PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.
Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung,
tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat
yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan
pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa
bertengkar atau bicara dengansuara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat
seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia
menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang
pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya.
Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnyabersifat tiduran,
ancaman dan lain-lain.
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus
esksternal, juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang
diinterpretasikan oleh stimulus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan
yang berat maka kemampuan untuk menilai realita dapat terganggu. Persepsi
mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus. Persepsi juga
melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan.
Gangguan
persepsi
dapat
terjadi
pada
proses
sensori
penglihatan,
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KONSEP DASAR HALUSINASI
Bicara sendiri.
Senyum sendiri.
Ketawa sendiri.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Menarik diri dari orang lain.
Berusaha untuk menghindari orang lain.
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa
detik.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003),
seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala
yang khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.
6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya,
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi
realitas
5) Faktor Genetik.
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia
cenderung
mengalami
skizofrenia.
Hasil
studi
b. Tahap II ( Non-psikotik )
d. Tahap IV ( Psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat
panik.
Perilaku yang muncul :
1) Risiko tinggi mencederai.
2) Agitasi / kataton.
3) Tidak mampu merespons rangsang yang ada.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan
secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien
di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan.
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS FIKTIF
Tn. S. di rawat di RSJ Lawang, Malang dengan riwayat putus cinta dengan
kekasihnya satu kali, kemudian oleh keluarga klien dinikahkan. Setelah menikah
selama tiga bulan, istri meniggalkanya dan klien Tn.S. merasa sangat kecewa,
sering menyendiri, melamun, tidak mau makan kemudian klien dirawat di RSJ
Lawang, Malang selama 8 bulan.
9
Setelah keluar dari rumah sakit, beberapa hari kemudian klien mulai melamun dan
mendengar suara suara yang mengatakan atau menyuruh dia melemparkan gelas
dan piring, sehingga dibawa oleh keluargnya ke RSJ Lawang, Malang. Saat ini
klien mendengar suara suara dan klien menanyakan perawat apakah boleh
berteman dengan roh halus, karena dia yang sering mengajaknya berbicara.
1. PENGKAJIAN
Menurut Stuart dan Laraia pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar
utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan
data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan
meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pengkajian
kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor
presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan
koping yang dimiliki klien (Keliat, 2005).
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umunya, dikembangkan
formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam
pengkajian.
Isi pengkajian meliputi :
a. Identitas klien
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Tanggal Masuk, Informan, Tanggal
b.
c.
d.
e.
a. Status mental
Penampilan, pembicaraan, aktivitas motorik, alam perasaan, afek
(ekspresi wajah), interaksi saat wawancara, persepsi, proses berfikir, isi
pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung,
kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
b. Kebutuhan persiapan pulang
Makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian/berhias, istirahat dan tidur,
penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas didalam rumah,
aktivitas diluar rumah,
h. Mekanisme koping
i. Masalah psikososial dan lingkungan
k. Aspek medik
10
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul klien dengan masalah utama perubahan
persepsi sensori : halusinasi menurut Yosep (2009) adalah sebagai berikut :
a. Perilaku kekerasan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
b. Perubahan persepsi sensori.
c. Isolasi sosial.
d. Gangguan konsep diri.
e. Koping individu tidak efektif.
11
3. PERENCANAAN
DIAGNOSA 1 : Perilaku kekerasan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
TUJUAN UMUM : Klien dapat mengenal hakusinasinya sehingga tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
TUJUAN KHUSUS:
KRITERIA HASIL :
INTERVENSI
TUK 1 :
Klien dapat membina
hubungan saling
percaya.
12
TUK 2 :
Klien dapat mengenal
halusinasinya.
TUK 3 :
Klien dapat mengontrol
halusinasinya.
1.
2.
3.
4.
13
KRITERIA HASIL
INTERVENSI
TUK 1 :
14
Klien dapat
menyebutkan penyebab
menarik diri.
TUK 2:
Klien dapat
menyebutkan
keuntungan
berhubungan dengan
orang lain dan kerugian
tidak berhubungan
dengan orang lain
15
TUK 4 :
Klien dapat
memberdayakan sistem
pendukung atau
keluarga mampu
mengembangkan
kemampuan klien
untuk berhubungan
dengan orang lain
KRITERIA HASIL
1.1 Setelah 4x pertemuan klien dapat
mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki :
Aspek intelektua
Aspek sosial budaya.
INTERVENSI
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2. Setiap bertemu klien dihindari memberi penilaian negatif.
3. Utamakan memberi pujian yang realistis.
16
TUK 2 :
Klien dapat menilai
kemampuan yang
digunakan
TUK 3 :
Klien dapat melakukan
kegiatan sesuai kondisi
sakit dan
kemampuannya
TUK 4 :
Klien dapat
memanfaatkan sistem
pendukung yang ada.
Aspek fisik.
Aspek emosional/ke-pribadian
klien.
17
18
4. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan keperawatan merupakan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah dirumuskan dalam rangka memenuhi kebutuhan
pasien secara optimal dengan menggunakan keselamatan, keamanan dan
kenyamanan
pasien.
Dalam
melaksanakan
keperawatan,
haruslah
DIAGNOSA II :
1. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
2. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
3. Dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap
4. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu
mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang
lain
DIAGNOSA III :
1. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
2. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
3. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya
4. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
19
6. DOKUMENTASI
Dokumentasi keperawatan merupakan aspek penting dari praktik
keperawatan yaitu sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang
dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang
berwenang. Dokumentasi keperawatan juga mendeskripsikan tentang
status dan kebutuhan klien yang komprehensif, juga layanan yang
diberikan untuk perawatan klien (Potter & Perry, 2005). Dokumentasikan
semua tindakan beserta respon klien (Keliat, 2005).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
20
menciptakan
suasana
terapeutik
dalam
pelaksanaan
asuhan
21
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, Gail Wiscartz. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta : EGC.
Keliat, Budi Anna dkk. 1995. Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien
Gangguan Jiwa. Jakarta : EGC.
Maramis, W.F. 1990. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Erlangga University
Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan
Keluarga. Jakarta : CV. Sagung Seto.
22