Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.
Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung,
tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat
yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan
pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa
bertengkar atau bicara dengansuara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat
seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia
menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang
pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya.
Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnyabersifat tiduran,
ancaman dan lain-lain.
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus
esksternal, juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang
diinterpretasikan oleh stimulus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan
yang berat maka kemampuan untuk menilai realita dapat terganggu. Persepsi
mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus. Persepsi juga
melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan.
Gangguan

persepsi

dapat

terjadi

pada

proses

sensori

penglihatan,

pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.


Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat
ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizofrenia, Depresi, Delirium
dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi
lingkungan. Maka dari itu penulis merasa tertarik untuk membahas kasus
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.

Apa definisi Halusinasi ?


Bagaimana pengklasifikasian halusinasi ?
Apa saja tanda dan gejala klien dengan kasus halusinasi ?
Bagaimana etiologi terjadinya halusinasi ?
Bagaimana rentang respon pada klien dengan kasus halusinasi ?

6. Bagaimana patofisiologi klien dengan kasus halusinasi ?


7. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan kasus halusinasi ?
8. Bagaimana cara pemberian asuhan keperawatan klien dengan kasus
halusinasi ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui pengertian halusinasi.
2. .Mengetahui pengklasifikasian halusinasi.
3. Mengetahui tanda dan gejala pasien dengan kasus halusinasi.
4. Mengetahui etiologi halusinasi.
5. Mengetahui rentang respon pada klien dengan kasus halusinasi.
6. Mengetahui patofisiologi pasien dengan kasus halusinasi.
7. Mengetahui penatalaksanaan pasien dengan kasus halusinasi.
8. Mengetahui pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus
halusinasi.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. KONSEP DASAR HALUSINASI

2.1 Pengertian Halusinasi


Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. (Nasution,
2003).
Halusinasi sebagai hallucinations are defined as false sensory
impressions or experiences yaitu halusinasi sebagai bayangan palsu atau
pengalaman indera. (Sundeen's, 2004).
Halusinasi ialah terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak
terdapat simulus (Yosep, 2009).
Dari pendapat tokoh di atas dapat kami simpulkan pengertian halusinasi
adalah terganggunya persepsi panca indera yang terjadi akibat tanpa adanya
stimulus sehingga orang yang mengalaminya akan memunculkan persepsi
seolah-olah ada bayangan-bayangan yang menyertai di dalam kesehariannya.
2.2 Klasifikasi Halusinasi
Menurut Maramis, (1995) terdapat beberapa jenis halusinasi di antaranya:
a. Halusinasi penglihatan ( visual, optik ) : tidak berbentuk ( sinar, kalipan
atau pola cahaya ) atau berbentuk ( orang, binatang atau barang lain yang
dikenalnya), berwarna atau tidak.
b. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) : suara manusia, hewan atau
mesin, barang, kejadian alamiah dan musik.
c. Halusinasi pencium (olfaktorik) : mencium sesuatu bau.
d. Halusinasi pengecap (gustatorik) : merasa/mengecap sesuatu.
e. Halusinasi peraba (taktil) : merasa diraba, disentuh, ditiup,disinari atau
seperti ada ulat bergerak dibawah kulitnya.
f. Halusinasi kinestetik : merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang,
atau anggota badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan
atau phantom limb).
g. Halusinasi viseral : perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya
h. Halusinasi hipnagogik : terdapat ada kalanya pada seorang yang normal,
tepat sebelum tertidur persepsi sensorik bekerja salah
i. Halusinasi hipnopompik : seperti nomor h, tetapi terjadi tepat sebelum
terbangun sama sekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula pengalaman
halusinatorik dalam impian yang normal.
j. Halusinasi histerik : timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional.
2.3 Tanda dan Gejala Halusinasi

Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi


adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Bicara sendiri.
Senyum sendiri.
Ketawa sendiri.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Menarik diri dari orang lain.
Berusaha untuk menghindari orang lain.
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa
detik.

12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.

Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.


Sulit berhubungan dengan orang lain.
Ekspresi muka tegang.
Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
Tampak tremor dan berkeringat.
Perilaku panik.
Agitasi dan kataton.
Curiga dan bermusuhan.
Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
Ketakutan.
Tidak dapat mengurus diri.
Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003),
seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala
yang khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.
6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya,
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.

10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi


dengan realitas.
11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya.
12. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
13. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
14. Berkeringat banyak.
15. Tremor.
16. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
17. Perilaku menyerang teror seperti panik.
18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
20. Menarik diri atau katatonik.
21. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
22. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

2.4 Etiologi Halusinasi


a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stres. Diperoleh baik dari klien maupaun keluarganya. Faktor predisposisi
dapat meliputi :
1) Faktor Perkembangan.
Jika tugas perkemabangan mengalami hambatan dan hubungan
intrapersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan
kecemasan.
2) Faktor Sosiokultural
Berbagi faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan
yang membesarknya.
3) Faktor Biokimia.
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika
seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya
akan dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti buffofenon dan dimethytranferase ( DMP ).
4) Faktor Psikologis
Hubungan intrapersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan

stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi
realitas
5) Faktor Genetik.
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia

cenderung

mengalami

skizofrenia.

Hasil

studi

menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang


sangat berpengaruh pada penyakit ini
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaiutu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra
untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti
partisipasi pasien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi,
objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi sering
menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan
stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik
2.5 Rentang Respon Halusinasi
a. Tahap I ( Non-psikotik )
Pada tahap ini, halusinasi mamapu memberikan rasa nyaman pada klien,
tingkat orientasi sedang. Secara unum pada tahap ini merupakan hal yang
menyenangkan bagi klien.
Karakteristik :
1) Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilagkan
kecemasan.
3) Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol
kesadaran.
Perilaku yang muncul :
1)
2)
3)
4)

Tersenyum atau tertawa sendiri.


Menggerakkan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat.
Respon verbal rambat, diam, dan berkonsentrasi.

b. Tahap II ( Non-psikotik )

Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami


tingkat kecemasan berat. Secara umum hausinasi yang ada dapat
menyebabkan antipati.
Karakteristik :
1) Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh
pengalaman tersebut.
2) Mulai merasa kehilangan kontrol.
3) Menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang muncul :
1)
2)
3)
4)

Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan TD.


Perhatian terhadap lingkunagn menurun.
Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun.
Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinai dan
realita.

c. Tahap III ( Psikotik )


Klien biasanya tidak dapat mengontrol didinya sendiri, tingkat
kecemasnan berat, dan halusiansi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik :
1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.
2) Isi halusinasi menjadi atraktif.
3) Klien menjasi kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir.
Perilaku yang muncul :
1)
2)
3)
4)
5)

Klien menuruti perintah halusinasi.


Sulit berhubungan dengan orang lain.
Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat.
Tidak mampu emngikuti perintah yang nyata.
Klien tampak tremor dan berkeringat.

d. Tahap IV ( Psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat
panik.
Perilaku yang muncul :
1) Risiko tinggi mencederai.
2) Agitasi / kataton.
3) Tidak mampu merespons rangsang yang ada.

2.6 Pohon Masalah

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan
secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien
di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan.
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.

c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang


ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi
serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat
dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatat.
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang
data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di
beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan
pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS FIKTIF
Tn. S. di rawat di RSJ Lawang, Malang dengan riwayat putus cinta dengan
kekasihnya satu kali, kemudian oleh keluarga klien dinikahkan. Setelah menikah
selama tiga bulan, istri meniggalkanya dan klien Tn.S. merasa sangat kecewa,
sering menyendiri, melamun, tidak mau makan kemudian klien dirawat di RSJ
Lawang, Malang selama 8 bulan.
9

Setelah keluar dari rumah sakit, beberapa hari kemudian klien mulai melamun dan
mendengar suara suara yang mengatakan atau menyuruh dia melemparkan gelas
dan piring, sehingga dibawa oleh keluargnya ke RSJ Lawang, Malang. Saat ini
klien mendengar suara suara dan klien menanyakan perawat apakah boleh
berteman dengan roh halus, karena dia yang sering mengajaknya berbicara.
1. PENGKAJIAN
Menurut Stuart dan Laraia pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar
utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan
data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan
meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pengkajian
kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor
presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan
koping yang dimiliki klien (Keliat, 2005).
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umunya, dikembangkan
formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam
pengkajian.
Isi pengkajian meliputi :
a. Identitas klien
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Tanggal Masuk, Informan, Tanggal
b.
c.
d.
e.

Pengkajian, No. Rekam medik.


Keluhan utama atau alasan masuk
Faktor predisposisi
Aspek pemeriksaan fisik atau biologis
Aspek psikososial
Genogram, Konsep diri, Hubungan sosial dan spiritual.

a. Status mental
Penampilan, pembicaraan, aktivitas motorik, alam perasaan, afek
(ekspresi wajah), interaksi saat wawancara, persepsi, proses berfikir, isi
pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung,
kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
b. Kebutuhan persiapan pulang
Makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian/berhias, istirahat dan tidur,
penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas didalam rumah,
aktivitas diluar rumah,
h. Mekanisme koping
i. Masalah psikososial dan lingkungan
k. Aspek medik
10

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul klien dengan masalah utama perubahan
persepsi sensori : halusinasi menurut Yosep (2009) adalah sebagai berikut :
a. Perilaku kekerasan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
b. Perubahan persepsi sensori.
c. Isolasi sosial.
d. Gangguan konsep diri.
e. Koping individu tidak efektif.

11

3. PERENCANAAN
DIAGNOSA 1 : Perilaku kekerasan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
TUJUAN UMUM : Klien dapat mengenal hakusinasinya sehingga tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

TUJUAN KHUSUS:

KRITERIA HASIL :

INTERVENSI

TUK 1 :
Klien dapat membina
hubungan saling
percaya.

1.1 Ekspresi wajah bersahabat,


menunjukan rasa senang, ada
kontak mata, mau berjabat tangan,
mau menyebutkan nama, mau
menjawab salam, klien duduk
berdampingan dengan perawat,
mau mengutarakan masalah yang
dihadapinya.

1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip


komunikasi terapeutik.
2. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien.
4. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
5. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

12

TUK 2 :
Klien dapat mengenal
halusinasinya.

2.1 Klien dapat menyebutkan waktu,


isi, frekuensi timbulnya halusinasi.

2.2 Klien dapat mengungkapkan


perasaan terhadap halusinasinya.

TUK 3 :
Klien dapat mengontrol
halusinasinya.

3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan


yang biasanya dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya.

3.2 Klien dapat memilih cara


mengatasi halusinasi seperti yang
telah didiskusikan dengan klien.

1.
2.
3.
4.

Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.


Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasi-nya
Bantu klien mengenal halusinasinya.
Jika menemukan klien yang sedang halusinasi-nya, tanyakan
apakah ada suara yang didengar. Jika klien menjawab ada,
lanjutkan; apa yang dikatakan.
5. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu,
namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi
1. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadinya
halusinasi (marah/takut, sedih, senang) beri kesempatan
mengungkapkan perasaan.

1. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika


terjadi halusinasinya (tidur, marah, menyibukan diri, dll).
2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika
bermanfaat beri pujian.

1. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara


bertahap.
1. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.

13

3.3 Klien dapat melaksanakan cara


yang telah dipilih untuk
mengendalikan halusinasinya.
TUK 4:
Klien dapat dukungan
dari keluarga dalam
mengonrol
halusinasinya.
TUK 5 :
Klien dapat
memanfaatkan obat
dengan baik.

1. Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga jika mengalami


halusinasi.

4.1 Keluarga dapat membina hubungan


saling percaya dengan perawat.

1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan


manfaat obat.
5.1 Klien dan keluarga dapat
menyebutkan manfaat, dosis dan
efek samping obat.

1. Diskusikan akibat berhentinya minum obat-obat tanpa konsultasi.

5.2 Klien memahami akibat


berhentinya minum obat tanpa
konsultasi
DIAGNOSA II : Perubahan persepsi-sensorik
TUJUAN UMUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
TUJUAN KHUSUS

KRITERIA HASIL

INTERVENSI

TUK 1 :

1.1 Klien dapat menyebutkan


penyebab menarik diri yang

1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tandatandanya.

14

Klien dapat
menyebutkan penyebab
menarik diri.

TUK 2:
Klien dapat
menyebutkan
keuntungan
berhubungan dengan
orang lain dan kerugian
tidak berhubungan
dengan orang lain

berasal dari : Diri sendiri, Orang


lain dan Lingkungan

2. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan


penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.
3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tandatanda serta penyebab yang muncul.
4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya.

2.1 Klien dapat menyebutkan


keuntungan berhubungan dengan
orang lain.

1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan


berhubungan dengan orang lain.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain.

3.1 Klien dapat mendemonstrasikan


TUK 3 :
hubungan sosial secara bertahap
Klien dapat melakukan
antara :
Klien dan perawat.
hubungan sosial secara
Klien dan perawat dan klien.
bertahap
Klien dan perawat dan
keluarga.
Klien dan perawat dan
kelompok

1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain.


2. Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain
secara bertahap
3. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.
4. Diskusikan jadwal kegiatan harian yang dapat dilakukan bersama
klien dalam mengisi waktu.
5. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan harian.

15

TUK 4 :
Klien dapat
memberdayakan sistem
pendukung atau
keluarga mampu
mengembangkan
kemampuan klien
untuk berhubungan
dengan orang lain

4.1 Keluarga dapat :


1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
Menjelaskan perasaannya.
Salam, perkenalkan diri.
Menjelaskan cara merawat
Sampaikan tujuan.
Buat kontrak.
klien menarik diri.
2.
Eksplorasikan perasaan keluarga.
Mendemon-strasikan cara
3. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
perawatan klien menarik diri.
Perilaku menarik diri.
Berpartisipasi dalam perawatan
Penyebab perilaku menarik diri.
klien menarik diri.
Akibat yang akan terjadi jika perilaku menarik diri tidak
ditanggapi.
4. Dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain.
5. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu.
6.1.5.

DIAGNOSA III : Isolasi sosial


TUJUAN UMUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara optimal.
TUJUAN KHUSUS
TUK 1 :
Klien dapat
mengidentifikasi
kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki

KRITERIA HASIL
1.1 Setelah 4x pertemuan klien dapat
mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki :
Aspek intelektua
Aspek sosial budaya.

INTERVENSI
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2. Setiap bertemu klien dihindari memberi penilaian negatif.
3. Utamakan memberi pujian yang realistis.

16

TUK 2 :
Klien dapat menilai
kemampuan yang
digunakan

TUK 3 :
Klien dapat melakukan
kegiatan sesuai kondisi
sakit dan
kemampuannya

TUK 4 :
Klien dapat
memanfaatkan sistem
pendukung yang ada.

Aspek fisik.
Aspek emosional/ke-pribadian
klien.

2.1 Setelah 6X pertemuan klien dapat


menyebutkan kemampuan yang
dapat digunakan.

3.1 Setelah 10 kali pertemuan klien


dapat melakukan kegiatan sesuai
kondisi sakit dan kemampuan.

4.1 Setelah 12 kali pertemuan klien


dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada di keluarga.

1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan


selama sakit.
2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.

1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah


direncanakan.
2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.

1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat


klien dengan harga diri rendah.
2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

17

18

4. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan keperawatan merupakan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah dirumuskan dalam rangka memenuhi kebutuhan
pasien secara optimal dengan menggunakan keselamatan, keamanan dan
kenyamanan

pasien.

Dalam

melaksanakan

keperawatan,

haruslah

dilibatkan tim kesehatan lain dalam tindakan kolaborasi yang berhubungan


dengan pelayanan keperawatan serta berdasarkan atas ketentuan rumah
sakit.
5. EVALUASI
DIAGNOSA I :
1.
2.
3.
4.
5.

Klien mampu membina hubungan saling percaya


Klien dapat mengenal halusinasinya
Klien dapat mengontrol halusinasinya
Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengonrol halusinasinya.
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

DIAGNOSA II :
1. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
2. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
3. Dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap
4. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu
mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang
lain
DIAGNOSA III :
1. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
2. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
3. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya
4. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

19

6. DOKUMENTASI
Dokumentasi keperawatan merupakan aspek penting dari praktik
keperawatan yaitu sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang
dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang
berwenang. Dokumentasi keperawatan juga mendeskripsikan tentang
status dan kebutuhan klien yang komprehensif, juga layanan yang
diberikan untuk perawatan klien (Potter & Perry, 2005). Dokumentasikan
semua tindakan beserta respon klien (Keliat, 2005).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

20

Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan


keperawatan terhadap pasien halusinasi, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi
ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan
pendekatan secara terus menerus, membina hubungan saling percaya yang
dapat

menciptakan

suasana

terapeutik

dalam

pelaksanaan

asuhan

keperawatan yang diberikan.


2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan
halusinasi, pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem
pendukung yang mengerti keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping
itu perawat / petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga
dalam memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam
memberi perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan
bahwa peran serta keluarga merupakan faktor penting dalam proses
penyembuhan klien.
3.2 Saran
Sebagai mahasiswa perawat, kita harus benar-benar kritis dalam
menghadapi kasus halusinasi yang terjadi dan kita harus mampu membedakan
resiko halusinasi tersebut dan bagaimana cara penanganannya.

21

DAFTAR PUSTAKA
Stuart, Gail Wiscartz. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta : EGC.
Keliat, Budi Anna dkk. 1995. Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien
Gangguan Jiwa. Jakarta : EGC.
Maramis, W.F. 1990. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Erlangga University
Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan
Keluarga. Jakarta : CV. Sagung Seto.

22

Anda mungkin juga menyukai