Anda di halaman 1dari 124

OPTIMASI CAMPURAN NATRIUM SITRATASAM FUMARAT DAN

NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM PEMBUATAN


GRANUL EFFERVESCENT EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA GRANULASI BASAH
DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :
Tyas Ayu Puspita
038114132

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007

OPTIMASI CAMPURAN NATRIUM SITRATASAM FUMARAT DAN


NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM PEMBUATAN
GRANUL EFFERVESCENT EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA GRANULASI BASAH
DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :
Tyas Ayu Puspita
038114132

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007

ii

Skripsi Berjudul

OPTIMASI CAMPURAN NATRIUM SITRATASAM FUMARAT DAN


NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM PEMBUATAN
GRANUL EFFERVESCENT EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA GRANULASI BASAH
DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL

Yang diajukan oleh :


Tyas Ayu Puspita
038114132

Telah disetujui oleh

Pembimbing

Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt.


Tanggal ....................................

iii

Pengesahan Skripsi
Berjudul
OPTIMASI CAMPURAN NATRIUM SITRATASAM FUMARAT DAN
NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM PEMBUATAN
GRANUL EFFERVESCENT EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA GRANULASI BASAH
DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
Oleh :
Tyas Ayu Puspita
NIM : 038114132
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
pada tanggal : 17 Februari 2007
Mengetahui
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan

Rita Suhadi, M.Si., Apt.


Pembimbing:

(Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt.)

Panitia Penguji:
1. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt.

.............................

2. Rini Dwi Astuti, S.Farm., Apt.

............................

3. Christine Patramurti, M.Si, Apt.

............................

iv

Kata Persembahan
Pengetahuan yang sejati adalah...
Ketika itu didasarkan pada takut akan Tuhan..
Ketika itu dapat membawa kemuliaan bagi DIA..
Ketika itu dapat berguna untuk memulihkan dunia..
Ketika itu dapat berguna untuk menolong sesama..
Segala pengetahuan di bumi suatu saat akan berlalu
Namun satu hal yang pasti
Selagi hal itu ada, ku tak kan henti tuk
mengusahakannya
Supaya lewat pengetahuan yang ada padaku
Dunia boleh melihat kebesaran-Nya
Segala perkara dapat kutanggung
di dalam Dia yang memberi
kekuatan kepadaku

Filipi 4 : 13
Kupersembahkan karya ini untuk:
Tuhan Yesus
yang selalu menyertaiku
Bapak dan Mama yang tak henti
mendukung setiap langkah hidupku
De Nares dan Danu
yang selalu menyayangiku
Seseorang yang
selalu ada menemaniku
Teman dan Sahabat yang
mewarnai hidupku
Almamaterku

PRAKATA
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
yang telah menganugerahkan segala kemurahan, kekuatan, dan penyertaanNya
sehingga skripsi berjudul Optimasi Campuran Natrium sitratAsam Fumarat dan
Natrium Bikarbonat Sebagai Eksipien Dalam Pembuatan Granul Effervescent
Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi
Basah Dengan Metode Desain Faktorial dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi
ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
(S. Farm.), Program Studi Ilmu Farmasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada:
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., Selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
2. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing dan penguji
yang telah banyak membantu dan mendampingi dalam penyusunan skripsi ini
dari awal sampai akhir.
3. Ibu Rini Dwi Astuti, S.Farm., Apt., selaku dosen penguji yang telah banyak
memberi masukan, kritik, dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih
sempurna.
4. Ibu Christine Patramurti, M.Si, Apt., selaku dosen penguji yang telah banyak
memberi masukan, kritik, dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih
sempurna.

vi

5. Ibu Agatha Budi Susiana Lestari, S.Si., Apt., selaku dosen yang telah banyak
memberi bimbingan, kritik, dan saran dalam penyusunan skripsi ini dari awal
sampai akhir.
6. Dr. Sudibyo Martono, M.S., selaku dosen yang telah membantu dalam
penyediaan bahan berupa kurkumin baku sintesis.
7. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. dan Bapak Yohanes Dwiatmaka,
M.Si., Apt. yang telah banyak membantu dan memberi masukan selama
pengerjaan skripsi ini.
8. Made Dwi Rantiasih dan Lucia Esti Purwandari yang telah menjadi rekan
sekerja dalam pengerjaan skripsi ini dari awal sampai akhir sekaligus sebagai
teman dan sahabat yang selalu mendukung dan memberikan banyak masukan
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
9. Para laboran: Bapak Musrifin, Bapak Iswandi, Mas Agung, Mas Otok, Mas
Wagiran, Mas Sigit, dan Mas Andri, serta Bapak Kiran, laboran Laboratorium
Galenika Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, yang telah banyak
membantu dalam penyediaan sarana dan prasarana selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan yang masih
harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun sehingga skripsi ini menjadi lebih sempurna.

Penulis

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, .............................
Penulis

Tyas Ayu Puspita

viii

INTISARI

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian tentang optimasi


campuran asam berupa natrium sitrat dan asam fumarat, dan natrium bikarbonat
sebagai eksipien dalam granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui efek natrium sitratasam fumarat, natrium
bikarbonat, atau interaksinya yang dominan dalam menentukan sifat fisik granul
effervescent ekstrak rimpang temulawak. Sifat fisik granul effervescent yang diuji
meliputi kecepatan alir, waktu larut, dan kandungan lembab. Selain itu penelitian
ini juga bertujuan untuk mendapatkan area komposisi formula granul effervescent
ekstrak rimpang temulawak yang optimum. Penelitian ini merupakan jenis
penelitian eksperimental murni menggunakan desain faktorial dengan dua faktor
dan dua level.
Hasil pengolahan data dengan desain faktorial menunjukkan hasil bahwa
natrium bikarbonat merupakan faktor yang diprediksi dominan dalam menentukan
kecepatan alir granul effervescent. Waktu larut granul effervescent diprediksi
dominan dipengaruhi oleh faktor interaksi antara campuran asam dan natrium
bikarbonat. Sedangkan campuran asam antara natrium sitrat dan asam fumarat
diprediksi berpengaruh dominan dalam menentukan kandungan lembab granul
effervescent. Dari contour plot super imposed ditemukan area optimum kombinasi
campuran asam dan natrium bikarbonat dengan sifat fisik granul effervescent yang
dikehendaki dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.

Kata kunci : natrium sitrat, asam fumarat, natrium bikarbonat, ekstrak rimpang
temulawak, granul effervescent, desain faktorial.

ix

ABSTRACT

The research were about optimization of acid combination between


natrium citrate and fumaric acid, and sodium bicarbonate as excipients in granules
effervescent of tumeric extract. The aims of this research were to observe which
effect of sodium citratefumaric acid, sodium bicarbonate, or their interaction that
was dominant in determining physical properties of effervescent granules of
tumeric extract. They were effervescent granuless flow rate, dissolution time, and
moisture content. This research was also aimed to find out the optimum
composition area of effervescent granules of tumeric extract. This research was
pure experimental research using design factorial method with two factors and
two levels.
The result of calculation data with design factorial shown that natrium
bicarbonate was predicted as the dominant factor in determining effervescent
granuless flow rate. Dissolution time of effervescent granules predicted
dominantly determined by interaction factor between acid combination and
sodium bicarbonate. Acid combination between sodium citrate and fumaric acid
was predicted dominantly determined effervescent granuless moisture content. It
was found out the optimum composition area from acid combination and sodium
bicarbonate with desired physical properties in effervescent granules of tumeric
extract.

Key words: sodium citrate, fumaric acid, sodium bicarbonate, tumeric extract,
effervescent granules, factorial design.

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i
HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v
PRAKATA....................................................................................................... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... viii
INTISARI......................................................................................................... ix
ABSTRACT....................................................................................................... x
DAFTAR ISI.................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1. Permasalahan ....................................................................................... 3
2. Keaslian Penelitian............................................................................... 4
3. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4
B. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA............................................................... 6
A. Temulawak................................................................................................. 6
1. Nama tanaman...................................................................................... 6

xi

2. Uraian tanaman .................................................................................... 6


3. Khasiat ................................................................................................. 7
4. Kandungan kimia ................................................................................. 8
B. Maserasi ..................................................................................................... 8
C. Ekstrak ...................................................................................................... 9
D. Kurkumin ................................................................................................... 10
E. Granul Effervescent.................................................................................... 11
F. Bahan-bahan Pembuatan Granul Effervescent ........................................... 14
1. Sumber asam ........................................................................................ 14
2. Sumber karbonat .................................................................................. 15
3. Bahan pengisi ....................................................................................... 15
4. Bahan pengikat..................................................................................... 15
G. Pemerian Bahan ......................................................................................... 16
1. Natrium sitrat anhidrat ......................................................................... 16
2. Asam fumarat ....................................................................................... 16
3. Natrium bikarbonat .............................................................................. 16
4. Laktosa ................................................................................................. 17
5. Aspartam .............................................................................................. 18
6. Polivinilpirolidon (PVP) ...................................................................... 18
H. Sifat Fisik Granul ...................................................................................... 19
1. Sifat alir................................................................................................ 19
2. Kandungan lembab .............................................................................. 19
3. Waktu larut........................................................................................... 19

xii

I. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri.......................................... 19


J. Desain Faktorial ......................................................................................... 21
K. Landasan Teori........................................................................................... 23
L. Hipotesis..................................................................................................... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 26
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 26
B. Variabel dan Definisi Variabel................................................................... 26
C. Definisi Operasional .................................................................................. 27
D. Bahan Penelitian......................................................................................... 29
E. Alat Penelitian............................................................................................ 29
F. Skema Kerja Penelitian .............................................................................. 30
G. Tata Cara Penelitian ................................................................................... 31
1. Determinasi tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ...... 31
2. Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang temulawak ............... 31
3. Pembuatan serbuk rimpang temulawak ............................................... 31
4. Pembuatan ekstrak rimpang temulawak .............................................. 32
5. Uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak........................................ 32
6. Penentuan dosis ekstrak rimpang temulawak ...................................... 35
7. Penentuan level rendah dan level tinggi
natrium sitratasam fumarat dan natrium bikarbonat .......................... 35
8. Formulasi dan pembuatan granul effervescent..................................... 37
9. Pencampuran bahan ............................................................................. 37
10. Pembuatan granul effervescent............................................................. 37

xiii

11. Pemeriksaan sifat fisik granul effervescent .......................................... 38


12. Penentuan rumus dan contour plot sifat fisik granul effervescent ....... 39
H. Analisis Hasil ............................................................................................. 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 40
A. Hasil Determinasi Simplisia Temulawak................................................... 40
B. Penyiapan dan Pembuatan Serbuk Simplisia rimpang Temulawak........... 40
C. Hasil Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak........................................ 42
D. Hasil Standarisasi Ekstrak Rimpang Temulawak ...................................... 44
1. Pemeriksaan organoleptis .................................................................... 45
2. Uji daya lekat ....................................................................................... 45
3. Uji viskositas........................................................................................ 46
4. Uji kandungan lembab ......................................................................... 46
5. Uji kualitatif menggunakan KLT densitometri .................................... 48
6. Uji kuantitatif menggunakan KLT densitometri .................................. 51
E. Formulasi dan Pembuatan Granul Effervescent ......................................... 54
F. Uji Sifat Fisik Granul Effervescent ............................................................ 58
1. Kecepatan alir ...................................................................................... 59
2. Waktu larut........................................................................................... 62
3. Kandungan lembab .............................................................................. 65
G. Optimasi Formula Granul Effervescent...................................................... 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 74
A. Kesimpulan ................................................................................................ 74
B. Saran........................................................................................................... 74

xiv

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 75


LAMPIRAN..................................................................................................... 78
BIOGRAFI PENULIS ..................................................................................... 104

xv

DAFTAR TABEL
I.

Notasi Formula Desain Faktorial ...................................................... 22

II.

Jumlah natrium sitrat, asam fumarat, dan natrium bikarbonat


untuk masing-masing formula granul effervescent ........................... 36

III.

Formula granul effervescent ekstrak rimpang temulawak ................ 37

IV.

Hasil uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak ............................ 44

V.

Hasil pemeriksaan organoleptis ekstrak rimpang temulawak........... 45

VI.

Nilai Rf dan warna bercak hasil KLT densitometri .......................... 51

VII.

Hubungan kadar kurkumin baku dengan area kromatogram


untuk pembuatan kurva baku ............................................................ 52

VIII.

Hasil perolehan kembali dan koefisien variasi kurkumin ................. 53

IX.

Hasil uji sifat fisik granul effervescent.............................................. 59

X.

Hasil perhitungan efek terhadap sifat fisik granul effervescent ........ 59

XI.

Hasil perhitungan perolehan kembali dan


koefisien variasi kurkumin................................................................ 81

XII.

Data uji viskositas ekstrak rimpang temulawak................................ 82

XIII.

Data uji daya lekat ekstrak rimpang temulawak ............................... 83

XIV.

Data uji kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak ................. 83

XV.

Kadar kurkumin dalam sampel ......................................................... 84

XVI.

Data uji kecepatan alir granul effervescent ....................................... 91

XVII.

Nilai respon kecepatan alir masing-masing formula......................... 91

XVIII.

Nilai efek terhadap kecepatan alir granul effervescent ..................... 92

xvi

XIX.

Nilai b grafik hubungan peningkatan level campuran asam


dan natrium bikarbonat terhadap kecepatan alir ............................... 92

XX.

Data uji waktu larut granul effervescent............................................ 94

XXI.

Nilai respon waktu larut masing-masing formula............................. 95

XXII.

Nilai efek terhadap waktu larut granul effervescent.......................... 95

XXIII.

Nilai b grafik hubungan peningkatan level campuran asam


dan natrium bikarbonat terhadap waktu larut.................................... 96

XXIV.

Data uji kandungan lembab granul effervescent ............................... 98

XXV.

Nilai respon kandungan lembab masing-masing formula................. 98

XXVI.

Nilai efek terhadap kandungan lembab granul effervescent ............. 99

XXVII. Nilai b grafik hubungan peningkatan level campuran asam


dan natrium bikarbonat terhadap kandungan lembab ....................... 99

xvii

DAFTAR GAMBAR
1. 1,7-Bis-(4-hydroxy-3-methoxy-phenyl)-hepta-1,6-diene-3,5-dione
atau kurkumin ............................................................................................ 10
2. Skema kerja penelitian ............................................................................... 30
3. Foto hasil KLT ekstrak rimpang temulawak dengan pendeteksi
sinar UV 254 nm ........................................................................................ 49
4. Foto hasil KLT ekstrak rimpang temulawak dengan pendeteksi
sinar UV 365 nm ........................................................................................ 50
5. Gugus kromofor dan auksokrom kurkumin ............................................... 52
6. Kurva hubungan kadar kurkumin baku dengan
area kromatogram untuk pembuatan kurva baku ....................................... 53
7. Grafik hubungan pengaruh peningkatan level
campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap
kecepatan alir granul effervescent .............................................................. 60
8. Grafik hubungan pengaruh peningkatan level
campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap
waktu larut granul effervescent .................................................................. 64
9. Grafik hubungan pengaruh peningkatan level
campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap
kandungan lembab granul effervescent ...................................................... 66
10. Contour plot kecepatan alir granul effervescent......................................... 70
11. Contour plot waktu larut granul effervescent............................................. 71
12. Contour plot kandungan lembab granul effervescent................................. 72

xviii

13. Contour plot super imposed sifat fisik granul effervescent........................ 73


14. Foto tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ........................ 78
15. Foto rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)......................... 78
16. Kromatogram kurva baku .......................................................................... 80
17. Foto ekstrak rimpang temulawak ............................................................... 82
18. Kromatogram sampel ................................................................................. 85
19. Granul effervescent ekstrak rimpang temulawak ....................................... 102
20. Contoh hasil larutan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak ...... 102

xix

DAFTAR LAMPIRAN
1. Foto tanaman dan rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ... 78
2. Data kurva baku larutan kurkumin baku.................................................... 79
3. Data perhitungan nilai recovery dan koefisien variasi............................... 81
4. Uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak.............................................. 82
5. Penentuan dosis ekstrak rimpang temulawak ............................................ 86
6. Perhitungan level natrium sitrat-asam fumarat dan natrium bikarbonat.... 87
7. Uji sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.................. 91
8. Surat pengesahan determinasi .................................................................... 103

xx

1, 6, 27
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan obat tradisional di masyarakat bukan merupakan hal yang
baru. Obat tradisional mulai muncul dan berkembang sejak jaman nenek moyang.
Obat tradisional merupakan potensi dalam perkembangan dunia kefarmasian
khususnya di Indonesia, namun sampai saat ini penggunaan obat tradisional masih
terbatas khususnya dalam bidang bentuk sediaan. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang formulasi obat mendorong
pengembangan obat tradisional dalam hal bentuk sediaan. Pengembangan
formulasi obat dari bahan alam dapat menghasilkan suatu bentuk sediaan obat
yang aman, berkhasiat, dan mudah diterima oleh masyarakat.
Penelitian tentang pengembangan bentuk sediaan obat tradisional telah
banyak dilakukan. Natalia (2006) telah melakukan penelitian tentang Optimasi
Natrium Sitrat dan Asam Fumarat Dalam Pembuatan Granul Effervescent Ekstrak
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi Basah. Dalam
penelitian tersebut, dilakukan pengembangan formulasi ekstrak rimpang
temulawak menjadi suatu bentuk sediaan granul effervescent karena hal ini dirasa
penting mengingat temulawak memiliki khasiat dan kegunaan yang sangat
beragam, salah satunya yaitu merangsang penciutan volume kandung empedu.
Pemilihan bentuk sediaan effervescent didasarkan pada kelebihan bentuk sediaan
ini. Penggunaan sediaan effervescent memungkinkan penyiapan larutan dalam

waktu seketika yang mengandung dosis obat yang tepat, selain itu rasa
menyegarkan akibat CO2 yang dihasilkan dari reaksi effervescent merupakan
keunggulan sediaan ini. Dalam penelitian tersebut telah dilakukan optimasi
terhadap kombinasi sumber asam yaitu natrium sitrat dan asam fumarat sebagai
eksipien granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.
Kandungan asam dan basa karbonat dalam sediaan effervescent sangatlah
penting mengingat fungsinya yang terkait dengan kecepatan larut sediaan
effervescent sebelum dikonsumsi. Asam dan basa karbonat dalam sediaan
effervescent dengan adanya air akan bereaksi menghasilkan gas CO2 yang
berfungsi dalam disintegrasi. Mengingat pentingnya kedua jenis eksipien tersebut,
bukan hanya sumber asam saja namun juga sumber karbonat, maka perlu
dilakukan optimasi terhadap campuran sumber asam dan sumber karbonat dalam
pembuatan granul effervescent. Komposisi sumber asam dan sumber karbonat
yang optimum akan menghasilkan granul effervescent dengan kualitas yang
dikehendaki. Granul effervescent yang dihasilkan diharapkan memenuhi
persyaratan uji sifat fisik seperti kecepatan alir, waktu larut, dan kandungan
lembab granul effervescent.
Dalam penelitian ini optimasi dilakukan terhadap campuran natrium sitratasam fumarat dan natrium bikarbonat sebagai eksipien dalam pembuatan granul
effervescent. Sumber asam yang digunakan dalam penelitian merupakan
kombinasi dari natrium sitrat dan asam fumarat karena dalam pembuatan granul
effervescent dengan menggunakan satu jenis asam saja akan menimbulkan
kesukaran. Apabila natrium sitrat saja yang digunakan maka akan menghasilkan

campuran yang lekat dan sukar menjadi granul. Selain itu granul effervescent yang
dihasilkan tidak akan stabil karena mudah terjadi reaksi effervescent dini. Hal ini
disebabkan sifat higroskopis dari natrium sitrat. Oleh karena itu dengan kombinasi
kedua sumber asam ini diharapkan dapat dihasilkan granul effervescent yang
stabil dan mudah larut dalam air. Sumber karbonat yang dipilih dalam penelitian
ini adalah natrium bikarbonat karena merupakan sumber karbondioksida utama
dalam sistem effervescent (Mohrle, 1980).
Optimasi formula dilakukan dengan metode desain faktorial dengan dua
faktor dan dua level. Area komposisi formula granul effervescent yang optimum
dapat diketahui lewat contour plot super imposed. Selain itu juga dapat diketahui
efek yang dominan antara natrium sitratasam fumarat, natrium bikarbonat, atau
interaksi keduanya yang menentukan sifat fisik granul effervescent ekstrak
rimpang temulawak.
1. Permasalahan
Permasalahan yang akan diteliti adalah:
a. efek manakah yang diprediksi dominan dalam menentukan sifat fisik granul
effervescent ekstrak rimpang temulawak, campuran natrium sitratasam
fumarat, natrium bikarbonat, atau interaksi keduanya?
b. apakah ditemukan area komposisi formula campuran natrium sitratasam
fumarat dan natrium bikarbonat yang optimum dengan sifat fisik granul yang
dikehendaki pada contour plot super imposed dalam pembuatan granul
effervescent ekstrak rimpang temulawak?

2. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang penggunaan ekstrak rimpang temulawak dalam granul
effervescent telah dilakukan. Natalia (2006) telah melakukan penelitian tentang
Optimasi Natrium Sitrat dan Asam Fumarat Dalam Pembuatan Granul
Effervescent Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi
Basah. Penelitian lain terkait penggunaan ekstrak rimpang temulawak dalam
sediaan effervescent juga telah dilakukan oleh Anggraeni (2005) mengenai
Optimasi

Formula

Tablet

Effervescent

Ekstrak

Temulawak

(Curcuma

xanthorrhiza Roxb.) Dengan Kombinasi Natrium Sitrat dan Asam Fumarat Secara
Granulasi Basah: Aplikasi Desain Faktorial. Optimasi Campuran Natrium Sitrat
Asam Fumarat dan Natrium Bikarbonat Sebagai Eksipien Dalam Pembuatan
Granul Effervescent Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Secara Granulasi Basah Dengan Metode Desain Faktorial belum pernah
dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang penggunaan campuran
natrium sitratasam fumarat dan natrium bikarbonat sebagai eksipien dalam
pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.
b. Manfaat Praktis
Menghasilkan sediaan berupa granul effervescent ekstrak rimpang
temulawak yang berkhasiat, mudah digunakan, praktis, dan dapat diterima oleh
masyarakat.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. mengetahui efek natrium sitratasam fumarat, natrium bikarbonat, atau
interaksi keduanya yang diprediksi dominan dalam menentukan sifat fisik
granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.
b. menentukan area komposisi formula campuran natrium sitratasam fumarat
dan natrium bikarbonat yang optimum pada contour plot super imposed dalam
pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.

BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA

A. Temulawak
1. Nama tanaman
a. Nama tanaman: Curcuma xanthorrhiza Roxb.
b. Sinonim: C. zerumbed majus Rumph.
c. Nama daerah: temulawak (Sumatera); koneng gede, temu raya, temu besar, aci
koneng, koneng tegel, temulawak (Jawa); temolabak (Madura); tommo (Bali);
tommon (Sulawesi Selatan); karbanga (Ternate).
d. Nama asing: Kiang huang (China), harida, haldi (IP), halud (Bengali), kurkum
(Arab), zardcchobacch (Persia), menjal (Tanil), kunong-huyung (Indochina).
e. Nama simplisia: Curcumae Rhizoma (rimpang temulawak) (Dalimartha,
2000).
2. Uraian tanaman
Terna tahunan (perennial) ini tumbuh merumpun dengan batang semu
yang tumbuh dari rimpangnya. Batang semu berasal dari pelepah-pelepah daun
yang saling menutup membentuk batang. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 2 m.
Tiap tanaman berdaun 2-9 helai, berbentuk bulat memanjang atau lanset, panjang
31-84 cm, lebar 10-18 cm, berwarna hijau, pada sisi kiri dan kanan ibu tulang
daun terdapat semacam pita memanjang berwarna merah keunguan. Perbungaan
termasuk tipe exantha, yaitu jenis temu yang bunganya keluar langsung dari
rimpang yang panjangnya mencapai 40-60 cm. Bunga majemuk berbentuk bulir,

bulat panjang, panjang 9-23 cm, lebar 4-6 cm. Bunga muncul secara bergiliran
dari kantong-kantong daun pelindung yang besar dan beraneka ragam dalam
warna dan ukurannya. Mahkota bunga berwarna merah. Bunga mekar pada pagi
hari dan berangsur-angsur layu pada sore hari. Sejauh ini, temulawak belum
pernah dilaporkan menghasilkan buah atau biji. Rimpang dibedakan atas rimpang
induk (empu) dan rimpang cabang. Rimpang induk bentuknya jorong atau
gelondong, berwarna kuning tua atau cokelat kemerahan, bagian dalam berwarna
jingga cokelat. Rimpang cabang keluar dari rimpang induk, ukurannya lebih kecil,
tumbuhnya ke arah samping, bentuknya bermacam-macam, dan warnanya lebih
muda. Akar-akar di bagian ujung membengkak, membentuk umbi yang kecil
(Dalimartha, 2000).
3. Khasiat
Temulawak mempunyai khasiat laktagoga, kolagoga, antiinflamasi,
tonikum, dan diuretik. Minyak atsiri temulawak, juga berkhasiat fungistatik pada
beberapa jenis jamur dan bakteriostatik. Rimpang temulawak digunakan juga
digunakan untuk pengobatan radang hati (hepatitis), sakit kuning (jaundice),
radang ginjal, radang kronis kandung empedu (kolesistitis kronik), meningkatkan
aliran empedu ke saluran cerna, perut kembung, tidak nafsu makan (anoreksia)
akibat kekurangan cairan empedu, demam, pegal linu, rematik, memulihkan
kesehatan setelah melahirkan, sembelit, diare, batu empedu (kolelitiasis),
kolesterol darah tinggi (hiperkolesterolemia), haid tidak lancar, flek hitam di
wajah, jerawat, wasir, dan produksi ASI sedikit (Dalimartha, 2000).

4. Kandungan kimia
Temulawak mengandung fraksi pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri
(3-12%). Fraksi pati merupakan kandungan terbesar, jumlah bervariasi antara 4854% tergantung dari ketinggian tempat tumbuh. Makin tinggi tempat tumbuh
maka kadar patinya semakin rendah dan kadar minyak atsirinya semakin tinggi
(Dalimartha, 2000). Kurkuminoid dalam temulawak terdiri dari kurkumin dan
desmetoksikurkumin (Afifah, 2003). Rimpang temulawak mengandung 1,6-2,2%
kurkumin (Karden, 2003).

B. Maserasi
Istilah maserasi berasal dari bahasa Latin macerare, yang artinya
merendam (Ansel, 1989). Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana.
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka
larutan yang terpekat didesak keluar (Anonim, 1986).
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif
yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah
mengembang dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa
air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka
untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang
diberikan pada awal penyarian.

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan


peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Anonim, 1986).
Proses perkolasi memerlukan keterampilan operator yang lebih banyak daripada
proses maserasi dan dari kedua proses, perkolasi mungkin lebih mahal dalam
pelaksanaannya, karena memerlukan peralatan yang khusus dan waktu yang lebih
banyak diperlukan oleh operator (Ansel, 1989). Maserasi merupakan metode
ekstraksi yang paling banyak digunakan. Keuntungan maserasi dibandingkan
dengan perkolasi dan ekstraksi countercurrent adalah sampel yang kecil dapat
disiapkan dengan cara yang sama dengan batch produksi dan teknis. Namun
kerugian metode ini yaitu bahwa proses ini tidak sepenuhnya dapat mengekstraksi
senyawa (List dan Schmidt, 1989).

C. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung (Anonim, 1979). Pada ekstrak tumbuhan jika bahan
pengekstraksinya sebagian atau seluruhnya diuapkan, maka diperoleh ekstrak,
yang dikelompokkan menurut sifat-sifatnya menjadi:
1. ekstrak encer (extractum tenue): sediaan ini memiliki konsistensi seperti madu
dan dapat dituang.
2. ekstrak kental (extractum spissum): sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan
tidak dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sekitar 30%.

10

3. ekstrak kering (extractum siccum): sediaan ini memiliki konsistensi kering dan
mudah digosokkan. Melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan
sisanya terbentuk suatu produk, yang sebaiknya menunjukkan kandungan
lembab tidak lebih dari 5%.
4. ekstrak cair (extractum fluidum): sediaan ini dibuat sedemikian hingga 1
bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair (Voigt, 1994).

D. Kurkumin
Salah satu kandungan dalam rimpang temulawak yaitu kurkuminoid yang
termasuk dalam golongan diarilheptanoid (Tonnesen dan Karlsen, 1985).
Kurkuminoid

dalam

rimpang

temulawak

terdiri

dari

kurkumin

dan

desmetoksikurkumin (Afifah, 2003). Kurkuminoid dalam rimpang temulawak


sebesar 8000-20.000 ppm, sedangkan kurkumin sebesar 100-10.000 ppm (Duke,
1992).
O
H3CO

HO

O
OCH3

OH

Gambar 1. 1,7-Bis-(4-hydroxy-3-methoxy-phenyl)-hepta-1,6-diene-3,5dione atau kurkumin

Kurkumin berupa serbuk kristal berwarna orange kekuningan dan


memiliki titik lebur 183oC. Kurkumin larut dalam alkohol dan asam asetat glasial
(Anonim, 1976). Kelarutan kurkumin dalam air yaitu sebesar 0,1 g/l (Anonim,
2006). Warna larutan kurkumin tidak selalu konstan, terkait dengan degradasi

11

kurkumin atau perubahan kurkumin dalam pelarut. Pada suasana asam, warna
larutan kurkumin adalah kuning namun warnanya berubah menjadi orange
kemerahan dalam suasana basa (Tonnesen dan Karlsen, 1985). Pada suasana basa,
kurkumin akan terdegradasi menjadi asam ferulat dan asam vanilat (Majeed,
Vladimir, Uma, Rajendran, 1995). Kurkumin juga dapat terdegradasi dengan
adanya cahaya (Tonnesen, Henegouwen, dan Karlsen, 1986).

E. Granul Effervescent
Granul effervescent merupakan granul atau serbuk kasar sampai kasar
sekali dan mengandung unsur obat dalam campuran kering, bila ditambah dengan
air asam dan basanya bereaksi membebaskan karbondioksida sehingga
menghasilkan buih (Ansel, 1989). Granul effervescent dapat dibuat dengan dua
metode yaitu metode basah dan metode kering (Aulton, 2002). Metode basah yang
dimaksud yaitu metode granulasi basah, sedangkan metode kering yaitu granulasi
kering (Linberg, Engfors, Ericsson, 1992). Pada prinsipnya, proses granulasi
dalam pembuatan granul effervescent sama dengan granul konvensional (Mohrle,
1980).
Teknik granulasi basah meliputi pencampuran bahan kering dengan cairan
penggranul untuk menghasilkan massa yang dapat digranul. Massa tersebut
diperkecil ukuran partikelnya sehingga memiliki distribusi ukuran partikel yang
optimum kemudian dikeringkan untuk menghasilkan granul yang kompresibel.
Granulasi basah dapat dilakukan dengan tiga macam cara yaitu dengan

12

menggunakan panas, menggunakan cairan nonreaktif, dan dengan cairan reaktif


(Mohrle, 1980).
1. Granulasi basah
Teknik granulasi basah meliputi pencampuran bahan kering dengan cairan
penggranul untuk menghasilkan massa yang dapat digranul. Massa tersebut yang
mungkin secara alami plastis dan kohesif, diperkecil ukuran partikelnya sampai
mencapai distribusi ukuran partikel yang optimum dan kemudian dikeringkan
untuk menghasilkan granul yang kompresibel. Cara lain yaitu dengan
mengeringkan massa granul yang terbentuk baru kemudian diperkecil ukuran
partikelnya (Mohrle, 1980). Metode granulasi basah dapat dilakukan dengan 3
macam cara:
a. dengan panas
Metode klasik dalam pembuatan granul effervescent meliputi penghilangan
air dari bahan hidrat pada suhu yang rendah untuk membentuk massa granul.
Proses ini sulit dikontrol untuk mencapai hasil yang reprodusibel (Mohrle, 1980).
b. dengan cairan nonreaktif
Pada metode granulasi basah dengan menggunakan cairan nonreaktif,
cairan penggranul yang biasa digunakan seperti etanol dan isopropanol. Cairan ini
ditambahkan pada bahan-bahan yang telah dicampur sebelumnya sampai cairan
terdistribusi merata pada campuran. Bahan pengikat larut alkohol yang biasa
digunakan seperti PVP dapat dilarutkan dalam cairan penggranul sebelum
ditambahkan pada serbuk (Mohrle, 1980).

13

Keuntungan dari metode granulasi basah dengan menggunakan cairan


nonreaktif adalah tidak semua bahan dalam formulasi perlu kontak dengan cairan
penggranul atau panas pada proses pengeringan. Pada beberapa formulasi,
dilakukan granulasi terpisah antara komponen asam dan basa untuk menghindari
berbagai reaksi. Salah satu kerugian dari cara ini yaitu masih diperlukannya
beberapa proses setelah granul dikeringkan. Kerugian lain yaitu uap dari cairan
penggranul seringkali berbahaya sehingga harus dihilangkan dan dikumpulkan
(Mohrle, 1980).
c. dengan cairan reaktif
Granulating agent yang paling efektif untuk campuran effervescent adalah
air. Dalam proses ini air digunakan sebagai pengikat. Air selalu ditambahkan
dalam bentuk semprotan halus pada bahan-bahan yang dipilih dalam formulasi
ketika dilakukan pencampuran pada ribbon blender. Bahan-bahan tersebut harus
lebih dapat melepaskan air yang diserap daripada menyerap dan mengikatnya.
Salah satu kerugian dalam proses ini adalah bahwa formula yang mengandung
bahan yang rentan terhadap air dan atau panas dapat terdegradasi dengan proses
ini (Mohrle, 1980).
2. Granulasi kering
Granulasi kering dapat dilakukan dengan peralatan khusus seperti roller
compactor atau chilsonator. Prosedur lain dalam granulasi basah yaitu dengan
slugging, dimana slug atau tablet besar dikempa menggunakan peralatan tablet
khusus kemudian dibuat granul dengan karakteristik yang diinginkan (Mohrle,
1980).

14

F. Bahan-bahan Pembuatan Granul Effervescent


Pemilihan bahan dalam pembuatan granul effervescent lebih rumit
dibandingkan dengan bahan dalam pembuatan granul konvensional. Hal ini terkait
dengan kandungan lembab. Sumber asam dan sumber karbonat dalam granul
effervescent dengan adanya air akan bereaksi membebaskan CO2, hal ini akan
menyebabkan granul hancur. Reaksi ini dapat berlangsung dengan adanya
sejumlah kecil air yang terikat atau diserap oleh bahan penyusun granul. Jika hal
ini terjadi setelah pembuatan granul, akan menyebabkan produk menjadi tidak
stabil. Oleh karena itu, bahan penyusun granul dipilih dalam bentuk anhidrat yang
sedikit atau tidak menyerap lembab atau bentuk hidrat (mengikat air dalam
molekulnya) yang stabil. Kelarutan bahan merupakan sifat lain yang penting
dalam pembuatan granul effervescent. Jika bahan tidak larut, maka reaksi
effervescent tidak akan terjadi dan granul tidak akan hancur secara cepat (Mohrle,
1980).
1. Sumber asam
Keasaman yang diperlukan untuk reaksi effervescent dapat diperoleh dari
tiga sumber utama, yaitu food acid, asam anhidrat, dan garam asam. Beberapa
garam asam tertentu seperti natrium dihidrogen fosfat, dinatrium dihidrogen
pirofosfat, garam asam sitrat, dan natrium asam sulfit digunakan dalam produk
effervescent (Mohrle, 1980).
Bentuk asam anhidrat dapat digunakan dalam produk effervescent. Ketika
dicampur dengan air, asam anhidrat akan terhidrolisis menjadi bentuk asam yang
bersesuaian, yang kemudian dapat bereaksi dengan sumber karbonat untuk

15

menghasilkan reaksi effervescent. Air tidak boleh digunakan dalam proses


produksi yang melibatkan bentuk anhidrat karena anhidrat akan terlebih dahulu
berubah menjadi bentuk asam yang bersesuaian sebelum produk digunakan
(Mohrle, 1980).
2. Sumber karbonat
Sumber karbonat digunakan sebagai bahan penghancur dan sumber
timbulnya gas karbondioksida pada produk effervescent. Sumber karbonat yang
biasa digunakan dalam produk effervescent adalah natrium bikarbonat (NaHCO3)
dan natrium karbonat (Na2CO3) (Mohrle, 1980).
3. Bahan pengisi
Pada peracikan obat dalam jumlah yang sangat kecil diperlukan bahan
pengisi, untuk memungkinkan suatu pengempaan. Bahan pengisi ini menjamin
granul memiliki ukuran atau massa yang dibutuhkan (Voigt, 1994). Pengisi juga
dapat ditambahkan untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa
langsung atau untuk memacu aliran (Banker dan Anderson, 1986).
4. Bahan pengikat
Pengikat yaitu bahan yang dapat membantu untuk mengikat bahan-bahan
lain menjadi satu. Beberapa bahan memerlukan pengikat untuk membantu
menghasilkan granul. Sifat bahan pengikat yang digunakan untuk granul
effervescent adalah memiliki kelarutan yang baik dalam air (water soluble),
contohnya adalah polyvinylpyrrolidone atau polyvinylpyrrolidone-poly (vinyl
acetate)-copolymer (Linberg, et. al, 1992).

16

G. Pemerian Bahan
1. Natrium sitrat anhidrat
Natrium sitrat berbentuk anhidrat, mengandung tidak kurang dari 99,0%
dan tidak lebih dari 100,5% C6H5Na2O7 dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian
berupa hablur, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih. Kelarutan dalam bentuk
hidrat mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, tidak larut
dalam etanol (Anonim, 1995).
2. Asam fumarat
Meskipun keasamannya kuat namun asam fumarat tidak umum digunakan
dalam sediaan effervescent karena kelarutannya yang rendah dalam air. Asam
fumarat tidak higroskopis dan paling ekonomis diantara food acid (Mohrle, 1980).
Asam fumarat merupakan sumber asam yang memiliki sifat kompresi yang paling
baik (Mohrle, 1980).
Asam fumarat berwarna putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau,
berupa serbuk kristal. Kelarutan dalam air yaitu 4,5 g/L dan dalam etanol (100%)
adalah 36 g/L pada suhu 20 oC (Linberg, et. al, 1992).
3. Natrium bikarbonat
Natrium bikarbonat merupakan sumber karbondioksida utama dalam
sistem effervescent. Natrium bikarbonat larut dalam air, tidak higroskopis, murah,
dan banyak tersedia. Natrium bikarbonat merupakan sumber karbonat yang
memiliki sifat kompresi yang paling baik (Mohrle, 1980).
Natrium bikarbonat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
100,5% NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian, berupa

17

serbuk hablur, putih. Stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembab secara
perlahan-lahan terurai. Kelarutan, larut dalam air, tidak larut dalam etanol
(Anonim, 1995).
4. Laktosa
Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu. Laktosa memiliki rumus
molekul C12H22O11. Pemerian berupa serbuk atau massa hablur, keras, putih atau
putih krem. Tidak berbau dan rasa sedikit manis. Stabil di udara namun mudah
menyerap bau. Kelarutan, mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air
mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam
eter (Anonim, 1995).
Laktosa merupakan bahan pengisi yang paling banyak dipakai karena tidak
bereaksi dengan hampir semua bahan obat, baik yang digunakan dalam bentuk
hidrat maupun anhidrat. Laktosa bentuk anhidrat dapat menyerap lembab bila
terkena udara sehingga meningkatkan kelembaban sediaan. Sediaan seperti itu
harus dikemas secara hati-hati untuk mencegah terkena udara lembab (Banker dan
Anderson, 1986).
5. Aspartam
Aspartam merupakan dipeptida metil ester yang terdiri dari dua asam
amino, yaitu fenilalanin dan asam aspartat. Senyawa ini mudah larut dalam air dan
sedikit larut dalam alkohol dan tidak larut lemak atau minyak yang berfungsi
sebagai pemanis (cit., Anggraeni, 2005). Aspartam merupakan pemanis non
kalori, yang memiliki tingkat kemanisan 200 kali sukrosa dan banyak digunakan.

18

Aspartam stabil ketika kering namun dapat terhidrolisis dengan adanya lembab
(Allen, 2002).
Penggunaan aspartam sebagai pemanis buatan masih diijinkan di
Indonesia berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.5.1.4547 tentang Persyaratan Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, namun wajib
mencantumkan peringatan fenilketonuria: mengandung fenilalanin, yang ditulis
dan terlihat jelas pada label jika makanan atau minuman atau sediaan
menggunakan pemanis buatan aspartam (Anonim, 2004). Batas penggunaan
aspartam sebagai bahan pemanis tambahan menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI No: 208/Men.Kes./PER/IV/1985 tentang Pemanis Buatan adalah 0-40 mg/kg
BB/hari (Anonim, 1985).
6. Polivinilpirolidon (PVP)
PVP adalah hasil polimerisasi 1-vinilpirolid-2-on. Dalam berbagai bentuk
polimer dengan rumus molekul (C6H9NO)n, bobot molekul berkisar antara 10.000
hingga 700.000. Pemerian, berupa serbuk putih atau putih kekuningan, berbau
lemah atau tidak berbau, dan higroskopis. Kelarutan, mudah larut dalam air,
dalam etanol P, dalam kloroform P, kelarutan tergantung dari bobot molekul ratarata, praktis tidak larut dalam eter P (Anonim, 1979).
PVP merupakan bahan pengikat pada granul effervescent yang efektif.
Bahan ini biasanya ditambahkan pada serbuk untuk digranulasi baik kering dan
kemudian dibasahi dengan cairan penggranul, atau dalam larutan dengan air,
alkohol, atau hidroalkoholik (Mohrle, 1980).

19

H. Sifat Fisik Granul


1. Sifat alir
Metode yang paling sederhana untuk menentukan sifat alir secara langsung
yaitu dengan mengukur kecepatan dimana serbuk keluar melalui hopper. Hopper
harus dipilih untuk menghasilkan model yang baik untuk pengukuran sifat alir
(Staniforth, 2002). Menurut Guyot, apabila waktu yang diperlukan oleh 100 gram
granul untuk mengalir lebih lama dari 10 detik (T > 10 detik) dapat dikatakan
bahwa dalam fabrikasi pada skala industri akan dijumpai kesulitan dalam hal
regularitas berat sediaan (cit., Fudholi, 1983).
2. Kandungan lembab
Kandungan lembab dapat mempengaruhi sifat fisika kimia sediaan padat.
Keseimbangan kandungan lembab dapat mempengaruhi aliran dan karakteristik
kompresi serbuk, kekerasan granul dan tablet, serta stabilitas obat (Wedke,
Serajudin, dan Jacobson, 1989). Persyaratan kandungan lembab untuk granul
effervescent antara 0,4%-0,7 % (Fausett, Gayser, dan Dash, 2000).
3. Waktu larut
Granul effervescent yang baik diharapkan terlarut dalam waktu sampai 1
atau 2 menit membentuk larutan yang jernih. Dengan kata lain residu yang tidak
larut harus seminimal mungkin (Mohrle, 1980).

I. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri


Kromatografi lapis tipis (KLT) densitometri merupakan metode penetapan
kadar suatu senyawa dengan mengukur kerapatan noda senyawa yang

20

bersangkutan, yang terlebih dahulu dipisahkan dengan cara kromatografi lapis


tipis. Penetapan kadar suatu senyawa menggunakan KLT densitometri ada dua
cara. Cara yang pertama yaitu penotolan dilakukan bersamaan antara senyawa
baku dan senyawa yang bersangkutan, kemudian dielusi. Kadar senyawa
bersangkutan ditentukan dengan membandingkan harga AUC (area under curve)
terhadap senyawa baku. Cara yang kedua yaitu dengan membuat kurva baku
hubungan antara jumlah zat baku dengan AUC (Wardani, 2003).
Alat TLC Scanner memiliki sumber sinar yang dapat digerakkan di atas
bercak-bercak pada lempeng KLT atau lempeng KLT dapat digerakkan menyusuri
berkas sinar yang berasal dari sumber sinar. Teknik pengukurannya dapat
didasarkan atas sinar yang diserap (absorbansi), sinar yang dipantulkan
(reflaktansi), atau sinar yang difluoresensikan (fluoresensi). Sinar yang datang
sebagian diserap dan sebagian lagi dipantulkan. Banyaknya sinar yang diserap
sebanding dengan jumlah zat pada bercak yang terkena sinar tersebut.
Penelusuran bercak dapat pula dilakukan secara horisontal maupun
vertikal (scanning horizontal atau scanning vertical). Penelusuran bercak secara
horisontal dapat dilakukan satu per satu atau apabila bercak yang diperoleh pada
pelat segaris, dapat dilakukan penelusuran semua bercak sekaligus.
Berdasarkan jalannya sinar, penelusuran dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu penelusuran lurus dan zig-zag (naik turun). Pada penelusuran lurus, sinar
yang mengenai bercak berjalan lurus dari kiri ke kanan. Pada penelusuran zig-zag,
sinar mengenai bercak berjalan zig-zag dari kiri ke kanan. Penelusuran bercak

21

akan mendapatkan hasil yang baik apabila dilakukan pada panjang gelombang
maksimum (Wardani, 2003).
Dalam penetapan kadar kurkumin yang terdapat sebagai kurkuminoid,
harus dipilih metode penetapan yang dapat memisahkan kurkumin dari turunan
desmetoksinya. Metode penetapan kadar kurkumin dalam kurkuminoid secara
KLT densitometri memiliki selektivitas, sensitivitas, dan ketelitian yang cukup
tinggi, pengerjaannya mudah dan cepat, serta biaya yang dibutuhkan relatif murah
(Martono, 1996).

J. Desain Faktorial
Desain faktorial adalah desain yang dipilih untuk menentukan pengaruh
secara simultan dari beberapa faktor dan interaksinya. Desain faktorial merupakan
aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara
variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas (Bolton, 1990).
Dalam desain faktorial terdapat beberapa istilah seperti faktor, level, efek,
dan interaksi. Faktor adalah variabel yang menentukan variabel lain. Level adalah
nilai atau tetapan untuk faktor. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan
variasi level dari faktor. Efek faktor atau interaksi adalah rata-rata respon pada
level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat
atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang ingin diukur harus dapat
dikuantitatifkan (Bolton, 1990).

22

Tabel I. Notasi Formula Desain Faktorial


Formula

Faktor A

Faktor B

Interaksi

1
a
b
ab

+
+

+
+

+
+

Pada desain faktorial dua level dan dua faktor (A dan B) diperlukan 4
percobaan (2n = 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan faktor).
Keempat percobaan tersebut yaitu, (1) A dan B masing-masing pada level rendah,
(a) A pada level tinggi dan B pada level rendah, (b) A pada level rendah dan B
pada level tinggi, (ab) A dan B masing-masing pada level tinggi.
Persamaan umum dari desain faktorial adalah sebagai berikut:
Y = b0 + b1 XA + b2 XB + b12 XA XB
Y

= respon hasil atau sifat yang diamati

XA, XB

= level bagian A dan B

b0, b1, b2, b12

= koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan

Besarnya efek dapat dihitung dengan mengurangkan rata-rata respon pada


level tinggi dengan rata-rata respon pada level rendah (Bolton, 1990). Konsep
perhitungan efek adalah sebagai berikut:
Efek faktor A

Efek faktor B

Efek faktor interaksi =

{ab + a} {b + (1)}
2

{ab + b} {a + (1)}
2

{(1) + ab} {a + b}
2

23

Interaksi dapat diketahui dari grafik hubungan respon dan level faktor. Jika
kurva menunjukan garis sejajar, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada interaksi
antar eksipien dalam menentukan respon. Jika kurva menunjukkan garis yang
tidak sejajar, maka dapat dikatakan bahwa ada interaksi antar eksipien dalam
menentukan respon (Bolton, 1990).
Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan yaitu mempunyai efisiensi
yang maksimal dalam memperkirakan efek yang dominan dalam menentukan
respon. Keuntungan utamanya yaitu dapat mengidentifikasi efek masing-masing
faktor, maupun efek interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis dalam arti dapat
mengurangi jumlah penelitian jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor
secara terpisah (Muth, 1999).

K. Landasan Teori

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) mempunyai khasiat laktagoga,


kolagoga, antiinflamasi, tonikum, dan diuretik. Rimpang temulawak mengandung
zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), selulosa, dan
mineral. Rimpang temulawak mengandung 1,6-2,2% kurkumin. Salah satu khasiat
kurkumin dalam rimpang temulawak yaitu berperan dalam penciutan kandung
empedu manusia.
Ekstrak rimpang temulawak diperoleh dengan cara ekstraksi serbuk
rimpang temulawak. Salah satu metode ekstraksi yang paling sederhana adalah
maserasi. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau
pelarut lain. Zat-zat yang larut dalam cairan penyari akan tersari sebagai ekstrak.

24

Granul effervescent merupakan granul yang mengandung asam dan


karbonat atau bikarbonat yang bereaksi dengan cepat pada penambahan air
dengan melepaskan gas CO2. Keuntungan granul effervescent sebagai bentuk
sediaan obat adalah kemungkinan penyiapan larutan dalam waktu seketika, yang
mengandung dosis obat yang tepat. Kerugian dalam granul effervescent ialah
kesukaran untuk menghasilkan produk yang stabil secara kimia. Sistem
effervescent tidak stabil dengan adanya lembab.

Salah satu metode yang digunakan dalam pembuatan granul effervescent


adalah metode granulasi basah dengan menggunakan cairan non reaktif.
Keuntungan dari metode ini adalah tidak semua bahan dalam formulasi perlu
kontak dengan cairan penggranul atau panas pada proses pengeringan. Namun
kerugiannya yaitu masih diperlukannya beberapa proses setelah granul
dikeringkan. Selain itu uap dari cairan penggranul, biasanya etanol atau
isopropanol, seringkali berbahaya sehingga harus dihilangkan dan dikumpulkan.
Sumber asam dan sumber karbonat dalam granul effervescent dengan
adanya air akan bereaksi membebaskan CO2, hal ini akan menyebabkan granul
hancur. Garam-garam effervescent biasanya diolah dari suatu kombinasi 2 jenis
asam. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan ketika hanya
digunakan satu jenis asam saja. Dalam hal ini dipilih kombinasi natrium sitrat dan
asam fumarat. Natrium sitrat mudah larut dalam air namun di sisi lain sangat
higroskopis. Asam fumarat memiliki sifat tidak higroskopis. Sehingga kombinasi
sumber asam yang dipilih diharapkan dapat memperbaiki sifat dari campuran

25

asam secara keseluruhan. Sumber basa karbonat yang paling umum digunakan
dalam sediaan effervescent yaitu natrium bikarbonat.
Metode desain faktorial digunakan dalam optimasi formula granul
effervescent dengan campuran natrium sitratasam fumarat dan natrium

bikarbonat. Dengan campuran natrium sitratasam fumarat dan natrium


bikarbonat pada konsentrasi tertentu, diharapkan dapat dihasilkan granul
effervescent yang memenuhi persyaratan uji sifat fisik seperti kecepatan alir,

kandungan lembab, dan waktu larut granul effervescent. Hasil uji diolah
berdasarkan rumus desain faktorial, Y = b0 + b1 XA + b2 XB + b12 XA XB. Area
komposisi formula granul effervescent yang optimum dapat ditentukan lewat
contour plot super imposed. Selain itu dapat diketahui pula efek yang dominan

antara natrium sitratasam fumarat, natrium bikarbonat, atau interaksi keduanya


dalam menentukan sifat fisik granul effervescent.

L. Hipotesis

Diduga terdapat efek yang dominan antara natrium sitratasam fumarat,


natrium bikarbonat, atau interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik granul
effervescent ekstrak rimpang temulawak. Selain itu diduga ditemukan area

komposisi formula campuran natrium sitratasam fumarat dan natrium bikarbonat


yang optimum dalam menghasilkan granul effervescent ekstrak rimpang
temulawak dengan sifat-sifat fisik yang dikehendaki.

26

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian yang akan dilakukan termasuk dalam jenis penelitian
eksperimental murni menggunakan desain faktorial dengan dua faktor dan dua
level.

B. Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. variabel bebas:
a. natrium sitrat-asam fumarat
Level tinggi: 960 mg (natrium sitrat 640 mg dan asam fumarat 320 mg)
Level rendah: 600 mg (natrium sitrat 400 mg dan asam fumarat 200 mg)
b. natrium bikarbonat, level rendah 357 mg dan level tinggi 571 mg.
2. variabel tergantung
Sifat fisik granul, meliputi kecepatan alir, waktu larut, dan kandungan lembab.
3. variabel pengacau terkendali
Umur tanaman temulawak, sifat fisik ekstrak, RH lingkungan, dan suhu
ruangan.
4. variabel pengacau tak terkendali
Kandungan

lembab

awal

bahan-bahan

effervescent.

26

tambahan

pembuatan

granul

27

C. Definisi Operasional
1. Granul effervescent merupakan granul atau serbuk kasar sampai kasar sekali
yang mengandung ekstrak rimpang temulawak sebagai bahan obat dengan
natrium sitrat dan asam fumarat sebagai sumber asam dan natrium bikarbonat
sebagai sumber basa yang bereaksi cepat pada penambahan air dengan
menghasilkan gas CO2.
2. Ekstrak rimpang temulawak adalah ekstrak yang diperoleh dari serbuk
rimpang temulawak yang diekstraksi dengan cara maserasi dengan pelarut
etanol 96%.
3. Eksipien adalah bahan tambahan dalam pembuatan granul effervescent ekstrak
rimpang temulawak yang berupa sumber asam (natrium sitratasam fumarat),
sumber karbonat (natrium bikarbonat), dan bahan-bahan tambahan lain yang
digunakan dalam pembuatan granul tersebut.
4. Sifat fisik granul effervescent adalah parameter yang menentukan bahwa
granul yang dihasilkan memenuhi persyaratan, meliputi kecepatan alir > 10
gram/detik, kandungan lembab 0,4%-0,7%, dan waktu larut 120 detik.
5. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor. Penelitian ini menggunakan 2
level yaitu level tinggi dan level rendah, level tinggi campuran asam adalah
960 mg (natrium sitrat 640 mg dan asam fumarat 320 mg) dan level rendah
campuran asam adalah 600 mg (natrium sitrat 400 mg dan asam fumarat 200
mg) sedangkan untuk natrium bikarbonat sebesar 357 mg dan 571 mg.

28

6. Faktor adalah besaran yang memberikan pengaruh terhadap respon. Penelitian


ini menggunakan dua faktor yaitu natrium sitratasam fumarat sebagai faktor
pertama dan natrium bikarbonat sebagai faktor kedua.
7. Respon adalah sifat atau hasil percobaan yang diamati. Dalam penelitian ini
terdapat 3 respon yaitu kecepatan alir, kandungan lembab dan waktu larut.
8. Interaksi berarti bahwa efek faktor 1 yang diukur saat pada level rendah faktor
2 berbeda dengan efek faktor 1 ketika diukur pada level tinggi faktor 2,
demikian juga sebaliknya.
9. Kecepatan alir adalah kecepatan granul dengan bobot 100 gram untuk
mengalir melewati corong Hopper. Kandungan lembab adalah jumlah lembab
yang terdapat dalam granul effervescent. Waktu larut adalah waktu yang
dibutuhkan granul untuk larut dalam 200 ml air dengan pengadukan sebanyak
10 kali.
10. Komposisi optimum adalah komposisi natrium sitratasam fumarat dan
natrium bikarbonat yang menghasilkan granul effervescent dengan kecepatan
alir > 10 gram/detik, kandungan lembab 0,4%-0,7%, dan waktu larut 120
detik.
11. Contour plot adalah grafik yang memuat nilai respon sifat fisik granul
effervescent berdasarkan persamaan desain faktorial.
12. Contour plot super imposed adalah grafik yang merupakan gabungan masingmasing contour plot sifat fisik granul effervescent yang digunakan untuk
menentukan area komposisi optimum campuran asam (natrium sitrat-asam
fumarat) dan natrium bikarbonat.

29

D. Bahan Penelitian
1. Bahan pembuatan ekstrak
Rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dari Samigaluh,
Kulon Progo dengan umur tanaman 2 tahun, etanol 96% (kualitas teknis),
aquadest, dan heksan (kualitas teknis).
2. Bahan pembuatan granul effervescent
Ekstrak rimpang temulawak, laktosa (kualitas farmasi), asam fumarat
(kualitas farmasi), natrium sitrat anhidrat (kualitas farmasi), natrium bikarbonat
(kualitas farmasi), aspartam (kualitas farmasi), PVP (kualitas farmasi), dan etanol
70%.
3. Bahan untuk KLT Densitometri
Kloroform (pro analisis), etanol (pro analisis), aquadest, kurkumin baku
hasil sintesis Curcumin Research Center Fakultas Farmasi Universitas Gajah
Mada, TLC Aluminium sheets precoated silica gel 60 F254 (20 x 20 cm) tebal 0,2
mm (E. Merck).

E. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas
(Pyrex), bejana stainless, neraca elektrik (Mettler Toledo GB 3002), alat pengukur
waktu alir (Laboratoriun FTS Padat USD), alat penguji kekentalan (Viscotester
VT-04 RION), stopwatch digital (Illuminator, Casio), pengayak granul
(Laboratory Sieve, IML), oven (Laboratorium Teknologi Sediaan Padat USD),
evaporator (Buchi Rotavapor No.105108, Switzerland), lemari pendingin

30

(Refrigerator, Toshiba), Dual Wavelength Chromatoscanner Shimadzu CS-930


digabungkan dengan data recorder Shimadzu DR-2, Direct Reading Microbalance
Shimadzu Type LM-20 (Readability 0,001 mg).

F. Skema Kerja Penelitian


Pengumpulan bahan

Pembuatan sebuk rimpang temulawak

Pembuatan ekstrak rimpang temulawak

Uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak

Pembuatan granul

Pembuatan granul asam

Pembuatan granul basa

Pencampuran granul asam dan basa

Uji sifat fisik granul effervescent

Analisis data

Kesimpulan

Gambar 2. Skema kerja penelitian

31

G. Tata Cara Penelitian


1. Determinasi tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Determinasi tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dilakukan
di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta menggunakan buku acuan Atlas Tumbuhan Obat Indonesia
Jilid 2 (Dalimartha, 2000) untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan
dalam penelitian ini adalah benar Curcuma xanthorrhiza Roxb.
2. Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang temulawak
Rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) diperoleh dari
Samigaluh, Kulon Progo. Rimpang dicuci dengan air mengalir untuk
menghilangkan kotoran kemudian dilakukan sortasi basah untuk memisahkan
rimpang temulawak dari kemungkinan adanya campuran rimpang lain atau dari
bagian tanaman lain. Rimpang dikupas kulitnya lalu diiris tipis-tipis ( 3mm).
Pengeringan rimpang temulawak dilakukan di bawah sinar matahari dengan
ditutup kain hitam sampai kering ditandai dengan mudah dipatahkan atau hancur
bila diremas. Setelah simplisia kering, dilakukan sortasi kering untuk memisahkan
kemungkinan pengotor yang masih tertinggal dan simplisia yang rusak. Untuk
menyempurnakan pengeringan maka dilakukan pengeringan dengan oven sebelum
simplisia diserbuk, menggunakan suhu 50oC sampai simplisia kering ditandai
dengan mudah dipatahkan atau hancur bila diremas.
3. Pembuatan serbuk rimpang temulawak
Simplisia yang sudah kering diserbuk dengan mesin penyerbuk kemudian
diayak dengan derajat kehalusan (8/24) (Anonim, 1986).

32

4. Pembuatan ekstrak rimpang temulawak


Ekstrak diperoleh dengan proses maserasi serbuk rimpang temulawak
dengan cairan penyari berupa etanol 96%. Maserasi dilakukan dengan membasahi
serbuk temulawak dengan cairan penyari dengan perbandingan serbuk dan cairan
penyari yaitu 1:5 (Ansel, 1989) selama 4 hari (Voigt, 1994). Serbuk rimpang
temulawak sejumlah 12 kg dibasahi dengan 60 l etanol 96%. Setelah 4 hari, sari
diserkai dengan kain dan diambil cairan ekstraknya. Cuci sisa serbuk rimpang
temulawak yang telah diperas dengan pelarut dan serkai kembali dengan kain
sehingga volume total maserat yang diperoleh mencapai volume awal yaitu 60 l.
Untuk memisahkan amilum, ekstrak yang diperoleh dibiarkan selama 2 hari di
tempat yang sejuk dan terlindung dari cahaya, kemudian endapan yang terbentuk
(amilum) dipisahkan (Anonim, 1979). Ekstrak yang diperoleh dimurnikan dengan
heksan dengan perbandingan volume 1:1 untuk menghilangkan resin dengan cara
ekstraksi pelarut. Fase etanol diambil dan dilakukan penguapan menggunakan
waterbath dengan suhu 5060oC sampai tersisa 1/9 bagian dari bobot awal serbuk
yang diekstraksi.
5. Uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak
a. Pemeriksaan organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi: warna, bau, rasa, dan konsistensi
ekstrak.
b. Uji daya lekat
Uji daya lekat dilakukan menggunakan dua buah gelas objek seluas 2,5 x
2,5 cm, kemudian dicari titik tengahnya. Kurang lebih 50 mg ekstrak diletakkan

33

pada titik tengah tersebut, kemudian ditutup dengan gelas objek yang lain dan
ditekan dengan beban seberat 1 kg selama 5 menit. Kedua gelas objek yang saling
berlekatan dipasang pada alat uji dengan beban seberat 80 gram. Dicatat waktu
yang diperlukan sampai kedua gelas objek terpisah (Voigt, 1994).
c. Uji kandungan lembab
Uji kandungan lembab dilakukan menggunakan metode gravimetri.
Kurang lebih 10 g ekstrak yang telah ditimbang seksama, dipanaskan pada suhu
105 oC selama 5 jam kemudian ditimbang. Pemanasan dilanjutkan dan timbang
setiap 1 jam sampai perbedaan antara dua penimbangan berturut-turut tidak lebih
dari 0,25% (Anonim, 1995).
d. Uji viskositas
Uji ini dilakukan menggunakan viscotester electric. Ekstrak dimasukkan
ke dalam bejana stainless steel dan dipilih rotor yang sesuai dengan konsistensi
ekstrak. Rotor dipasang pada alat uji dan diatur sehingga rotor tercelup dalam
ekstrak dan alat uji kemudian dihidupkan. Dicatat skala yang ditunjukkan oleh
jarum sesuai nomor rotor yang dipakai.
e. Uji kualitatif menggunakan KLT densitometri
Timbang seksama lebih kurang 25 mg ekstrak rimpang temulawak
kemudian larutkan dalam 10,0 ml etanol p.a. Lakukan pemisahan secara
kromatografi lapis tipis diikuti deteksi bercak menggunakan sinar UV 254 nm dan
365 nm. Hitung nilai Rf kurkumin sampel kemudian bandingkan dengan nilai Rf
kurkumin baku (Martono, 1996).
Rf =

Jarak rambatan bercak (cm)


Jarak pengembangan (cm)

34

f. Uji kuantitatif menggunakan KLT densitometri


1). Penyiapan larutan baku kurkumin, perolehan kembali (recovery) dan
koefisien variasi (CV)
Timbang kurkumin sintesis seksama lebih kurang 25 mg, larutkan dalam
etanol p.a. ad 25,0 ml (larutan induk = 1,0 g/l). Buat pengenceran larutan induk
dengan etanol hingga diperoleh seri larutan baku yang mengandung kurkumin
0,12; 0,14; 0,18; 0,23; dan 0,35 g/l (masing-masing 4 kali) dengan cara
mengambil 1,2; 1,4; 1,8; 2,3; dan 3,5 ml larutan induk kemudian diencerkan
dengan etanol p.a. ad 10,0 ml. Semua larutan baku harus terlindung dari cahaya.
Larutan ditotolkan sebanyak 1l pada lempeng silica-gel 60 F254 kemudian segera
dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan campuran
kloroform:etanol:aquadest (25:0,96:0,04). Pengembangan dilakukan setinggi 6,5
cm. Segera keluarkan lempeng silica-gel, dikeringkan dan secepatnya discanning
dengan densitometer pada 420 nm. Hitung persamaan garis regresi linier untuk
digunakan sebagai kurva baku. Kemudian dihitung kadar kurkumin (yang
diperoleh kembali) dengan menggunakan persamaan garis regresi kurva baku
hasil perhitungan. Selanjutnya dihitung nilai perolehan kembali dan koefisien
variasinya.
2). Penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak
Hasil pemisahan sampel ekstrak rimpang temulawak yang telah dipisahkan
secara kromatografi lapis tipis di-scanning densitometri seperti pada larutan baku.
Kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak dihitung berdasarkan
kromatogram yang memiliki Rf sama dengan Rf kurkumin baku menggunakan

35

persamaan regresi linier dari kurkumin baku. Selanjutnya dihitung kadar rata-rata
dan standar deviasinya (SD) (Martono, 1996).
6. Penentuan dosis ekstrak rimpang temulawak
Dosis kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak sebagai perangsang
penciutan volume kandung empedu dalam penelitian Efek Kurkumin Pada
Kandung Empedu Manusia adalah 20 mg untuk sekali minum (Lelo, 1998).
Dosis kurkumin dihitung berdasarkan kadar kurkumin dalam ekstrak yang
ditetapkan secara KLT densitometri. Dosis ekstrak rimpang temulawak dihitung
sebagai dosis kurkumin dalam ekstrak.
Kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak = 6.11 %.
Maka berat ekstrak rimpang temulawak yang digunakan adalah:

20 mg
x100mg = 327,33 mg
6,11 mg
6. Penentuan level rendah dan level tinggi natrium sitratasam fumarat dan
natrium bikarbonat

Berdasarkan desain faktorial dengan dua faktor (natrium sitratasam


fumarat dan natrium bikarbonat) dan dua level. Dari penelitian sebelumnya
diperoleh level rendah untuk natrium sitrat sebesar 200 mg, asam fumarat 200 mg,
sedangkan level tinggi untuk natrium sitrat sebesar 1000 mg, asam fumarat 1000
mg (Natalia, 2006). Dari contour plot super imposed respon kecepatan alir dan
waktu larut granul pada penelitian tersebut dapat ditemukan area optimum.
Selanjutnya, dari area tersebut dapat diambil satu titik yang kemudian digunakan
untuk menentukan level tinggi dan level rendah penelitian ini. Titik yang diambil
untuk menentukan level campuran natrium sitrat dan asam fumarat yaitu titik

36

x1 : x2 = 915 : 457,5 (x1 adalah faktor natrium sitrat dan x2 adalah faktor asam
fumarat).
Menurut Wehling dan Fred, 2004, komposisi asam yang paling baik dalam
sediaan effervescent adalah 25-40% dari bobot total. Bobot granul total yang
ditentukan yaitu 2400 mg. Jadi jumlah campuran asam yang digunakan yaitu 600960 mg. Dengan demikian dapat ditentukan campuran natrium sitrat dan asam
fumarat yang digunakan pada level rendah adalah 600 mg, sedangkan untuk level
tinggi sebesar 960 mg.
Dengan perbandingan antara natrium sitrat dan asam fumarat yang
diperoleh dari titik yang diambil dari contour plot super imposed respon
kecepatan alir dan waktu larut granul pada penelitian Natalia (2006), dapat
ditentukan masing-masing jumlah natrium sitrat dan asam fumarat untuk tiap level
campuran asam. Sedangkan jumlah natrium bikarbonat yang digunakan untuk
level tinggi dan rendah dapat dihitung secara stoikiometri terhadap jumlah
campuran natrium sitrat dan asam fumarat pada masing-masing level. Jumlah
natrium sitrat, asam fumarat, dan natrium bikarbonat hasil perhitungan untuk tiap
formula adalah sebagai berikut:
Tabel II. Jumlah natrium sitrat, asam fumarat, dan natrium bikarbonat
untuk masing-masing formula granul effervescent
Formula

Natrium sitrat
(mg)

Asam fumarat
(mg)

Natrium bikarbonat
(mg)

1
a
b
ab

400
640
400
640

200
320
200
320

357
357
571
571

37

7. Formulasi dan pembuatan granul effervescent

Pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak dibuat dalam 4


formula dengan variasi sumber asam dan basa.
Tabel III. Formula granul effervescent ekstrak rimpang temulawak
Bahan (mg)

Formula 1

Formula a

Formula b

Formula ab

327

327

327

327

400
200
357
50
1061
21

640
320
357
50
1061
21

400
200
571
50
1061
21

640
320
571
50
1061
21

Ekstrak rimpang
temulawak
Natrium sitrat
Asam fumarat
Natrium bikarbonat
Aspartam
Laktosa
PVP

8. Pencampuran bahan

Bahan-bahan dicampur sesuai dengan formula masing-masing dan dibuat


dalam bentuk granul. Pencampuran bahan dan seluruh proses granulasi dilakukan
pada ruangan tertutup dengan suhu 25oC dan kelembaban relatif 50-53%.
9. Pembuatan granul effervescent

Granul yang dibuat ada 2 macam yaitu granul asam dan granul basa.
Granul asam dibuat dengan campuran ekstrak rimpang temulawak, sumber asam
(natrium sitratasam fumarat), laktosa, dan PVP (dalam etanol 70% dengan
konsentrasi 3%) sebagai cairan pengikat. Granul basa dibuat dengan campuran
sumber basa (natrium bikarbonat), laktosa, aspartam, dan larutan PVP sebagai
pengikat. Massa granul basah diayak dengan ayakan ukuran mesh no. 12, lalu
granul dikeringkan. Granul asam dan granul basa dikeringkan dengan oven
dengan suhu 45oC selama 3 hari sampai bobot konstan. Setelah kering, granul

38

diayak dengan ayakan 30/40 kemudian dilakukan pencampuran antara granul


asam dan granul basa. Granul yang diperoleh kemudian diuji sifat fisiknya.
10. Pemeriksaan sifat fisik granul effervescent

a. Kecepatan alir
Granul ditimbang seberat 100 gram kemudian dituang secara perlahanlahan ke dalam corong pengukur lewat tepi corong. Buka tutup corong, biarkan
granul mengalir keluar. Dicatat waktu yang dibutuhkan granul sampai semua
granul mengalir keluar dengan menggunakan stopwatch (Voigt, 1994).
b. Waktu larut
Penentuan waktu larut granul effervescent dilakukan dengan cara
melarutkan sejumlah granul sesuai dengan bobot formula masing-masing ke
dalam 200 ml air (Wehling, 2004), kemudian dicatat waktu mulai dimasukkan
kedalam air sampai semua granul habis terlarut. Syarat waktu larut granul adalah
120 detik (Mohrle, 1980).
c. Uji kandungan lembab
Penentuan kandungan lembab granul dilakukan menggunakan oven. Oven
dipanaskan pada suhu 105oC selama 5 menit. Ditimbang granul sejumlah 5 gram
untuk masing-masing formula kemudian dimasukkan ke dalam oven. Atur waktu
pengeringan hingga selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,25% (Ansel,
1989). Persen kandungan lembab yang ditunjukkan merupakan hasil bagi antara
selisih bobot granul dengan bobot granul akhir dikalikan 100% (Voigt, 1994).

Kandungan lembab granul =

bobot awal - bobot akhir


x 100 %
bobot akhir

39

11. Penentuan rumus dan contour plot sifat fisik granul effervescent

Penentuan rumus sifat fisik granul effervescent dilakukan dengan metode


desain faktorial dengan menggunakan rumus:
Y = b0 + b1 XA + b2 XB + b12 XA XB
Y

= respon hasil atau sifat yang diamati

XA, XB

= level bagian A dan B

b0, b1, b2, b12

= koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan

Dari persamaan yang diperoleh, maka dapat dibuat contour plot sifat fisik granul
effervescent serta contour plot super imposed untuk menentukan area optimum.

H. Analisis Hasil

Berdasarkan rumus Y = bo + b1XA + b2XB + b12XAXB dapat dibuat contour


plot sifat fisik granul effervescent. Dari contour plot tersebut kemudian

digabungkan menjadi contour plot super imposed untuk mengetahui komposisi


optimum kombinasi antara natrium sitratasam fumarat dan natrium bikarbonat.

40

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Determinasi Simplisia Temulawak


Determinasi simplisia temulawak bertujuan untuk memastikan kebenaran
rimpang yang digunakan dalam penelitian. Kesalahan penggunaan tanaman dapat
menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Determinasi tanaman dilakukan di
Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma. Determinasi dilakukan dengan pembuatan herbarium basah tanaman
temulawak yang kemudian akan dicocokkan dengan buku acuan Atlas
Tumbuhan Obat Indonesia (Dalimartha, 2000). Hasil determinasi menunjukkan
bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah benar-benar tanaman
temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.).

B. Penyiapan dan Pembuatan Serbuk Simplisia rimpang Temulawak


Rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) diperoleh dari
Samigaluh, Kulon Progo. Pencucian rimpang temulawak dengan air mengalir
dimaksudkan untuk menghilangkan tanah atau kotoran lain yang menempel pada
rimpang. Sortasi basah dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan rimpang
temulawak dari kemungkinan adanya campuran rimpang lain atau dari bagian
tanaman lain yang tidak diinginkan.
Rimpang yang telah dikupas kulitnya kemudian diiris tipis-tipis ( 3mm).
Pengirisan

ini

dimaksudkan

untuk

40

mempermudah

dalam

pengeringan,

41

pengepakan, dan penyerbukan. Pengirisan rimpang perlu dilakukan dengan


ketebalan tertentu ( 3mm) karena pengirisan dengan ketebalan terlalu besar akan
memperlama waktu pengeringan. Sebaliknya, semakin tipis irisan rimpang
menyebabkan waktu pengeringan semakin cepat. Namun, irisan yang terlalu tipis
dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah
menguap sehingga dapat mempengaruhi komposisi bau dan rasa. Oleh karena itu,
pengirisan yang terlalu tipis sebaiknya dihindari.
Pengeringan rimpang temulawak dilakukan di bawah sinar matahari
dengan ditutup kain hitam. Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia
yang tidah mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Pengeringan akan menyebabkan kadar air dalam simplisia berkurang dan reaksi
enzimatik terhenti sehingga penurunan mutu dan perusakan simplisia dapat
dicegah. Penutupan dengan kain hitam dilakukan untuk mencegah kontak
langsung rimpang dengan sinar matahari karena hal ini dapat menyebabkan zatzat yang mudah rusak akibat sinar matahari dapat berkurang.
Sortasi kering dilakukan setelah simplisia kering yang ditandai dengan
mudah dipatahkan atau hancur bila diremas. Hal ini dilakukan untuk memisahkan
kemungkinan pengotor yang masih tertinggal dan simplisia yang rusak. Untuk
menyempurnakan pengeringan maka dilakukan pengeringan dengan oven sebelum
simplisia diserbuk, menggunakan suhu 50oC sampai simplisia kering ditandai
dengan mudah dipatahkan atau hancur bila diremas. Simplisia yang sudah kering
diserbuk dengan tujuan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga luas
permukaan kontak antara simplisia dan cairan penyari menjadi lebih besar.

42

Semakin luas permukaan kontak antara simplisia dan cairan penyari maka
penyarian akan semakin baik. Penyerbukan simplisia yang terlalu halus
sebaliknya, harus dihindari karena ukuran partikel sebuk yang terlalu kecil
menyebabkan ruang antar sel berkurang sehingga cairan penyari akan sulit untuk
menembus ruang antar sel tersebut.

C. Hasil Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak


Ekstraksi bertujuan untuk mengambil zat-zat yang larut dalam cairan
penyari. Metode yang digunakan dalam ekstraksi adalah maserasi menggunakan
cairan penyari berupa etanol 96%. Hal ini dilakukan karena zat aktif berupa
kurkumin larut dalam etanol. Selain itu, keuntungan penyarian menggunakan
etanol yaitu dapat mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri sehingga ekstrak yang
dihasilkan stabil dan awet (Anonim, 1986).
Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling sederhana. Keuntungan
metode ekstraksi maserasi ini adalah praktis, tidak membutuhkan cairan penyari
yang banyak, dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Metode maserasi
memungkinkan proses ekstraksi berjalan sekaligus dalam jumlah yang besar.
Selain itu, dengan metode ini dapat dilakukan standarisasi ekstrak yang
dihasilkan. Proses ekstraksi yang terstandar akan menghasilkan ekstrak yang
reprodusibel, artinya jika proses ekstraksi dilakukan dengan cara yang dimaksud
maka akan dihasilkan ekstrak yang kurang lebih sama karakteristiknya. Dalam hal
ini, jika ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi maka ekstrak yang diperoleh

43

akan mengandung jumlah kurkumin yang kurang lebih sama. Hal ini terkait
dengan kelarutan jenuh kurkumin dalam cairan penyari.
Dalam proses ekstraksi, cairan penyari akan menembus dinding sel dan
kemudian melarutkan zat aktif yaitu kurkumin. Perbedaan konsentrasi kurkumin
di dalam sel dengan cairan penyari di luar sel, menyebabkan zat aktif dapat tersari
keluar dari dalam sel (Anonim, 1986). Setelah cairan penyari terjenuhkan dengan
kurkumin maka proses penyarian akan berhenti. Kejenuhan sistem penyari inilah
yang digunakan untuk menghasilkan ekstrak yang terstandar.
Dalam pembuatan ekstrak rimpang temulawak ini, perendaman dilakukan
selama 4 hari (Voigt, 1994) dengan perbandingan antara serbuk simplisia dan
cairan penyari sebesar 1 : 5 (Ansel, 1989). Maserat yang diperoleh perlu
didiamkan selama 2 hari untuk memisahkan amilum yang ikut tersari saat proses
maserasi (Anonim, 1979). Pemurnian menggunakan metode ekstraksi pelarut
dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa non polar yang ikut tersari saat
proses maserasi, sebagai contoh yaitu resin. Pemurnian ini dilakukan diawal
sebelum ekstrak dipekatkan karena pada tahap ini ekstrak masih memiliki
konsistensi cair sehingga mudah untuk dilakukan ekstraksi pelarut. Pelarut untuk
pemurnian yang dipilih adalah heksan karena merupakan pelarut non polar yang
dapat melarutkan senyawa-senyawa non polar yang terdapat dalam ekstrak.
Heksan tidak bercampur dengan etanol sehingga kedua fase ini dapat dipisahkan
menggunakan corong pisah. Fase heksan yang mengandung senyawa-senyawa
non polar kemudian dibuang dan selanjutnya dilakukan penguapan ekstrak untuk

44

fase etanol. Penguapan dilakukan menggunakan penangas air dengan suhu 50


60oC sampai tersisa 1/9 bagian dari bobot awal serbuk yang diekstraksi.

D. Hasil Standarisasi Ekstrak Rimpang Temulawak


Uji standarisasi dilakukan terhadap ekstrak rimpang temulawak yang
diperoleh dari maserasi serbuk rimpang temulawak dengan pelarut etanol 96%.
Uji yang dilakukan meliputi pemeriksaan organoleptis, uji daya lekat, uji
viskositas, uji kandungan lembab, dan uji kualitatif (nilai Rf kurkumin) dan
kuantitatif (penetapan kadar kurkumin) menggunakan KLT densitometri. Hasil uji
akan digunakan untuk standarisasi untuk mendapatkan kriteria-kriteria fisik yang
sesuai dengan ekstrak rimpang temulawak yang diperoleh. Kriteria-kriteria ini
nantinya akan digunakan untuk acuan sifat ekstrak rimpang temulawak pada
produksi selanjutnya. Sifat-sifat fisik ekstrak yang berbeda akan menghasilkan
sifat fisik granul effervescent yang berbeda pula. Dengan standarisasi ekstrak
diharapkan jika menggunakan ekstrak rimpang temulawak dengan standar sifatsifat fisik yang sama maka akan menghasilkan granul effervescent dengan sifatsifat fisik yang kurang lebih juga sama. Berikut merupakan hasil uji standarisasi
ekstrak rimpang temulawak:
Tabel IV. Hasil uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak
Uji
Daya lekat (detik)
Viskositas (dPaS)
Kandungan lembab (%)
Nilai Rf kurkumin
Penetapan kadar kurkumin (%)

X
0,34 0,01
1,68 0,06
32,88 7,56
0,54 0,01
6,11 0,39

45

1. Pemeriksaan organoleptis

Pemeriksaan organoleptis dilakukan sebagai pemeriksaan awal yang


sederhana untuk mengetahui kualitas ekstrak secara organoleptis. Pemeriksaan
organoleptis ini meliputi bentuk, warna, bau, dan rasa yang diuji menggunakan
pancaindera. Hasil pemeriksaan organoleptis dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel V. Hasil pemeriksaan organoleptis ekstrak rimpang temulawak
Pemeriksaan organoleptis

Deskripsi

Bentuk
Warna
Bau
Rasa

Konsistensi agak kental


Coklat kehitaman
Khas aromatis
Pahit

2. Uji daya lekat

Daya lekat suatu ekstrak menggambarkan kemampuan ekstrak tersebut


untuk melekat. Daya lekat ekstrak rimpang temulawak diukur dari waktu
lekatnya. Semakin lama waktu lekat maka akan semakin besar kemampuan
ekstrak tersebut untuk melekat. Sebaliknya, semakin cepat waktu lekatnya maka
semakin kecil kemampuannya untuk melekat.
Uji daya lekat diperlukan karena ekstrak rimpang temulawak yang akan
digunakan dalam pembuatan granul effervescent akan berpengaruh pada daya ikat
massa granul saat dilakukan granulasi basah. Uji daya lekat dilakukan
menggunakan alat uji buatan Laboratorium Teknologi Sediaan Padat USD.
Besarnya waktu lekat menunjukkan lamanya ekstrak tersebut melekat di antara
dua gelas objek pada alat uji. Hasil uji daya lekat ekstrak rimpang temulawak
menunjukkan rata-rata waktu lekat ekstrak sebesar 0,34 detik dengan nilai SD
sebesar 0,01.

46

3. Uji viskositas

Viskositas ekstrak menggambarkan kekentalan ekstrak tersebut. Uji


viskositas ekstrak rimpang temulawak diperlukan karena viskositas ekstrak
berpengaruh pada formulasi granul effervescent. Semakin kental ekstrak yang
digunakan maka akan semakin sulit dalam formulasi karena ekstrak akan sulit
untuk bercampur homogen dengan bahan-bahan yang lain saat proses granulasi.
Uji viskositas ekstrak rimpang temulawak dilakukan menggunakan
viscotester (tipe VT-04 E). Alat ini memiliki prinsip kerja berdasarkan hambatan

pemutaran rotor karena kekentalan bahan yang diuji. Viskositas bahan yang diuji
dapat dilihat pada skala viscotester pada saat rotor diputar. Bentuk dan ukuran
rotor disesuaikan dengan viskositas bahan yang diuji. Semakin kental suatu
ekstrak maka akan semakin besar daya hambatnya terhadap putaran rotor. Dalam
uji viskositas ekstrak rimpang temulawak ini digunakan rotor nomor 3 karena
rotor ini dapat berputar dengan baik dalam ekstrak rimpang temulawak yang diuji.
Dari hasil pengujian, ekstrak rimpang temulawak mempunyai viskositas rata-rata
sebesar 1,68 dPaS dan nilai SD sebesar 0,06.
4. Uji kandungan lembab

Uji kandungan lembab ekstrak dilakukan untuk mengetahui kandungan


pelarut yang tersisa setelah ekstrak dipekatkan. Pelarut yang digunakan dalam
penyarian rimpang temulawak adalah etanol 96%. Pengujian kandungan lembab
dalam ekstrak rimpang temulawak menggunakan metode gravimetri. Prinsip dari
metode ini yaitu bahwa bobot yang hilang akibat pemanasan bahan uji dianggap
sebagai lembab yang terkandung dalam bahan tersebut. Salah satu kelemahan

47

penggunaan metode ini dalam menetapkan kandungan lembab bahan-bahan dari


tumbuhan adalah kemungkinan rusaknya bahan-bahan organik akibat pemanasan
yang dapat terurai menjadi CO2 dan H2O. Air hasil penguraian bahan organik
tersebut kemudian dihitung sebagai kandungan lembab. Selain itu, senyawasenyawa mudah menguap atau yang dapat menguap pada suhu pemanasan yang
digunakan dalam penetapan kandungan lembab, juga dihitung sebagai kandungan
lembab ekstrak yang diuji.
Uji kandungan lembab dilakukan dengan pemanasan 105oC dan ditimbang
tiap jam sampai selisih bobot kedua penimbangan tidak lebih dari 0,25%. Suhu
yang digunakan untuk pemanasan harus dapat menguapkan sisa pelarut yang
terdapat dalam ekstrak. Sisa pelarut dalam ekstrak tersebut kemungkinan adalah
etanol dan air karena cairan penyari yang digunakan yaitu etanol 96%. Dengan
demikian digunakan suhu di atas 100oC agar semua sisa pelarut dapat menguap
karena titik didih air adalah 100oC.
Dalam uji kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak ini terdapat
suatu kesulitan dalam penentuan waktu penguapan sampai selisih bobot kedua
penimbangan tidak lebih dari 0,25%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
pengurangan bobot ekstrak yang dihitung sebagai kandungan lembab tidak
sepenuhnya berasal dari sisa pelarut yang menguap. Senyawa-senyawa yang
memiliki rantai hidrokarbon, dengan adanya pemanasan dapat terurai menjadi
CO2 dan H2O. Air hasil peruraian senyawa hidrokarbon tersebut dapat terhitung
sebagai kandungan lembab ekstrak. Faktor tersebut kemungkinan menjadi sebab

48

tidak tercapainya selisih bobot kedua penimbangan yang tidak lebih dari 0,25%
walaupun pemanasan sudah dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Pencapaian selisih bobot kedua penimbangan yang tidak lebih dari 0,25%
dalam uji kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak ini sulit untuk dilakukan
karena faktor-faktor di atas. Karena itu, penghentian pemanasan dilakukan sampai
jam ke-14. Pada jam tersebut selisih bobot kedua penimbangan merupakan selisih
yang terkecil. Pada jam-jam berikutnya, selisih bobot penimbangan ternyata
menjadi lebih besar. Pencapaian selisih bobot kedua penimbangan yang tidak
lebih dari 0,25% dalam uji kandungan lembab ini tidak mungkin dilakukan karena
jika hal ini dilakukan, kandungan lembab yang terhitung bukan merupakan
kandungan lembab ekstrak sebenarnya (Voigt, 1994). Dari hasil pengujian,
ekstrak rimpang temulawak mempunyai kandungan lembab rata-rata sebesar
32,88% dan nilai SD sebesar 7,56.
5. Uji kualitatif menggunakan KLT densitometri

Hasil pemisahan kurkumin dan turunannya menunjukkan bahwa kurkumin


terpisah sempurna dari turunannya yaitu demetoksi kurkumin. Deteksi bercak
dilakukan menggunakan sinar UV 254 nm dan 365 nm. Pada kedua deteksi, warna
bercak kurkumin sampel sama dengan warna bercak kurkumin baku, sedangkan
nilai Rf kurkumin pada sampel juga sama dengan nilai Rf kurkumin baku. Hal ini
menunjukkan bahwa bercak yang dimaksud benar-benar adalah bercak dari
kurkumin. Berikut merupakan foto hasil pemisahan menggunakan KLT
densitometri, deteksi bercak dengan sinar UV 254 nm dan 365 nm.

49

S 1 S2 S3

X1 X 2

X3 S4

S5

Gambar 3. Foto hasil KLT ekstrak rimpang temulawak dengan pendeteksi


sinar UV 254 nm

Keterangan:
S1
: Kurkumin baku 0,12 g/l
: Kurkumin baku 0,14 g/l
S2
: Kurkumin baku 0,18 g/l
S3
: Kurkumin sampel replikasi 1
X1
: Kurkumin sampel replikasi 2
X2
: Kurkumin sampel replikasi 3
X3
: Kurkumin baku 0,23 g/l
S4
: Kurkumin baku 0,35 g/l
S5

50

S 1 S2 S3

X1

X2 X3

S4 S 5

Gambar 4. Foto hasil KLT ekstrak rimpang temulawak dengan pendeteksi


sinar UV 365 nm

Keterangan:
S1
: Kurkumin baku 0,12 g/l
: Kurkumin baku 0,14 g/l
S2
: Kurkumin baku 0,18 g/l
S3
: Kurkumin sampel replikasi 1
X1
: Kurkumin sampel replikasi 2
X2
: Kurkumin sampel replikasi 3
X3
: Kurkumin baku 0,23 g/l
S4
: Kurkumin baku 0,35 g/l
S5

51

Berikut merupakan nilai Rf dan warna bercak hasil pemisahan dengan


KLT densitometri:
Tabel VI. Nilai Rf dan warna bercak hasil KLT densitometri
Bercak

Kurkumin
baku
Kurkumin
sampel
Demetoksi
kurkumin

Rf

Visual

0,54 0,00

Kuning

0,54 0,01

Kuning

0,39 0,01

Kuning

Warna bercak
UV 254 nm UV 365 nm

Coklat
kekuningan
Coklat
kekuningan
Coklat
kekuningan

Kuning
kehijauan
Kuning
kehijauan
Kuning
kehijauan

Rf kurkumin baku dan kurkumin sampel sama-sama menunjukkan nilai 0,54.


Selain itu pada ketiga deteksi bercak, warna yang sama juga ditunjukkan oleh
bercak kurkumin baku dan sampel. Hal ini menunjukkan bahwa bercak yang
dimaksud pada sampel benar-benar merupakan bercak kurkumin.
6. Uji kuantitatif menggunakan KLT densitometri

a. Pembuatan kurva baku


Prinsip dasar penetapan kadar menggunakan KLT densitometri adalah
mengukur kerapatan noda senyawa yang bersangkutan, yang terlebih dahulu
dipisahkan dengan cara kromatografi lapis tipis (Wardani, 2003). KLT
densitometri dapat digunakan untuk menetapkan kadar kurkumin. Pengukuran
kerapatan bercak kurkumin didasarkan atas jumlah sinar yang diserap. Sinar yang
digunakan dalam penetapan kadar kurkumin yaitu sinar UV dengan panjang
gelombang 420 nm (Martono, 1996). Kurkumin dapat menyerap sinar tersebut
karena memiliki gugus kromofor dan auksokrom sebagai berikut:

52

O
OCH3

H3CO

OH

HO

Keterangan:
: gugus kromofor
: gugus auksokrom
Gambar 5. Gugus kromofor dan auksokrom kurkumin

Hubungan antara kadar kurkumin baku dengan area kromatogram untuk


pembuatan kurva baku ditampilkan sebagai berikut:
Tabel VII. Hubungan kadar kurkumin baku dengan area kromatogram
untuk pembuatan kurva baku
Kadar kurkumin (g/l)

Area (x 105)

0,12
0,14
0,18
0,23
0,35

0,27107
0,32107
0,50799
0,70440
1,20423

Hasil analisis hubungan antara kadar kurkumin dan area kromatogram


dengan persamaan regresi korelasi, diperoleh persamaan garis regresi untuk kurva
baku Y = 4,1110X 0,2369 dengan nilai koefisien relasi r = 0,9995. Hal ini
memenuhi persyaratan linearitas yaitu > 0,999 (Mulja dan Hanwar, 2003). Dengan
demikian kurva baku tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk penetapan kadar
kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak. Berikut merupakan grafik kurva
baku:

53

1.3

Area kromatogram

1.1
0.9
0.7
0.5
0.3
0.1
0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

Kadar

(g/l)

0.35

0.4

Gambar 5. Kurva hubungan kadar kurkumin baku dengan area


kromatogram untuk pembuatan kurva baku

b. Perolehan kembali (recovery) dan koefisien variasi (CV)


Berikut merupakan hasil perolehan kembali dan koevisien variasi
kurkumin pada kadar masing-masing kadar:
Tabel VIII. Hasil perolehan kembali dan koefisien variasi kurkumin
Kadar kurkumin
(g/l)

Recovery rata-rata
(%)

CV
(%)

0,12
0,14
0,18
0,23
0,35

98,67
101,38
99,65
99,48
100,94

0,34
0,35
1,62
0,74
0,96

Dengan hasil tersebut, metode analisis ini cukup valid dan dapat
digunakan untuk menetapkan kadar kurkumin dalam sampel. Hal ini didasarkan
pada nilai recovery 98-102% dan CV kurang dari 2% (Mulja dan Hanwar, 2003).
c. Penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak
Penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak bertujuan untuk mengetahui
kandungan kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak. Kadar kurkumin yang

54

diperoleh akan digunakan dalam penentuan dosis ekstrak rimpang temulawak


yang akan digunakan dalam pembuatan granul effervescent. Hasil penetapan kadar
kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak memperlihatkan kadar kurkumin
rata-rata sebesar 6,11% dalam ekstrak dengan nilai SD sebesar 0,39.

E. Formulasi dan Pembuatan Granul Effervescent

Ekstrak rimpang temulawak yang diperoleh kemudian dibuat menjadi


suatu sediaan effervescent yaitu granul effervescent. Pemilihan sediaan
effervescent didasarkan pada penggunaannya yang mudah dan praktis, serta

kemungkinan penyiapan larutan dalam waktu seketika yang mengandung dosis


obat yang tepat. Bentuk sediaan granul sendiri lebih mudah dan murah dalam
pembuatannya jika dibandingkan dengan bentuk sediaan tablet. Sediaan ini
diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif bentuk sediaan obat yang berasal
dari bahan alam.
Suatu sediaan effervescent mengandung sumber asam dan sumber
karbonat. Kedua bahan ini sangat penting dalam sediaan effervescent karena
dengan adanya air, sumber asam dan sumber karbonat ini akan bereaksi
membebaskan CO2. Sediaan effervescent biasanya diolah dari suatu kombinasi 2
jenis asam. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan ketika
hanya digunakan satu jenis asam saja. Dalam hal ini kombinasi sumber asam yang
digunakan yaitu natrium sitrat dan asam fumarat. Natrium sitrat bersifat mudah
larut dalam air namun di sisi lain juga sangat higroskopis. Asam fumarat memiliki
sifat tidak higroskopis. Kombinasi sumber asam ini diharapkan dapat

55

memperbaiki sifat sumber asam secara keseluruhan. Syarat suatu sediaan


effervescent yang harus larut dalam air membentuk larutan jernih dipengaruhi oleh

kelarutan bahan-bahan penyusunnya. Adanya air akan menyebabkan sumber asam


dan sumber karbonat bereaksi membentuk CO2. Reaksi effervescent ini dapat
terjadi jika bahan-bahan penyusunnya memiliki sifat higroskopis yaitu dapat
menyerap air dari lingkungannya sebelum diaplikasikan. Hal ini menyebabkan
reaksi effervescent terjadi secara prematur dan menyebabkan reaksi effervescent
tidak lagi optimal saat diaplikasikan. Sifat kombinasi sumber asam yang
dihasilkan diharapkan memiliki kelarutan yang baik dalam air dan kurang
higroskopis.
Natrium bikarbonat dipilih karena merupakan sumber karbonat paling
umum digunakan dalam sediaan effervescent. Keberadaan sumber karbonat sangat
penting dalam sediaan effervescent sehingga reaksi effervescent dapat terjadi.
Dengan demikian optimasi dilakukan tidak hanya untuk kombinasi sumber asam
namun juga antara sumber asam dan sumber karbonat sehingga granul
effervescent yang dihasilkan memenuhi persyaratan sifat-sifat fisik granul
effervescent. Berikut merupakan reaksi yang terjadi antara sumber asam dengan

sumber karbonat yang disebut reaksi effervescent.


Reaksi antara natrium sitrat dan natrium bikarbonat:
NaHCO3 +

C6H6Na2O7 + Na3C6H5O7 + CO2 + H2O

Natrium bikarbonat Natrium sitrat

56

Reaksi antara asam fumarat dan natrium bikarbonat


2 NaHCO3 +

C4H4O4 + Na2C4H2O4 + 2 CO2 + 2 H2O

Natrium bikarbonat Asam fumarat

Penentuan level sumber asam (natrium sitrat dan asam fumarat) dan
natrium bikarbonat sebagai sumber karbonat mengacu pada penelitian Natalia
(2006) tentang Optimasi Formula Granul Effervescent Ekstrak Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Dengan Kombinasi Natrium Sitrat dan Asam
Fumarat Secara Granulasi Basah: Dengan Desain Faktorial. Penelitian ini
menggunakan 2 level yaitu level tinggi dan level rendah. Level tinggi campuran
asam adalah 960 mg (natrium sitrat 640 mg dan asam fumarat 320 mg) dan level
rendah campuran asam adalah 600 mg (natrium sitrat 400 mg dan asam fumarat
200 mg) sedangkan untuk natrium bikarbonat sebesar 357 mg dan 571 mg.
Dalam formulasi granul effervescent, pembuatan granul asam dan basa
dilakukan secara terpisah. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya reaksi
effervescent prematur, yaitu jika asam dan basa bercampur ditambah dengan

kehadiran air. Reaksi effervescent prematur dapat menyebabkan reaksi


effervescent tidak lagi optimal saat diaplikasikan. Granul asam tersusun atas

ekstrak rimpang temulawak, sumber asam berupa natrium sitrat dan asam fumarat,
laktosa sebagai bahan pengisi, dan PVP sebagai bahan pengikat. Granul basa
mengandung sumber karbonat berupa natrium bikarbonat, aspartam sebagai
pemanis, laktosa sebagai bahan pengisi, dan PVP sebagai bahan pengikat. Ekstrak
rimpang temulawak ditambahkan pada granul asam karena zat aktif yang

57

terkandung dalam ekstrak berupa kukumin stabil dalam asam. Kurkumin dalam
suasana basa dapat terurai menjadi asam ferulat dan asam vanilat. Penambahan
kurkumin dalam granul asam bertujuan untuk menghindari hal tersebut. Laktosa
sebagai bahan pengisi dan PVP sebagai bahan pengikat ditambahkan baik pada
granul asam maupun basa. Aspartam sebagai bahan pemanis tidak ditambahkan
pada granul asam melainkan granul basa karena dari hasil orientasi, jika aspartam
ditambahkan pada granul asam, larutan yang dihasilkan setelah granul
effervescent dilarutkan tidak akan membentuk larutan jernih. Hal ini kemungkinan

disebabkan aspartam terikat oleh ekstrak sehingga menghalangi kelarutannya.


Pemanis perlu ditambahkan untuk menutupi rasa pahit dari ekstrak rimpang
temulawak. PVP sebagai bahan pengikat terlebih dahulu dilarutkan dalam etanol
70% sebelum dicampur dengan bahan-bahan yang lain. Hal ini dilakukan karena
metode yang digunakan adalah granulasi basah yang membutuhkan cairan
penggranul untuk membentuk massa granul yang akan dicetak. PVP dapat larut
dalam etanol dan air, namun etanol dipilih dengan tujuan memperkecil keberadaan
air dalam granul yang dapat memicu terjadinya reaksi effervescent dini. Dengan
etanol, proses pengeringan granul basah menjadi granul kering juga dapat
berlangsung lebih cepat karena etanol mudah menguap. Konsentrasi etanol
sebesar 70% digunakan agar lebih efisien dibandingkan jika digunakan etanol
96%. Kandungan air dalam etanol 70% tidak menjadi masalah yang begitu berarti
terkait dengan kemungkinan terjadinya reaksi effervescent dini karena granul
asam dan granul basa dibuat secara terpisah.

58

Granul effervescent dibuat menggunakan metode granulasi basah. Bahanbahan granul asam dan granul basa masing-masing dicampur sampai membentuk
massa granul yang siap dicetak. Setelah massa granul dicetak, granul dikeringkan
dengan oven pada suhu 45oC selama 3 hari. Pengeringan dilakukan sampai bobot
konstan dengan tujuan untuk meminimalkan sisa cairan penggranul yang dapat
memicu terjadinya reaksi effervescent dini. Granul yang sudah kering diayak
menggunakan ayakan 30/40 (Allen, 2002). Granul kemudian diuji sifat fisiknya
yang meliputi uji kecepatan alir, uji waktu larut, dan uji kandungan lembab
granul.
Semua proses pembuatan granul dan uji sifat fisik dilakukan pada ruangan
dengan kelembaban relatif 50-53% dengan suhu ruangan 25oC. Kelembaban
relatif lingkungan perlu dibuat minimal untuk menghindari kemungkinan
terjadinya reaksi effervescent dini.

F. Uji Sifat Fisik Granul Effervescent

Pengujian sifat fisik granul effervescent meliputi uji kecepatan alir, uji
waktu larut, dan uji kandungan lembab granul. Semua proses uji sifat fisik
dilakukan dalam ruangan dengan kelembaban relatif 50-53% dengan suhu
ruangan 25oC. Berikut merupakan hasil uji sifat fisik granul effervescent ekstrak
rimpang temulawak:

59

Tabel IX. Hasil uji sifat fisik granul effervescent


Formula

Kecepatan alir
(g/s)

Waktu larut
(detik)

Kandungan lembab
(%)

1
a
b
ab

79,29 1,68
96,14 3,22
84,47 2,53
87,86 1,03

77,22 1,92
53,03 2,59
53,12 0,96
82,60 3,11

0,59 0,05
0,54 0,12
0,74 0,09
0,41 0,21

Hasil perhitungan efek terhadap sifat fisik granul effervescent ekstrak


rimpang temulawak, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel X. Hasil perhitungan efek terhadap sifat fisik granul effervescent
Efek

Kecepatan alir

Waktu larut

Kandungan lembab

Campuran asam
Natrium bikarbonat
Interaksi

10,12
13,75
|-13,46|

2,64
2,74
26,84

|-0,19|
0,01
|-0,14|

1. Kecepatan alir

Pengujian sifat alir granul dilakukan dengan metode langsung yaitu


dengan kecepatan alir Hopper. Metode ini merupakan metode uji sifat alir yang
paling sederhana dan hasilnya mudah untuk diinterpretasikan (Gordon, et. Al,
1980). Granul perlu diuji sifat alirnya dengan tujuan untuk mengetahui
kemampuan alir granul terkait dengan fabrikasi pada skala industri dalam hal
keseragaman bobot granul saat pengemasan. Persyaratan sifat alir granul dalam
hal kecepatan alir granul adalah > 10 g/s. Menurut Guyot, apabila waktu yang
diperlukan oleh 100 gram granul untuk mengalir lebih lama dari 10 detik atau
kecepatan alir < 10 g/s, dapat dikatakan bahwa dalam fabrikasi pada skala industri
akan dijumpai kesulitan dalam hal regularitas berat granul (cit., Fudholi, 1983).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat alir granul meliputi ukuran, bentuk,

60

densitas (Staniforth, 2002), kandungan lembab, tekstur permukaan granul (Banker


dan Anderson, 1986), dan kerapuhan granul.
Dari hasil uji kecepatan alir granul, semua formula memiliki kecepatan alir
yang memenuhi persyaratan (> 10 g/s) sehingga dapat disimpulkan bahwa granul
effervescent pada semua formula memiliki sifat alir yang baik. Hubungan

pengaruh peningkatan level campuran asam (natrium sitrat dan asam fumarat) dan
natrium bikarbonat terhadap kecepatan alir granul effervescent ekstrak rimpang

100

100

90

90
kecepatan alir (g/s)

kecepatan alir (g/s)

temulawak, dibuat grafik sebagai berikut:

80

80

70

70

60

60
500

600

700

800

900

1000

Campuran asam (mg)


Level rendah natrium bikarbonat

Level tinggi natrium bikarbonat

300

350

400

450

500

550

600

Natrium bikarbonat (mg)


Level rendah campuran asam

Level tinggi campuran asam

Gambar 6. Grafik hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam


dan natrium bikarbonat terhadap kecepatan alir granul effervescent

Pada peningkatan jumlah campuran asam dari level rendah ke level tinggi,
peningkatan kecepatan alir lebih besar terjadi pada penggunaan natrium
bikarbonat level rendah dibandingkan penggunaan natrium bikarbonat level
tinggi. Grafik yang semakin curam maka akan semakin besar efeknya dalam
menentukan kecepatan alir. Kecuraman grafik dapat ditunjukkan lewat nilai slope
(b). Dalam peningkatan jumlah campuran asam dari level rendah ke level tinggi,
grafik natrium bikarbonat level rendah memiliki nilai b sebesar 0,0468 yang lebih

61

besar nilainya daripada nilai b pada grafik natrium bikarbonat level tinggi yaitu
sebesar 0,0094.
Pada peningkatan jumlah natrium bikarbonat dari level rendah ke level
tinggi, campuran asam level tinggi lebih besar efeknya dalam mempengaruhi
kecepatan alir dibandingkan dengan penggunaan campuran asam level rendah,
yaitu menurunkan kecepatan alir. Dalam peningkatan jumlah natrium bikarbonat
dari level rendah ke level tinggi, grafik campuran asam level tinggi memiliki nilai
b sebesar |-0,0387| yang lebih besar nilainya daripada nilai b pada grafik
campuran asam level rendah yaitu sebesar 0,0242.
Garis yang tidak sejajar pada grafik hubungan pengaruh peningkatan level
campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap kecepatan alir granul
effervescent menunjukkan adanya interaksi antara campuran asam dan natrium

bikarbonat dalam menentukan kecepatan alir pada level yang diteliti.


Ketidaksejajaran garis pada grafik dapat dilihat dari besar nilai slope (b). Jika dua
buah garis memiliki nilai b yang tidak sama maka hal ini menunjukkan adanya
ketidaksejajaran garis. Adanya interaksi juga dapat dilihat dari hasil perhitungan
efek interaksi dimana efek interaksi dalam menentukan kecepatan alir yaitu
sebesar |-13.46|.
Berdasarkan hasil perhitungan efek terhadap kecepatan alir granul
effervescent ekstrak rimpang temulawak, memperlihatkan bahwa efek natrium

bikarbonat diprediksi lebih dominan dalam menentukan kecepatan alir. Dalam hal
ini natrium bikarbonat diprediksi dominan dalam menaikkan kecepatan alir karena
nilai efek natrium bikarbonat positif. Efek campuran asam juga bernilai positif

62

berarti campuran asam berefek menaikkan kecepatan alir namun diprediksi kurang
dominan dibandingkan efek natrium bikarbonat maupun efek interaksi. Efek
interaksi bernilai negatif, berarti bahwa interaksi berefek menurunkan kecepatan
alir namun diprediksi kurang dominan dibandingkan efek natrium bikarbonat.
Dengan demikian dapat diprediksi bahwa yang paling dominan dalam
menentukan kecepatan alir adalah natrium bikarbonat.
Natrium bikarbonat diprediksi dominan dalam menentukan (menaikkan)
kecepatan alir, diduga disebabkan kerapuhan granul basa lebih kecil dibandingkan
dengan granul asam yang dihasilkan. Semakin besar kerapuhan maka kecepatan
alir akan semakin kecil karena serbuk yang dihasilkan akibat kerapuhan granul
akan menurunkan kecepatan alir. Serbuk yang memiliki ukuran partikel lebih
kecil daripada granul mempunyai luas permukaan spesifik yang lebih besar
daripada granul. Hal ini menyebabkan kohesi antar partikel serbuk menjadi besar
sehingga serbuk akan sulit untuk mengalir.
2. Waktu larut

Pengujian waktu larut bertujuan untuk mengetahui kemampuan larut


granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. Uji waktu larut dilakukan dengan
melarutkan granul effervescent ke dalam 200 ml air, kemudian dihitung waktu
larutnya sampai semua granul effervescent terlarut. Persyaratan waktu larut granul
effervescent menurut Mohrle (1980) adalah sampai 1 atau 2 menit membentuk

larutan jernih atau residu yang tidak larut harus seminimal mungkin.
Proses larutnya granul effervescent diawali dari penetrasi air ke dalam
granul yang dipermudah oleh adanya PVP sebagai bahan pengikat yang bersifat

63

hidrofilik. Adanya air akan menyebabkan sumber asam (natrium sitrat dan asam
fumarat) dan natrium bikarbonat bereaksi menghasilkan gas CO2 yang berperan
dalam proses larutnya granul effervescent. Dalam penelitian, proses larutnya
granul effervescent ekstrak rimpang temulawak memerlukan adanya pengadukan.
Tidak adanya pengadukan akan menyebabkan granul yang larut karena reaksi
effervescent terakumulasi pada bagian atas larutan, sehingga larutan yang

dihasilkan tidak dapat homogen. Pengadukan diperlukan agar larutan memiliki


homogenitas yang baik. Selain itu pengadukan juga diperlukan untuk membantu
mempercepat terjadinya reaksi effervescent pada granul sehingga granul memiliki
waktu larut yang baik. Granul asam dan granul basa yang dibuat terpisah
menyebabkan suatu kesulitan tersendiri pada reaksi effervescent. Agar reaksi ini
dapat terjadi harus ada kontak antara sumber asam pada granul asam dan sumber
karbonat pada granul basa. Pengadukan akan menyebabkan kontak antara granul
asam dan basa meningkat sehingga granul effervescent dapat larut dengan baik.
Dalam hal ini, pengadukan yang diperlukan yaitu sebanyak 10 kali.
Dari hasil uji waktu larut granul, semua formula memiliki waktu larut
yang memenuhi persyaratan ( 120 detik) sehingga dapat disimpulkan bahwa
granul effervescent pada semua formula memiliki waktu larut yang baik.
Hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam (natrium sitrat dan asam
fumarat) dan natrium bikarbonat terhadap waktu larut granul effervescent ekstrak
rimpang temulawak, dibuat grafik sebagai berikut:

90

90

80

80
Waktu larut (detik)

Waktu larut (detik)

64

70

60

50

70

60

50

40

40

500

600

700

800

900

1000

300

Campuran asam (mg)


Level rendah natrium bikarbonat

Level tinggi natrium bikarbonat

350

400

450

500

550

600

Natrium bikarbonat (mg)


Level rendah campuran asam

Level tinggi campuran asam

Gambar 8. Grafik hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam


dan natrium bikarbonat terhadap waktu larut granul effervescent

Pada peningkatan jumlah campuran asam dari level rendah ke level tinggi,
natrium bikarbonat level tinggi lebih besar efeknya dalam mempengaruhi waktu
larut dibandingkan dengan penggunaan natrium bikarbonat level rendah, yaitu
menaikkan waktu larut. Dalam peningkatan jumlah campuran asam dari level
rendah ke level tinggi, grafik natrium bikarbonat level tinggi memiliki nilai b
sebesar 0,0819 yang lebih besar nilainya daripada nilai b pada grafik natrium
bikarbonat level rendah yaitu sebesar |-0,0672|.
Pada peningkatan jumlah natrium bikarbonat dari level rendah ke level
tinggi, campuran asam level tinggi lebih besar efeknya dalam mempengaruhi
waktu larut dibandingkan penggunaan campuran asam level rendah, yaitu
menaikkan waktu larut. Dalam peningkatan jumlah natrium bikarbonat dari level
rendah ke level tinggi, grafik campuran asam level tinggi memiliki nilai b sebesar
0,1382 yang lebih besar nilainya daripada nilai b pada grafik campuran asam level
rendah yaitu sebesar |-0, 1126|.

65

Garis yang tidak sejajar pada grafik hubungan pengaruh peningkatan level
campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap waktu larut granul effervescent
menunjukkan adanya interaksi antara campuran asam dan natrium bikarbonat
dalam menentukan waktu larut pada level yang diteliti. Adanya interaksi juga
dapat dilihat dari hasil perhitungan efek interaksi dimana efek interaksi dalam
menentukan kecepatan alir yaitu sebesar 26,84.
Berdasarkan hasil perhitungan efek terhadap waktu larut granul
effervescent ekstrak rimpang temulawak, memperlihatkan bahwa efek interaksi

diprediksi lebih dominan dalam menentukan waktu larut. Dalam hal ini interaksi
diprediksi dominan dalam menaikkan waktu larut karena nilai efek interaksi
positif. Efek campuran asam dan natrium bikarbonat juga bernilai positif berarti
campuran asam dan natrium bikarbonat berefek menaikkan waktu larut namun
diprediksi kurang dominan dibandingkan efek interaksi. Dengan demikian dapat
diprediksi bahwa yang paling dominan dalam menentukan waktu larut adalah
interaksi antara campuran asam dan natrium bikarbonat.
3. Kandungan lembab

Uji kandungan lembab granul effervescent ekstrak rimpang temulawak


diperlukan untuk mengetahui kandungan lembab dalam granul. Hal ini dilakukan
karena kandungan lembab dalam granul dapat berpengaruh pada sifat alir,
kekerasan granul, kerapuhan granul, dan waktu larut granul effervescent.
Kandungan lembab dalam granul effervescent harus dibuat seminimal mungkin
untuk menghindari terjadinya reaksi effervescent secara prematur yang dapat
mempengaruhi stabilitas granul. Jika reaksi effervescent prematur terjadi maka

66

reaksi effervescent tidak akan terjadi secara optimal saat aplikasi. Kandungan
lembab dalam sediaan yang dibuat dari bahan alam juga dapat mempengaruhi
stabilitasnya secara mikrobiologi. Adanya air dalam bahan alam dapat
berpengaruh terhadap tumbuhnya jamur dan bakteri sehingga kualitas sediaan
akan menurun.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kandungan lembab granul
effervescent antara lain, suhu pengeringan granul, waktu pengeringan granul, dan

kelembaban relatif lingkungan. Oleh karena itu, seluruh proses pembuatan granul
dan uji sifat fisik granul effervescent dilakukan pada ruangan dengan kelembaban
relatif 50-53% untuk meminimalkan kandungan lembab granul. Dari hasil uji
kandungan lembab granul, formula 1, a, dan ab memiliki kandungan lembab yang
memenuhi persyaratan (0,4-0,7%), sedangkan formula b memiliki kandungan
lembab > 0,7%.
Hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam (natrium sitrat dan
asam fumarat) dan natrium bikarbonat terhadap kandungan lembab granul

0.8

0.8

0.7

0.7
Kandungan lembab (%)

Kandungan lembab (%)

effervescent ekstrak rimpang temulawak, dibuat grafik sebagai berikut:

0.6

0.5

0.4

0.6

0.5

0.4

0.3

0.3

500

600

700

800

900

1000

Campuran asam (mg)


Level rendah natrium bikarbonat

Level tinggi natrium bikarbonat

300

350

400

450

500

550

600

Natrium bikarbonat (mg)


Level rendah campuran asam

Level tinggi campuran asam

Gambar 9. Grafik hubungan pengaruh peningkatan level campuran asam


dan natrium bikarbonat terhadap kandungan lembab granul effervescent

67

Pada peningkatan jumlah campuran asam pada level rendah dan level
tinggi, penurunan kandungan lembab lebih besar terjadi pada penggunaan natrium
bikarbonat level tinggi dibandingkan penggunaan natrium bikarbonat level
rendah. Dalam peningkatan jumlah campuran asam dari level rendah ke level
tinggi, grafik natrium bikarbonat level tinggi memiliki nilai b sebesar

|-0,0009|

yang lebih besar nilainya daripada nilai b pada grafik natrium bikarbonat level
rendah yaitu sebesar |-0,0002|.
Pada peningkatan jumlah natrium bikarbonat dari level rendah ke level
tinggi, campuran asam level rendah lebih besar efeknya dalam mempengaruhi
kandungan lembab dibandingkan penggunaan campuran asam level tinggi, yaitu
menaikkan kandungan lembab. Dalam peningkatan jumlah natrium bikarbonat
dari level rendah ke level tinggi, grafik campuran asam level rendah memiliki
nilai b sebesar 0,0007 yang lebih besar nilainya daripada nilai b pada grafik
campuran asam level tinggi yaitu sebesar |-0,0006|.
Garis yang tidak sejajar pada grafik hubungan pengaruh peningkatan level
campuran asam dan natrium bikarbonat terhadap kandungan lembab granul
effervescent menunjukkan adanya interaksi antara campuran asam dan natrium

bikarbonat dalam menentukan kandungan lembab pada level yang diteliti. Adanya
interaksi juga dapat dilihat dari hasil perhitungan efek interaksi dimana efek
interaksi dalam menentukan kecepatan alir yaitu sebesar |-0,14|.
Berdasarkan hasil perhitungan efek terhadap kandungan lembab granul
effervescent ekstrak rimpang temulawak, memperlihatkan bahwa efek campuran

asam diprediksi lebih dominan dalam menentukan kandungan lembab. Dalam hal

68

ini campuran asam diprediksi dominan dalam menurunkan kandungan lembab


karena nilai efek campuran asam negatif. Efek natrium bikarbonat bernilai positif
berarti natrium bikarbonat berefek menaikkan kandungan lembab namun
diprediksi kurang dominan dibandingkan efek campuran asam maupun interaksi.
Efek interaksi bernilai negatif berarti interaksi berefek menurunkan kandungan
lembab namun diprediksi kurang dominan dibandingkan efek campuran asam.
Dengan demikian dapat diprediksi bahwa yang paling dominan dalam
menentukan kandungan lembab adalah campuran asam.
Kandungan lembab granul effervescent dalam hal ini diduga dipengaruhi
oleh kandungan lembab awal campuran asam dan natrium bikarbonat yang
digunakan. Campuran asam antara natrium sitrat dan asam fumarat dominan
dalam menentukan (menurunkan) kandungan lembab granul effervescent.
Kandungan lembab campuran asam yang digunakan diduga lebih kecil
dibandingkan kandungan lembab natrium bikarbonat. Walaupun ketiga bahan
yang digunakan tersebut merupakan bahan anhidrat namun diduga kandungan
lembab yang berbeda tersebut terkait dengan proses penyimpanan dan distribusi
bahan. Dalam proses pengeringan granul, jika diasumsikan bahwa jumlah
penguapan lembab antara granul asam dan basa adalah sama, maka kandungan
lembab akhir granul effervescent dimungkinkan dipengaruhi oleh kandungan
lembab awal bahan.

69

G. Optimasi Formula Granul Effervescent

Optimasi formula granul effervescent dilakukan untuk melihat kombinasi


sumber asam (natrium sitrat dan asam fumarat) dan natrium bikarbonat yang
optimum sehingga dapat menghasilkan granul effervescent ekstrak rimpang
temulawak yang memenuhi persyaratan uji fisik granul. Hasil pengukuran sifat
fisik granul effervescent yang telah diperoleh kemudian dibuat contour plot untuk
masing-masing sifat fisik. Dari contour plot tersebut dipilih area yang memenuhi
persyaratan uji sifat fisik granul effervescent. Area-area yang memenuhi
persyaratan pada masing-masing uji sifat fisik granul kemudian digabungkan
dalam contour plot super imposed. Dari contour plot super imposed ini dapat
dilihat area yang optimum dari campuran asam dan natrium bikarbonat yang
merupakan formula optimum granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.
Dari hasil perhitungan desain faktorial kecepatan alir, didapatkan
persamaan Y = 5,1343 + 0,1092.X1 + 0,1290.X2 - 1,7474.10-4.X1.X2.
Y merupakan respon kecepatan alir granul effervescent (g/s), X1 merupakan level
campuran asam, dan X2 merupakan level natrium bikarbonat. Dari persamaan
tersebut, dapat dibuat contour plot untuk kecepatan alir granul effervescent.

70

567

Natrium bikarbonat (mg)

537

507

477

447

417

387

357
600

650

700

750

800

850

900

950

Campuran asam (mg)


82 g/s

85 g/s

88 g/s

91 g/s

94 g/s

Gambar 10. Contour plot kecepatan alir granul effervescent

Dengan contour plot tersebut dapat ditentukan area optimum granul


effervescent yang memenuhi persyaratan kecepatan alir granul yaitu > 10 g/s.

Dengan demikian area > 10 g/s dipilih sebagai area optimum untuk menghasilkan
kecepatan alir yang dikehendaki. Dari contour plot di atas, semua area memenuhi
persyaratan kecepatan alir, maka semua area tersebut dipilih sebagai area
optimum kecepatan alir.
Persamaan desain faktorial untuk respon waktu larut granul effervescent
adalah Y = 306,9726 0,3159.X1 -0,5306.X2 + 6,9669.10-4.X1.X2. Y merupakan
respon waktu larut granul effervescent (detik), X1 merupakan level campuran
asam, dan X2 merupakan level natrium bikarbonat. Dari persamaan tersebut, dapat
dibuat contour plot sebagai berikut:

71

567

Natrium bikarbonat (mg)

537
507

477
447
417

387
357
600

650

700

750

800

850

900

950

Campuran asam (mg)


57 detik

64 detik

71 detik

78 detik

Gambar 11. Contour plot waktu larut granul effervescent

Dengan contour plot tersebut dapat ditentukan area optimum granul


effervescent yang memenuhi persyaratan waktu larut granul yaitu 120 detik.

Dengan demikian area 120 detik dipilih sebagai area optimum untuk
menghasilkan waktu larut yang dikehendaki. Dari contour plot di atas, semua area
memenuhi persyaratan waktu larut, maka semua area tersebut dipilih sebagai area
optimum waktu larut.
Persamaan desain faktorial untuk respon kandungan lembab granul
effervescent adalah Y = -0,3552 + 1,1472.10-3X1 + 2,8923.10-3.X2 - 3,6306.106

.X1.X2. Y merupakan respon kandungan lembab granul effervescent (%), X1

merupakan level campuran asam, dan X2 merupakan level natrium bikarbonat.


Dari persamaan tersebut, dapat dibuat contour plot untuk kandungan lembab
granul effervescent.

72

Gambar 12. Contour plot kandungan lembab granul effervescent

Dengan contour plot tersebut dapat ditentukan area optimum granul


effervescent yang memenuhi persyaratan kandungan lembab granul yaitu 0,4-

0,7%. Granul yang kandungan lembabnya terlalu kecil dapat menyebabkan granul
terlalu rapuh sedangkan granul dengan kandungan lembab terlalu tinggi akan
berpengaruh pada stabilitas granul effervescent. Area 0,4-0,7% dipilih sebagai
area optimum untuk menghasilkan kandungan lembab granul yang dikehendaki.
Area optimum untuk masing-masing uji sifat fisik granul effervescent
kemudian digabungkan menjadi satu dalam contour plot super imposed berikut
ini:

73

Gambar 13. Contour plot super imposed sifat fisik granul effervescent

Dari contour plot super imposed di atas dapat ditemukan area komposisi
formula campuran natrium sitratasam fumarat dan natrium bikarbonat yang
optimum dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Natrium bikarbonat merupakan faktor yang diprediksi dominan dalam
menentukan kecepatan alir granul effervescent. Waktu larut granul
effervescent diprediksi dominan dipengaruhi oleh interaksi antara campuran
asam dan natrium bikarbonat. Campuran asam antara natrium sitrat dan asam
fumarat diprediksi berpengaruh dominan dalam menentukan kandungan
lembab granul effervescent.
2. Ditemukan area komposisi formula campuran natrium sitratasam fumarat dan
natrium bikarbonat yang optimum dalam pembuatan granul effervescent
ekstrak rimpang temulawak dengan sifat fisik yang dikehendaki.

B. Saran
Perlu dikembangkan sediaan berupa tablet effervescent berdasarkan
komposisi optimum formula granul effervescent yang dihasilkan.

74

75

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, E., 2003, Khasiat dan Manfaat Temulawak : Rimpang Penyembuh Aneka
Penyakit, 1-3, 12-13, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Allen, L., 2002, The Art Science and Technology of Pharmaceutical
Compounding, 2nd Edition, 99, 118, American Pharmaceutical
Association, Washington D.C.
Anggraeni, P. D., 2005, Optimasi Formula Tablet Effervescent Ekstrak
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Dengan Kombinasi Natrium
Sitrat dan Asam Fumarat Secara Granulasi Basah : Aplikasi Desain
Faktorial, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Anonim, 1976, The Merck Index, 9th Edition, 348, Merck and Co., Inc., USA.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, 6-9, 50, 338, 354, 400, 510, 782,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1985, Peraturan Menteri Kesehatan RI No: 208/Men.Kes./PER/IV/1985
tentang Pemanis Buatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 10-11, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 4-6, 601, 771, 1004, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2004, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor : HK. 00.05.5.1.4547 tentang Persyaratan
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk
Pangan, http://www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/Kep.Ka.
BPOM-Pemanis.pdf., Diakses pada 20 April 2006.
Anonim, 2006, Product Information Curcumin, http://www.caymanchem.com,
Diakses pada 19 September 2006.
Ansel, H. C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, 212-217,
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Aulton, M. E., 2002, Pharmaceuticals the Science of Dosage Form Design, 2nd
Edition, 307-312, 618-619, 662-666, ECBS, Philadelphia.

76

Banker dan Anderson, 1986, Tablet, in Lachman, L., The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy, terjemahan Siti Suyatmi, Edisi 3, 647-677,
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Bolton, S., 1990, Pharmaceutical Statistics, Practical and Clinical Application, 2nd
Edition, 308-553, Marcell Dekker, Inc., New York.
Dalimartha, S., 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 2, 182-186, Trubus
Agriwidyo, Jakarta.
Duke, 1992, Dr. Dukes Phytochemical and Ethnobotanical Databases,
http://sun.ars-grin.gov:8080/npgspub/xsql/duke/plantdisp.xsql?taxon=
332, Diakses pada 23 Januari 2006.
Fassihi, A. K., dan Kanfer, I., 1986, Effect of Compressibility and Powder Flow
Properties on Tablet Weight Variation in Drug Development and
Industrial Pharmacy, 22, 1947-1968, Marcell Dekker, New York.
Fausett, H., Gayser Jr., C., dan Dash, A., K., 2000, Evaluation of Quick
Disintegrating
Calcium
Carbonate
Tablets,
http://www.pharmascitech.com/, Diakses pada 23 Januari 2006.
Fudholi, A., 1983, Metodologi Formulasi Dalam Kompresi Direk, Medika 7, 9,
586-593.
Gordon, R. E., Rosarske, T. W., dan Fonner, D. E., 1980, Granulation Technology
and Tablet Characterization, in Lieberman, H. A., Lachman, L., dan
Schawtz, J. B., Pharmaceutical Dosage Form : Tablets, Vol 2, 2nd
Edition, 299-308, Marcell Dekker, Inc., New York.
Lelo, A., Rasyid, A., Zain-Hamid, 1998, Efek Kurkumin Pada Kandung Empedu
Manusia : Dalam Bentuk Sediaan Tablet, Kapsul, dan Bubuk, Majalah
Kedokteran Hewan Unibraw, XIV, No. 3, 131-132.
Linberg, N., Engfors, H., Ericsson, T., 1992, Effervescent Pharmaceuticals, in
Swarbricck, J., Boylan, J.C., (e d s.), Encyclopedia of Pharmaceutical
Technology, Vol 5, 45-71, Marcell Dekker, Inc., New York.
List, P. H., Schmidt, P. C., 1989, Phytopharmaceutical Technology, 107-112,
CRC Press Inc., USA.
Karden,

M.,
2003,
Temulawak,
http://warintek.progressio.or.id/obat/
temulawak.htm, Diakses pada 11 November 2005.

77

Majeed, M., Vladimir, B., Uma, S., Rajendran, M. S., 1995, Curcuminoids
Antioxidant Phytonutrients, Nutriscience Publishers, New Jersey.
Martono, S., 1996, Penentuan Kadar Kurkumin Secara Kromatografi Lapis TipisDensitometri, Buletin ISFI Yogyakarta, 2, 4, 11-21.
Mohrle, R., 1980, Pharmaceutical Dosage Form : Tablets, Volume 1, 284-362,
Penerbit Warner Lambert Company, Morris Planis, New Jeresy.
Mulja, M., dan Hanwar, D., 2003, Prinsip-Prinsip Cara Berlaboratorium yang
Baik, Majalah Farmasi Airlangga, III, 2, 31-36.
Muth, J. E., De., 1999, Basic Statisitca and Pharmaceutical Statistical
Application, 265-294, Marcel Dekker, Inc., New York.
Staniforth, J., 2002, Powder Flow, in Aulton, M. E., Pharmaceuticals the Science
of Dosage Form Design, 2nd Edition, 205-208, ECBS, Philadelphia.
Tonnesen, H. H., dan Karlsen, J., 1985, Studies on Curcumin and Curcuminoids,
Alkaline Degradation of Curcumin, Original Papers, Departement of
Galenical Pharmacy, Institute of Pharmacy, University of Oslo, Norway.
Tonnesen, H. H., Vries, H., Henegouwen, G. B., dan Karlsen, J., 1986, Studies on
Curcumin and Curcuminoid, Investigation of the Photobiological
Activity of Curcumin Using Bacterial Indicator System, Journal of
Pharmaceutical Sciences, 76, 5, 371-373.
Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi ke-5, 83-85, 165-167,
179, 202, 206-208, 223, 564, 568, 577-578, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Wardani, T., 2003, Pengaruh Penambahan EM-4 (Effective Microorganism-4)
Terhadap Kadar Kurkumin Pada Maserasi Rimpang Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.), Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
Wedke, D. A., Serajudin, A. T. M., dan Jacobson, H., 1989, Preformulation
Testing, in Lieberman, H. A., Lachman, L., dan Schawtz, J. B.,
Pharmaceutical Dosage Form : Tablets, Vol 1, 2nd Edition, 53-57,
Marcell Dekker, Inc., New York.
Wehling

dan Fred, 2004, Effervescent Composition Including Stevia,


http://www.pharmcast.com/patents100/yr2004/110204/6811793,
Diakses pada 2 November 2004.

78

Lampiran 1. Foto tanaman dan rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza


Roxb.)

Gambar 14. Foto tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Gambar 15. Foto rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

79

Lampiran 2. Data pembuatan kurva baku kurkumin

Tabel VII. Hubungan kadar kurkumin baku dan area kromatogram untuk
pembuatan kurva baku
Kadar kurkumin (g/l)

Area (x 105)

0,12
0,14
0,18
0,23
0,35

0,27107
0,32107
0,50799
0,70440
1,20423

a = -0,2369
b = 4,1110
r = 0,9995
Persamaan garis regresi Y = 4,1110X-0,2369

80

1.3

Area kromatogram (x 10 )

Gambar 16. Kromatogram kurva baku

1.1
0.9
0.7
0.5
0.3
0.1
0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

Kadar (g/l)

Gambar 6. Kurva hubungan kadar kurkumin baku dengan area


kromatogram untuk pembuatan kurva baku

81

Lampiran 3. Data perhitungan nilai perolehan kembali dan koefisien variasi


Tabel XI. Hasil perhitungan perolehan kembali dan
koefisien variasi kurkumin
Area
(x 105)

Kadar
(g/l)

0,25323
0,25030
0,25113
0,34572
0,35675
0,34986
0,50084
0,51193
0,48841
0,71065
0,70359
0,69668
1,21533
1,22949
1,20151

0,1192
0,1185
0,1187
0,1417
0,1420
0,1427
0,1795
0,1822
0,1764
0,2305
0,2288
0,2271
0,3233
0,3567
0,3499

X Kadar
(g/l)

CV
(%)

0,1188

0,34

0,1421

0,35

0,1794

1,62

0,2288

0,74

0,3533

0,96

Recovery
(%)
99,33
98,75
98,92
101,21
101,43
101,98
99,72
101,22
98,00
100,22
99,48
98,74
100,94
101,91
99,97

X Recovery
(%)
98,67

101,38

99,65

99,48

100,94

82

Lampiran 4. Uji standarisasi ekstrak rimpang temulawak

Gambar 17. Foto ekstrak rimpang temulawak

1. Uji viskositas
Tabel XII. Data uji viskositas ekstrak rimpang temulawak

Replikasi

Viskositas (dPas)

1
2
3
4
5
6

1,75
1,70
1,60
1,60
1,70
1,70

X
SD

1,68
0,06

83

2. Uji daya lekat


Tabel XIII. Data uji daya lekat ekstrak rimpang temulawak

Replikasi

Daya lekat (detik)

1
2
3
4
5
6

0,34
0,35
0,34
0,35
0,34
0,32
0,34
0,01

X
SD

3. Uji kandungan lembab


Tabel XIV. Data uji kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak
Replikasi

Bobot (gram)

Cawan
Ekstrak
Cawan + ekstrak
Setelah 5 jam
6 jam
7 jam
8 jam
9 jam
10 jam
11 jam
12 jam
13 jam
14 jam
Ekstrak jam ke-14
Kandungan lembab
X (%)
Kandungan lembab
(%)
SD
*n.a. = not available

84,3736
10,0648
94,4384
92,2311
91,9894
91,7317
91,6044
91,5218
91,4527
91,3528
91,2880
91,2281
91,1986
6,8250

85,4820
10,0358
95,5178
93,9559
93,7800
93,6401
93,5560
93,4804
93,4076
93,3212
93,2639
93,1907
93,1683
7,6863

76,4438
10,0336
86,4774
85,1770
85,0150
84,8546
84,7600
84,6592
84,5980
84,4858
84,4305
84,3698
84,3429
7,8991

87,1474
10,0094
97,1568
n.a.*
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
7,4875

96,2843 89,8713
10,0150 10,0270
106,2993 99,8983
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
n.a.
7,8543
7,6513

47,4696 30,5674

27,0221

33,6815

27,5098

32,8833
7,5545

31,0496

84

4. Uji kualitatif menggunakan KLT densitometri (Perhitungan nilai Rf)

Rf =

jarak rambatan bercak (cm)


jarak pengembangan (cm)

Tabel VI. Nilai Rf dan warna bercak hasil KLT densitometri


Bercak

Kurkumin
baku
Kurkumin
sampel
Desmetoksi
kurkumin

Warna bercak

Rf

0,54 0,00
0,54 0,01
0,39 0,01

Visual

UV 254 nm

UV 365 nm

Kuning
kecoklatan
Kuning
kecoklatan
Kuning
kecoklatan

Kuning
kecoklatan
Kuning
kecoklatan
Kuning
kecoklatan

Fluoresensi
Kuning
Fluoresensi
Kuning
Fluoresensi
kuning

5. Uji kuantitatif (penetapan kadar kurkumin) menggunakan KLT


densitometri
Tabel XV. Kadar kurkumin dalam sampel
Sampel

AUC (105)

Kadar (%)

1,13544

6,22

1,04244

6,03

1,04803

5,99

0,98238

5,51

1,09248

6,21

1,16177

6,70

X (%)

SD

CV (%)

6,11

0,39

6,34

85

Gambar 18. Kromatogram sampel

86

Lampiran 5. Penentuan dosis ekstrak rimpang temulawak

Dosis kurkumin dalam ekstrak temulawak sebagai perangsang penciutan


volume kandung empedu dalam penelitian Efek Kurkumin Pada Kandung
Empedu Manusia adalah 20 mg untuk sekali minum (Lelo, 1998).
Kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak = 6,11 %.
Maka berat ekstrak rimpang temulawak yang digunakan adalah:
20mg
x100 mg = 327,33mg
6,11mg

Dalam 40 gram serbuk rimpang temulawak menjadi 4,4 gram (1/9 berat
serbuk mula-mula) ekstrak rimpang temulawak, sehingga dalam kadar kurkumin
dalam rimpang kering temulawak sebesar:

6,11gram kurkumin
= 0,68% .
900 gram serbuk

87

Lampiran 6. Perhitungan level natrium sitrat-asam fumarat dan natrium


bikarbonat

Dari penelitian sebelumnya, level rendah untuk natrium sitrat sebesar 200
mg, asam fumarat 200 mg, sedangkan level tinggi untuk asam sitrat sebesar 1000
mg, asam fumarat 1000 mg (Natalia, 2006). Dari penelitian tersebut, jika dilihat
contour plot super imposed dari respon kecepatan alir dan waktu larut granul,

dapat ditentukan level tinggi dan level rendah untuk natraium sitrat-asam fumarat.
Titik yang diambil untuk menentukan level campuran natrium sitrat dan
asam fumarat adalah titik yang terdapat dalam area contour plot super imposed.
Titik yang diambil x1 : x2 = 915 : 457,5. Jadi, perbandingan antara natrium sitrat
dan asam fumarat yaitu 2:1.
Menurut Wehling dan Fred, 2004, komposisi asam yang paling baik dalam
sediaan effervescent adalah 25-40% dari bobot total. Bobot granul total yang
ditentukan yaitu 2400 mg. Jadi komposisi asam yang digunakan yaitu 600-960
mg. Dengan demikian campuran natrium sitrat dan asam fumarat yang digunakan
pada level rendah yaitu 600 mg, sedangkan untuk level tinggi sebesar 960 mg.
1. Perhitungan level natrium sitrat dan asam fumarat:

a. Level rendah campuran asam

Natrium sitrat
2
x 600 mg = 400 mg
3

Asam fumarat
1
x 600 mg = 200 mg
3

88

b. Level tinggi campuran asam

Natrium sitrat
2
x 960 mg = 640 mg
3

Asam fumarat

1
x 960 mg = 320 mg
3

2. Perhitungan level natrium bikarbonat:

Reaksi antara natrium sitrat dan natrium bikarbonat:


C6H6Na2O7 + Na3C6H5O7 + CO2 + H2O

NaHCO3 +

Reaksi antara asam fumarat dan natrium bikarbonat


2 NaHCO3 +

C4H4O4 + Na2C4H2O4 + 2 CO2 + 2 H2O

Berdasarkan kedua reaksi diatas maka dapat dihitung jumlah natrium


bikarbonat yang digunakan sebagai level rendah dan level tinggi.
a. Natrium bikarbonat untuk campuran asam level rendah
1). Jumlah natrium bikarbonat untuk 400 mg natrium sitrat adalah
mol natrium sitrat = mol natrium bikarbonat
gram berat
gram berat
=
BM natrium sitrat
BM natrium bikarbonat
0,400
X
=
84,01
258,07
X = 0,130 gram = 130 mg

89

2) Jumlah natrium bikarbonat untuk 200 mg asam fumarat adalah


mol asam fumarat = mol natrium bikarbonat

gram berat
gram berat
= x

BM natrium bikarbonat
BM asam fumarat

X
0,200

=x
84,01
148
X = 0,227 gram = 227 mg
Sehingga jumlah total natrium bikarbonat untuk campuran asam adalah
= 130 mg + 227 mg
= 357 mg (digunakan sebagai level rendah)

b. Natrium bikarbonat untuk campuran asam level tinggi


1). Jumlah natrium bikarbonat untuk 640 mg natrium sitrat adalah
mol natrium sitrat = mol natrium bikarbonat
gram berat
gram berat
=
BM natrium sitrat
BM natrium bikarbonat
0,640
X
=
84,01
258,07
X = 0,208 gram = 208 mg
2) Jumlah natrium bikarbonat untuk 320 mg asam fumarat adalah
mol asam fumarat = mol natrium bikarbonat

gram berat
gram berat
= x

BM natrium bikarbonat
BM asam fumarat

90

X
0,320
=x

84,01
148
X = 0,363 gram = 363 mg
Sehingga jumlah total natrium bikarbonat untuk campuran asam adalah
= 208 mg + 363 mg
= 571 mg (digunakan sebagai level tinggi)

91

Lampiran 7. Uji sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak


1. Kecepatan alir
Tabel XVI. Data uji kecepatan alir granul effervescent
Kecepatan alir (g/s)

Replikasi

1
2
3
4
5
6
X
SD

ab

78,13
81,97
77,52
80,00
78,13
80,00
79,29
1,68

100,00
94,34
94,40
91,74
99,40
97,09
96,14
3,22

81,97
81,97
84,04
88,50
84,03
86,21
84,47
2,53

88,50
89,29
86,96
86,96
88,50
86,96
87,86
1,03

Tabel XVII. Nilai respon kecepatan alir masing-masing formula


formula

asam

basa

interaksi

respon

1
a
b
ab

+
+

+
+

+
+

79,29
96,14
84,47
87,86

Perhitungan nilai efek


Efek faktor A
=

= ((a-(1)) + (ab-b)) / 2

(96,14 79,29) + (87,86 84,47)


2

= 10,12
Efek faktor B
=

= ((b-(1)) + (ab-a)) / 2
(84,47 79,29) + (87,86 79,29)
2

= 13,75

92

Efek interaksi
=

= ((ab-b) - (a-1)) / 2

(87,86 84,47) (96,14 79,29)


2

= -13,46

Tabel XXIII. Nilai efek terhadap kecepatan alir granul effervescent


Efek

Kecepatan alir

Campuran asam
Natrium bikarbonat
Interaksi

10,12
13,75
|-13,46|

Tabel XIX. Nilai slope (b) grafik hubungan peningkatan level campuran
asam dan natrium bikarbonat terhadap kecepatan alir
Hubungan pengaruh
peningkatan level
campuran asam
terhadap kecepatan alir
Hubungan pengaruh
peningkatan level
natrium bikarbonat
terhadap kecepatan alir

Natrium
bikarbonat
Level rendah
Level tinggi
Campuran
asam

Nilai b

0,0468
0,0094
Nilai b

Level rendah

0,0242

Level tinggi

|-0,0387|

Persamaan Umum

Y = b0 + b1.X1 + b2.X2 + b1.2.X1.X2


Formula-1
79,29 = b0 + 600 b1 + 357 b2 + 214200 b1.2...............................................(1)
Formula-a
96,14 = b0 + 960 b1 + 357 b2 + 342720 b1.2...............................................(2)
Formula-b
84,47 = b0 + 600 b1 + 571 b2 + 342600 b1.2.......................(3)

93

Formula-ab
87,86 = b0 + 960 b1 + 571 b2 + 548160 b1.2...............(4)
Eliminasi persamaan (1) dan (2)
(1) 79,29 = b0 + 600 b1 + 357 b2 + 214200 b1.2
(2) 96,14 = b0 + 960 b1 + 357 b2 + 342720 b1.2 -16,85 = -360b1 - 128520 b1.2.......................................(5)
Eliminasi persamaan (3) dan (4)
(3) 84,47 = b0 + 600 b1 + 571 b2 + 342600 b1.2
(4) 87,86 = b0 + 960 b1 + 571 b2 + 548160 b1.2 -3,39 = -360 b1 205560 b1.2............................... (6)
Eliminasi persamaan (5) dan (6)
(5) -16,85 = -360b1 - 128520 b1.2
(6) -3,39 = -360 b1 205560 b1.2 -13,46 = 77040 b1.2
b1.2 = -1,7474.10-4

Substitusi nilai b1.2 yang diperoleh ke persamaan (5)


-16,85 = -360b1 - 128520 b1.2
-16,85 = -360b1 - 128520 (-1,7474.10-4)
b1 = 0,1092

Substitusi nilai b1 dan b1,2 ke persamaan (1) dan (3)


(1) 79,29=b0 + 600 (0,1092) + 357 b2 + 214200 (-1,7474.10-4)
51,20 = b0 + 357b2..............................................................................(7)

94

(3)84,47= b0 + 600 (0,1092) + 571 b2 + 342600 (-1,7474.10-4)


78,82 = b0 + 571b2............................................................................(8)
Eliminasi persamaan (7) dan (8);
51,20 = b0 + 357b2
78,82 = b0 + 571b2 -27,61 = -214 b2
b2 = 0,1290

Substitusi nilai b2 ke persamaan (7)


51,20 = b0 + 357 (0,1290)
b0 = 5,1343

Jadi persamaan design factorial untuk nilai kecepatan alir adalah:


Y = 5,1343 + 0,1092.X1 + 0,1290.X2 - 1,7474.10-4.X1.X2

2. Waktu larut
Tabel XX. Data uji waktu larut granul effervescent
Waktu larut (detik)

Replikasi

1
2
3
4
5
6
X
SD

Formula 1

Formula a

Formula b

Formula ab

76,59
76,57
74,88
78,68
80,25
76,35
77,22
1,92

52,14
57,97
50,28
52,5
52,94
52,32
53,03
2,59

51,86
54,53
53,53
52,53
53,66
52,62
53,12
0,96

85,12
76,82
84,72
81,44
83,78
83,72
82,60
3,11

95

Tabel XXI. Nilai respon waktu larut masing-masing formula


formula

asam

basa

interaksi

respon

1
a
b
ab

+
+

+
+

+
+

77,22
53,03
53,12
82,60

Perhitungan nilai efek


Efek faktor A

= ((a-(1)) + (ab-b)) / 2
=

(53,03 77,22) + (82,60 53,12)


2

= 2,64
Efek faktor B

= ((b-(1)) + (ab-a)) / 2
=

(53,12 77,22) + (82,60 53,03)


2

= 2,74
Efek interaksi

= ((ab-b) - (a-1)) / 2
=

(82,60 53,12) (53,03 77,22)


2

= 26,84

Tabel XXII. Nilai efek terhadap waktu larut granul effervescent


Efek

Waktu larut

Campuran asam
Natrium bikarbonat
Interaksi

2,64
2,74
26,84

96

Tabel XXIII. Nilai slope (b) grafik hubungan peningkatan level campuran
asam dan natrium bikarbonat terhadap waktu larut
Hubungan pengaruh
peningkatan level
campuran asam
terhadap waktu larut
Hubungan pengaruh
peningkatan level
natrium bikarbonat
terhadap waktu larut

Natrium
bikarbonat
Level rendah
Level tinggi
Campuran
asam

|-0,0672|
0,0819

Level rendah

|-0, 1126|

Level tinggi

0,1382

Nilai b

Nilai b

Persamaan Umum

Y = b0 + b1.X1 + b2.X2 + b1.2.X1.X2


Formula-1
77,22 = b0 + 600 b1 + 357 b2 + 214200 b1.2...........................................................(1)
Formula-a
53,03 = b0 + 960 b1 + 357 b2 + 342720 b1.2.........................................................(2)
Formula-b
53,12 = b0 + 600 b1 + 571 b2 + 342600 b1.2.......................(3)
Formula-ab
82,60= b0 + 960 b1 + 571 b2 + 548160 b1.2............................(4)

Eliminasi persamaan (1) dan (2)


(1) 77,22 = b0 + 600 b1 + 357 b2 + 214200 b1.2
(2) 53,03 = b0 + 960 b1 + 357 b2 + 342720 b1.2 24,20 = -360b1 - 128520 b1.2................................................(5)

97

Eliminasi persamaan (3) dan (4)


(3) 53,12 = b0 + 600 b1 + 571 b2 + 342600 b1.2
(4) 82,60 = b0 + 960 b1 + 571 b2 + 548160 b1.2 -29,48 = -360 b1 205560 b1.2.................................(6)
Eliminasi persamaan (5) dan (6)
(5) 24,195 = -360b1 - 128520 b1.2
(6) -29,48 = -360 b1 205560 b1.2 53,67 = 77040 b1.2
b1.2 = 0,6967.10-4

Substitusi nilai b1.2 yang diperoleh ke persamaan (5)


24,20 = -360b1 - 128520 b1.2
24,20 = -360b1 - 128520 (0,6967.10-4)
b1 = -0,3159

Substitusi nilai b1 dan b1,2 ke persamaan (1) dan (3)


(1) 77,22 = b0 + 600 (-0,3159) + 357 b2 + 214200 (0,6967.10-4)
117,55 = b0 + 357b2.............................................................................(7)
(3)53,12= b0 + 600 (-0,3159) + 571 b2 + 342600 (0,6967.10-4)
3,99 = b0 + 571b2.............................................................................(8)
Eliminasi persamaan (7) dan (8);
117,55 = b0 + 357b2
3,99 = b0 + 571b2 113,55 = -214 b2
b2 = -0,5306

98

Substitusi nilai b2 ke persamaan (7)


117,55 = b0 + 357 (-0,5306)
b0 = 306,9728

Jadi persamaan design factorial untuk waktu larut adalah:


Y = 306,9728 - 0,3159.X1 -0,5306.X2 + 0,6967.10-4.X1.X2

3. Kandungan lembab
Tabel XXIV. Data uji kandungan lembab granul effervescent
Kandungan lembab (%)

Replikasi

1
2
3
4
5
6
X
SD

Formula 1

Formula a

Formula b

Formula ab

0,5768
0,5576
0,6546
0,5765
0,6319
0,5355
0,5882
0,0454

0,6232
0,6418
0,5467
0,4040
0,3679
0,6242
0,5346
0,1203

0,6343
0,7795
0,6826
0,7172
0,8910
0,7415
0,7410
0,0887

0,5779
0,4721
0,4700
0,2452
0,6095
0,0720
0,4078
0,2082

Tabel XXV. Nilai respon kandungan lembab masing-masing formula

formula

asam

basa

interaksi

respon

1
a
b
ab

+
+

+
+

+
+

0,5882
0,5346
0,7410
0,4078

Perhitungan nilai efek


Efek faktor A
=

= ((a-(1)) + (ab-b)) / 2

(0,5363 0,5882) + (0,4078 0,7410)

= -0,1934

99

Efek faktor B
=

= ((b-(1)) + (ab-a)) / 2
(0,7410 0,5882) + (0,4078 0,5346)
2

= 0,0130
Efek interaksi
=

= ((ab-b) - (a-1)) / 2

(0,4078 0,7410) (0,5346 0,5882)


2

= -0,1399

Tabel XXVI. Nilai efek terhadap kandungan lembab granul effervescent


Efek

Kandungan lembab

Campuran asam
Natrium bikarbonat
Interaksi

|-0,1934|
0,0130
|-0,1399|

Tabel XXVII. Nilai slope (b) grafik hubungan peningkatan level campuran
asam dan natrium bikarbonat terhadap kandungan lembab
Hubungan pengaruh
peningkatan level
campuran asam
terhadap kandungan
lembab
Hubungan pengaruh
peningkatan level
natrium bikarbonat
terhadap kandungan
lembab

Natrium
bikarbonat
Level rendah

|-0,0002|

Level tinggi

|-0,0009|

Campuran
asam

Nilai b

Level rendah

0,0007

Level tinggi

|-0,0006|

Nilai b

Persamaan Umum

Y = b0 + b1.X1 + b2.X2 + b1.2.X1.X2


Formula-1
0,5882= b0 + 600 b1 + 357 b2 + 214200 b1.2..................................................(1)

100

Formula-a
0,5346= b0 + 960 b1 + 357 b2 + 342720 b1.2................................................(2)
Formula-b
0,7410 = b0 + 600 b1 + 571 b2 + 342600 b1.2...........................(3)
Formula-ab
0,4078= b0 + 960 b1 + 571 b2 + 548160 b1.2................(4)
Eliminasi persamaan (1) dan (2)
(1) 0,5882 = b0 + 600 b1 + 357 b2 + 214200 b1.2
(2) 0,5346 = b0 + 960 b1 + 357 b2 + 342720 b1.2 0,0535 = -360b1 - 128520 b1.2.......................................(5)
Eliminasi persamaan (3) dan (4)
(3) 0,7410 = b0 + 600 b1 + 571 b2 + 342600 b1.2
(4) 0,4078 = b0 + 960 b1 + 571 b2 + 548160 b1.2 0,3332 = -360 b1 205560 b1.2.................................(6)
Eliminasi persamaan (5) dan (6)
(5) 0,0535 = -360b1 - 128520 b1.2
(6) 0,3332 = -360 b1 205560 b1.2 -0.2797 = 77040 b1.2
b1.2 = -0,3631.10-5

Substitusi nilai b1.2 yang diperoleh ke persamaan (5)


0,0535 = -360b1 - 128520 b1.2
0,0535 = -360b1 - 128520 (-0,3631.10-5)
b1 = 0,0012

101

Substitusi nilai b1 dan b1,2 ke persamaan (1) dan (3)


(1) 0,5882=b0+ 600(0,0012)+ 357 b2+214200(-0,3631.10-5)
0,6774 = b0 + 357b2.............................................................................(7)
(3) 0,7410=b0+600(0,0012)+571 b2+342600(-0,3631.10-5)
1,2963 = b0 + 571b2...........................................................................(8)
Eliminasi persamaan (7) dan (8);
0,6774 = b0 + 357b2
1,2963 = b0 + 571b2 -0,6189 = -214 b2
b2 = 0,0029

Substitusi nilai b2 ke persamaan (7)


0,6774 = b0 + 357 (0,0029)
b0 = -0,3552

Jadi persamaan design factorial untuk nilai kandungan lembab adalah:


Y= -0,3552 + 0,0012.X1 + 0,0029.X2 - 0,3631.10-5.X1.X2

102

Formula 1

Formula a

Formula b

Formula ab

Gambar 19. Granul effervescent ekstrak rimpang temulawak

Gambar 20. Contoh hasil larutan granul effervescent


ekstrak rimpang temulawak

103

Lampiran 8. Surat pengesahan determinasi

104

BIOGRAFI PENULIS

Tyas Ayu Puspita lahir di Surakarta pada


tanggal 2 Desember 1984, merupakan putri pertama
dari 3 bersaudara, pasangan Dharsono, S.H., M.M.
dan Sri Rahayu. Penulis skripsi berjudul Optimasi
Campuran
Natrium

Natrium
Bikarbonat

SitratAsam

Fumarat

dan

Sebagai Eksipien Dalam

Pembuatan Granul Effervescent Ekstrak Rimpang


Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara
Granulasi Basah Dengan Metode Desain Faktorial
ini pernah menempuh pendidikan di TK Lakhsmi 7 Surakarta pada tahun 1989
selama dua tahun. Penulis melanjutkan pendidikan di SD Kristen Manahan
Surakarta pada tahun 1991 sampai dengan tahun 1997, kemudian di SLTP Negeri
I Surakarta hingga tahun 2000. Setamat SLTP, penulis melanjutkan studi di SMU
Negeri I Surakarta pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003. Setelah selesai
menempuh pendidikan SMU, penulis melanjutkan pendidikan ke Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis pernah memiliki
pengalaman bekerja di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma sebagai
asisten praktikum Farmasetika Dasar tahun 2005-2006 dan FTS Solid tahun 2006.

Anda mungkin juga menyukai