BAB I Stokiometri
BAB I Stokiometri
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap tahun para ahli kimia di seluruh dunia mensintesis ribuan jenis
senyawa baru. Dahulu zat kimia diberi nama sesuai dengan nama penemunya,
nama tempat, nama zat asal, sifat zat, dan lain-lain. Dengan semakin
bertambahnya jumlah zat yang ditemukan baik alami ataupun buatan, maka perlu
adanya tata nama yang dapat memudahkan penyebutan nama suatu zat. IUPAC
(International Union Pure and Applied Chemistry) merupakan badan internasional
yang membuat tata nama zat kimia yang ada di dunia ini. Akan tetapi, untuk
kepentingan tertentu nama zat yang sudah lazim (nama trivial) sering digunakan
karena telah diketahui khalayak. Contohnya nama asam cuka lebih dikenal
dibanding asam asetat atau asam etanoat. Tatanama senyawa kimia ini berkaitan
dengan adanya stoikiometri.
Stoikiometri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata stoicheion yang
berarti unsur dan metron yang berarti mengukur. Stoikiometri membahas tentang
hubungan massa antarunsur dalam suatu senyawa (stoikiometri senyawa) dan
antarzat dalam suatu reaksi (stoikiometri reaksi).
Pengukuran massa dalam reaksi kimia dimulai oleh Antoine Laurent
Lavoisier (1743 1794) yang menemukan bahwa pada reaksi kimia tidak terjadi
perubahan massa (hukum kekekalan massa). Selanjutnya Joseph Louis Proust
(1754 1826) menemukan bahwa unsur-unsur membentuk senyawa dalam
perbandingan tertentu (hukum perbandingan tetap). Selanjutnya dalam rangka
menyusun teori atomnya, John Dalton menemukan hukum dasar kimia yang
ketiga, yang disebut hukum kelipatan perbandingan. Ketiga hukum tersebut
merupakan dasar dari teori kimia yang pertama, yaitu teori atom yang
dikemukakan oleh John Dalton sekitar tahun 1803. Menurut Dalton, setiap materi
terdiri atas atom, unsur terdiri atas atom sejenis, sedangkan senyawa terdiri dari
atom-atom yang berbeda dalam perbandingan tertentu. Namun demikian, Dalton
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tatanama Senyawa
Di dalam semesta ini terdapat berjuta-juta senyawa, sehinga Komisi Tata
Nama IUPAC (International Union for Pure and Applied Chemistry), suatu badan
di bawah UNESCO menyusun suatu aturan. Tata nama senyawa yang digunakan
secara seragam di seluruh dunia.
Nama ilmiah suatu unsur mempunyai asal-usul yang bermacam-macam.
Ada yang didasarkan pada warna unsur seperti klorin (chloros = hijau), atau pada
salah satu sifat dari unsur yang bersangkutan seperti fosfor (phosphorus
=bercahaya) atau nama seorang ilmuwan yang sangat berjasa seperti einsteinium
(untuk albert einstein). Untuk mencegah timbulnya perdebatan mengenai nama
dan lambang unsur-unsur baru, Persatuan Kimia Murni dan Kimia Terapan
(International Union Of Pure and Applied Chemistry = IUPAC) menetapkan
aturan penamaan dan pemberian lambang untuk unsur-unsur temuan baru sebagai
berikut.
1)
2)
Nama berakhir dengan ium, baik untuk unsur logam maupun nonlogam.
Nama itu didasarkan pada nomor atom unsur, yaitu rangkaian akar kata
Kation
Nama
Anion
Nama
Li+
Litium
Hidrida
Na+
Natrium
N3
Nitrida
K+
Kalium
O2
Oksida
Mg2+
Magnesium
P3
Fosfida
Ca2+
Kalsium
S2
Sulfida
Ba2+
Barium
Se2
Selenida
Al3+
Aluminium
Fluorida
Sn2+
Timah (II)
Cl-
Klorida
Sn4+
Timah (IV)
Br
Bromida
Pb2+
Timbal (II)
I-
Iodida
Pb4+
Timbal (IV)
Si4
Silisida
Cu+
Tembaga (I)
As3
Arsenida
Cu2+
Tembaga (II)
Te2
Telurida
Ag+
Perak (I)
Au+
Emas (I)
Au3+
Emas (II)
Zn2+
Zink (seng)
Cr3+
Kromium
Fe2+
Besi (II)
Fe3+
Besi (III)
Ni2+
Nikel
Pt2+
Platina (II)
Pt4+
Platina (IV)
Kation logam
Anion logam
Nama Senyawa
Na+
NaCl
Cl
Natrium klorida
MgF2
Mg2+
F
Magnesium fluorida
2) Senyawa yang terbentuk haruslah bermuatan netral.
3) Untuk logam yang dapat membentuk beberapa kation dengan muatan berbeda,
maka muatan kationnya dinyatakan dengan angka Romawi.
b. Senyawa Biner dari NonLogam dan NonLogam (Senyawa Kovalen)
Senyawa biner dari dua non-logam umumnya adalah senyawa molekul.
Tata nama senyawanya yaitu sebagai berikut:
1) Penamaan senyawa mengikuti urutan berikut
Bi Si As C P N H S I Br Cl O F
Contoh:
HCl (Nama H lalu nama Cl)
NH3 (Nama N lalu nama H)
2) Penamaan dimulai dari nama non-logam pertama diikuti nama non-logam
kedua yang diberi akhiran ida
Contoh:
HCl dinamakan hidrogen klorida
3) Jika dua jenis non-logam dapat membentuk lebih dari satu jenis senyawa, maka
digunakan awalan Yunani sesuai angka indeks dalam rumus kimianya
1 = mono
6 = heksa
2 = di
7 = hepta
3 = tri
8 = okta
4 = tetra
9 = nona
5 = penta
10 = deka
Contoh:
a. CO karbon monoksida
b. CO2 karbon dioksida
c. PCl3 fosforus triklorida
d. P4O10 tetrafosforus dekaoksida
c. Senyawa yang mengandung poliatom
MAKALAH KIMIA DASAR STOIKIONOMETRI OLEH KELOMPOK 3
Ion-ion yang telah dibahas di atas merupakan ion-ion monoatom. Masingmasing ion terdiri atas atom tunggal. Ada pula ion-ion poliatom, yaitu dua atau
lebih atom-atom terikat bersama-sama dalam satu ion yang dapat berupa kation
poliatom dan anion poliatom. Di bawah ini beberapa ion poliatom dan namanya.
Rumus
NH4+
Nama Ion
amonium
OH
hidroksida
NaOH
CN
sianida
NaCN
NO2
nitrit
NaNO2
NO3-
nitrat
NaNO3
ClO
klorit
KClO
ClO2
hipoklorit
KClO2
ClO3
klorat
KClO3
ClO4
perklorat
KClO4
BrO3
bromat
KBrO3
IO3
iodat
KIO3
MnO4
permanganat
KMnO4
MnO42
manganat
K2MnO4
CO32
karbonat
Na2CO3
SO32
sulfit
Na2SO3
SO42
sulfat
Na2SO4
S2O32
tiosulfat
Na2S2O3
CrO42
kromat
K2CrO4
Cr2O72
dikromat
K2Cr2O7
PO3
fosfit
Na3PO3
PO43
fosfat
Na3PO4
Tata nama senyawa ion yang mengandung poliatom yaitu sebagai berikut:
1) Untuk senyawa yang terdiri atas kation logam dan anion poliatom, maka
penamaan dimulai dari nama kation logam diikuti nama anion poliatom.
Contoh:
a.
b.
PbSO4 dari Pb2+ dan SO42- nama senyawanya Timbal (II) sulfat.
c.
2) Untuk senyawa yang terdiri atas kation poliatom dan anion monoatom atau
poliatom, penamaan dimulai dari nama kation poliatom diikuti nama anion
monoatom atau poliatom.
Contoh:
a. NH4Cl : ammonium klorida
b. NH4CN : ammonium sianida
c. (NH4)2SO4 : ammonium sulfat
2. Persamaan Reaksi
Persamaan reaksi menggambarkan reaksi kimia, yang terdiri atas rumus
kimia zat-zat pereaksi dan zat-zat hasil reaksi disertai koefisien dan fasa masingmasing.
A. Menulis Persamaan Reaksi
Reaksi kimia mengubah zat-zat asal (pereaksi) menjadi zat baru (produk).
Sebagaimana telah dikemukakan oleh John Dalton, jenis dan jumlah atom yang
terlibat dalam reaksi tidak berubah, tetapi ikatan kimia di antaranya berubah.
Ikatan kimia dalam pereaksi diputuskan dan terbentuk ikatan baru dalam
produknya. Atom-atom ditata ulang membentuk produk reaksi. Perubahan yang
terjadi dapat dipaparkan dengan menggunakan rumus kimia zat-zat yang terlibat
dalam reaksi. Cara pemaparan ini kita sebut dengan persamaan reaksi.
Hal-hal yang digambarkan dalam persamaan reaksi adalah rumus kimia
zat-zat pereaksi (reaktan) di sebelah kiri anak panah dan zat-zat hasil reaksi
(produk) di sebelah kanan anak panah. Anak panah dibaca yang artinya
membentuk atau bereaksi menjadi. Wujud atau keadaan zat-zat pereaksi dan
hasil reaksi ada empat macam, yaitu gas (g), cairan (liquid atau l), zat padat (solid
atau s) dan larutan (aqueous atau aq). Bilangan yang mendahului rumus kimia
zat-zat dalam persamaan reaksi disebut koefisien reaksi. Koefisien reaksi
diberikan untuk menyetarakan atom-atom sebelum dan sesudah reaksi. Selain
untuk menyetarakan persamaan reaksi, koefisien reaksi menyatakan perbandingan
paling sederhana dari partikel zat yang terlibat dalam reaksi. Misalnya, reaksi
antara gas hidrogen dengan gas oksigen membentuk air sebagai berikut.
MAKALAH KIMIA DASAR STOIKIONOMETRI OLEH KELOMPOK 3
Pereaksi / Reaktan
2 H2 (g)
Produksi
O2 (g)
2 H2O (l)
Koefisien H2 = 2
Koefisien O2 = 1
Koefisien H2O = 2
Al = 1
Al = 2
H=2
H=2
S=1
S=3
O=4
O = 12
(belum setara)
menjadi 12.
Langkah 4 : Jumlah atom S dan O ruas kiri sudah sama dengan ruas kanan,
sedangkan atom H ruas kanan belum setara dengan ruas kiri.
Langkah 5 : Meletakkan koefisien 3 di depan H2, sehingga jumlah atom H ruas
kanan menjadi 6, setara dengan ruas kiri.
Persamaan reaksi menjadi setara:
2 Al(s) + 3 H2SO4(aq) Al2(SO4)3(aq) + 3 H2(g)
B. Penyetaraan Persamaan Reaksi
Banyak reaksi dapat disetarakan dengan jalan mencoba/menebak, akan
tetapi sebagai permulaan dapat mengikuti langkah berikut.
1) Pilihlah satu rumus kimia yang paling rumit, tetapkan koefisiennya sama
dengan
2) Zat-zat yang lain tetapkan koefisien sementara dengan huruf.
3) Setarakan dahulu unsur yang terkait langsung dengan zat yang tadi diberi
koefisien 1.
4) Setarakan unsur lainnya. Biasanya akan membantu jika atom O disetarakan
paling akhir.
Contoh :
Tuliskan dan setarakan persamaan reaksi antara gas metana (CH 4) dengan
gas oksigen membentuk gas karbon dioksida dan uap air.
Jawab :
Langkah 1 : Menuliskan rumus kimia dan persamaan reaksi.
CH4(g) + O2(g) CO2(g) + H2O (l)
Langkah 2 : Penyetaraan.
a. Tetapkan koefisien CH4 = 1, sedangkan koefisien lain dimisalkan dengan
huruf.
1 CH4(g) + a O2(g) b CO2(g) + c H2O (l)
b. Setarakan jumlah atom C dan H.
Jumlah Atom di
Jumlah Atom di
Ruas Kiri
C=1
H=4
Ruas Kanan
C=b
H= 2c
=
b=1
2c = 4, maka c = 2
10
Jumlah Atom di
Ruas Kiri
O = 2a
Ruas Kanan
O=2+2=4
=
2a = 4 , maka a = 2
42,4 gram
572,4 gram
11
Massa O (gram)
Massa H2O
Sisa H atau O
(gram)
9
(gram)
0
1 gram hidrogen
1 gram oksigen
2
16
18
0
Berdasarkan hasil percobaan yang diperolehnya, dia menyimpulkan
bahwa: Perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu senyawa adalah tetap.
C. Hukum Kelipatan Perbandingan (Hukum Dalton)
Dua unsur dapat membentuk lebih dari satu macam senyawa. Misalnya
unsur karbon dengan oksigen dapat membentuk karbon monoksida dan karbon
dioksida. John Dalton (17661844) mengamati adanya suatu keteraturan
perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu senyawa. Berdasarkan percobaan
yang dilakukan Dalton diperoleh data sebagai berikut:
Massa hasil
Massa hasil
Massa senyawa
Jenis Senyawa
Nitrogen
Oksigen
terbentuk
Nitrogen monoksida
(gram)
0,875
(gram)
1,00
(gram)
1,875
Nitrogen dioksida
1,75
1,00
2,75
Perbandingan nitrogen dalam senyawa nitrogen dioksida dan nitrogen monoksida:
1,75 / 0,875 = 2 / 1
Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Dalton menyimpulkan bahwa:
Jika dua jenis unsur bergabung membentuk lebih dari satu macam senyawa
maka perbandingan massa unsur dalam senyawa-senyawa tersebut merupakan
bilangan bulat sederhana.
D. Hukum Perbandingan Volume (Hukum Gay-Lussac)
Di awal tahun 1781 Joseph Priestley (17331804) menemukan hidrogen
dapat bereaksi dengan oksigen membentuk air, kemudian Henry Cavendish
(17311810) menemukan volume hidrogen dan oksigen yang bereaksi
12
O2 (g)
2 H2O (g)
4. Perhitungan Kimia
Pada awal abad ke-19, banyak penelitian dilakukan terhadap sifat gas.
Salah seorang peneliti sifat gas yaitu ahli kimia berkebangsaan Prancis yang
bernama Joseph Louis Gay Lussac (1778 1850). Pada tahun 1808, ia melakukan
serangkaian percobaan untuk mengukur volume gas-gas yang bereaksi.
Disimpulkannya bahwa pada temperatur dan tekanan sama, perbandingan volume
gas-gas yang bereaksi dan volume gas hasil reaksi merupakan perbandingan
bilangan bulat dan sederhana. Temuan Gay Lussac ini dikenal sebagai hukum
perbandingan volume. Tetapi kemudian timbul pertanyaan. Mengapa pada tekanan
dan temperatur yang sama perbandingan volume gas yang bereaksi dan hasil
reaksi merupakan perbandingan bilangan bulat dan sederhana?
A. Penentuan Volume Gas Pereaksi dan Hasil Reaksi
Pertanyaan yang timbul setelah Gay Lussac mengemukakan hukum
perbandingan volume dapat dipecahkan oleh seorang ahli fisika Italia yang
bernama Amadeo Avogadro pada tahun 1811.
MAKALAH KIMIA DASAR STOIKIONOMETRI OLEH KELOMPOK 3
13
Menurut Avogadro:
Gas-gas yang volumenya sama, jika diukur pada suhu dan tekanan yang sama,
akan memiliki jumlah molekul yang sama pula.
Oleh karena perbandingan volume gas hidrogen, gas oksigen, dan uap air
pada reaksi pembentukan uap air = 2 : 1 : 2 maka perbandingan jumlah molekul
hidrogen, oksigen, dan uap air juga 2 : 1 : 2. Jumlah atom tiap unsur tidak
berkurang atau bertambah dalam reaksi kimia. Oleh karena itu, molekul gas
hidrogen dan molekul gas oksigen harus merupakan molekul dwiatom, sedangkan
molekul uap air harus merupakan molekul triatom.
Perbandingan volume gas dalam suatu reaksi sesuai dengan koefisien
reaksi gas-gas tersebut. Hal ini berarti bahwa, jika volume salah satu gas
diketahui, volume gas yang lain dapat ditentukan dengan cara membandingkan
koefisien reaksinya.
Contoh :
Pada reaksi pembentukan air
2 H2 (g)
+ O2 (g)
2 H2O (g)
Jika volume gas H2 yang diukur pada suhu 25C dan tekanan 1 atm sebanyak 10 L
volume gas O2 dan H2O pada tekanan dan suhu yang sama dapat ditentukan
dengan cara sebagai berikut.
Volume H2 : Volume O2 = Koefisien H2 : Koefisien O2
Volume O2
= x Volume H2
Volume O2
= x 10 L = 5 L
Volume H2O = x 10 L = 10 L
B. Massa Atom Relatif dan Massa Molekul Realtif
Setelah ditemukan peralatan yang sangat peka di awal abad XX, para ahli
kimia melakukan percobaan tentang massa satu atom. Sebagai contoh, dilakukan
percobaan untuk mengukur.
1. massa satu atom H = 1,66 x 1024 g
2. massa satu atom O = 2,70 x 1023 g
3. massa satu atom C = 1,99 x 1023 g
14
Dari data di atas dapat dilihat bahwa massa satu atom sangat kecil. Para
ahli sepakat menggunakan besaran Satuan Massa Atom (sma) atau Atomic Massa
Unit (amu) atau biasa disebut juga satuan Dalton. Pada materi struktur atom, Anda
telah mempelajari juga bahwa atom sangatlah kecil, oleh karena itu tidak mungkin
menimbang atom dengan menggunakan neraca.
a. Massa Atom Relatif (Ar)
Para ahli menggunakan isotop karbon C12 sebagai standar dengan
massa atom relatif sebesar 12. Massa atom relatif menyatakan
perbandingan massa rata-rata satu atom suatu unsur terhadap 1/12 massa
atom C12. Atau dapat dituliskan:
1 satuan massa atom (amu) = 1/12 massa 1 atom C12
Contoh:
Massa atom rata-rata oksigen 1,33 kali lebih besar dari pada massa atom C
12.
Maka: Ar O = 1,33 x Ar C12
= 1,33 x 12
= 15,96
Para ahli membandingkan massa atom yang berbeda-beda,
menggunakan skala massa atom relatif dengan lambang Ar.
Para ahli memutuskan untuk menggunakan C12 atau isotop
12
15
Jawab :
Ar O =
Ar O =
Ar O = 16,283
Besarnya harga Ar juga ditentukan oleh harga rata-rata isotop
tersebut. Sebagai contoh, di alam terdapat
Cl dan
35
Cl dengan
37
16
Rumu
Jumla
Jenis
Jumlah Partikel
Senyawa
Seng
s
Zn
h
1 mol
Partikel
Atom
Aluminium
Al
1 mol
Atom
Natrium
NaCl
1 mol
Ion
Klorida
H2O
1 mol
Molekul
Air
Rumus kimia suatu senyawa menunjukkan perbandingan jumlah atom
yang ada dalam senyawa tersebut.
Jumlah H2SO4
1
Jumlah Atom H
2
Jumlah Atom S
1
Jumlah Atom O
4
17
1 mol
2 mol
1 mol
4 mol
1 x (6,022x1023)
2 x (6,022 x 1023)
1 x (6,022 x 1023)
4 x (6,022 x 1023)
18
Rumus
Fe
Ar dan Mr
Ar = 56
Massa Molar
56 g/mol
Air
H2O
Mr = 18
18 g/mol
Garam Dapur
NaCl
Mr = 53,5
53,5 g/mol
Karbon
C
Ar = 12
12 g/mol
Massa suatu zat merupakan perkalian massa molarnya (g/mol) dengan mol
zat tersebut (n). Jadi hubungan mol suatu zat dengan massanya dapat dinyatakan
sebagai berikut.
19
20
P.V = n.R.T V=
Jika, n = 1 mol
R = 0,08205 L atm/mol K
P = 1 atm
T = 273 K
V = = 22,4 L
Contoh Soal :
Tentukan volume dari 4,4 g gas CO2 yang diukur pada tekanan 2 atm dan suhu 27
C! (Ar : C = 12, O = 16)
Jawab :
Mol CO2 = = = 0,1 mol
Volume CO2 = = = 1,21 L
2) Dengan konversi gas pada suhu dan tekanan yang sama
Menurut hukum Avogadro, perbandingan gas-gas yang jumlah molnya
sama memiliki volume sama. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut.
Di mana:
n1 = mol gas 1
V1 = volume gas 1
n2 = mol gas 2
V2 = volume gas 2
d. Molaritas (M)
Banyaknya zat yang terdapat dalam suatu larutan dapat diketahui dengan
menggunakan konsentrasi larutan yang dinyatakan dalam molaritas (M).
Molaritas menyatakan banyaknya mol zat dalam 1 L larutan. Secara matematis
dinyatakan sebagai berikut.
M= x
Di mana:
M = molaritas (satuan M)
massa = dalam satuan g
Mr = massa molar (satuan g/mol)
V = volume (satuan mL)
D. Rumus Molekul dan Kadar Unsur Dalam Senyawa
MAKALAH KIMIA DASAR STOIKIONOMETRI OLEH KELOMPOK 3
21
Rumus Molekul
H2O
Rumus Empiris
H2O
Glukosa
C6H12O6
CH2O
Benzena
C6H6
CH
Etilena
C2H4
CH2
Asetilena
C2H2
CH
Rumus Molekul = (Rumus Empiris)n
Mr Rumus Molekul = n x (Mr Rumus Empiris)
n = bilangan bulat
Penentuan rumus empiris dan rumus molekul suatu senyawa dapat
ditempuh dengan langkah berikut.
1. Cari massa (persentase) tiap unsur penyusun senyawa,
2. Ubah ke satuan mol,
3. Perbandingan mol tiap unsur merupakan rumus empiris,
4. Cari rumus molekul dengan cara:
(Mr rumus empiris)n = Mr rumus molekul, n dapat dihitung,
5. Kalikan n yang diperoleh dari hitungan dengan rumus empiris.
6.
b. Menentukan Rumus Kimia Hidrat (Air Kristal)
MAKALAH KIMIA DASAR STOIKIONOMETRI OLEH KELOMPOK 3
22
Hidrat adalah senyawa kristal padat yang mengandung air kristal (H2O).
Rumus kimia senyawa kristal padat sudah diketahui. Jadi pada dasarnya
penentuan rumus hidrat merupakan penentuan jumlah molekul air kristal (H2O)
atau nilai x. Secara umum, rumus hidrat dapat ditulis sebagai berikut.
Rumus kimia senyawa kristal padat : x . H2O
Sebagai contoh garam kalsium sulfat, memiliki rumus kimia CaSO 4 .
2H2O, artinya dalam setiap satu mol CaSO4 terdapat 2 mol H2O.
c. Hitungan Kimia
Penentuan jumlah pereaksi dan hasil reaksi yang terlibat dalam reaksi
harus diperhitungkan dalam satuan mol. Artinya, satuan-satuan yang diketahui
harus diubah ke dalam bentuk mol. Metode ini disebut metode pendekatan mol.
Adapun langkah-langkah metode pendekatan mol tersebut dapat Anda
simak dalam bagan berikut.
1. Tuliskan persamaan reaksi dari soal yang ditanyakan dan setarakan.
2. Ubahlah semua satuan yang diketahui dari tiap-tiap zat ke dalam mol.
3. Gunakanlah koefisien reaksi untuk menyeimbangkan banyaknya mol zat
reaktan dan produk.
4. Ubahlah satuan mol dari zat yang ditanyakan ke dalam satuan yang ditanya
(L atau g atau partikel, dll)
d. Pereaksi Pembatas
Di dalam suatu reaksi kimia, perbandingan mol zat-zat pereaksi yang
dicampurkan tidak selalu sama dengan perbandingan koefisien reaksinya. Hal ini
berarti bahwa ada zat pereaksi yang akan habis bereaksi lebih dahulu. Pereaksi
demikian disebut pereaksi pembatas. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Anda
perhatikan gambar di bawah ini!
X + 2Y XY2
= molekul zat X
+
= molekul zat Y
23
24
BAB III
PEMBAHASAN
A. Manfaat dan Aplikasi Stokiometri dalam Kehidupan
1. Penentuan Molaritas dengan Cara Pelarutan
Jika kita ingin membuat 250 mL larutan K2CrO4 0,25 M dari bentuk kristal,
caranya adalah dengan menghitung massa zat yang akan dilarutkan.
mol K2CrO4 = 250 mL x 0,25 M
= 0,0625 mol
K2CrO4
= 12,125 g
Jadi, yang harus dilakukan adalah melarutkan 12,125 g kristal K2CrO4 ke dalam
250 mL air.
2. Penentuan Molaritas dengan Cara Pengenceran
Jika larutan di atas akan diubah konsentrasinya menjadi 0,01 M K2CrO4,
caranya adalah dengan cara pengenceran. Dalam pengenceran kita akan
mengubah volume dan kemolaran larutan, namun tidak mengubah jumlah mol zat
terlarut.
nl =n2
n = M.V
M1.V1 =M2.V2
Keterangan:
M1 = konsentrasi sebelum pengenceran
V1 = volume sebelum pengenceran
M2 = konsentrasi setelah pengenceran
V2 = volume setelah pengenceran
Untuk contoh di atas, kita dapat mengambil 10 mL larutan K2CrO4 0,25M.
Setelah itu, dilakukan pengenceran dengan perhitungan:
M1V1 = M2V2
25
26
- 2H2O(g)
Perbandingan mol 2 : 1 : 2
Kesimpulan dari pembahasan di atas adalah jika kita mereaksikan 2 mol H2
dengan 1 mol O2 akan menghasilkan 2 mol H2O. Jika kita mereaksikan 1 mol H2,
maka akan membutuhkan 2 mol O2 untuk menghasilkan 1 mol H2O.
Persamaan reaksi tersebut juga dapat diartikan bahwa 2 mol molekul hidrogen
bereaksi dengan 1 mol molekul oksigen menghasilkan 2 mol molekul air
27
28
dibuat, dapat langsung dipakai untuk ditambahkan ke dalam larutan yang akan
dicari konsentrasinya. Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang
setelah dibuat tidak dapat langsung digunakan, tetapi harus dicek lagi
konsentrasinya atau molaritasnya dengan menambahkan larutan standar primer.
Proses pengecekan larutan standar sekunder dengan larutan standar primer disebut
denganstandarisasi.
Proses penambahan larutan standar ke dalam larutan Z (yang akan ditentukan
konsentrasinya) disebut dengan titrasi. Proses penambahan ini dilakukan sedikit
demi sedikit (tetes demi tetes) memakai suatu alat yang disebut buret. Setiap satu
tetes larutan standar yang keluar dari buret volumenya 20 mL. Zat yang akan
Saat terjadinya reaksi sempurna antara larutan standar dengan larutan yang
dianalisis disebut titik akhir titrasi. Pada saat titik ini dicapai, titrasi dihentikan.
Dalam analisis volumetri, reaksi yang terjadi antara larutan standar dengan larutan
yang
dianalisis
harus
memenuhi
beberapa
syarat,
antara
lain:
1. Reaksi kimia yang terjadi harus sederhana dan persamaan reaksinya mudah
ditulis.
2. Reaksi harus dapat berjalan cepat. Tetesan terakhir dari larutan standar harus
sudah dapat menunjukkan reaksi sempurna. Jika tidak, maka akan terjadi
kesalahan
titrasi.
3. Pada saat reaksi sempurna (titik akhir titrasi) tercapai, harus ada pembahan fisik
atau sifat kimia yang dapat diamati atau indikasi perubahan dapat diketahui
dengan menambahkan larutan indikator ke dalam larutan yang akan dititrasi atau
dapat pula disebabkan oleh warna larutan standarnya sendiri.
Sebagai contoh, reaksi penetralan larutan NaOH dengan larutan HC1. Baik
larutan
NaOH
maupun
larutan
HC1
adalah
berwarna
bening.
Hasil
reaksinya(NaCI dan H20), juga berwarna bening, sehingga titik akhir titrasi tidak
dapat diamati. Untuk itu, ke dalam larutan yang dititrasi (larutan NaOH),
ditambahkan larutan indikator, misalnya indikator fenolftalein, disingkat (pp)
yaitu suatu indikator yang dalam larutan basa memberikan warna merah dan
dalam larutan yang bersifat asam tidak berwarna. Penambahan indikator ini
29
perubahan
warna.
mol standar
Msampel Vsampel
Mstandar Vstandar
30
31
32
Berbagai sifat fisika dan kimia dapat digunakan untuk melakukan pengukuran.
Teknik pengukuran yang digunakan dapat dilakukan dengan cara klasik yang
berdasarkan reaksi kimia atau dengan cara instrumen yang berdasarkan sifat
fisikokimia.
3. Perhitungan dan Interprestasi data
Langkah terakhir dalam tahapan analisis dikatakan selesai bila hasil analisis
telahdinyatakan sedemikian rupa sehingga dapat dipahami oleh si peminta
analisis. Umumnya kadar analat dinyatakan dengan perhitungan persen. Seperti
pada volumetri dan gravimetri perhitungan persen diperoleh dari hubungan
stoikiometrisederhana berdasarkan reaksi kimianya, sedangkan dalam cara
spektroskopi diperoleh darihubungan absorban dan konsentrasi analat dalam
larutan. Cara-cara statistik biasanya digunakanuntuk menginterpretasi data yang
diperoleh.
33
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dari bab pembahasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
dalam penamaan senyawa anorganik dan organik ada aturan-aturan tertentu yang
harus dipenuhi. Dalam persamaan reaksi, ada langkah-langkah tertentu untuk
menyelesaikannya, yaitu mulai dengan menuliskan persamaan reaksinya diikuti
dengan penyetaraan koefisien tiap senyawa. Adapun hukum-hukum dasar kimia
yang meliputi stoikiometri yaitu hukum kekekalan massa (hukum Lavoisier),
hukum perbandingan tetap (Proust), hukum kelipatan perbandingan (Dalton), dan
hukum perbandingan Volume (Gay-Lussac). Sedangkan dalam perhitungan kimia,
dikenal adanya penentuan volume gas dan hasil reaksi, massa atom relatif dan
massa molekul relatif, konsep mol dan tetapan Avogadro, rumus molekul serta
kadar unsur dalam senyawa.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan dalam penulisan karya ilmiah ini
yaitu :
1. Sebaiknya pihak universitas membatasi mahasiswa dalam pengambilan materi
penulisan karya ilmiah melalui internet agar mahasiswa lebih termotivasi
dalam menemukan bahan atau materi lewat beberapa buku di perpustakaan
dan agar mahasiswa lebih termotivasi untuk membaca buku.
2. Sebaiknya mahasiswa lebih mendalami pemahaman materi stoikiometri
karena materi ini merupakan materi dari salah satu mata kuliah umum yang
perlu diluluskan untuk pengambilan SKS berikutnya.
3. Seharusnya diberikan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan makalah
stoikiometri ini karena mempertimbangkan masih banyak perhitunganperhitungan yang seharusnya dicantumkan dalam makalah ini, dan adanya
tantangan lain berupa tugas-tugas MKU lain.
34
DAFTAR PUSTAKA
Harnanto, Ari dan Ruminten. 2009. Kimia untuk SMA/MA kelas X. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Permana, Irvan. 2009. Memahami Kimia 1 untuk SMA/MA kelas X. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Setyawati, Arifatun Arifah. 2009. Mengkaji Fenomena Alam untuk Kelas X
SMA/MA. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Utami, Budi, Agung Nugroho Catur Saputro, Lina Mahardiani, Sri Yamtinah dan
Bakti Mulyani. 2009. Kimia untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Brady, E.J. 1999. Kimia Universitas. Jakarta : Binarupa Aksara.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti. Jakarta : Erlangga.
Ompu, Marlan. 2002. Kimia SPMB. Bandung : Yrama Widya.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. Bandung : ITB.
http : //www.google.co,id/kinetika kimia (diakses tanggal 10 Oktober 2010).
Brady, E.J. 1999. Kimia Universitas. Jakarta : Binarupa Aksara.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti. Jakarta : Erlangga.
Ompu, Marlan. 2002. Kimia SPMB. Bandung : Yrama Widya
MAKALAH KIMIA DASAR STOIKIONOMETRI OLEH KELOMPOK 3
35