Oldamtek 151009
Oldamtek 151009
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan di bidang obat antara lain bertujuan untuk
menjamin tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai
kebutuhan dengan mutu terjamin, tersebar secara merata dan teratur,
sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Untuk
mencapai tujuan tersebut biaya pengadaan obat merupakan salah satu
komponen terpenting dan terbesar dalam pembangunan kesehatan.
Beberapa survey yang dilakukan di Indonesia menunjukkan sekitar 3040% dari dana alokasi pembangunan kesehatan dialokasikan untuk
pengadaan obat.
Penerapan Undang - Undang nomor 32 tahun 2004 tentang
Otonomi daerah membawa implikasi terhadap organisasi kesehatan
baik di tingkat Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Demikian pula
halnya dengan organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan
kesehatan, bila sebelumnya di seluruh Kabupaten/Kota terdapat
Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi
kepada pemerintah daerah, organisasi tersebut tidak selalu eksis di
setiap Kabupaten/Kota.
Untuk Kabupaten/Kota yang masih mempertahankan Gudang
Farmasi
Kabupaten
(GFK),
minimal
pengelolaan
obat
berjalan
tugaskan,
sarana
diubah
peruntukkannya,
mekanisme
B. Tujuan
1. Agar diperoleh gambaran mengenai pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan dalam rangka peningkatan pengetahuan dan
keterampilan SDM pengelola obat
2. Sebagai bahan untuk penentu kebijakan dalam rangka menetapkan
langkah-langkah yang akan dilakukan di masa yang akan datang.
C. Sasaran Kegiatan
Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di 33 Provinsi yang
masing-masing diwakili oleh dua Kabupaten/Kota, dilihat dari aspek
SOTK, SDM, Sarana Prasarana, Pengelolaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan, dan Anggaran Belanja Obat.
BAB II
GAMBARAN UMUM
Sejak berlakunya otonomi daerah tahun 2001 tentang kebijakan
desentralisasi berimplikasi terhadap jumlah propinsi dan kabupaten/kota.
Pada tahun 2007 secara administratif wilayah Indonesia terdiri atas 33
Propinsi, 470 Kabupaten/Kota. Adapun gambaran umum yang akan
diuraikan adalah mengenai Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang
dikelompokkan dalam tiga wilayah yaitu wilayah barat, tengah, dan timur.
Sebelum penerapan UU No. 22, di Kabupaten/Kota telah berdiri
Gudang Farmasi Kabupaten/Kota (GFK) yang berfungsi sebagai pengelola
obat publik dan perbekalan kesehatan di masing-masing Kabupaten/Kota.
Pengelolaan obat merupakan salah satu pendukung penting dalam
pelayanan kesehatan. Demikian juga halnya pengelolaan obat di pelayanan
kesehatan dasar mempunyai peran sangat signifikan dalam pelayanan
kesehatan
di
puskesmas.
Oleh
karena
itu
pengembangan
dan
adanya
instrumen.
Instrumen
yang
dikembangkan
ini
BAB III
PEMBAHASAN
lebih
meningkatkan
keberadaan
gudang
farmasi
meliputi
perencanaan,
pengadaan,
penyimpanan,
efisiensi,
keberadaan,
kapasitas
serta
kesiapan
dalam
harus
mampu
membuat
perencanaan
operasional,
serta
dapat
mengacu
kepada
SK
Menkes
RI
No.
Struktur Organisasi
Lain-lain, 2,
3%
UPTD, 33,
49%
Sie
Farmasi,
32, 48%
AA/SMF, 9,
13%
Tenaga Kes
Lain, 3, 4%
D-3 Farmasi, 3,
4%
S-1 Farmasi, 1,
1%
Lain-lain, 3, 4%
Apoteker, 51,
74%
2. KETENAGAAN
Jumlah Kabupaten/Kota
Ketenagaan
70
60
50
40
30
20
10
0
60
46
34
9
1
Apoteker
S-1
Farmasi
D-3
Farmasi
AA/SMF
Tenaga Lain-lain
Kes Lain
34
Kabupaten/Kota
memiliki
D3
Farmasi,
25
20
20
15
12
10
10
5
0
PENGELOLAAN
OBAT DAN
PERBEKKES
PENGELOLAAN
OBAT
PUSKESMAS
PPOT
SOFT-WARE
KETERSEDIAAN
OBAT
12
Kabupaten/Kota
telah
mengikuti
pelatihan
telah
mengikuti
pelatihan
pengelolaan
di
puskesmas.
adalah
suatu
kegiatan
menyimpan
dan
mutu
obat,
jawab,
menghindari
menjaga
penggunaan
kelangsungan
yang
tidak
persediaan
dan
1. LUAS TANAH
Luas Tanah
42
Jumlah kab/Kota
45
40
35
30
25
20
22
15
10
5
0
500
> 500
Luas Tanah (m2)
Jumlah Kab/Kota
45
40
39
35
30
28
25
20
15
10
5
0
300
> 300
Luas Bangunan (m2)
10
3. STATUS GEDUNG
Status Gedung
80
Jumlah Kab/Kota
70
67
60
50
40
30
20
10
0
Milik Sendiri
Sewa
11
4. PENGAMANAN
Sarana pengamanan gedung sangat penting dimiliki oleh
instalasi farmasi untuk menjaga obat dari pencurian dan bahaya
kebakaran. Untuk jenis dan jumlah teralis disesuaikan dengan
bentuk bangunan termasuk pintu, jendela dan plafon dengan
spesifikasi terbuat dari bahan besi dengan ketebalan 12 mm,
untuk jenis pagar dibuat kombinasi tembok yang terbuat dari bata
merah, batako atau bahan lain yang cukup kuat dan kawat
berduri atau kawat harmonika
Sarana Pengamanan
56
60
Jumlah Kab/Kota
50
47
46
Pagar Pengaman
Pemadam Kebakaran
40
30
20
10
0
Alarm
Teralis
12
5. PERLENGKAPAN PENYIMPANAN
Kegiatan penyimpanan memegang peranan penting dalam
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Kegiatan ini
dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana
penyimpanan yang memadai.
Sirkulasi udara yang cukup sangat penting untuk menjaga
mutu obat agar obat tidak mudah rusak oleh udara yang lembab
atau terlalu panas untuk itu diperlukan juga ventilasi atau saluran
udara yang memadai. Alat penunjang lainnya yang juga
diperlukan di instalasi farmasi adalah generator yang digunakan
sebagai pengganti apabila aliran listrik padam.
65
62
51
54
50
34
or
er
en
G
An
g
at
in
n
as
st
Ki
p
au
Ex
h
Co
n
dit
io
Fa
ne
g
Do
ro
n
Ai
r
Ke
r
et
in
/C
si
n
Le
Ch
a
ol
d
&
ik
ko
t
m
ar
iV
ak
20
Le
Le
ar
iN
ar
Le
27
16
ar
iE
s
O
KT
t
ar
iO
ba
Pa
l
let
20
Ai
r
49
pa
62
Po
m
70
60
50
40
30
20
10
0
ak
Jumlah Kab/Kota
13
62
60
Jumlah Kab/Kota
60
50
40
30
20
10
10
0
Komputer
Laptop
Software
Printer
14
7. SARANA TRANSPORTASI
Sarana Transportasi
60
50
49
Kendaraan Roda 4
Kendaraan Roda 2
Jumlah Kab/Kota
50
40
30
20
10
0
Dari
gambar
diatas
terlihat
bahwa
Instalasi
Farmasi
8. PERALATAN KOMUNIKASI
Peralatan Komunikasi
40
38
Jumlah Kab/Kota
35
30
25
18
20
15
10
5
0
Telepon
Faksimil
15
D. PENGELOLAAN
OBAT
PUBLIK
DAN
PERBEKALAN
KESEHATAN
70
Jumlah Kab/Kota
60
50
40
30
66
60
64
58
62
47
20
56
Tidak Melakukan
10
Monitoring &
Evaluasi
Pencatatan
Pelaporan
Penendalian
Pengunaan
Pendistribusian
Penyimpanan
Pengadaaan
Perencanaan
Melakukan
Aspek Pengelolaan
diatas,
60
kab/kota
telah
melaksanakan
kegiatan
obat,
66
kab/kota
telah
melaksanakan
kegiatan
16
kegiatan
E. ANGGARAN
Keputusan Menkes RI No. 922/Menkes/SK/X/2008 tentang
Pedoman
Teknis
Pembagian
Urusan
Pemerintahan
Bidang
Daerah
Daerah
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
menegaskan
mempunyai
bahwa
wewenang
Jumlah Kab/Kota
44
12
3
< 5000
5000 - 9000
> 9000
Dalam rupiah
Belum
terealisasi
17
anggaran
pengadaan
obat
di
Kab/kota
bervariasi
F. HASIL
STRATIFIKASI
PUBLIK
DAN
TERHADAP
PERBEKALAN
PENGELOLAAN
KESEHATAN
OBAT
DI
KABUPATEN/KOTA
Nilai A, 0, 0%
Nilai B, 7, 10%
Nilai D, 27, 39%
Dari hasil uji petik pada 33 (tiga puluh tiga) Propinsi pada 67
(enam puluh tujuh) kab/kota penilaian aspek sarana & prasarana
dapat dilihat pada diagram diatas, tidak ada satu kab/kota yang
mempunyai nilai strata A, 7 (tujuh) kab/kota mempunyai nilai strata
B, 36 (tiga puluh enam) kab/kota mempunyai nilai strata C dan 27
(dua puluh tujuh) kab/kota mempunyai nilai strata D.
18
Strata SDM
Nilai A, 2, 3%
Nilai B, 3, 4%
Nilai C, 11,
15%
Nilai D, 55,
78%
Dari hasil uji petik pada 33 (tiga puluh tiga) Propinsi pada 67
(enam puluh tujuh) kab/kota penilaian aspek sumber daya manusia
dapat dilihat pada diagram diatas, 2 (dua) kab/kota mempunyai nilai
strata A, 3 (tiga) kab/kota mempunyai nilai strata B, 11 (sebelas)
kab/kota mempunyai nilai strata C dan 55 (lima puluh lima) kab/kota
mempunyai nilai strata D.
Strata Pengelolaan Obat Kab/Kota
Nilai C, 3, 4%
Nilai D, 6, 9%
Dari hasil uji petik pada 33 (tiga puluh tiga) Propinsi pada 67
(enam puluh tujuh) kab/kota penilaian aspek pengelolaan obat dapat
dilihat pada diagram diatas, 51 (lima puluh satu) kab/kota yang
mempunyai nilai strata A, 10 (sepuluh) kab/kota mempunyai nilai
strata B, 3 (tiga) kab/kota mempunyai nilai strata C dan 6 (enam)
kab/kota mempunyai nilai strata D.
19
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari hasil evaluasi data bimbingan teknis pengelolaan obat publik
dan
perbekalan
kesehatan
pada
67
(enam
puluh
tujuh)
2.
Pengelolaan
Obat
Publik
Dan
Perbekalan
B.
Saran
Umum:
Agar Pemerintah Daerah lebih memperhatikan unit pengelola obat
dan perbekalan kesehatan dari segala aspek baik SDM, sarana dan
prasarana maupun anggaran obat yang dibutuhkan dalam mengelola obat
sehingga
upaya
untuk
menjamin
ketersediaan,
pemerataan,
20
Khusus
21
BAB V
PENUTUP
22