Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat berperan dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu pendidikan memiliki
peran yang sangat penting berkembangannya suatu negara. Dalam rangka
peningkatan kualitas pendidikan di sekolah, maka semua itu tidak terlepas dari tugas
guru baik sebagai pendidik maupun sebagai pengajar. Salah satu masalah yang
dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran anak kurang didorong untuk mengembangkan
kemampuan berpikir. Proses pembelajaran didalam kelas diarahkan kepada
kemampuan anak untuk menghafal informasi otak anak dipaksa untuk mengingat dan
menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang
diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari (Sanjaya,
2006: 1).
Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Berkembangan zaman dan

kemajuan teknologi, bangsa Indonesia dituntut untuk mampu beradaptasi dengan


meningkatkan kualitas dan sumber daya manusia.
Standar Nasional Pendidikan memiliki fungsi sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan
pendidikan nasional yang bermutu, dan bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan
nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat.
Salah satu masalah utama yang dihadapi pendidikan formal kurangnya daya
serap peserta didik. Hal ini tampak rerata hasil belajar peserta didik yang masih
memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang
masih pembelajaran yang masih konvesnsional dan tidak menyentuh ranah dimensi
peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar (belajar untuk belajar).
Dalam arti yang lebih subtansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini
masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk
berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya. Secara
empiris, berdasarkan hasil analisis penelitian terhadap rendahnya hasil belajar peserta
didik yang disebabkan dominannya pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran
ini suasana kelas cendrung teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif. Meskipun
demikian, guru masih suka menerapkan model tersebut, karena tidak memerlukan alat
dan bahan praktik, cukup menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ajar atau
referensi lain. Dalam hal ini siswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat
memahami bagaimana belajar, berpikir, dan memotivasi diri sendiri (self motivation),
padahal aspek-aspek tersebut

merupakan kunci keberhasilan dalam suatu

pembelajaran. Masalah ini banyak dijumpai dalam kegiatan proses belajar mengajar
dikelas, oleh karena itu,

perlu menerapkan suatu strategi belajar yang dapat

membantu siswa untuk memahami materi ajar dan aplikasi serta relevansinya dalam
kehidupan sehari-hari (Trianto, 2011).
Meningkatkan kualitas pendidikan seorang guru harus mampu memberikan
pengajaran yang memiliki integritas yang tinggi dalam setiap penyampaian materi
yang diajarkan. Seorang guru yang professional salah satu ciri yang harus dapat
dijalankan adalah memiliki kemampuan dan keterampilan terhadap penguasaan
materi pelajaran secara mendalam, utuh dan komprehensif. Guru yang memiliki
kompetensi profesional tidak cukup hanya memiliki penguasaan materi secara formal
(dalam buku panduan) tetapi juga harus memiliki kemampuan terhadap materi ilmu
lain yang memiliki keterkaitan dengan pokok bahasan mata pelajaran tertentu. Akan
tetapi terlepas dari semua itu harus dapat mengimbangi dengan pendekatan atau
teknik pembelajaran yang kreatif dan inovatif dalam menggali potensi peserta didik.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, dijelaskan bahwa mata pelajaran
biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif
untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Dalam
kurikulum tersebut juga dinyatakan bahwa mata pelajaran biologi bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan khusus di antaranya yaitu memupuk
sikap ilmiah yang jujur, objekif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan
orang lain (BSNP, 2006).

Agar dapat menanamkam sikap ilmiah kepada siswa, perlu diterapkan


pembelajaran Biologi yang dapat memfasilitasi pembelajaran secara

kelompok.

Tujuan pembelajaran yang bersifat kelompok diharapkan dapat menyalurkan


komunikasi antar sesama siswa dalam kelompoknya, dengan harapan siswa mampu
bersikap jujur, objektif, terbuka, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain
dalam hal ini adalah teman anggota kelompoknya. Dengan kata lain, pembelajaran
biologi menuntut peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa.
Oleh karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang dalam pelaksanaannya
dapat merealisasikan tuntutan-tuntutan yang tercantum dalam KTSP tersebut.
Pada

tahun

2006

Pemerintah

mengeluarkan

kebijaksanaan

tentang

pelaksanaan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dimana seluruh sekolah


di Indonesia harus menggunakan KTSP sebelum tahun 2010. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan
oleh masing-masing satuan pendidikan (BSNP, 2006). Sekolah SMA Muhammadiyah
saat ini sudah menerapkan dan menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), akan tetapi tuntutan yang tercantum dalam KTSP belumlah terlaksana secara
Optimal dan menyeluruh. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru
mata pelajaran biologi di SMA Muhammadiyah Tarakan, didapatkan keterangan
bahwa pengajaran biologi di sekolah tersebut masih menggunakan strategi yang
dominan bertipe teacher centered. Dimana model penerapan pembelajaran yang
sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan belum sepenuhnya terlaksana
dengan baik. Keluhan-keluhan siswa terhadap mata pelajaran Biologi yang bersifat

ceramah dalam peyampaian materi yang menjadi salah satu faktor aktivitas siswa
menjadi menurun terhadap pelajaran Biologi. Tentunya pembelajaran dengan metode
ini menghambat perkembangan pengetahuan kognitif siswa, karena lebih banyak
menghafal materi yang telah diberikan secara konvensional (satu arah), siswa tidak di
ajak bagaimana memecahkan masalah yang ada untuk setiap materi yang diberikan
sehingga siswa termotivasi untuk belajar yang lebih menyenangkan. Seharusnya
seorang guru profesional harus bisa menjadi fasilator dan katalisator setiap mengajar
sehingga siswa dalam belajar memiliki motivasi yang baik dalam proses
pembelajarannya
Selama ini belum adanya tenaga pendidik yang mengembangkan perangkat
pembelajaran yang disesuaikan dengan salah satu pendekatan pembelajaran, hanya
sebatas menyusun RPP yang mengacu pada standar isi. Selain itu, pada umumnya
LKS dan buku Siswa yang digunakan disekolah

untuk menunjang proses

pembelajaran adalah buku-buku paket yang telah tersedia dipenerbit buku, Sebab
buku LKS dan buku paket yang di gunakan bukan berasal dari penerbit yang sama.
Buku siswa dan LKS yang digunakan disekolah, belum secara spesifik menggunakan
pendekatan salah satu model yang sesuai dengan karaktristik materi. Hal bisa
menimbulkan Ketidaksingkronnya antara perangkat pembelajaran yang bisa menjadi
penghambat untuk mencapai tujuan pembelajaran karena adanya beberapa indikator
dan tujuan pembelajaran yang berbeda antara RPP, Buku siswa,

dan LKS.

Seharusnya perangkat pembelajaran menjadi sebuah paket dalam pembelajaran untuk


guru dan siswa agar lebih mudah mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Dalam proses pembelajaran yang ditemukan siswa jarang sekali dituntut untuk bisa
menggali potensi yang dimilikinya, misalnya bagaimana menggali kemampuan
berpikir siswa agar lebih kritis dan kreatif dalam pembelajaran untuk memecahkan
masalah. Tidak di biasakannya siswa dalam mengajukan pertanyaan selama proses
pembelajaran tentunya akan menghambat perkembangan siswa dalam meningkatkan
proses berpikir yang lebih kreatif. Dimana siswa akan menemui kesulitan jika diminta
mengaitkan apa yang mereka pelajari dengan kehidupan nyata, tentunya
permasalahan ini kemampuan berpikir siswa tidak bisa berjalan dengan baik
disebabkan siswa kurang diajak untuk bisa menemukan permasalahannya sendiri atau
memecahkan suatu permasalahan.
Menurut teori Konstruktivisme bahwa siswa harus bisa menemukan sendiri
dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan lama dan merevisinya
apabila aturan tidak lagi sesuai. Siswa harus mampu membangun sendiri pengetahuan
didalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan
memberikan kesempatan siswa untuk menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan
mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri
untuk belajar. Guru bisa memberikan mereka anak tangga yang membawa siswa
kepahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat
anak tangga tersebut (Nur dalam Trianto, 2009:28). Tentunya melihat permasalahan
ini salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya pikir siswa yang
lebih kritis adalah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif (think

pair share) dimana siswa akan ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran yang
lebih kreatif dan inovatif.

Pembelajaran kooperatif menurut beberapa ahli tidak

hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga
sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerjasama, dan
membantu teman (Isjoni, 2011:13).
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan
interaksi yang silih asa sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan
buku ajar, tetapi juga sesama siswa (Nurhadi dan Senduk, 2003 dalam Wena, 2008:
189). Suasana belajar kooperatif menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan
yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik dari pada suasana
belajar yang penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa (Lie 2008:7).
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan pada
pengelompokkan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda ke dalam
kelompok-kelompok kecil. Kepada siswa diajarkan keterampilan-keterampilan
khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, seperti
menjelaskan kepada teman sekelompoknya, menghargai pendapat teman, berdiskusi
dengan teratur, siswa yang pandai membantu yang lebih lemah, dan seterusnya.
Salah satu model kooperatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah
tipe think pair share, metode sederhana tetapi sangat bermanfaat dikembangkan oleh
Frank Lyman dari University Of Maryland. Ketika guru menyampaikan pelajaran
kelas, para siswa duduk berpasangan dengan timnya masing-masing. Guru
memberikan pertanyaan kepada kelas siswa diminta untuk memikirkan sebuah

jawaban dari mereka sendiri, lalu berpasangan dengan pasangannnya untuk mencapai
sebuah kesepakatan terhadap jawaban.
Selain itu, untuk menjembatani dalam proses pembelajarannya misalnya
bagaimana

membuat siswa aktif untuk bertanya, menjawab pertanyaan dan

berpendapat, yaitu dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan berpikir melalui


pertanyaan

(PBMP). Melalui pembelajaran dengan PBMP diharapkan dapat

dikembangkan kemampuan berpikir kritis, yang merupakan salah satu ciri dari
berkembangnya penalaran formal (Zubaidah dkk., 2001). Seperti yang dikemukakan
oleh Crown (1989) bahwa kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui
berbagai aktivitas, diantaranya melalui penciptaan pertanyaan. Penciptaan pertanyaan
tersebut dapat dilakukan bersama-sama guru dan siswa.
Berdasarkan pemaparan di atas, aktivitas dan kreativitas yang diharapkan
dalam proses pembelajaran

dituntut interaksi yang seimbang, interaksi yang

dimaskud adalah adanya interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan
siswa dengan guru. Dalam prosesnya nanti diharapkan adanya komunikasi banyak
arah yang memungkinkan aktivitas dan kreativitas yang diharapkan. oleh karena itu
dianggap perlu untuk mengembangkan perangkat pembelajaran kooperatif tipe think
pair share dengan pendekatan pemberdayaan berpikir melalui pertanyaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis termotivasi untuk melakukan
penelitian dengan Judul: Pengembangan Perangkat Pembelajaran Biologi Berbasis
Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)

dengan Pendekatan

Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan (PBMP) pada siswa SMA Kelas X.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana proses pengembangan perangkat pembelajaran materi pencemaran
dan perubahan lingkungan yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran
Biologi berbasis kooperatif tipe think pair share

dengan pendekatan

pemberdayaan berpikir melalui pertanyaan?


2. Bagaimana kualitas perangkat pembelajaran pada materi pencemaran dan
perubahan lingkungan yang memenuhi kriteria kevalidan, kepraktisan, dan
kefektifan?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengembangkan perangkat pembelajaran materi pencemaran dan
perubahan lingkungan yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran Biologi
berbasis kooperatif tipe think pair share

dengan pendekatan pemberdayaan

berpikir melalui pertanyaan.


2. Untuk menilai kualitas perangkat pembelajaran pada materi pencemaran dan
perubahan lingkungan yang memenuhi kriteria kevalidan, kepraktisan, dan
kefektifan?
D. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat.
1. Manfaat Teoritis

10

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan teoritis


terhadap ilmu pengetahuan, pengetahuan yang dimaksud adalah ilmu pengetahuan
Biologi.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah:
1. Bagi siswa, perangkat pembelajaran ini dapat membantu siswa agar lebih mudah
memahami pembelajaran yang akan diterapkan dengan pendekatan Think Pair
Share dan PBMP karena siswa dilibatkan secara langsung dalam proses belajar
dan diajak untuk bekerja sama dalam menacapai tujuan pembelajaran.
2. Bagi Peneliti, sebagai pembelajaran dalam mengembangkan suatu perangkat
Pembelajaran dalam hal ini RPP, LKS, dan Buku siswa.
3. Bagi Guru disekolah, yang ikut terlibat dalam penelitian ini diharapkan bisa
memberikan/membuat suatu pengembangan perangkat pembelajaran, yang
nantinya dapat dikembangkan untuk materi lainnya.

Anda mungkin juga menyukai