Rapat kerja tribulanan lintas sektoral
(a) Penggalangan kerjasama dalam Tim Puskesmas
(1) Pengertian
Dalam rangka meningkatkan fungsi Puskesmas yang terdiri dari pengembangan upaya
kesehatan, pembinaan peran serta masyarakat dan pelayanan upaya kesehatan pokok, tenaga
Puskesmas yang terdiri dari berbagai kategori, diharapkan dapat bekerjasama secara terpadu
di bawah satu pimpinan dan satu administrasi.
Untuk meningkatkan keterpaduan kerja antar anggota Puskesmas dan meningkatkan
produktivitas kerjanya, diperlukan pembinaan kerjasama dalam Tim, sehingga ada keterbukaan dan tanggung jawab bersama, di samping masing-masing mempunyai rasa
kebanggaan sebagai anggota Tim.
Diperlukan suatu proses dinamika kelompok dalam suatu pertemuan Penggalangan
Kerjasama Tim, yang diikuti dengan analisa beban kerja, yang dikaitkan dengan berbagai
kelemahan penampilan kerja Puskesmas menurut hasil Stratifikasi dan menyusun POA untuk
memperbaiki penampilan kerja Puskesmas.
(2) Tujuan
-
Umum
Khusus
o Terciptanya semangat kerjasama dalam suatu Tim atas dasar kemauan, kemampuan
dan kesempatan yang dimiliki.
o Adanya inventarisasi hasil kegiatan setiap tenaga Puskesmas bulan lalu dan
menghitung beban kerjanya.
o Adanya pembagian tugas yang baru bagi setiap petugas Puskesmas berdasarkan POA.
o Adanya Tim Pelayanan Terpadu dan menentukan daerah binaan/pelayanan masingmasing tim.
o Tersusunnya rencana kerja harian untuk bulan yang akan datang.
(3) Pentahapan Pelaksanaan
tujua
n
Dinamik
a
Kelompo
k
Masukan
Konsep KBKes
Prog. KIA
Prog. Gizi
Prog. KB
Prog.
Imunisasi
Prog. Diare
dll
Inventaris
kegiatan
PSM
Pembagi
an tugas
baru
Inventaris
kegiatan
bulan lalu
Analisis/pe
nghitunga
n beban
kerja
Rencan
a kerja
baru
Pembagi
an
tanggun
g jawab
Dinamika keiompok
Dilakukan dengan permainan huruf "T" berantakan dan Johary Wmdow,
nertujuan untuk menanamkan pentingnya kerjasama secara Tim dan keterbukaan
anggota Tim dalam memecahkan suatu masalah.
Masukan tentang konsep Keterpaduan KB - Kesehatan, POA Puskesmas dan POA KB Kesehatan, bertujuan untuk mengetahui pentingnya keterpaduan KB Kesehatan dan
perencanaan kegiatan untuk tahun ini serta cakupan pelayanan yang harus dicapai.
inventarisasi kegiatan petugas pada bulan lalu sebagai bahan untuk beban kerja.
Analisa/perhitungan beban kerja, bertujuan agar semua petugas dapat menghitung beban
kerjanya dan mengetahui kekurangan atau kelebihannya.
Penyusunan pembagian tugas baru bertujuan agar semua petugas mengetahui tugas
rutin dan tugas pembinaan PSM secara adil dan merata.
Pembentukan Tim pelayanan Posyandu dan pembagian tanggung jawab daerah binaan
yang bertujuan agar semua petugas Puskesmas mempunyai tangggung jawab daerah
binaan yangndibagi secara adil dan merata berdasarkan pembagian tugas baru.
Penyusunan rencana kerja harian baru yang bertujuan agar semua petugas Puskesmas
agar membuat rencana kerja yang dibuat tiap-tiap bulan, baik untuk tugas rutin
maupun untuk pembinaan PSM.
(4) Pelaksanaan
gigi
Kerjasama lintas sektoral sering sukar diwujudkan, jika tidak dilandasi oleh saling
pengertian dan keterbukaan yang mendalam antara komponen yang terlibat, serta tidak ada
kejelasan tentang tujuan bersama.
Untuk menggalang kerjasama lintas sektoral terutama dalam membina peran serta
masyarakat di tingkat kecamatan, perlu dirumuskan bersama secara jelas tentang peran yang
harus dilakukan masing-masing sektor dan mekanisme kerjanya. Dengan perkembangan
kebijaksanaan pembangunan kesehatan selama Pelita V, dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan mutu hidup keluarga, sasaran utamanya adalah penurunan angka kematian
bayi dan anak balita, angka kematian ' ibu melahirkan serta angka kelahiran, dengan
pendekatan keterpaduan KB - Kesehatan, kerjasama dengan sektor lain, alih teknologi serta
alih kelola kepada masyarakat, dengan mengembangkan peran serta masyarakat dalam
bentuk penyelenggaraan Posyandu. Oleh karena itu, penggalangan kerjasama lintas sektoral
pada saat ini diarahkan untuk merumuskan kerjasama dalam membina upaya peran serta
masyarakat dalam bidang kesehatan.
(2) Tujuan
-
Umum
Terjalinnya kerjasama lintas sektoral dalam rangka pembinaan peran serta masyarakat
secara baik.
-
Khusus
o Adanya saling mengetahui dan saling mengenal program pembinaan peran serta
masyarakat masing-masing sektor terkait di tingkat Kecamatan.
o Adanya saling mengetahui peran masing-masing sektor yang saling mendukung,
untuk membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan.
o Terumuskannya rencana kerja tribulanan masing-masing sektor pembinaan peran serta
masyarakat di bidang kesehatan secara terpadu.
(3) Pentahapan Pelaksanaan
Tahapan Pelaksanaan Penggalangan Kerjasama Lintas Sektoral.
tujua
n
Dinamik
a
Kelompo
k
- Program lintas
sektoral
tingkat
kecamatan
- Prog. KB-kes
- Kebijaksanaan
pengembanga
n
- Peran sektor
dalam KB_kes
Pembagian
peran masing
masing
sektoral
Analisis
masalah peran
sektoral
Inventarisasi
peran bantuan
lintas sektoral
MASUKAN
-
tujua
n
Laporan hasil
kegiatan bulan
lalu
Hasil rapat PKK
kecamatan
Tambahan
pengetahuan
Analisa
hambatan
kegiatan bulan
lalu
Rencana kerja
baru
Pemecahan
masalah
Materi yang akan dibahas dalam Rapat Kerja Butanan Puskesmas adalah
sebagai berikut:
o Laporan pelaksanaan Rencana Kerja Harian dari tiap petugas dan hasil cakupan
pelayanan Posyandu tiap desa pada bulan lalu dari Tim Pembina dari daerah binaan
Posyandu.
o Kebijaksanaan dari atasan langsung yang didapat dari hasil Rapat Dinas Kesehatan
dan kebijaksanaan Pemerintah Daerah yang didapat dari rapat Kecamatan.
o Tambahan pengetahuan dan ketrampilan kepada petugas Puskesmas dalam rangka
peningkatan pelayanan kepada masyarakat atau dalam rangka mengatasi kejadian luar
biasa.
o Analisa dari masalah/hambatan yang terjadi dan pemecahan masalah.
o Rapat Kerja ditutup dengan acara pembuatan rencana kerja harian, dari semua petugas
Puskesmas untuk bulan depan.
(d) Rapat kerja tribulanan lintas sektoral
(1) Pengertian
Semangat kerjasama dalam Tim yang telah ditimbulkan dalam lingkungan sektor-sektor, perlu dipelihara dengan baik agar kerjasama lintas sektoral yang telah dibina bisa berjalan
mantap dan berkesinambungan. Salah satu cara untuk memelihara kerjasama ialah dengan
mengadakan pertemuan berkala dan membahas pelaksanaan kerjasama maupun masalah yang
dihadapi dan sekaligus mencari pemecahannya bersama-sama.
(2) Tujuan
-
Umum
Khusus
tujua
n
- Laporan kegiatan
posyandu oleh
PKK
- Masalah
hambatan dalam
pembinaan
posyandu
Analisa
masalah
masing
masing sektor
Pemecahan
masalah
Rencana
pembinaan
PSM/KB-Kes dai
masing
masing sektor
Materi yang akan dibahas dalam rapat kerja tribulanan lintas sektoral adalah
sebagai berikut:
Sambutan dari Tim Pembina Posyandu Dati II tentang usaha untuk mengatasi
hambatan/masalah dan menyampaikan kebijaksanaan Pemda maupun Tim Pembina
Posyandu Dati II.
Menyusun rencana pembinaan untuk tribuian yang akan datang, dan sebagai penutup
rencana kerja dari semua sektor diserahkan oleh Camat kepada Ketua Tim Penggerak
PKK Kecamatan.
Umum
Tersedianya data dan informasi yang akurat, tepat waktu dan mutakhir secara
periodik/ teratur untuk pengelolaan program kesehatan masyarakat melalui Puskesmas di berbagai tingkat administrasi.
-
Khusus
o Tersedianya data yang meliputi keadaan fisik, tenaga, sarana dan kegiatan pokok
Puskesmas yang akurat tepat waktu dan mutakhir secara teratur.
o Terlaksananya pelaporan data tersebut secara teratur di berbagai jenjang administrasi,
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
o Termanfaatkannya data tersebut untuk pengambilan keputusan dalam rangka pengelolaan program kesehatan masyarakat melalui Puskesmas di berbagai tingkat
administrasi.
c. Ruang lingkup
a. SP2TP dilakukan oleh semua Puskesmas (termasuk Puskesmas dengan Perawatan,
Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling).
b. Pencatatan dan Pelaporan mencakup:
-
c. Pelaporan dilakukan secara periodik (bulanan, tribulanan, semester dan tahunan), dengan menggunakan formulir yang baku. Seyogyanya berjenjang dari Puskesmas ke
Dati II, dari Dati li ke Dati I, dan Dati I ke Pusat. Namun sementara ini dapat
dilakukan dari Dati II langsung ke Pusat, dengan tindasan ke Propinsi.
2. Beberapa batasan
Dalam pelaksanaan SP2TP ada beberapa batasan tentang istilah yang digunakan untuk
mendapatkan kesamaan pengertian, sehingga pencatatan dilakukan dengan benar dan sama di
seluruh Puskesmas.
a) Kunjungan:
Ada 2 (dua) macam kunjungan:
(1) Kunjungan seseorang ke Puskesmas, Puskesmas Pembantu, baik untuk mendapat
pelayanan kesehatan maupun sekedar mendapat keterangan sehat-sakit.
Untuk ini dibedakan 2 (dua) kategori:
-
Perkecualian kedua kategori tersebut pada Ibu Hamil, Ibu Menyusui dan Balita:
-
Pelaksanaan SP2TP
3. Pelaksanaan SP2TP
Pelaksanaan SP2TP terdiri dari 3 kegiatan, ialah:
a. Pencatatan dengan menggunakan format.
b. Pengiriman laporan dengan menggunakan format secara periodik.
c. pengolahan analisis dan pemanfaatan data / informasi.
1. Masukan (input)
Kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam system dan terdiri dari untur
tenaga (man), dana (money), sarana (material), dan metoda (method) yang
merupakan variable dalam melaksanakan evaluasi program pemberantasan
Demam Berdarah Dengue.
2. Proses (process)
Kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam system dan terdiri dari unsure
perencanaan (planning), organisasi (organization), pelaksanaan (activities), dan
pengawasan (controlling) yang merupakan variable dalam melaksanakan evaluasi
program Demam Berdarah Dengue
3. Keluaran (output)
Kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam
system dari kegiatan pemberantasan DBD
4. Dampak (impact)
Akibat yang ditimbulkan oleh keluaran dalam pemberantasan DBD
5. Umpan Balik (feed back)
Kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari system dan
sekaligus sebagai masukan dalam program pemberantasan DBD
6. Lingkungan (environment)
Dunia luar yang tidak dikelola oleh system tetapi mempunyai pengaruh terhadap
system.
Tenaga
Dokter
Petugas Laboratorium
Petugas Administrasi
Kader aktif
Jumantik
Dana
Dana untuk pelaksanaan program dapat diperoleh di:
1. APBD
: sebagai contoh, APBD menyediakan anggaran
untuk pengawasan dan monitoring, sarana diagnosis, bahan cetakan,
kegiatan pemecahan masalah di kotamadya.
2. Swadaya Masyarakat : contoh, menyediakan
operasional,
pemeliharaan,
pelaksanaan,
anggaran
pencegahan
untuk
dan
penanggulangan DBD
Sarana
Medis
Meliputi hal-hal dibawah ini :
a. Poliklinik set : stetoskop, timbangaan BB, thermometer,
tensimeter, senter
b. Alat pemeriksaan hematokrit
c. Alat penyuluhan kesehatan masyarakat
d. Formulir laporan Standart Operasional dan KDRS (kasus DBD
di Rumah Sakit)
e. Obat-obatan simptomatis untuk DBD (analgetik dan antipiretik)
f. Buku petunjuk program DBD
g. Bagan penatalaksanaan kasuk DBD
h. Larvasida
Non-Medis
melalui konseling
Penyuluhan Kelompok : Melalui diskusi, ceramah, penyuluhan
melalui poster.
4. Surveilan kasus DBD
Angka Bebas Jentik : presentasi rumah yang bebas jentik disbanding
dengan jumlah rumah yang diperiksa
5. Surveilans vector
Pengamatan Jentik Berkala : presentasi jumlah rumah yang diperiksa
jentik dibanding dengan jumlah rumah yang diperiksa
6. Pemberantasan vector
a.
Abatisasi
: pemberian bubuk abate
b.
pada
3M
tempat
yang
Perencanaan
dilihat
dari
jumlah
melaksanakan tugasnya.
Pelaksanaan
1. Penemuan penderita tersangka DBD
Kasus dilihat dar jumlah suspect DBD yang datang ke puskesmas
2. Rujukan penderita DBD
Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak panas tinggi
2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38 OC sampai 40OC
atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit
direnggangkan bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada
perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes
Torniquet positif.
3. Penyuluhan Kesehatan : Perorangan dan Kelompok
4. Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas Jentik (berapa kali per
tahun)
5. Surveilans vector : melalui Pengamatan Jentik Berkala (berapa kali per
tahun)
6. Pemberantasan vector : Melalui program Abatisasi, kegiatan 3M, dan
Fogging focus
7. Pencatatan dan Pelaporan : ada tidaknya terjadi wabah
Tahunan
3. KELUARAN
Torniquet positif.
Contoh : dilakukan rujukan 100% kasus
Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat untuk PSN (pemberantasan
sarang nyamuk)
Penyuluhan/informasi tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan
melalui jalur-jalur informasi yang ada:
a. Penyuluhan Kelompok:
PKK, Organisaasi social masyarakat lain, kelompok agama, guru, murid
yang dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap desa/kelurahan endemis pada 100
rumah/bangunan yang dipilih secara acak (random sampling). Angka Bebas
Jentik dan House Indeks lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk
disuatu wilayah.
Pemberantasan vector
:
Perlindungan perseorangan, yaitu memberikan anjuran untuk mencegah
gigitan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan meniadakan sarang nyamuknya di
dalam rumah. Yaitu dengan melakukan penyemprotan dengan obat anti
serangga yang dapat dibeli di took-toko seperti baygon, dll.5-7
a.
Menggunakan insektisida
b.
dewasa.
Tanpa insektisida
Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan melaksanakan
penyuluhan 3M:
o Menguras
tempat-tempat
penampungan
air
sekurang-
atau
seminggu sekali
Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar
Tutup lubang-lubang pada potongan bamboo, pohon dan lain-
masyarakat.
Daftar Pustaka
1. Standar Penanggulangan Penyakit Demam Berdara. Dinas kesehatan Propinsi DKI
Jakarta, 2002.
2. Widoyono.
Demam
berdarah
dengue.Penyakit