Liputan6.com,
Jakarta
- Istri
[GRESIK] Penyidik Satreskrim Polres Gresik, Jawa Timur, sudah menahan empat
orang tersangka yang terdiri dari dua dokter spesialis dan dua perawat yang
diduga melakukan malapraktik terhadap pasien Muhammad Gafhan Habibi (5),
putra dari pasangan suami-istri (pasutri) Pitono (37) dan Nyonya Lilik Setiawati
(35), warga Dusun Sumber, Desa Kembangan, Kecamatan Kebomas, Gresik.
Kedua dokter ahli itu adalah dr Yanuar Syam Sp.B, dan dr Dicky Tampubolon
Sp.AN., serta Masrikan dan Fitos Vidyanto, dua perawat Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Ibnu Sina yang membantu praktik saat mengoperasi Habibi di
Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Nyai Ageng Pinatih, di Jalan Abdul Karim,
Gresik.
"Dua alat bukti bukti sudah kita miliki, dan alasan ancaman hukuman di atas 5
tahun menjadikan kami harus menahannya demi kelancaran proses penyidikan,"
ujar Kapolres Gresik AKBP E Zulpan, dikonfirmasi, Rabu (8/4) tadi pagi.
Terhadap dua orang tersangka lainnya, yakni drg Achmad Zayadi dan perawat
Putra Bayu Herlangga yang belum juga memenuhi panggilan penyidik, sudah
dipanggil ulang untuk kali kedua.
Penetapan keenam tersangka itu berdasarkan hasil gelar perkara Polres Gresik
3
setelah mengamankan barang bukti berupa hasil visum, satu lembar hasil
pemeriksaan laboratorium, satu bendel rekam medik atas nama pasien, kuitansi
pembayaran di RSIA Nyai Ageng Pinatih.
Selain itu, juga hasil pemeriksaan terhadap 13 saksi, termasuk saksi ahli dan hasil
gelar perkara sampai tiga kali.
Pada bagian lain, Kapolres menambahkan, bahwa kedua dokter yang melakukan
operasi yaitu dr Yanuar Syam spesialis bedah dan dr Dicky Tampubolon spesialis
anestesi dikenakan pelanggaran Pasal 359, 361 KUHP dan atau Pasal 76 Undangundang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran juncto Pasal 55 ayat
(1) ke 1 KUHP, dengan ancaman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.
Terhadap perawat Putra Bayu Herlangga, Masrikan dan Fitos Widyanti, dijerat
pelanggaran Pasal 365, 361 KUHP dan Pasal 76 Undang-undang RI Nomor 29
Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Ancaman hukumanmnya 5 tahun dan denda Rp 100 juta.
"Kedua dokter spesialis itu tidak mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) di RSIA
Nyai Ageng Pinatih tapi nekat beroperasi," katanya.
Sementara tersangka Direktur RSIA Nyai Ageng Pinatih kita jerat dengan
pelanggaran Pasal 80 Undang-undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik
kedokteran juncto Pasal 359, 361 KUHP juncto 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Ancamannya, hukuman penjara 10 tahun dan denda maksimal Rp 300 juta, karena
membiarkan kedua dokter beroperasi padahal rumah sakitnya sudah habis izin
operasinya.
Sementara itu, untuk Direktur Utama (Dirut) RSIA Nyai Ageng Pinatih, drg
Achmad Zayadi, dan seorang perawatnya bernama Putra Bayu Herlangga,
kedua
perawat,
Masrikan
dan
Fitos
Vidyanto
didampingi
pengacaranya, Fajar. Karena Ana Harun tidak memiliki bukti surat izin resmi
sebagai penasihat hukum (pengacara), maka oleh penyidik yang bersangkutan
terpaksa diminta keluar ruangan dalam proses pemeriksaan lanjutan, Selasa (7/4)
kemarin.
Sementara itu menurut Fajar kliennya dicecar 34 pertanyaan. Untuk dr Yanuar
Syam dan dr Dicky Tampubolon, ia mengaku tidak mengetahuinya, karena tempat
pemeriksaannya terpisah.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kasus dugaan malpraktek itu terjadi saat
bocah Muhammad Gafhan Habibi, mengalami sakit spendile tumar di paha kanan.
terlebih dahulu kepada orangtuanya, sebagai prosedur yang harus ditempuh dokter
bila ingin melakukan tindakan operasi atau pembedahan.
Ternyata setelah dibedah, dugaan bahwa Nina menderita usus buntu tidak terbukti.
Dokter lalu membuat kesimpulan berdasarkan diagnosa, Nina menderita
kebocoran kandung kemih. Nina kemudian dioperasi tapi juga tidak
memberitahukan orangtuanya. Bekas-bekas operasi itu terlihat di perut Nina yang
dijahit hingga 10 jahitan lebih.
Kedua orangtua Nina hanya bisa pasrah dan minta pertanggungjawaban pihak
Rumah Sakit RSCM atas kesehatan anaknya. Ayah Nina yang juga bekerja di
RSCM ini akan mengadukan kasusnya ke Menteri Kesehatan dan siap dipecat dari
pekerjaannya. (Endro Bawono/Sup)
Alasanya karna klien mengalami cidera akibat kelalaian tenaga medis yang
ceroboh. Selain klien akan mengalami luka di dua tempat yaitu abdomen dan
pelvic ini juga akan memperpanjang masa penederitaan dan perawatan klien
meski klien masih memiliki peluang untuk sembuh seperti semula.
Steven Johnson dimana pada pasien ini memang sering mengalami masalah
pada kulit (hipersensitivitas), hal ini bisa disebabkan oleh alergi atau infeksi
yang mengakibatkan kematian sel-sel kulit (Smeltzer-Bare,).. Artinya Point
pentingnya kasus ini adalah apakah dialami klien memang diakibatkan oleh
kesalahan prosedur atau memang karna respon dari penyakitya sendiri karna
menurut keterangan dokter RS klie menderita syndrome steven Johnson,
selain itu juga akhirnya klien dapat sembuh kembali setelah perawatan meski
sempat mengalami masalah pada kulit sehingga ini masuk kategori KTD.
b. Level Matrik Grading Resiko kualitatif dampak : 3 ( Moderate )
Alasanya karna dalam kasus ini klien sempat mengalami gangguan fungsi
fisik seperti harus masuk ICU, gangguan kulit atau psikologis seperti harus
memikirkaan biaya perawatan yang mahal, serta adanya perpanjangan proses
perawatan.
Beginilah kondisi Nita Nur Halimah (21), warga Desa Talun, Blitar, Jawa Timur
setelah meminum obat yang diberikan oleh salah satu dokter ditempat asalnya.
Kulit wajah, tangan hingga sekujur tubuhnya berubah menjadi hitam.
Menurut Marsini, ibu korban, awalnya Nita hanya menderita luka ngilu dibagian
persendian tubuhnya saat diperiksakan ke dokter. Nita mendapatkan resep obat
tanpa bungkus, namun setelah meminumnya suhu tubuhnya semakin panas. Mulut
dan kulit wajahnya berubah kehitaman hingga merebak kesekujur tubuhnya. Pihak
keluarga menganggap kondisi ini disebabkan oleh kesalahan dokter Andi yang
Hingga Senin (02/03) kemarin, Nita ditangani oleh 11 tim dokter spesialis bedah
kulit. Indikasi sementara Nita menderita Steven Jhonson Sindrom atau alergi pada
reaksi obat akibat rendahnya ketahanan tubuh pasien. (Nurochman/Sup)
10
menyebutkan kalau kondisi Raihan masih lumpuh total dan tak ada perubahan
yang cukup membahagiakan.
Raihan, lanjut Yunus, saat ini menjalani perawatan di rumah. Kontrol ke medis
dan pengobatan alternatif masih terus dilakukan Yunus dan Oti demi kesembuhan
bocah kelahiran Jambi, 30 Juni 2002.
"Namun terkadang tetap menjalani rawat inap dan ke UGD. Sebab, kadang kala
ada masalah yang kondisi darurat yang terjadi pada Raihan," kata Yunus.
Berikut kronologis yang terjadi pada Muhammad Raihan saat operasi usus buntu
pada hari Sabtu, 22 September 2012, versi ayahnya, Muhammad Yunus, dalam
surat elektronik yang diterima oleh liputan6.com :
11
Dalam pembicaraan via telepon antara Yunus dengan dokter bedah umum
tersebut, Yunus memohon kepada dokter tersebut untuk dilakukan semacam
second opinion atas dugaan usus buntunya Raihan dan sekalian meminta dirawat
inapkan terlebih dahulu guna dilakukan observasi lebih lanjut atas dugaan dokter
tersebut. Namun, dokter bedah umum tersebut tetap menyatakan Raihan
menderita usus buntu akut dan harus sesegera mungkin diambil langkah operasi
sore hari itu juga.
Muhammad Yunus menanyakan apa efek yang akan terjadi jika dilakukan operasi
dan jika tidak dilakukan operasi secepat itu seperti permintaan dokter bedah
tersebut. Dokter tersebut menjawab, bahwa operasi yang akan dilakukan Raihan
adalah operasi kecil dan biasa dilakukan oleh dokter tersebut. Lalu 2 atau 3 hari
12
setelah operasi dokter meyakinkan bahwa Raihan sudah bisa pulang. Namun jika
tidak segera dioperasi, dikhawatirkan akan terjadi infeksi atau pecah dan
kemungkinan bisa menjadi operasi besar.
Bukan hanya Yunus yang meminta untuk tidak dilakukan operasi tersebut, istrinya
Oti Puspa Dewi juga melakukan hal yang sama. Oti meminta untuk dilakukan
pemeriksaan berupa dilakukannya USG untuk melihat kebenaran dugaan tersebut,
namun tidak dilakukan oleh dokter tersebut dan menyatakan tidak perlu. Karena
menurut pengalamannya, hal ini umum terjadi dan sudah 99 persen usus buntu
akut.
Penolakan awal untuk tidak segera dilakukan operasi tersebut mengingat kondisi
psikologis Raihan, terlebih saat itu ayahnya sedang tidak berada di sampingnya.
Dan orangtua Raihan merasa bahwa hal ini tidak separah dugaan dokter tersebut
sambil menunggu kepulangan ayahnya dari Kalimantan.
13
Joan Morris (nama samaran) adalah perempuan 67 tahun yang pergi ke rumah
sakit untuk belajar namun melakukan kesalahan fatal, karena telah mengambil
pasien yang salah. Yang harusnya dioperasi pada pasien itu adalah otak tapi yang
dioperasi malah jantungya. Sang pasien sudah di meja operasi selama satu jam.
Dokter telah membuat torehan-torehan di dada, artery, alur dalam sebuah tabung
dan snaked atas ke dalam hatinya (prosedur dengan risiko perdarahan, infeksi,
serangan jantung dan stroke).
14
departemen lain bertanya "apa yang anda lakukan dengan pasien saya? Tidak ada
yang salah dengan jantungnya!". Kardiolog yang bekerja bersama wanita itu pun
memeriksa grafik, dan menemukan bahwa ia telah membuat kesalahan yang besar.
15
panjang akibat dari kesalahan tersebut. Rumah sakit setuju untuk membayar ganti
rugi sebesar US$ 97,000.
a. Kategori : Kejadian tidak diharapkan
Alasanya tidak adanya sign out terlebih dahulu oleh tim bedah setelah
operasi sebelum klien meninggalkan ruang pembedahan. Selain itu dengan
tertinggalnya Souvenir tersebut tidak sampai membehayakan kondisi
kesehatan pasien dan klien dapat sembuh kembali setelah dilakukan insisi
untuk pengambilan alat tersebut.
b. Level Matrik Grading Resiko kualitatif dampak : 3 ( Moderate )
Alasanya karna pasien harus merasakan pembedahan kedua kalinya, yang
tentunya
hal
tersebut
merupakan
perasaan
ketidaknyamanan.
Seorang
Primigravida
oleh
seorang
Ibu
dibantu
bidan
telah
lama karena lebih 24 jam bayi belum juga keluar dan keadaan ibu nya sudah
mulai lemas dan kelelahan karena sudah terlalu lama mengejan. Bidan
tersebut tetap bersikukuh untuk menolong persalinan Ibu tersebut karena
takut kehilangan komisi, walaupun asisten bidan itu mengingatkan untuk
segera di rujuk saja. Setelah bayi keluar, terjadilah perdarahan pada ibu, baru
kemudian bidan merujuk ibu ke RS. Ketika di jalan, ibu tersebut sudah
16
Seorang warga di
Tegal, Jawa Tengah
17
18
20
menunjukkan sisa
infus
kadaluarsa yang
diberikan ke korban
saat menjalani
perawatan di Rumah
Sakit
Mitra Siaga Tegal
Sabtu pekan lalu
tempat sebelumnya
korban dirawat.
Pada kemasan
infus tertera
tanggal kadaluarsa
21
14 Januari 2008.
Keluarga
korban menuding
pemberian infus
kadaluarsa inilah
yang menyebakan
korban
meninggal. Pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga dinilai teledor
karena memberikan
infus yang sudah
kadaluarsa.
22
Menurut keluarga
korban, sejak diberi
infus kadaluarsa,
kondisi korban terus
memburuk. Korban
yang menderita
gagal ginjal
awalnya dirawat di
Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal selama 10
hari. Karena tak
kunjung sembuh,
pihak
23
keluarga kemudian
memutuskan merujuk
korban ke RSI Islam
Harapan Anda
Tegal. Korban
langsung menjalani
perawatan di ruang
ICU. Namun tiga hari
menjalani perawatan
di ICU kondisi korban
terus memburuk,
hingga akhirnya
meninggal dunia.
24
Direktur Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal, Dokter
Wahyu Heru Triono
mengatakan, tidak
ada unsur
kesengajaan dalam
kasus infus
kadaluarsa yang
di berikan kepada
pasien Solihul,
namun pihaknya
mengakui insiden
ini
25
menunjukkan adanya
kelemahan
monitoring logistik
farmasi.
Pasien Tewas Setelah
Diinfus
Seorang warga di
Tegal, Jawa Tengah
tewas diduga akibat
mal praktek saat
dirawat di rumah
sakit. Korban diberi
cairan infus yang
26
sudah kadaluarsa
saat
menjalani perawatan
di Rumah Sakit Mitra
Siaga Tegal sehingga
kondisinya
terus memburuk dan
akhirnya tewas.
Sementara itu pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga mengatakan,
pemberian infus
kadaluarsa tersebut
bukan merupakan
27
kesengajaan.
Solihul, warga
Surodadi, Tegal,
Jawa Tengah
meninggal Selasa
(25/03/08)
kemarin, di Rumah
Sakit Harapan Anda
Tegal. Tangis keluarga
korban pun tak
terbendung saat
mengetahui korban
sudah meninggal.
28
29
perawatan di Rumah
Sakit
Mitra Siaga Tegal
Sabtu pekan lalu
tempat sebelumnya
korban dirawat.
Pada kemasan
infus tertera
tanggal kadaluarsa
14 Januari 2008.
Keluarga
korban menuding
pemberian infus
kadaluarsa inilah
30
yang menyebakan
korban
meninggal. Pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga dinilai teledor
karena memberikan
infus yang sudah
kadaluarsa.
Menurut keluarga
korban, sejak diberi
infus kadaluarsa,
kondisi korban terus
memburuk. Korban
yang menderita
31
gagal ginjal
awalnya dirawat di
Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal selama 10
hari. Karena tak
kunjung sembuh,
pihak
keluarga kemudian
memutuskan merujuk
korban ke RSI Islam
Harapan Anda
Tegal. Korban
langsung menjalani
32
perawatan di ruang
ICU. Namun tiga hari
menjalani perawatan
di ICU kondisi korban
terus memburuk,
hingga akhirnya
meninggal dunia.
Direktur Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal, Dokter
Wahyu Heru Triono
mengatakan, tidak
ada unsur
kesengajaan dalam
33
kasus infus
kadaluarsa yang
di berikan kepada
pasien Solihul,
namun pihaknya
mengakui insiden
ini
menunjukkan adanya
kelemahan
monitoring logistik
farmasi.
34
KASUS 1
Pasien Tewas Setelah
Diinfus
Seorang warga di
Tegal, Jawa Tengah
tewas diduga akibat
mal praktek saat
dirawat di rumah
sakit. Korban diberi
cairan infus yang
sudah kadaluarsa
saat
35
menjalani perawatan
di Rumah Sakit Mitra
Siaga Tegal sehingga
kondisinya
terus memburuk dan
akhirnya tewas.
Sementara itu pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga mengatakan,
pemberian infus
kadaluarsa tersebut
bukan merupakan
kesengajaan.
36
Solihul, warga
Surodadi, Tegal,
Jawa Tengah
meninggal Selasa
(25/03/08)
kemarin, di Rumah
Sakit Harapan Anda
Tegal. Tangis keluarga
korban pun tak
terbendung saat
mengetahui korban
sudah meninggal.
Istri korban Eka
Susanti bahkan
37
berkali-kali tak
sadarkan diri.
Salah satu
keluarga korban
berteriak-teriak
histeris sambil
menunjukkan sisa
infus
kadaluarsa yang
diberikan ke korban
saat menjalani
perawatan di Rumah
Sakit
38
meninggal. Pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga dinilai teledor
karena memberikan
infus yang sudah
kadaluarsa.
Menurut keluarga
korban, sejak diberi
infus kadaluarsa,
kondisi korban terus
memburuk. Korban
yang menderita
gagal ginjal
40
awalnya dirawat di
Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal selama 10
hari. Karena tak
kunjung sembuh,
pihak
keluarga kemudian
memutuskan merujuk
korban ke RSI Islam
Harapan Anda
Tegal. Korban
langsung menjalani
41
perawatan di ruang
ICU. Namun tiga hari
menjalani perawatan
di ICU kondisi korban
terus memburuk,
hingga akhirnya
meninggal dunia.
Direktur Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal, Dokter
Wahyu Heru Triono
mengatakan, tidak
ada unsur
kesengajaan dalam
42
kasus infus
kadaluarsa yang
di berikan kepada
pasien Solihul,
namun pihaknya
mengakui insiden
ini
menunjukkan adanya
kelemahan
monitoring logistik
farmasi.
KASUS 1
43
Seorang warga di
Tegal, Jawa Tengah
tewas diduga akibat
mal praktek saat
dirawat di rumah
sakit. Korban diberi
cairan infus yang
sudah kadaluarsa
saat
menjalani perawatan
di Rumah Sakit Mitra
44
meninggal Selasa
(25/03/08)
kemarin, di Rumah
Sakit Harapan Anda
Tegal. Tangis keluarga
korban pun tak
terbendung saat
mengetahui korban
sudah meninggal.
Istri korban Eka
Susanti bahkan
berkali-kali tak
sadarkan diri.
Salah satu
46
keluarga korban
berteriak-teriak
histeris sambil
menunjukkan sisa
infus
kadaluarsa yang
diberikan ke korban
saat menjalani
perawatan di Rumah
Sakit
Mitra Siaga Tegal
Sabtu pekan lalu
tempat sebelumnya
korban dirawat.
47
Pada kemasan
infus tertera
tanggal kadaluarsa
14 Januari 2008.
Keluarga
korban menuding
pemberian infus
kadaluarsa inilah
yang menyebakan
korban
meninggal. Pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga dinilai teledor
karena memberikan
48
kunjung sembuh,
pihak
keluarga kemudian
memutuskan merujuk
korban ke RSI Islam
Harapan Anda
Tegal. Korban
langsung menjalani
perawatan di ruang
ICU. Namun tiga hari
menjalani perawatan
di ICU kondisi korban
terus memburuk,
hingga akhirnya
50
meninggal dunia.
Direktur Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal, Dokter
Wahyu Heru Triono
mengatakan, tidak
ada unsur
kesengajaan dalam
kasus infus
kadaluarsa yang
di berikan kepada
pasien Solihul,
namun pihaknya
51
mengakui insiden
ini
menunjukkan adanya
kelemahan
monitoring logistik
farmasi.
10. Kasus Malpraktek Dr Ayu
ke
RS
Dr
Kandau
52
Tapi yang terjadi menurut dr Nurdadi, pada waktu sayatan pertama dimulai,
pasien mengeluarkan darah yang berwarna kehitaman. Dokter menyatakan, itu
adalah tanda bahwa pasien kurang oksigen.
Tapi setelah itu bayi berhasil dikeluarkan, namun pasca operasi kondisi pasien
semakin memburuk dan sekitar 20 menit kemudian, ia dinyatakan meninggal
dunia, ungkap Nurdadi, seperti ditulis Senin (18/11/2013).
Tanggal 15 September 2011
Atas kasus ini, tim dokter yang terdiri atas dr Ayu, dr Hendi Siagian dan dr
Hendry Simanjuntak, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman 10 bulan
penjara karena laporan malpraktik keluarga korban. Namun Pengadilan Negeri
(PN) Manado menyatakan ketiga terdakwa tidak bersalah dan bebas murni.
Dari hasil otopsi ditemukan bahwa sebab kematiannya adalah karena adanya
emboli udara, sehingga mengganggu peredaran darah yang sebelumnya tidak
diketahui oleh dokter. Emboli udara atau gelembung udara ini ada pada bilik
kanan jantung pasien. Dengan bukti ini PN Manado memutuskan bebas murni,
tutur dr Nurdadi. Tapi ternyata kasus ini masih bergulir karena jaksa mengajukan
kasasi ke Mahkamah Agung yang kemudian dikabulkan.
18 September 2012
Dr. Dewa Ayu dan dua dokter lainnya yakni dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy
Siagian akhirnya masuk daftar pencarian orang (DPO).
11 Februari 2013
Keberatan atas keputusan tersebut, PB POGI melayangkan surat ke Mahkamah
Agung dan dinyatakan akan diajukan upaya Peninjauan Kembali (PK).
53
54
Hingga malam hari sekitar pukul 20.00 WITA, tindakan melakukan operasi baru
dilakukan dr Ayu dan dua rekannya. Keluarga pun bolak-balik ruang operasi dan
apotek untuk membeli obat. Dengan kondisi tidak membawa uang cukup, tawarmenawar obat dan peralatan terjadi.Bahkan saya coba menjamin kalung emas
yang saya pakai, sambil menunggu uang yang masih dalam perjalanan, tapi tetap
tidak dihiraukan. Operasi pun akhirnya mengalami penundaan, beber Yulin.
Lanjutnya, pada pukul 22.00 WITA, uang dari adiknya pun tiba. Jumlahnya pun
tidak mencukupi seperti permintaan pihak rumah sakit. Setelah bermohon
berulang kali, operasi kemudian dilaksanakan. 15 menit kemudian, dokter keluar
membawa bayi dan memberi kabar anaknya dalam keadaan sehat. Tapi hanya
berselang 20 sampai 30 menit kemudian, dokter bawa kabar lagi kalau anaknya
sudah meninggal dunia.
Kami kecewa terjadi pembiaran selama 15 jam terhadap anak saya. Kenapa
tindakan operasi baru dilakukan setelah kondisi anak saya sudah menderita dan
tidak berdaya? tandasnya.
Ini jelas ada kesalahan yang dilakukan dokter, itu makanya kami keluarga
melaporkan ke polisi, tambah Yulin.
Menurutnya, kejadian itu sudah beberapa kali diceritakannya ke berbagai pihak
untuk membuktikan adanya pembiaran yang dilakukan para dokter yang
menangani anaknya.
Makanya saya menangis saat dengar, putusan bebas Pengadilan Negeri Manado.
Tapi Tuhan dengar doa kami, karena kasasi kami dan Kejaksaan diterima
Mahkamah Agung dan mengabulkan tuntutan 10 bulan penjara, tutupnya.
a. Kriteria : Kejadian sentinel
Alasannya karena berdasarkan kronologi menyababkan pasien kehilangan
nyawa. Meski berdasarkan hasil forensik penyebab kematian pasien
55
Seorang warga di
Tegal, Jawa Tengah
tewas diduga akibat
mal praktek saat
dirawat di rumah
sakit. Korban diberi
cairan infus yang
sudah kadaluarsa
saat
56
menjalani perawatan
di Rumah Sakit Mitra
Siaga Tegal sehingga
kondisinya
terus memburuk dan
akhirnya tewas.
Sementara itu pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga mengatakan,
pemberian infus
kadaluarsa tersebut
bukan merupakan
kesengajaan.
57
Solihul, warga
Surodadi, Tegal,
Jawa Tengah
meninggal Selasa
(25/03/08)
kemarin, di Rumah
Sakit Harapan Anda
Tegal. Tangis keluarga
korban pun tak
terbendung saat
mengetahui korban
sudah meninggal.
Istri korban Eka
Susanti bahkan
58
berkali-kali tak
sadarkan diri.
Salah satu
keluarga korban
berteriak-teriak
histeris sambil
menunjukkan sisa
infus
kadaluarsa yang
diberikan ke korban
saat menjalani
perawatan di Rumah
Sakit
59
meninggal. Pihak
Rumah Sakit Mitra
Siaga dinilai teledor
karena memberikan
infus yang sudah
kadaluarsa.
Menurut keluarga
korban, sejak diberi
infus kadaluarsa,
kondisi korban terus
memburuk. Korban
yang menderita
gagal ginjal
61
awalnya dirawat di
Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal selama 10
hari. Karena tak
kunjung sembuh,
pihak
keluarga kemudian
memutuskan merujuk
korban ke RSI Islam
Harapan Anda
Tegal. Korban
langsung menjalani
62
perawatan di ruang
ICU. Namun tiga hari
menjalani perawatan
di ICU kondisi korban
terus memburuk,
hingga akhirnya
meninggal dunia.
Direktur Rumah
Sakit Mitra Siaga
Tegal, Dokter
Wahyu Heru Triono
mengatakan, tidak
ada unsur
kesengajaan dalam
63
kasus infus
kadaluarsa yang
di berikan kepada
pasien Solihul,
namun pihaknya
mengakui insiden
ini
menunjukkan adanya
kelemahan
monitoring logistik
farmas
b. Level Matrik Grading Resiko kualitatif dampak : 5 ( cathastropic )
Alasanya karena cathastropic merupakan kejadian kematian yang tidak
berhubungan dengan perjalanan penyakit yang mendasarinya. Menurut
keterangan keluarga dapat disimpulkan bahwa penyebab kematian karena
telatnya penanganan awal proses perawatan pasien.
64
65