Anda di halaman 1dari 65

1.

Kasus : Kisah Istri Wakapolri Badrodin Saat Jadi Korban Malpraktik

Liputan6.com,

Jakarta

- Istri

Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti, Tejaningsih Haiti mengaku pernah


terkena penyakit langka. Dia menderita penyakit Syndrome Steven Johnson
(SJS) pada 2008.
Ibu dari Farouk Ashadi Haiti dan Fakhri Subhana Haiti itu menuturkan,
awalnya rasa sakit dirasakan di bagian usus dan lambungnya. Dia pun
kemudian dirawat selama 10 hari di salah satu rumah sakit di Jakarta.
Namun perawatan itu bukan membuatnya sembuh, justru sebaliknya. Dia
mengalami panas tinggi setelah meminum obat dari dokter."(Kulit) Kayak
orang disiram air panas rasanya saat itu," kata Tejaningsih di rumahnya,
Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (15/4/2015).
Setelah kejadian itu, ia dan keluarga menduga telah terjadi malpraktik yang
mengakibatkan menderita penyakit langka. Dia pun dibawa keluarga ke RS
Mounth Elizabeth di Singapura untuk menjalani pengobatan dan perawatan
selama 18 hari.

"Saya ketika dirawat di Singapura itu bengkak-bengkak, melepuh, sekarang


sudah sehat tinggal air mata dan kuku sempat copot. Itu karena keracunan
obat," ucap Tejaningsih.

Selama setahun, ia mengeluhkan sempat tidak bisa mengeluarkan keringat.


Akibat penyakitnya itu juga, dirinya tersiksa karena tidak boleh terkena sinar
1

matahari selama 8 bulan. Untuk menutupi biaya perawatan yang sampai Rp


1,1 miliar, sang suami yang calon Kapolri itu pun membeli polis asuransi.
"Saya kasih tahu ya, karena itu bapak sampai beli asuransi demi kesembuhan
saya," tutup Tejaningsih. (Ali)

a. Kategori : Kejadian tidak diharapakan (KTD)


Alasanya karna dilihat dari sisi riwayat penyakit pasien adalah Sydrome
Steven Johnson dimana pada pasien ini memang sering mengalami masalah
pada kulit (hipersensitivitas), hal ini bisa disebabkan oleh alergi atau infeksi
yang mengakibatkan kematian sel-sel kulit (Smeltzer-Bare,). Sedangkan
dalam kasus diceritakan klien yang awalnya masuk RS hanya keluhan sakit
dibagian usus dan lambung tetapi setelah dirawat 10 hari malah mengalami
demam tinggi setelah minum obat. Begitu juga saat dirawat di RS Singapura
klien mengatakan badanya bengkak, melepuh, tapi sekarang sudah sehat.
Artinya Point pentingnya kasus ini adalah apakah dialami klien memang
diakibatkan oleh kesalahan prosedur atau memang karna respon dari
penyakitya sendiri, selain itu juga akhirnya klien dapat sembuh kembali
setelah perawatan meski sempat mengalami masalah pada kulit sehingga ini
masuk kategori KTD.
b. Level Matrik Grading Resiko kualitatif dampak : 3 ( Moderate )
Alasanya karna dalam kasus ini klien sempat mengalami gangguan fungsi
fisik seperti kulit melepuh, bengkak, dll atau psikologis seperti harus
memikirkaan biaya perawatan yang mahal dan dikatakan klien tersiksa karna
tidak boleh terkena sinar matahari selama 8 bulan, serta adanya perpanjangan
proses perawatan sampai kurang lebih 1 tahun.

2. Dua Dokter, Direktur RSIA, Dan Tiga Perawat Jadi Tersangka


Malapraktik
Rabu, 8 April 2015 | 9:45

[GRESIK] Penyidik Satreskrim Polres Gresik, Jawa Timur, sudah menahan empat
orang tersangka yang terdiri dari dua dokter spesialis dan dua perawat yang
diduga melakukan malapraktik terhadap pasien Muhammad Gafhan Habibi (5),
putra dari pasangan suami-istri (pasutri) Pitono (37) dan Nyonya Lilik Setiawati
(35), warga Dusun Sumber, Desa Kembangan, Kecamatan Kebomas, Gresik.
Kedua dokter ahli itu adalah dr Yanuar Syam Sp.B, dan dr Dicky Tampubolon
Sp.AN., serta Masrikan dan Fitos Vidyanto, dua perawat Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Ibnu Sina yang membantu praktik saat mengoperasi Habibi di
Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Nyai Ageng Pinatih, di Jalan Abdul Karim,
Gresik.

"Dua alat bukti bukti sudah kita miliki, dan alasan ancaman hukuman di atas 5
tahun menjadikan kami harus menahannya demi kelancaran proses penyidikan,"
ujar Kapolres Gresik AKBP E Zulpan, dikonfirmasi, Rabu (8/4) tadi pagi.

Terhadap dua orang tersangka lainnya, yakni drg Achmad Zayadi dan perawat
Putra Bayu Herlangga yang belum juga memenuhi panggilan penyidik, sudah
dipanggil ulang untuk kali kedua.
Penetapan keenam tersangka itu berdasarkan hasil gelar perkara Polres Gresik
3

setelah mengamankan barang bukti berupa hasil visum, satu lembar hasil
pemeriksaan laboratorium, satu bendel rekam medik atas nama pasien, kuitansi
pembayaran di RSIA Nyai Ageng Pinatih.

Selain itu, juga hasil pemeriksaan terhadap 13 saksi, termasuk saksi ahli dan hasil
gelar perkara sampai tiga kali.
Pada bagian lain, Kapolres menambahkan, bahwa kedua dokter yang melakukan
operasi yaitu dr Yanuar Syam spesialis bedah dan dr Dicky Tampubolon spesialis
anestesi dikenakan pelanggaran Pasal 359, 361 KUHP dan atau Pasal 76 Undangundang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran juncto Pasal 55 ayat
(1) ke 1 KUHP, dengan ancaman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.

Terhadap perawat Putra Bayu Herlangga, Masrikan dan Fitos Widyanti, dijerat
pelanggaran Pasal 365, 361 KUHP dan Pasal 76 Undang-undang RI Nomor 29
Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Ancaman hukumanmnya 5 tahun dan denda Rp 100 juta.

"Kedua dokter spesialis itu tidak mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) di RSIA
Nyai Ageng Pinatih tapi nekat beroperasi," katanya.

Sementara tersangka Direktur RSIA Nyai Ageng Pinatih kita jerat dengan
pelanggaran Pasal 80 Undang-undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik
kedokteran juncto Pasal 359, 361 KUHP juncto 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Ancamannya, hukuman penjara 10 tahun dan denda maksimal Rp 300 juta, karena
membiarkan kedua dokter beroperasi padahal rumah sakitnya sudah habis izin
operasinya.

Sementara itu, untuk Direktur Utama (Dirut) RSIA Nyai Ageng Pinatih, drg
Achmad Zayadi, dan seorang perawatnya bernama Putra Bayu Herlangga,

mangkir karena mengaku belum koordinasi dengan Dewan Pengurus Wilayah


Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (DPW LPBH NU)
Jatim.
Polisi akan memanggil paksa keduanya jika tidak kooperatif pada panggilan
kedua, Kamis (9/4) besok.
"Sudah kita panggil lagi untuk kali kedua, Kamis besok. Jika tidak hadir lagi, akan
jemput paksa," tandas Kapolres.

Selama pemeriksaan, dr Yanuar Syam tidak didampingi kuasa hukumnya begitu


juga dengan dr Dicky Tampubolon, kendati sempat didampingi konsultan
hukumnya, Ana Harun.
Sedangkan

kedua

perawat,

Masrikan

dan

Fitos

Vidyanto

didampingi

pengacaranya, Fajar. Karena Ana Harun tidak memiliki bukti surat izin resmi
sebagai penasihat hukum (pengacara), maka oleh penyidik yang bersangkutan
terpaksa diminta keluar ruangan dalam proses pemeriksaan lanjutan, Selasa (7/4)
kemarin.
Sementara itu menurut Fajar kliennya dicecar 34 pertanyaan. Untuk dr Yanuar
Syam dan dr Dicky Tampubolon, ia mengaku tidak mengetahuinya, karena tempat
pemeriksaannya terpisah.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kasus dugaan malpraktek itu terjadi saat
bocah Muhammad Gafhan Habibi, mengalami sakit spendile tumar di paha kanan.

Sesudah menjalani pemeriksaan, atas saran dr Yanuar Syam kemudian diambil


langkah operasi di RSIA Nyai Ageng Pinatih, pada 2 Januari 2015.
Sehari pascamenjalani operasi bedah, yakni 3 Januari 2015 pukul 03.00 WIB
Habibi dirujuk ke RSUD Ibnu Sina, Gresik karena kondisi kedua tangan Habibi
membiru.
Sampai dengan 71 hari berikutnya, dalam perawatan itu tidak juga membaik dan
kemudian meninggal dunia, Sabtu tanggal 14 Maret 2015.

Sebelum meninggal dunia, tiga dokter yaitu dr Yanuar Syam, dr Dicky


Tampubolon, Kepala RSIA drg Achmad Zayadi ke rumah orang tua Pitono di
Desa Semampir, Kecamatan Cerme, dengan menawarkan Rp 300 juta, kemudian
pada, Sabtu, 4 April 2015 menawarkan kompensasi Rp 400 juta. [ARS/L-8]

a. Kategori : Kejadian Sentinel


Alasanya karna dokter dan perawat nekad melakukan operasi dalam kondisi
izin untuk melakukan operasi sudah tidak berlaku yang mengaibatkan
hilangya nyawa seorang anak
b. Level Matrik Grading Resiko kualitatif dampak : 5 ( cathastropic )
Alasanya karna anak dating ke RS dengan keluhan sakit spendile tumor di
paha kanan dan kemudian dilakukan operasi setelah beberapa hari klien
dirujuk ke RSUD Ibnu Sina, Gresik karena kondisi kedua tanganya membiru,
namun setelah 71 hari perawatan klien meninggal dunia.

3. Dugaan Malpraktek Pasien Dioperasi Tanpa Pemberitahuan Keluarga


Indosiar.com, Jakarta - 24 hari sudah Nina Dwi Jayanti, putri pasangan Gunawan
dan Suheni warga Jalan Perum Pucung Baru Blok D2 No.6 Kecamatan Kota Baru,
Cikampek ini terbaring ditempat tidur Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Menurut cerita orangtuanya yang juga karyawan Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo atau RSCM, Nina masuk ke rumah sakit pada tanggal 15
Februari 2009 lalu karena mengeluh tak bisa buang air besar.

Setelah sampai di rumah sakit, dokter langsung memberikan obat untuk


memperlancar buang air besarnya. Namun karena tak kunjung sembuh, dokter
kemudian menebak sakit Nina kemungkinan karena menderita apendik atau usus
buntu.
Nina pun langsung dibedah dibagian ulu hati hingga dibawah puser, tapi anehnya,
dokter yang menangani pembedahan tidak memberitahukan atau tidak minta ijin

terlebih dahulu kepada orangtuanya, sebagai prosedur yang harus ditempuh dokter
bila ingin melakukan tindakan operasi atau pembedahan.

Ternyata setelah dibedah, dugaan bahwa Nina menderita usus buntu tidak terbukti.
Dokter lalu membuat kesimpulan berdasarkan diagnosa, Nina menderita
kebocoran kandung kemih. Nina kemudian dioperasi tapi juga tidak
memberitahukan orangtuanya. Bekas-bekas operasi itu terlihat di perut Nina yang
dijahit hingga 10 jahitan lebih.

Kedua orangtua Nina hanya bisa pasrah dan minta pertanggungjawaban pihak
Rumah Sakit RSCM atas kesehatan anaknya. Ayah Nina yang juga bekerja di
RSCM ini akan mengadukan kasusnya ke Menteri Kesehatan dan siap dipecat dari
pekerjaannya. (Endro Bawono/Sup)

a. Kategori : Kejadian tidak diharapkan


Alasanya dokter menegakkan diagnose awal appendicitis hanya dengan
menebak

dan mengesampingkan hasil pemeriksaan penunjang lain, dan

laboratorium. Kemudian langsung melakukan pembedahan dibagian ulu hati


hingga dibawah pusar tanpa memberitahukan atau tidak minta ijin terlebih
dahulu kepada orang tuanya (tanpa infont consent) hasil pembedahan ternyata
tidak ditemukan apendisitis. Selanjutnya dokter langsung menegakan
diagnosis baru lagi (Kebocorankandung kemih) setelah membedah abdomen
klien. Artinya penentuan diagnose dalam dunia kedokteran/ keperawatan
dituntut harus hati-hati dengan mempertimbangkan banyak faktor dan
pemeriksaan penunjang tetapi sang dokter mengabaikan pemeriksaan lain
yang pada akhirnya mengakibatkan klien harus menderita lebih lama,
disamping itu tidak mengikuti procedure RS (infont consent). Meski
demikian akhirnya klien dapat sembuh kembali.
b. Level Matrik Grading Resiko kualitatif dampak : 3 ( moderate)

Alasanya karna klien mengalami cidera akibat kelalaian tenaga medis yang
ceroboh. Selain klien akan mengalami luka di dua tempat yaitu abdomen dan
pelvic ini juga akan memperpanjang masa penederitaan dan perawatan klien
meski klien masih memiliki peluang untuk sembuh seperti semula.

4. Seorang anak berusia 10 tahun, di Situbondo, Jawa Timur, mengalami luka


bakar
Indosiar.com, Situbondo - (Selasa : 25/11/2014) Seorang anak berusia sepuluh
tahun, di Situbondo, Jawa Timur, mengalami luka bakar dan melepuh di sekujur
tubuhnya, akibat mengkonsumsi obat pemberian dokter. Kondisi korban cukup
parah hingga akhirnya dilarikan ke rumah sakit. Diduga sang dokter melakukan
malpratek, karena memberikan obat berdosis tinggi.
Muhammad Danil, bocah berusia 10 tahun warga Desa Sumber Anyar, Kecamatan
Banyu Putih Situbondo, kini kondisinya mengenaskan. Sekujur tubuhnya
mengalami luka bakar, dan harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit
Umum Dokter Abdur Rahem, Situbondo.
Kondisinya lemah dan ia selalu mengeluh kepanasan. Beberapa bagian tubuhnya
juga mulai mengeluarkan cairan. Menurut keluarganya, sebelumnya Danil
mengalami panas tinggi dan mendatangi seorang dokter praktek bernama
Rukmini, di desanya. Setelah meminum obat, Danil justru mengalami panas, dan
tubuhnya seperti terbakar.
Pihak rumah sakit menjelaskan korban bukan mengalami malpraktek, tapi akibat
alergi obat atau stephen jhonson sindrome. Hingga saat ini Muhammad Danil
masih dalam perawatan tim medis, pihak keluarga berencana akan melaporkan
kasus ini ke polisi. (Agus Ainul Yaqin/Sutiman)

a. Kategori : Kejadian tidak diharapakan (KTD)


Alasanya karna dilihat dari sisi riwayat penyakit pasien adalah Sydrome

Steven Johnson dimana pada pasien ini memang sering mengalami masalah
pada kulit (hipersensitivitas), hal ini bisa disebabkan oleh alergi atau infeksi
yang mengakibatkan kematian sel-sel kulit (Smeltzer-Bare,).. Artinya Point
pentingnya kasus ini adalah apakah dialami klien memang diakibatkan oleh
kesalahan prosedur atau memang karna respon dari penyakitya sendiri karna
menurut keterangan dokter RS klie menderita syndrome steven Johnson,
selain itu juga akhirnya klien dapat sembuh kembali setelah perawatan meski
sempat mengalami masalah pada kulit sehingga ini masuk kategori KTD.
b. Level Matrik Grading Resiko kualitatif dampak : 3 ( Moderate )
Alasanya karna dalam kasus ini klien sempat mengalami gangguan fungsi
fisik seperti harus masuk ICU, gangguan kulit atau psikologis seperti harus
memikirkaan biaya perawatan yang mahal, serta adanya perpanjangan proses
perawatan.

5. Korban Malpraktek Tubuh Menghitam Setelah Minum Obat


Indosiar.com, Blitar - Diduga akibat malpraktek dokter Blitar, seorang gadis asal
Blitar , Jawa Timur terpaksa dirujuk ke Rumah Sakit Dokter Saiful Anwar
Malang, Jawa Timur. Seluruh tubuhnya berubah menghitam setelah meminum
obat dari dokter tempat dia berobat di asalnya.

Beginilah kondisi Nita Nur Halimah (21), warga Desa Talun, Blitar, Jawa Timur
setelah meminum obat yang diberikan oleh salah satu dokter ditempat asalnya.
Kulit wajah, tangan hingga sekujur tubuhnya berubah menjadi hitam.

Menurut Marsini, ibu korban, awalnya Nita hanya menderita luka ngilu dibagian
persendian tubuhnya saat diperiksakan ke dokter. Nita mendapatkan resep obat
tanpa bungkus, namun setelah meminumnya suhu tubuhnya semakin panas. Mulut
dan kulit wajahnya berubah kehitaman hingga merebak kesekujur tubuhnya. Pihak
keluarga menganggap kondisi ini disebabkan oleh kesalahan dokter Andi yang

memberikan resep obat tersebut.


Penanganan medis yang dilakukan untuk saat ini adalah memberikan penambahan
nutrisi serta elektrolit untuk memperbaiki jaringan yang rusak dan memberikan
antibiotik untuk membersihkan luka pasien dari bakteri.

Hingga Senin (02/03) kemarin, Nita ditangani oleh 11 tim dokter spesialis bedah
kulit. Indikasi sementara Nita menderita Steven Jhonson Sindrom atau alergi pada
reaksi obat akibat rendahnya ketahanan tubuh pasien. (Nurochman/Sup)

a. Kategori : Kejadian tidak diharapkan


Alasanya meski telah diberikan obat dan terjadi reaksi yang tidak sesuai,.
selain itu hasil dukaan pasien juga menderita sindrom penyakit kulit.
b. Level Matrik Grading Resiko kualitatif dampak : 4 ( Major )
Alasanya karna dalam kasus ini klien mengalami gangguan fungsi fisik
seperti kerusakan kulit yang parah hingga memerlukan perawatan 11
dokter kulit, sehingga hal tersebut akan memperpanjang proses perawatan.

6. Dugaan malapraktik yang dilakukan Rumah Sakit Medika Permata Hijau


(RSMPH) Jakarta

Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan malapraktik yang dilakukan Rumah Sakit


Medika Permata Hijau (RSMPH) Jakarta terhadap bocah berusia 12 tahun
bernama Muhammad Raihan belum juga usai. Bahkan, kabar terakhir

10

menyebutkan kalau kondisi Raihan masih lumpuh total dan tak ada perubahan
yang cukup membahagiakan.

"Masih berjuang. Sebab, Raihan masih mengalami kelumpuhan total seperti


sebelumnya," kata Yunus kepada Health-Liputan6.com, Rabu (18/02/2015)
Yunus menceritakan kalau Raihan belum bisa melakukan apa pun hingga hari ini,
hanya terbaring lemah di atas ranjang di bawah pengasuhan sang Bunda, Oti
Puspa Dewi. "Bahkan Raihan hanya terbaring tanpa respons dan menunggu
mukjizat," kata Yunus menambahkan.

Raihan, lanjut Yunus, saat ini menjalani perawatan di rumah. Kontrol ke medis
dan pengobatan alternatif masih terus dilakukan Yunus dan Oti demi kesembuhan
bocah kelahiran Jambi, 30 Juni 2002.

"Namun terkadang tetap menjalani rawat inap dan ke UGD. Sebab, kadang kala
ada masalah yang kondisi darurat yang terjadi pada Raihan," kata Yunus.
Berikut kronologis yang terjadi pada Muhammad Raihan saat operasi usus buntu
pada hari Sabtu, 22 September 2012, versi ayahnya, Muhammad Yunus, dalam
surat elektronik yang diterima oleh liputan6.com :

Pukul 04.00 WIB


Raihan dibawa oleh Ibundanya, Oti Puspa Dewi, ke Rumah Sakit Medika Permata
Hijau (MPH) Jakarta dengan maksud untuk mendapatkan pengobatan atas sakit
yang diderita Raihan. Penanganan awal ditangani oleh bagian IGD Rumah Sakit
Medika Permata Hijau (MPH) Jakarta. Setelah pihak IGD melakukan tindakan,
selanjutnya Raihan dimasukkan di ruang rawat inap anak di lantai 5 Rumah Sakit
Medika Permata Hijau (MPH) Jakarta.

Sekitar pukul 10.00 WIB

11

Dokter spesialis Anak melakukan kunjungan pada Raihan dan melakukan


diagnosa awal dan menduga Raihan mengalami sakit usus buntu.
Sekitar pukul 13.00 WIB
Ibunda Raihan melakukan konsultasi ke dokter Bedah Umum dan mendapat
penjelasan bahwa penyakit yang diderita oleh Raihan adalah usus buntu dan
disampaikan secara mendesak agar segera dilakukan tindakan operasi
Pukul 13.30 WIB
Terjadi pembicaraan via telepon antara ayahanda Raihan, Muhammad Yunus
(yang sedang berada di Kalimantan Selatan) dengan dokter bedah umum Rumah
Sakit Medika Permata Hijau (MPH) Jakarta yang telah menyarankan untuk segera
dilakukan operasi pada Raihan.

Muhammad Yunus pun menanyakan mengapa anaknya harus segera dioperasi.


Dijelaskan oleh dokter bedah umum bahwa Raihan mengalami usus buntu akut
yang secepatnya untuk segera dioperasi, jika tidak dioperasi dikhawatirkan akan
terjadi infeksi.

Dalam pembicaraan via telepon antara Yunus dengan dokter bedah umum
tersebut, Yunus memohon kepada dokter tersebut untuk dilakukan semacam
second opinion atas dugaan usus buntunya Raihan dan sekalian meminta dirawat
inapkan terlebih dahulu guna dilakukan observasi lebih lanjut atas dugaan dokter
tersebut. Namun, dokter bedah umum tersebut tetap menyatakan Raihan
menderita usus buntu akut dan harus sesegera mungkin diambil langkah operasi
sore hari itu juga.

Muhammad Yunus menanyakan apa efek yang akan terjadi jika dilakukan operasi
dan jika tidak dilakukan operasi secepat itu seperti permintaan dokter bedah
tersebut. Dokter tersebut menjawab, bahwa operasi yang akan dilakukan Raihan
adalah operasi kecil dan biasa dilakukan oleh dokter tersebut. Lalu 2 atau 3 hari

12

setelah operasi dokter meyakinkan bahwa Raihan sudah bisa pulang. Namun jika
tidak segera dioperasi, dikhawatirkan akan terjadi infeksi atau pecah dan
kemungkinan bisa menjadi operasi besar.
Bukan hanya Yunus yang meminta untuk tidak dilakukan operasi tersebut, istrinya
Oti Puspa Dewi juga melakukan hal yang sama. Oti meminta untuk dilakukan
pemeriksaan berupa dilakukannya USG untuk melihat kebenaran dugaan tersebut,
namun tidak dilakukan oleh dokter tersebut dan menyatakan tidak perlu. Karena
menurut pengalamannya, hal ini umum terjadi dan sudah 99 persen usus buntu
akut.

Penolakan awal untuk tidak segera dilakukan operasi tersebut mengingat kondisi
psikologis Raihan, terlebih saat itu ayahnya sedang tidak berada di sampingnya.
Dan orangtua Raihan merasa bahwa hal ini tidak separah dugaan dokter tersebut
sambil menunggu kepulangan ayahnya dari Kalimantan.

Sekitar pukul 16.00 s/d selesai


Akhirnya setelah menerima keyakinan dokter tersebut dan harapan terbaik untuk
Raihan, operasi pada Raihan dilakukan dengan dokter yang terlibat dalam operasi
itu adalah dokter bedah umum dan dokter anastesi.

Sekitar pukul 18.00


Tiba-tiba ibunda Raihan, Oti Puspa Desi, dipanggil ke dalam ruang operasi untuk
melihat Raihan yang sudah dalam keadaan kritis dan terkulai tidak sadarkan diri
tanpa adanya pertolongan yang maksimal. Pihak keluarga pun akhirnya
menyangsikan kelengkapan peralatan di ruangan operasi tersebut.
Sampai saat ini M Yunus masih menunggu itikad baik dari pihak Rumah Sakit
Medika Permata Hijau (MPH) Jakarta terkait dugaan malpraktik yang menimpa
Muhammad Raihan.
a. Kategori : Kejadian Sentinel

13

Alasanya karena dokter dalam menegakkan diagnosa medis mengabaikan


pemeriksaan penunjang lain artinya melanggar etik dunia kedokteran,
selain itu dikatakan dalam kasus hasil operasi mengakibatkan klien kritis
dan terkulai tidak sadarkan diri sehingga harus menjalani perawatan
intensif serta belum juga sadarkan diri hingga terakhir berita diterbitkan.
b. Level Matrik Grading Resiko kualitatif dampak : 3 ( Moderate )
Alasanya karna dalam kasus ini klien sempat mengalami penurunan
gangguan fungsi fisik, atau psikologis seperti harus memikirkaan biaya
perawatan intensif yang mahal, serta adanya perpanjangan proses
perawatan.

7. Jantung terbuka karena kesalahan prosedur pada pasien yang salah

Joan Morris (nama samaran) adalah perempuan 67 tahun yang pergi ke rumah
sakit untuk belajar namun melakukan kesalahan fatal, karena telah mengambil
pasien yang salah. Yang harusnya dioperasi pada pasien itu adalah otak tapi yang
dioperasi malah jantungya. Sang pasien sudah di meja operasi selama satu jam.
Dokter telah membuat torehan-torehan di dada, artery, alur dalam sebuah tabung
dan snaked atas ke dalam hatinya (prosedur dengan risiko perdarahan, infeksi,
serangan jantung dan stroke).

Tiba-tiba telepon berdering dan dokter dari

14

departemen lain bertanya "apa yang anda lakukan dengan pasien saya? Tidak ada
yang salah dengan jantungnya!". Kardiolog yang bekerja bersama wanita itu pun
memeriksa grafik, dan menemukan bahwa ia telah membuat kesalahan yang besar.

a. Kategori : Kejadian Sentinel


Alasanya tidak dilakukan marking, tidak adanya komunikasi yang jelas
(time out) dan efektif baik antara sesama tim bedah, maupun pada pasien
sebelum operasi. Selain itu yang dioperasi merupakan organ fital yang
fungsinya sangat penting bagi kehidupan.
b. Level Matrik Grading Resiko kualitatif dampak : 4 ( Major )
Alasanya karena dokter telah membuat torehan-torehan di dada, artery,
alur dalam sebuah tabung dan snaked atas ke dalam hatinya dimana
prosedur ini berisiko terjadinya perdarahan, infeksi, serangan jantung dan
stroke.

8. Souvenir 13 inch tertinggal Postoperasi

Donald Church, 49 tahun, memiliki tumor di perut ketika ia tiba di Universitas


Washington Medical Center di Seattle pada bulan Juni 2000. Ketika dia kembali,
tumor sudah tidak ada namun sebuah logam retractor ketinggalan di dalam
tubuhnya. Dokter mengakui kesalahannya meninggalkan logam retractor
sepanjang 13 inci di dalam perut. Untungnya, Dokter Ahli Bedah mampu
mengangkat retractor tersebut, dan ia tidak mengalami gangguan kesehatan jangka

15

panjang akibat dari kesalahan tersebut. Rumah sakit setuju untuk membayar ganti
rugi sebesar US$ 97,000.
a. Kategori : Kejadian tidak diharapkan
Alasanya tidak adanya sign out terlebih dahulu oleh tim bedah setelah
operasi sebelum klien meninggalkan ruang pembedahan. Selain itu dengan
tertinggalnya Souvenir tersebut tidak sampai membehayakan kondisi
kesehatan pasien dan klien dapat sembuh kembali setelah dilakukan insisi
untuk pengambilan alat tersebut.
b. Level Matrik Grading Resiko kualitatif dampak : 3 ( Moderate )
Alasanya karna pasien harus merasakan pembedahan kedua kalinya, yang
tentunya

hal

tersebut

merupakan

perasaan

ketidaknyamanan.

Tertinggalnya Souvenir tersebut tidak sampai mengakibatkan hilangnya


nyawa atau organ fital pasien hanya saja proses perawatan pasien akan
semakin penjang.

9. Ibu Meninggal Pasca Melahirkan Bayinya

Seorang
Primigravida
oleh

seorang

Ibu
dibantu
bidan

untuk bersalin. Proses


persalinannya

telah

lama karena lebih 24 jam bayi belum juga keluar dan keadaan ibu nya sudah
mulai lemas dan kelelahan karena sudah terlalu lama mengejan. Bidan
tersebut tetap bersikukuh untuk menolong persalinan Ibu tersebut karena
takut kehilangan komisi, walaupun asisten bidan itu mengingatkan untuk
segera di rujuk saja. Setelah bayi keluar, terjadilah perdarahan pada ibu, baru
kemudian bidan merujuk ibu ke RS. Ketika di jalan, ibu tersebut sudah

16

meninggal. Keluarganya menuntut bidan tersebut.


a. Kategori : Kejadian Sentinel
Alasanya karena dijelaskan dalam kasus ibu tersebut sudah mengalami
partus yang lama karena lebih dari 24 jam, seharusnya bidan bisa
mengetahui penyebab partus lama, apakah ada malpresentasi pada janin,
emosi yang tidak stabil pada ibu atau panggul yang kecil sehingga bidan
bisa bertindak secepatnya untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi
dengan merujuk kedokter obgyn atau RS terdekat. Perdarahan itu
disebabkan karena atonia uteri akibat partus yang terlalu lama. Atonia uteri
hanya bisa bertahan dalam waktu 2 jam setela Post Partum. Dalam kasus
tersebut dikatakan justru Bidan dengan sengaja melakukanya demi uang,
dan satu sisi pasien mendapatkan hak-haknya sebagai pasien salah satunya
diberi tahu tentang kondisi kesehatannya dan penjelasan tentang resiko
yang mungkin terjadi, dari tindakan serta prosedur persalinan yang yang
seharusnya. Bidan tersebut telah melanggar wewenangan bidan dan
melakukan malpraktek.
b. Level Matrik Grading Resiko kualitatif dampak : 5 ( cathastropic )
Alasanya karena ibu meninggal dunia diakibatkan adanya unsur kesengajaan
petugas kesehatan.

Pasien Tewas Setelah


Diinfus

Seorang warga di
Tegal, Jawa Tengah
17

tewas diduga akibat


mal praktek saat
dirawat di rumah
sakit. Korban diberi
cairan infus yang
sudah kadaluarsa
saat
menjalani perawatan
di Rumah Sakit Mitra
Siaga Tegal sehingga
kondisinya
terus memburuk dan
akhirnya tewas.

18

Sementara itu pihak


Rumah Sakit Mitra
Siaga mengatakan,
pemberian infus
kadaluarsa tersebut
bukan merupakan
kesengajaan.
Solihul, warga
Surodadi, Tegal,
Jawa Tengah
meninggal Selasa
(25/03/08)
kemarin, di Rumah
Sakit Harapan Anda
19

Tegal. Tangis keluarga


korban pun tak
terbendung saat
mengetahui korban
sudah meninggal.
Istri korban Eka
Susanti bahkan
berkali-kali tak
sadarkan diri.
Salah satu
keluarga korban
berteriak-teriak
histeris sambil

20

menunjukkan sisa
infus
kadaluarsa yang
diberikan ke korban
saat menjalani
perawatan di Rumah
Sakit
Mitra Siaga Tegal
Sabtu pekan lalu
tempat sebelumnya
korban dirawat.
Pada kemasan
infus tertera
tanggal kadaluarsa
21

14 Januari 2008.
Keluarga
korban menuding
pemberian infus
kadaluarsa inilah
yang menyebakan
korban
meninggal. Pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga dinilai teledor
karena memberikan
infus yang sudah
kadaluarsa.

22

Menurut keluarga
korban, sejak diberi
infus kadaluarsa,
kondisi korban terus
memburuk. Korban
yang menderita
gagal ginjal
awalnya dirawat di
Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal selama 10
hari. Karena tak
kunjung sembuh,
pihak
23

keluarga kemudian
memutuskan merujuk
korban ke RSI Islam
Harapan Anda
Tegal. Korban
langsung menjalani
perawatan di ruang
ICU. Namun tiga hari
menjalani perawatan
di ICU kondisi korban
terus memburuk,
hingga akhirnya
meninggal dunia.

24

Direktur Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal, Dokter
Wahyu Heru Triono
mengatakan, tidak
ada unsur
kesengajaan dalam
kasus infus
kadaluarsa yang
di berikan kepada
pasien Solihul,
namun pihaknya
mengakui insiden
ini
25

menunjukkan adanya
kelemahan
monitoring logistik
farmasi.
Pasien Tewas Setelah
Diinfus

Seorang warga di
Tegal, Jawa Tengah
tewas diduga akibat
mal praktek saat
dirawat di rumah
sakit. Korban diberi
cairan infus yang

26

sudah kadaluarsa
saat
menjalani perawatan
di Rumah Sakit Mitra
Siaga Tegal sehingga
kondisinya
terus memburuk dan
akhirnya tewas.
Sementara itu pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga mengatakan,
pemberian infus
kadaluarsa tersebut
bukan merupakan
27

kesengajaan.
Solihul, warga
Surodadi, Tegal,
Jawa Tengah
meninggal Selasa
(25/03/08)
kemarin, di Rumah
Sakit Harapan Anda
Tegal. Tangis keluarga
korban pun tak
terbendung saat
mengetahui korban
sudah meninggal.

28

Istri korban Eka


Susanti bahkan
berkali-kali tak
sadarkan diri.
Salah satu
keluarga korban
berteriak-teriak
histeris sambil
menunjukkan sisa
infus
kadaluarsa yang
diberikan ke korban
saat menjalani

29

perawatan di Rumah
Sakit
Mitra Siaga Tegal
Sabtu pekan lalu
tempat sebelumnya
korban dirawat.
Pada kemasan
infus tertera
tanggal kadaluarsa
14 Januari 2008.
Keluarga
korban menuding
pemberian infus
kadaluarsa inilah
30

yang menyebakan
korban
meninggal. Pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga dinilai teledor
karena memberikan
infus yang sudah
kadaluarsa.
Menurut keluarga
korban, sejak diberi
infus kadaluarsa,
kondisi korban terus
memburuk. Korban
yang menderita
31

gagal ginjal
awalnya dirawat di
Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal selama 10
hari. Karena tak
kunjung sembuh,
pihak
keluarga kemudian
memutuskan merujuk
korban ke RSI Islam
Harapan Anda
Tegal. Korban
langsung menjalani
32

perawatan di ruang
ICU. Namun tiga hari
menjalani perawatan
di ICU kondisi korban
terus memburuk,
hingga akhirnya
meninggal dunia.
Direktur Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal, Dokter
Wahyu Heru Triono
mengatakan, tidak
ada unsur
kesengajaan dalam
33

kasus infus
kadaluarsa yang
di berikan kepada
pasien Solihul,
namun pihaknya
mengakui insiden
ini
menunjukkan adanya
kelemahan
monitoring logistik
farmasi.

34

KASUS 1
Pasien Tewas Setelah
Diinfus

Seorang warga di
Tegal, Jawa Tengah
tewas diduga akibat
mal praktek saat
dirawat di rumah
sakit. Korban diberi
cairan infus yang
sudah kadaluarsa
saat

35

menjalani perawatan
di Rumah Sakit Mitra
Siaga Tegal sehingga
kondisinya
terus memburuk dan
akhirnya tewas.
Sementara itu pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga mengatakan,
pemberian infus
kadaluarsa tersebut
bukan merupakan
kesengajaan.

36

Solihul, warga
Surodadi, Tegal,
Jawa Tengah
meninggal Selasa
(25/03/08)
kemarin, di Rumah
Sakit Harapan Anda
Tegal. Tangis keluarga
korban pun tak
terbendung saat
mengetahui korban
sudah meninggal.
Istri korban Eka
Susanti bahkan
37

berkali-kali tak
sadarkan diri.
Salah satu
keluarga korban
berteriak-teriak
histeris sambil
menunjukkan sisa
infus
kadaluarsa yang
diberikan ke korban
saat menjalani
perawatan di Rumah
Sakit

38

Mitra Siaga Tegal


Sabtu pekan lalu
tempat sebelumnya
korban dirawat.
Pada kemasan
infus tertera
tanggal kadaluarsa
14 Januari 2008.
Keluarga
korban menuding
pemberian infus
kadaluarsa inilah
yang menyebakan
korban
39

meninggal. Pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga dinilai teledor
karena memberikan
infus yang sudah
kadaluarsa.
Menurut keluarga
korban, sejak diberi
infus kadaluarsa,
kondisi korban terus
memburuk. Korban
yang menderita
gagal ginjal

40

awalnya dirawat di
Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal selama 10
hari. Karena tak
kunjung sembuh,
pihak
keluarga kemudian
memutuskan merujuk
korban ke RSI Islam
Harapan Anda
Tegal. Korban
langsung menjalani

41

perawatan di ruang
ICU. Namun tiga hari
menjalani perawatan
di ICU kondisi korban
terus memburuk,
hingga akhirnya
meninggal dunia.
Direktur Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal, Dokter
Wahyu Heru Triono
mengatakan, tidak
ada unsur
kesengajaan dalam
42

kasus infus
kadaluarsa yang
di berikan kepada
pasien Solihul,
namun pihaknya
mengakui insiden
ini
menunjukkan adanya
kelemahan
monitoring logistik
farmasi.

KASUS 1
43

Pasien Tewas Setelah


Diinfus

Seorang warga di
Tegal, Jawa Tengah
tewas diduga akibat
mal praktek saat
dirawat di rumah
sakit. Korban diberi
cairan infus yang
sudah kadaluarsa
saat
menjalani perawatan
di Rumah Sakit Mitra

44

Siaga Tegal sehingga


kondisinya
terus memburuk dan
akhirnya tewas.
Sementara itu pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga mengatakan,
pemberian infus
kadaluarsa tersebut
bukan merupakan
kesengajaan.
Solihul, warga
Surodadi, Tegal,
Jawa Tengah
45

meninggal Selasa
(25/03/08)
kemarin, di Rumah
Sakit Harapan Anda
Tegal. Tangis keluarga
korban pun tak
terbendung saat
mengetahui korban
sudah meninggal.
Istri korban Eka
Susanti bahkan
berkali-kali tak
sadarkan diri.
Salah satu
46

keluarga korban
berteriak-teriak
histeris sambil
menunjukkan sisa
infus
kadaluarsa yang
diberikan ke korban
saat menjalani
perawatan di Rumah
Sakit
Mitra Siaga Tegal
Sabtu pekan lalu
tempat sebelumnya
korban dirawat.
47

Pada kemasan
infus tertera
tanggal kadaluarsa
14 Januari 2008.
Keluarga
korban menuding
pemberian infus
kadaluarsa inilah
yang menyebakan
korban
meninggal. Pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga dinilai teledor
karena memberikan
48

infus yang sudah


kadaluarsa.
Menurut keluarga
korban, sejak diberi
infus kadaluarsa,
kondisi korban terus
memburuk. Korban
yang menderita
gagal ginjal
awalnya dirawat di
Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal selama 10
hari. Karena tak
49

kunjung sembuh,
pihak
keluarga kemudian
memutuskan merujuk
korban ke RSI Islam
Harapan Anda
Tegal. Korban
langsung menjalani
perawatan di ruang
ICU. Namun tiga hari
menjalani perawatan
di ICU kondisi korban
terus memburuk,
hingga akhirnya
50

meninggal dunia.
Direktur Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal, Dokter
Wahyu Heru Triono
mengatakan, tidak
ada unsur
kesengajaan dalam
kasus infus
kadaluarsa yang
di berikan kepada
pasien Solihul,
namun pihaknya

51

mengakui insiden
ini
menunjukkan adanya
kelemahan
monitoring logistik
farmasi.
10. Kasus Malpraktek Dr Ayu

Korban, Julia Fransiska Makatey


(25) merupakan wanita yang
sedang hamil anak keduanya. Ia
masuk

ke

RS

Dr

Kandau

Manado atas rujukan puskesmas.


Pada waktu itu, ia didiagnosis sudah dalam tahap persalinan pembukaan dua.
Namun setelah delapan jam masuk tahap persalinan, tidak ada kemajuan dan
justru malah muncul tanda-tanda gawat janin, sehingga ketika itu diputuskan
untuk dilakukan operasi caesar darurat.
Saat itu terlihat tanda tanda gawat janin, terjadi mekonium atau bayi
mengeluarkan feses saat persalinan sehingga diputuskan melakukan bedah sesar,
ujarnya.

52

Tapi yang terjadi menurut dr Nurdadi, pada waktu sayatan pertama dimulai,
pasien mengeluarkan darah yang berwarna kehitaman. Dokter menyatakan, itu
adalah tanda bahwa pasien kurang oksigen.
Tapi setelah itu bayi berhasil dikeluarkan, namun pasca operasi kondisi pasien
semakin memburuk dan sekitar 20 menit kemudian, ia dinyatakan meninggal
dunia, ungkap Nurdadi, seperti ditulis Senin (18/11/2013).
Tanggal 15 September 2011
Atas kasus ini, tim dokter yang terdiri atas dr Ayu, dr Hendi Siagian dan dr
Hendry Simanjuntak, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman 10 bulan
penjara karena laporan malpraktik keluarga korban. Namun Pengadilan Negeri
(PN) Manado menyatakan ketiga terdakwa tidak bersalah dan bebas murni.

Dari hasil otopsi ditemukan bahwa sebab kematiannya adalah karena adanya
emboli udara, sehingga mengganggu peredaran darah yang sebelumnya tidak
diketahui oleh dokter. Emboli udara atau gelembung udara ini ada pada bilik
kanan jantung pasien. Dengan bukti ini PN Manado memutuskan bebas murni,
tutur dr Nurdadi. Tapi ternyata kasus ini masih bergulir karena jaksa mengajukan
kasasi ke Mahkamah Agung yang kemudian dikabulkan.
18 September 2012
Dr. Dewa Ayu dan dua dokter lainnya yakni dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy
Siagian akhirnya masuk daftar pencarian orang (DPO).

11 Februari 2013
Keberatan atas keputusan tersebut, PB POGI melayangkan surat ke Mahkamah
Agung dan dinyatakan akan diajukan upaya Peninjauan Kembali (PK).

53

Dalam surat keberatan tersebut, POGI menyatakan bahwa putusan PN Manado


menyebutkan ketiga terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan kalau
ketiga dokter tidak bersalah melakukan tindak pidana. Sementara itu, Majelis
Kehormatan dan Etika Profesi Kedokteran (MKEK) menyatakan tidak ditemukan
adanya kesalahan atau kelalaian para terdakwa dalam melakukan operasi pada
pasien.
8 November 2013
Dr Dewa Ayu Sasiary Prawan (38), satu diantara terpidana kasus malapraktik
akhirnya diputuskan bersalah oleh Mahkamah Agung dengan putusan 10 bulan
penjara. Ia diciduk di tempat praktiknya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata
Hati, Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) oleh tim dari Kejaksaan Agung
(Kejagung) dan Kejari Manado sekitar pukul 11.04 WITA.

Kronologi Menurut Yulin Mahengkeng, ibu Julia Fransiska Makatey seperti


dilansir dari detik
Saat itu anaknya, masuk ke Puskesmas di Bahu Kecamatan Malalayang jelang
melahirkan. Tanda-tanda melahirkan terlihat pukul 04.00 WITA, keesokan
harinya, setelah pecah air ketuban dengan pembukaan 8 hingga 9 Centimeter.
Tapi dokter Puskemas merujuk ke RS Prof dr Kandou Malalayang karena
Fransiska mempunyai riwayat melahirkan dengan cara divakum pada anak
pertamanya. Kami tiba pukul 07.00 WITA, lalu dimasukkan ke ruangan Irdo,
kata Yulin kepada detikcom, Senin (25/11/2013) malam.
Karena hasil pemeriksaan terjadi penurunan pembukaan hingga 6 cm, pagi itu
Fransiska lalu diarahkan ke ruang bersalin. Yulin lalu mengatakan, saat itulah
seakan terjadi pembiaran terhadap anaknya, karena terkesan mengulur waktu
menunggu persalinan normal.Padahal anak saya harus dioperasi karena air
ketuban sudah pecah dan kondisinya sudah lemah, terangnya.

54

Hingga malam hari sekitar pukul 20.00 WITA, tindakan melakukan operasi baru
dilakukan dr Ayu dan dua rekannya. Keluarga pun bolak-balik ruang operasi dan
apotek untuk membeli obat. Dengan kondisi tidak membawa uang cukup, tawarmenawar obat dan peralatan terjadi.Bahkan saya coba menjamin kalung emas
yang saya pakai, sambil menunggu uang yang masih dalam perjalanan, tapi tetap
tidak dihiraukan. Operasi pun akhirnya mengalami penundaan, beber Yulin.
Lanjutnya, pada pukul 22.00 WITA, uang dari adiknya pun tiba. Jumlahnya pun
tidak mencukupi seperti permintaan pihak rumah sakit. Setelah bermohon
berulang kali, operasi kemudian dilaksanakan. 15 menit kemudian, dokter keluar
membawa bayi dan memberi kabar anaknya dalam keadaan sehat. Tapi hanya
berselang 20 sampai 30 menit kemudian, dokter bawa kabar lagi kalau anaknya
sudah meninggal dunia.
Kami kecewa terjadi pembiaran selama 15 jam terhadap anak saya. Kenapa
tindakan operasi baru dilakukan setelah kondisi anak saya sudah menderita dan
tidak berdaya? tandasnya.
Ini jelas ada kesalahan yang dilakukan dokter, itu makanya kami keluarga
melaporkan ke polisi, tambah Yulin.
Menurutnya, kejadian itu sudah beberapa kali diceritakannya ke berbagai pihak
untuk membuktikan adanya pembiaran yang dilakukan para dokter yang
menangani anaknya.
Makanya saya menangis saat dengar, putusan bebas Pengadilan Negeri Manado.
Tapi Tuhan dengar doa kami, karena kasasi kami dan Kejaksaan diterima
Mahkamah Agung dan mengabulkan tuntutan 10 bulan penjara, tutupnya.
a. Kriteria : Kejadian sentinel
Alasannya karena berdasarkan kronologi menyababkan pasien kehilangan
nyawa. Meski berdasarkan hasil forensik penyebab kematian pasien

55

sesungguhnya diakibatkan adanya emboli pembuluh darah jantung bagian


dibilik kiri. Tetapi terlepas dari apapun kejadian sentinel merupakan
kejadian yang salah satunya dapat menyebabkan hilangnya nyawa
seseorang.

Pasien Tewas Setelah


Diinfus

Seorang warga di
Tegal, Jawa Tengah
tewas diduga akibat
mal praktek saat
dirawat di rumah
sakit. Korban diberi
cairan infus yang
sudah kadaluarsa
saat

56

menjalani perawatan
di Rumah Sakit Mitra
Siaga Tegal sehingga
kondisinya
terus memburuk dan
akhirnya tewas.
Sementara itu pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga mengatakan,
pemberian infus
kadaluarsa tersebut
bukan merupakan
kesengajaan.

57

Solihul, warga
Surodadi, Tegal,
Jawa Tengah
meninggal Selasa
(25/03/08)
kemarin, di Rumah
Sakit Harapan Anda
Tegal. Tangis keluarga
korban pun tak
terbendung saat
mengetahui korban
sudah meninggal.
Istri korban Eka
Susanti bahkan
58

berkali-kali tak
sadarkan diri.
Salah satu
keluarga korban
berteriak-teriak
histeris sambil
menunjukkan sisa
infus
kadaluarsa yang
diberikan ke korban
saat menjalani
perawatan di Rumah
Sakit

59

Mitra Siaga Tegal


Sabtu pekan lalu
tempat sebelumnya
korban dirawat.
Pada kemasan
infus tertera
tanggal kadaluarsa
14 Januari 2008.
Keluarga
korban menuding
pemberian infus
kadaluarsa inilah
yang menyebakan
korban
60

meninggal. Pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga dinilai teledor
karena memberikan
infus yang sudah
kadaluarsa.
Menurut keluarga
korban, sejak diberi
infus kadaluarsa,
kondisi korban terus
memburuk. Korban
yang menderita
gagal ginjal

61

awalnya dirawat di
Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal selama 10
hari. Karena tak
kunjung sembuh,
pihak
keluarga kemudian
memutuskan merujuk
korban ke RSI Islam
Harapan Anda
Tegal. Korban
langsung menjalani

62

perawatan di ruang
ICU. Namun tiga hari
menjalani perawatan
di ICU kondisi korban
terus memburuk,
hingga akhirnya
meninggal dunia.
Direktur Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal, Dokter
Wahyu Heru Triono
mengatakan, tidak
ada unsur
kesengajaan dalam
63

kasus infus
kadaluarsa yang
di berikan kepada
pasien Solihul,
namun pihaknya
mengakui insiden
ini
menunjukkan adanya
kelemahan
monitoring logistik
farmas
b. Level Matrik Grading Resiko kualitatif dampak : 5 ( cathastropic )
Alasanya karena cathastropic merupakan kejadian kematian yang tidak
berhubungan dengan perjalanan penyakit yang mendasarinya. Menurut
keterangan keluarga dapat disimpulkan bahwa penyebab kematian karena
telatnya penanganan awal proses perawatan pasien.

64

65

Anda mungkin juga menyukai