Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih (ISK) pada anak sering ditemukan dan merupakan penyebab kedua
morbiditas penyakit infeksi pada anak, sesudah infeksi saluran nafas. Prevalensi pada anak
perempuan berkisar 3-5% dan pada laki-laki sekitar 1%.
ISK telah dianggap sebagai faktor risiko penting pada terjadinya insufisiensi renal
atau end stage renal disease pada anak-anak. Setelah ISK pertama, 60-80% anak perempuan
biasanya akan mendapatkan ISK kedua dalam 18 bulan. Pada anak laki-laki, ISK paling
banyak terjadi selama tahun pertama kehidupan dan jauh lebih sering terjadi pada anak lakilaki disunat. Selama tahun pertama kehidupan, perbandingan rasio anak laki-laki: rasio anak
perempuan adalah 2,8-5,4: 1. Selama usia 1-2 tahun, dominasi rasio anak perempuan lebih
mencolok, dengan perbandingan anak laki-laki: anak perempuan adalah 1: 10. Infeksi
berulang sering terjadi pada penderita yang rentan atau terjadi karena adanya kelainan
anatomik atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan adanya stasis urin atau refluks
sehingga perlu pengenalan dini dan pengobatan yang adekuat untuk mempertahankan fungsi
ginjal dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
Standar pemeriksaan untuk mendiagnosis ISK adalah dengan kultur urin. Karena
dalam proses kultur dibutuhkan waktu setidaknya 48 jam untuk mendapatkan hasilnya oleh
karena itu, pemeriksaan mikroskopis urin juga sering dibutuhkan untuk membantu membuat
diagnosis awal ISK. Spesimen urin penderita ISK akan menunjukkan temuan positif
pada dipstick untuk nitrit, esterase leukosit, atau darah. Dipstick test memiliki sensitivitas
hampir 85-90%. Pemeriksaan mikroskopis urin dapat mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit,
bakteri, dan sel epitel. Selain itu evaluasi diagnostik pada anak yang menderita ISK sudah
banyak mengalami kemajuan, ditambah dengan adanya metode-metode yang tidak invasif
seperti ultrasonografi, pencitraan radioisotop, MRI, dan lain-lain merupakan alat yang sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis.
Karena tingginya angka kejadian ISK pada anak dengan gejala klinis yang tak terlalu
jelas serta tingginya resiko komplikasi yang berat, maka referat kali ini akan membahas ISK.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
ISK adalah keadaan adanya infeksi (pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri)
dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih
dengan jumlah bakteriuria yang bermakna.1
Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK
ataukontaminasi dari uretra, vagina ataupun dari flora di periuretral. Dalam keadaan normal,
urin baru dan segar adalah steril. Bakteriuria bermakna yaitu bila ditemukan jumlah koloni >
105/ml spesies yang sama pada kultur urin dari sampel mid-stream urine. Ini
merupakan gold standard untuk diagnostik ISK.

2.2 Epidemiologi
ISK terjadi pada 3-5% anak perempuan dan 1% dari anak laki-laki. Pada anak
perempuan, ISK pertama biasanya terjadi pada umur 5 tahun, dengan puncaknya pada bayi
dan anak-anak yang sedang toillete training. Setelah ISK pertama, 60%-80% anak
perempuan akan mengembangkan ISK yang kedua dalam 18 bulan. Pada anak laki-laki, ISK
paling banyak terjadi selama tahun pertama kehidupan; ISK jauh lebih sering terjadi pada
anak laki-laki yang tidak disunat. Prevalensi ISK bervariasi berdasarkan usia. Selama tahun
pertama kehidupan, rasio penderita laki-laki: rasio wanita adalah 2,8-5,4 : 1. Sedangkan
dalam tahun pertama sampai tahun kedua kehidupan, terjadi perubahan yang mencolok,
dimana rasio laki-laki: rasio perempuan adalah 1:10.
Pada anak-anak prasekolah usia, prevalensi anak perempuan dengan infeksi tanpa
gejala yang akhirnya didiagnosa oleh aspirasi suprapubik adalah 0,8% dibandingkan dengan
0,2% pada anak laki-laki. Pada kelompok usia sekolah, angka insidensi bakteriuria pada
perempuan lebih banyak 30 kali dibandingkan pada anak laki-laki.
Remaja putri lebih cenderung memiliki vaginitis (35%) dibandingkan ISK (17%).
Selain itu, gadis remaja yang didiagnosis dengan sistitis sering memiliki vaginitis
bersamaan.

2.3 Anatomi Saluran Kemih


2

Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra.
Ginjal
Ginjal terletak diruang retroperitoneal antara vertebra torakal 12 atau lumbal 1 dan
lumbal 4. Panjang dan beratnya bervariasi yaitu lebih kurang 6 cm dan 24 gram pada bayi
yang lahir cukup bulan. Pada bayi baru lahir ginjal sering dapat diraba. Pada janin
permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan
bertambahnya umur. Tiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Ginjal
mempunyai lapisan luar, yaitu korteks yang mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan
distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens, serta lapisan dalam yaitu medula, yang
mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta, dan duktus koligens
terminal.
Puncak piramid medula menonjol ke dalam disebut papil ginjal yang merupakan
ujung kaliks minor. Beberapa duktus koligens bermuara pada duktus papilaris Bellini yang
ujungnya bermuara di papil ginjal dan mengalirkan urin kedalam kaliks minor. Karena ada
18-24 lubang muara duktus Bellini pada ujung papil maka daerah tersebut terlihat sebagai
tapisan beras dan disebut area kribrosa (Gambar 2).
Antara dua piramid terdapat jaringan korteks tempat masuknya cabang-cabang arteri
renalis disebut kolumna Bertini. Beberapa kaliks minor membentuk kaliks mayor yang
bersatu menjadi piala (pelvis) ginjal yang kemudian bermuara ke dalam ureter.
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosis tipis dan mengkilat yang disebut kapsul
fibrosa (true capsule) ginjal dan diluar kapsul ini terdapat jaringan lemak perineal. Di
sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/ suprarenal yang
berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perineal
dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barrier yang menghambat
meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada saat
terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia gerota dapat pula berfungsi sebagai barier dalam
menghambat penyebaran infeksi atau menghambat metastasis tumor ginjal ke organ
sekitarnya. Di luar fasia gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau diseebut
jaringan lemak pararenal.
Disebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang
rusuk ke XI dan XII, sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh organ-organ
intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, duodenum sedangkan ginjal kiri
dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan kolon.
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal.
Didalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan didalam medula banyak
terdapatduktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas
tubulus kontortus proksimalis, tubulus kontortus distalis dan duktus kolegentes.

Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomeruli
kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi
dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urin. Urin
yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramid ke sistem pelviokaliks ginjal
untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.
Sistem pelviokaliks ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks mayor dan
pielum/ pelvis renalis. Mukosa sistem pelviokaliks terdiri atas epitel transisional dan
dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urin sampai
ke ureter.
Ureter
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urin
dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh selsel transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan
peristaltik (berkontraksi) guna mengeluarkan urin ke buli-buli.
Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli, secara anatomis terdapat
beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada di tempat lain,
sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut ditempat
itu. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah (1) pada perbatasan antara pelvis
renalis dan ureter atau pelvicoureter junction (2) tempat ureter menyilang arteri iliaka di
rongga pelvis dan (3) pada saat ureter masuk ke buli-buli. Ureter masuk ke buli-buli dalam
posisi miring dan berada di dalam otot buli-buli (intramural) ; keadaan ini dapat mencegah
terjadinya aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau refluks vesiko-ureter pada saat bulibuli berkontraksi.
Untuk kepentingan radiologi dan kepentingan pembedahan, ureter dibagi menjadi
dua bagian yaitu : ureter pars abdominalis yaitu yang berada dari pelvis renalis sampai
menyilang vasa iliaka dan ureter pars pelvika yaitu mulai dari persilangan dengan vasa
iliaka sampai masuk ke buli-buli. Disamping itu secara radiologis ureter dibagi dalam tiga
bagian yaitu (1) ureter 1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas sakrum (2)
ureter 1/3 medial mulai dari batas atas sakrum sampai pada batas bawah sakrum dan (3)
ureter 1/3 distal mulai batas bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli.
Buli-buli
Buli-buli adalah organ berongga yang berdinding otot polos yang terdiri dari dua
bagian besar: (1) badan (korpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin
berkumpul, dan (2) leher (kollum) merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong,
berjalan secara inferior dan anterior kedalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan

dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior
karena hubungannya dengan uretra.
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas kesegala
arah dan, bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih. Dengan
demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung
kemih.sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran
listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lain. Oleh karena itu, potensial aksi
dapat menyebar keseluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga
terjadi kontraksi seluruh kandungan kemih dengan segera.
Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Disebelah dalam adalah otot longitudinal, ditengah merupakan otot sirkuler,
dan yang paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel
transisional yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter, dan uretra
posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk
suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli.
Secara anatomi bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan yaitu (1) permukaan
superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum (2) dua permukaan inferiolateral dan
(3) permukaan posterior. Permukaan superior merupakan lokus minoris (daerah terlemah)
dinding buli-buli.
Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Pada anak, kapasitas buli-buli menurut
formula dari Koff adalah :
Kapasitas Buli-buli = {Umur (tahun) + 2}x 30 ml
Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari buli-buli melalui proses
miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra
anterior. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan bulibuli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan
posterior. Sfingter uretra interna terdiri dari otot polos yang dipersarafi oleh sistem saraf
simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna
terdiri atas otot bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai
dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada
saat menahan kencing.
2.4 Fisiologi Saluran Kemih
Neonatus memiliki fungsi ginjal imatur saat kelahiran yang membuat mudahnya
kehilangan cairan, seperti kehilangan cairan lewat pernafasan yang cepat atau kegagalan
dalam pemasukan cairan. Berat ginjal neonatus sekitar 23 gram, berat ini akan menjadi dua
5

kali lipat dari semula pada usia 6 bulan dan meningkat pada akhir satu tahun pertama dan
tumbuh seperti ginjal orang dewasa pada saat pubertas yaitu 10 kali ukuran pada saat
kelahiran.
Ketika bayi dilahirkan, maka ia akan kehilangan aliran darah dari plasenta, diikuti
dengan peningkatan yang tinggi dari aliran darah pada ginjalnya sendiri, menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah pada ginjal. Neonatus akan menghasilkan 20 35 ml
dari urin sebanyak 4 kali sehari, tapi ini akan meningkat sampai 100 200 ml sebanyak 10
kali sehari pada hari kesepuluh setelah lahir. Urin saat produksi pertama memperlihatkan
eksresi urea yang sedikit karena pada saat ini protein lebih banyak digunakan pada bayi
dibandingkan dengan jumlah yang dipecah dalam hati.
Resistensi dari anyaman kapiler ginjal berkurang pada minggu pertama kehidupan,
yang memungkinkan peningkatan kemampuan filtrasi glomerulus, akan tetapi kapsul
glomerulus saat lahir dibentuk dari epitel kubus dan belum sepenuhnya digantikan oleh epitel
berlapis gepeng dan baru berfungsi secara penuh setelah tahun pertama. Nefron yang kecil
dan immatur ini juga memiliki Lengkung Henle yang pendek juga, dimana air dan natrium
secara normal diatur, garam (natrium) sebaiknya tidak ditambahkan ke diet bayi karena tidak
dapat diekskresikan dengan mudah dan natrium yang tersisa akan mempertahankan arteri dan
vena, meningkatkan tekanan darah dan dilatasi dari jantung yang berkembang.
Perkembangan Kontinensia
Bayi memiliki keadaan inkontinensia, kemampuan untuk mengontrol pengeluaran
urin tergantung pada sistem renal yang lengkap dan berfungsi, kematangan saraf, kesempatan
yang diberikan kepada anak untuk buang air kecil dan kebiasaan. Anak dapat menjadi cemas
dan melemah jika harapan yang diberikan melebihi kemampuan dan kontrol mereka.
Kematangan terhadap mekanisme kontrol biasanya membutuhkan sekitar lima tahun untuk
anak yang sehat agar tetap terkontrol pada siang dan malam. Kandung kemih adalah organ
yang kompleks yang terbentuk dari lapisan otot dan dienervasikan oleh kompleks refleks dari
tulang belakang dan koordinasi dari otak. Perlu diingat bahwa jika anak tidak mau buang air
kecil, utuk alasan apapun, mereka dapat memberikan pesan kepada otaknya dari kandung
kemih mereka yang penuh itu.
Kemampuan untuk mengontrol pengosongan kandung kemih adalah sebuah proses
yang dipelajari biasanya pada awal masa kanak-kanak sebagai hasil dari toillete training.
Seorang bayi tidak mampu berlatih mengontrol proses ini, karena pengosongan kandung
kemih tergantung pada kerja kompleks refleks. Kandung kemih mereka akan secara volunter
mengosongkan diri saat teregang pada volume 15 ml, seperti yang diketahui pada dewasa
rangsangan untuk buang air kecil pada volume 200 ml. Saat kandung kemih penuh dan
merangsang reseptor trigonal, dan hasilnya mengirimkan impuls ke area sakral tulang
belakang melalui sistem saraf otonom. Impuls motorik dari tulang belakang lewat sistem
6

saraf otonom menginisiasi relaksasi sfingter internal dan kontraksi otot detrusor, yang
selanjutnya mengakibatkan urin keluar dari kandung kemih. Kapasitas kandung kemih anak
bervariasi berdasarkan umur (Tabel 1). Jumlah urin bervariasi pada neonatus dan anak (Tabel
2).

Tabel 1. Frekuensi Rata-Rata Miksi Pada Bayi dan Anak


Umur

Frekuensi Miksi/ 24 Jam

3-6 bulan

20

6-12 bulan

16

1-2 tahun

12

2-3 tahun

10

3-4 tahun

12 tahun

4-6

Tabel 2. Jumlah Urin Pada Neonatus dan Anak


Umur

Jumlah Urin (ml)

1 hari

0-20

2 hari

20-50

3 hari

20-60

4 hari

30-70

5-7 hari

40-90
7

1 bulan

200-400

2 bulan

300-500

3 bulan

500-700

1-2 tahun

600-800

3-5 tahun

800-1200

6-10 tahun

800-1400

10-14 tahun

800-1500

Kematangan sistem saraf diperlukan untuk pengontrolan kandung kemih, jadi impuls
saraf dapat bergerak melalui tulang belakang menuju pusat kontrol miksi di otak. Saat
kewaspadaan untuk buang air kecil dan keinginan untuk mengontrol miksi telah berkembang,
bersama dengan kematangan biologis dari sistem saraf dan perkembangan sosial si anak,
menjadikan aktivitas sistem saraf pusat mengambil alih kerja sistem refleks.Kontrol yang
baik dapat dimulai pada usia dua tahun saat anak dapat secara sadar merelaksasikan otot
dasar pinggul untuk buang air kecil.

Kandung kemih yang sehat dapat dilatih dengan kebiasaan yang sehat. Minum yang
cukup mengeluarkan bakteri, tapi minum air soda dapat mengiritasi kandung kemih. Ajarkan
anak perempuan untuk membersihkan sia urin dari depan ke belakang untuk menghindari
kontaminasi sistem urinarius bagian bawah oleh bakteri yang normalnya berada di rektum.
Anak juga sebaiknya dilatih untuk buang air kecil segera setelah mereka merasakan
keinginan untuk miksi, dan wanita yang sudah dewasa sebaiknya segera buang air kecil
setelah melakukan hubungan. Saat mulai sekolah, saat toilet dipakai bersama dan waktu
istirahat sudah ditentukan, hal ini menyebabkan beberapa anak untuk menolak minum
sepanjang hari dan menjaga urin sampai pulang ke rumah. Kaushik dkk (2007) menemukan
bahwa anak dengan akses buang air kecil yang bebas selama di sekolahnya memiliki tingkat
konsumsi air yang secara signifikan lebih tinggi. Dalam membantu orang tua untuk
menolong anaknya mendapatkan kontinensia, menemukan problem yang mendasarinya
adalah hal yang vital. Pertanyaan yang ditanyakan dapat meliputi umur, pekerjaan orang tua,
kebiasaan dalam keluarga dan riwayat kontinensia, keadaan kesehatan, perkembangan
mental, dan kejadian yang muncul pada kehidupan anak seperti pergantian sekolah, fasilitas
8

toilet seperti aksesibilitas dan keinginan untuk meminta izin buang air kecil, pengobatan, dan
asupan cairan. Manajemen tatalaksana akan tergantung pada tajamnya anamnesa; beberapa
poin diskusi dapat berupa penjelasan mengenai kontinensia dan keyakinan bahwa masalah
seperti ini bisa diatasi, saran praktis berupawaterproof bed cover, menjalankan jadwal rutin
untuk buang air kecil (dengan kenyamanan) dan manajemen asupan cairan selama dua puluh
empat jam. Pada semua situasi, anak dan keluarga perlu untuk diberikan motivasi untuk
keberhasilan dan pujian terhadap usaha yang ada.
Mengompol Enuresis Nokturnal
Mengompol pada malam hari adalah suatu pengalaman yang umum pada awal masa
anak-anak; sebuah gangguan pada fungsi neuromuskular yang sering tidak berbahaya dan
akan membaik sendiri. Akan tetapi, mengompol dapat disebabkan oleh kesedihan yang
sangat kuat pada kehidupan berkeluarga. Diagnosis dari enuresis nokturnal timbul saat aliran
involunter dari urin, saat tidur, yang timbul pada anak usia lima tahun atau lebih, dengan
tidak adanya kelainan kongenital atau yang didapat oleh sistem saraf, ditemukan satu dari
banyak penyebab buruknya kontrol buang air kecil pada malam hari (termasuk stres, riwayat
keluarga, infeksi saluran kemih, dan hambatan perkembangan). Hal itu menunjukkan
bagaimana pengeluaran urin diatur, sebagai bagian dari ritme sirkadia sehari-hari. Pada
malam hari kita normalnya menurunkan kadar ekskresi air, elektrolit, dan sisa-sisa sebagai
persiapan menjelang tidur. Meski begitu, beberapa anak membutuhkan waktu yang lebih
lama dibandingkan yang lainnya untuk perkembangan ritme ini; 7% dari anak usia tujuh
tahun mengompol di malam hari. Diperkirakan bahwa pada beberapa anak, hal ini tidak
disebabkan oleh volume urin yang diproduksi pada malam hari atau kandung kemih terlalu
kecil untuk menampung, tapi ritme sirkadia ginjal memiliki peranan dalam mengatur
keseimbangan natrium pada awal pagi.
2.5 Etiologi
Penyebab terbanyak ISK pada anak (sekitar 80-90%), baik yang simtomatikmaupun
yang asimtomatik adalah kuman gram negatif Escherichia coli (E. Coli).Penyebab lainnya
adalah Klebsiella, Proteus, Staphylococcus Saphrophyticus. ISK nosokomial sering
disebabkan E. coli, Pseudomonas sp, Coagualase-negatif Staphylococcus, Klebsiella sp,
Aerobacter sp jarang ditemukan.
Pada uropati obstruktif dan pada kelainan struktur saluran kemih pada anak laki-laki
sering ditemukan Proteus. ISK nosokomial sering disebabkan E.coli, Pseudomonas sp,
coagulase-negative Staphylococcus, Klebsiella sp, dan Aerobacter species.
Infeksi virus, terutama adenovirus,juga dapat terjadi, terutama sebagai penyebab
sistitis.

10

Faktor Risiko
Bila ISK didiagnosis pada anak, upaya harus dilakukan untuk mengidentifikasi faktor
risiko pada anak (misalnya, anomali anatomi, disfungsi berkemih, dan sembelit).Anak yang
menerima antibiotik spektrum luas (misalnya, amoxicillin, cephalexin) yang bisa
mengganggu kondisi fisiologis gastrointestinal (GI) dan periurethral flora, hal tersebut akan
meningkatkan risiko untuk ISK, karena obat ini mengganggu pertahanan alami saluran kemih
dalam menghadapi kolonisasi oleh bakteri patogen.
Lamanya inkubasi urin dalam kandung kemih akibat beberapa hal merupakan salah
satu faktor terjadinya ISK. Inkubasi urin ini bisa terjadi akibat anak memiliki disfungsi
berkemih atau anak memilih untuk menahan pipisnya. Berbagai keadaan bisa menjadi
penyebab disfungsi berkemih. Sembelit, dengan pembesaran rectum oleh feses merupakan
penyebab penting terjadinya disfungsi berkemih. Kelainan neurogenik atau kelainan anatomi
kandung kemih juga dapat menyebabkan disfungsi berkemih. Sedangkan kebiasaan menahan
pipis biasanya terjadi pada anak usia prasekolah dan sekolah.
Bayi laki-laki yang disunat bisa mengurangi risiko ISK sekitar 90% khususnya
selama tahun pertama kehidupan. Risiko ISK pada bayi disunat adalah sekitar 1 dari 1000
jika mereka disunat selama tahun pertama,dan bayi yang tidak disunat memiliki 1 dari 100
risiko terjadinya ISK. Secara keseluruhan, tingkat ISK pada anak laki-laki yang telah disunat
diperkirakan 0,2%-0,4%, dengan tingkat faktor risiko anak laki-laki tidak disunat menjadi 520 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki yang disunat.

2.6 Klasifikasi
- ISK Atas (upper UTI) merupakan ISK bagian atas terutama parenkim ginjal, lazimnya
disebut sebagai pielonefritis.
- ISK bawah (lower UTI): bila infeksi di vesika urinaria (sistitis) atau uretra. Batas antara
atas dan bawah adalah hubungan vesikoureter. Untuk membedakan ISK atas dengan
bawah.
- ISK simpleks: ISK sederhana (uncomplicated UTI), ada infeksi tetapi tanpa penyulit (lesi)
anatomik maupun fungsional saluran kemih.
- ISK kompleks: ISK dengan komplikasi (complicated UTI), adanya infeksi disertai lesi
anatomik ataupun fungsional, yang menyebabkan obstruksi mekanik maupun fungsional
saluran kemih, misalnya sumbatan muara uretra, refluks vesikoureter, urolitiasis, parut
ginjal, buli-buli neurogenik, dan sebagainya. Dalam kelompok ini termasuk ISK pada
neonatus dan sebagian besar kasus dengan pielonefritis akut.
2.7 Patogenesis
10

11

Patogenesis dari ISK ditentukan oleh mekanisme proteksi dan faktor predisposisi.
Mekanisme proteksi yaitu pengosongan vesika urinaria berkala dan pertahanan tubuh
penjamu. Faktor predisposisi termasuk pengosongan vesika urinaria yang tidak komplit
menyebabkan urin residu (contohnya neurogenic bladder dan refluks vesikoureter), terapi
antibiotik sebelumnya (yang mana dapat mengeradikasi bakteri komensal dan menyebabkan
bakteri yang virulen dapat menyerang), anak laki-laki yang tidak disirkumsisi (disebabkan
kolonisasi bakteri di foreskin), dan faktor virulensi uropatogen. Parut ginjal atau refluks
nefropati telah ditemukan pada 12-58% pasien yang diperiksa setelah tahap awal ISK. Faktor
risiko parut termasuk: uropati obstruktif,refluks vesikouretra khususnya dengan refluks intra
renal, ISK pada usia muda, diagnosis dan terapi yang lambat, ISK rekuren.
Anak dengan traktus urinarius yang abnormal lebih banyak menderita ISK yang
disebabkan organisme dengan virulensi lebih rendah seperti Pseudomonas atau
Staphylococcus aureus. Bakteri-bakteri ini merupakan flora yang sering mengkontaminasi
genital dan kulit.
Anak yang terinfeksi bakteri Proteus memiliki risiko terbentuknya batu di saluran
urinarius. Ini terjadi karena bakteri memproduksi amoniak melalui metabolisme urea. Hal ini
meningkatkan pH urin, yang mana menyebabkan pembentukan presipitat garam kalsium dan
magnesium fosfat. Ini dapat muncul pada mukus dan debris sel yang disebabkan proses
inflamasi dan membuat lendir tebal yang mengisi saluran drainase lalu presipitat kimia dapat
membuatnya menjadi lebih padat. Pada sistem pelvikaliks dapat menjadi stag-horn calculi,
dan pada ureter menjadi bentuk seperti date stone.
Bakteri patogen asalnya dari flora usus (E.coli) pasien sendiri yang berkoloni di area
periuretra. Lalu naik ke vesika urinaria dan memulai proses proliferasi dan invasi jaringan.
Toksin bakteri menyebabkan kemotaksis dan mengaktivasi granulosit. Ini diikuti pelepasan
radikal bebas dan produk lisosomal yang mana menyebabkan kerusakan jaringan dan
kematian dan fibrosis lanjut dan scarring.
Inti bakteri E.coli terdiri dari sitoplasma dan nukleus dari material DNA. Materi
genetik tambahan dapat muncul pada 1 plasmid atau lebih yang mana seluruhnya terpisah
dari inti sel. Plasmid-plasmid ini dapat mengkode resistensi tipe antibiotik tertentu dan
kepentingan klinis karena plasmid replikasi sendiri dan dapat ditransmisi dari bakteri ke yang
lain dan bahkan dari satu spesies ke yang lain. Dinding sel mengelilingi sitoplasma. Antigen
dinding sel telah didesain antigen O. Ada lebih dari 150 antigen O. Antigen O terdiri dari
lapisan lemak, lipid A, yang mana melekat di membran, berkaitan dengan lapisan
polisakarida terluar bertanggung jawab pada serotip O individu. Bakteri lisis berikut, lipid A
dilpeaskan sebagai endotoksin. Roberts telah menunjukkan endotoksin menurunkan
peristaltik ureter. Ini aktivator penting untuk respon inflamasi penjamu dan mengaktifasi alur
komplemen klasik.

11

12

Dinding sel yang mengelilingi adalah kapsul polisakarida yang bertanggung jawab
pada antigenitas K. Antigen K dikaitkan dengan virulensi E.coli pada pielonefritis akutdan
infeksi lain. Bakteri pembawa antigen K lebih dapat melakukan kolonisasi di vesika urinaria
dan menginvasi ginjal daripada bakteri yang lain.
Beberapa E. coli memiliki antigen H atau flagella yang membuat organisme
bergerak. Fimbriae juga penting untuk adhesi ke permukaan.
Reseptor P terdapat pada membran mukosa manusia, termasuk sel epitel vesika
urinaria dan ureter. Fimbriae tipe 1 dapat menginisiasi kerusakan respiratori dari leukosit
polimorfonuklear dan pada penelitian hewan telah menunjukkan dapat menyebabkan parut.
Peran fimbriae tipe II yang terbentuk dari M, S, dan X masih dalam penelitian.
Urin memiliki konsentrasi zat besi yang rendah dan menunjukkan bahwa zat besi
penting untuk perlengketan ke permukaan. Kolisin V adalah plasmid yang juga memiliki
kemampuan untuk meningkatkan ambilan zat besi oleh bakteri.
Pada anak perempuan, bakteri gram negatif muncul pada area dari anus ke uretra.
Pada bayi laki-laki, di mana organisme berkolonisasi di prepusium, kejadian ISK dapat
diturunkan dengan sirkumsisi.
Mayoritas ISK pada bayi baru lahir menyebar melalui darah. Septikemia akibat E.coli
gram negatif sering terjadi pada masa ini. Manifestasi klinis akan terlihat beberapa hari
berupa bakteriuria. Immunoglobulin yang terdapat dalam air susu ibu mempunyai efek
proteksi dan masuknya organisme ini sering pada bayi yang tidak disusui. Hal ini juga terjadi
pada Salmonella, Tuberculosis, Histoplasmosis, dan parasit.

2.8 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari ISK pada anak terbagi atas dua macam yaitu manifestasi
klinis yang berasal dari traktur urinarius serta manifestasi klinis sistemiknya.
Manifestasi klinis yang berasal dari traktus urinarius :
Disuria
Perubahan frekuensi buang air kecil
Mengompol padahal anak telah diajarkan toilete training
Urin yang sangat berbau
Hematuri
12

13

Scoatting
Nyeri abdomen atau supra pubik
Manifestasi klinis sistemik3,10 :
Demam
Muntah/ diare
Nyeri pinggang
Sedangkan manifestasi klinis menurut usia, bisa dibedakan atas:
1. Usia antara 1 bulan sampai kurang dari 1 tahun, tidak menunjukkan gejala yang khas,
dapat berupa :
Demam
Irritable
Kelihatan sakit
Nafsu makan berkurang
Muntah, diare, dan lainnya
Ikterus dan perut kembung bisa juga ditemukan.
2. Usia prasekolah dan sekolah gejala ISK umumnya terlokalisasi pada saluran kemih.
ISK Bawah (Lower UTI) :
Disuria
Polakisuria
Urgency.
ISK Atas (Upper UTI) :
Enuresis diurnal ataupun nocturnal terutama pada anak wanita
Sakit pinggang
Demam
Menggigil
Sakit pada daerah sudut kostovertebra.
2.9 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada ISK pada anak bisa berdasarkan gejala atau
temuan pada urine, atau bahkan keduanya, tetapi kultur urin sangat diperlukan untuk
konfirmasi dan pemberian terapi yang sesuai.
Kecurigaan yang tinggi harus dipikirkan pada anak demam, terutama ketika demam
yang tidak jelas berlangsung selama dua sampai tiga hari, ini bisa mengurangi angka
13

14

kejadian ISK yang tidak terdeteksi. Pedoman terbaru yang dikeluarkan oleh American
Academy of Pediatrics (AAP) untuk evaluasi demam (39,0 C [102,2 F] atau lebih tinggi)
yang tidak diketahui penyebabnya dianjurkan melakukan pemeriksaan urinalisis dan kultur
urine untuk semua kasus pada semua anak laki-laki dengan usia kurang dari enam bulan dan
semua anak perempuan dengan usia kurang dari dua tahun. Diagnosis ISK yang tepat
tergantung pada pengambilan sampel urin yang tepat.
Pengumpulan dan Analisa Urin
Standar kriteria untuk mendiagnosis ISK adalah isolasi kuman patogen dari kultur
urin yang diperoleh melalui aspirasi suprapubik. Meskipun aspirasi suprapubik adalah
metode kriteria standar untuk mendapatkan urin, namun kateterisasi adalah teknik yang
paling umum digunakan pada bayi dan anak-anak muda. Selain untuk pengambilan urin,
kateterisasi juga dapat digunakan untuk mengetahui volume residu urin sehingga dapat
mengetahui klinis pasien seperti kemungkinan adanya neuropati bladder. Pengambilan
spesimen urin midstream untuk anak-anak yang lebih tua dinilai cukup adekuat untuk
menegakkan ISK. ISK didefenisikan jika ditemukan sejumlah 100.000 CFU/ mL dalam
spesimen mid stream urine. Sedangkan pengambilan spesimen melalui urine bag dinilai
tidak cukup valid untuk menilai ISK pada anak karena tingginya angka positif palsu.
Meskipun kultur urin adalah standar kriteria untuk diagnosis UTI, mungkin
diperlukan waktu selama 48 jam untuk budaya menjadi positif. Oleh karena itu, urine sering
dibutuhkan untuk membantu membuat diagnosis awal ISK.
Untuk penapisan pertama adanya ISK atau untuk mengetahui adanya ISK berulang
dapat digunakan:
a. Cara dip slide yaitu suatu gelas objek yang dilapisi media biakan diatasnya, direndam
kedalam pot yang berisi urin didalamnya dan siintubasi sebelum 24 jam.
b. Plastik dip stick test (Multistix, Ames Company) yaitu suatu batang plastic tipis yang pada
ujungnya terdapat reagent pads.
1. Untuk mengetahui adanya nitrit dalam urin.
Bakteri gram negatif dalam urin di kandung kemih mengubah nitrat (yang berasal
dari makanan) menjadi nitrit. Nitrit paling baik ditemukan bila urin dalam kandung
kemih sudah tertahan lebih dari 4 jam.
2. Menghitung bakteri gram negatif (bacteri count)
Leukosit granulosit mengandung esterase yang merupakan katalisatorhydrolysis
pyrole aminoacid ester yang menghasilkan 3-hydroxy 5-phenyl pyrrole; pyrrole ini
bereaksi dengan gram diazonium, yang memberikan warna ungu pada reagent pads.
Dengan dip-stick ini diketahui 1,6% kulturnya positif palsu. (IDAI)Penghitungan
jumlah bakteri dari sediaan langsung urin tanpa sentrifugasi yang diwarnai dengan
pewarnaan gram dengan satu tetes urin diletakkan diatas gelas objek dan sesudah
14

15

kering diwarnai dengan pewarnaan gram, memberikan korelasi yang tinggi dengan
biakan urin. Bila ditemukan suatu bakteri gram negatif/ lapang pandang dengan
minyak emersi (oil immersion field = oil); maka 88% daripadanya ditemukan hasil
biakan kuman yang bermakna (significant bacteriuria). Weinberg menyatakan bila
ditemukan dua atau lebih bakteri/oif97,6% dari padanya ditemukan biakan bakteri
yang bermakna. Pyuria, proteinuria dan hematuria dapat terjadi dengan atau tanpa
ISK. Sebaliknya, ISK dapat terjadi tanpa pyuria.
Sebagian besar ISK disebabkan oleh organisme tunggal, kehadiran dua atau lebih
organisme biasanya menunjukkan adanya kontaminasi. Sebuah kultur urin tidak wajib pada
perempuan remaja, khususnya dengan episode pertama. Pada episode ISK berulang, episode
yang gagal terapi dan pada anak perempuan dengan pyuria tanpa bakteriuria, pemeriksaan
kultur urin dianjurkan (Gambar 7).
Pemeriksaan Pencitraan
Tujuan dari studi pencitraan pada anak-anak dengan ISK adalah mengidentifikasi kelainan
anatomi yang mempengaruhi terhadap infeksi. Namun pemilihan pmeriksaan dengan imaging
yang sesuai untuk ISK pada anak masih merupakan kontroversi. Teknik pencitraan paling sering
digunakan akan dibahas dalam Gambar 8.2,3,10 Keuntungan dan Kerugian dari Pemeriksaan
Radiologis dalam Evaluasi ISK dapat dilihat pada Tabel 4.

1. Ultrasonografi
Ultrasonografi telah menggeser urografi intravena sebagai pemeriksaan awal untuk ISK
pada anak. Ultrasonografi saja umumnya tidak adekuat untuk investigasi ISK pada anak-anak,
karena tidak dapat diandalkan dalam mendeteksi refluks vesicoureteral, parut ginjal ataupun
perubahan akibat peradangan. Jika refluks atau kelainan morfologi dapat diidentifikasi, renal
scintigraphy and voiding cystourethrography dianjurkan untuk pemeriksaan lebih lanjut untuk
melihat kelainan ginjal atau jaringan parut pada saluran kemih.Sebuah rekomendasi saat ini
adalah bahwa USG harus dihilangkan pada ISK pada anak-anak jika demam pada bayi dan anakanak menanggapi pengobatan (afebril dalam waktu 72 jam), hasil follow up baik, dan tidak ada
kelainan berkemih atau bahkan massa intra abdomen.

2. Urografi Intravena

15

16

Urografi Intravena menampilkan gambar anatomi yang tepat dari ginjal dan dapat dengan
mudah
mengidentifikasi
beberapa
kelainan
saluran
kemih
(misalnya,
kista,
hidronefrosis). Kelemahan utama dari urografi intravena adalah kurangnya sensitifitas
dibandingkan dengan skintigrafi ginjal dalam deteksi pielonefritis maupun jaringan parut pada
ginjal. Tingginya dosis radiasi dan respon tubuh terhadap kontras sangat perlu diperhatikan
khususnya pada anak-anak. Mengingat kelemahan tersebut, urografi intravena tampaknya
memiliki peran yang kecil dalam mendeteksi ISK pada anak.
3. Skintigrafi Kortikal Ginjal
Skintigrafi Kortikal Ginjal telah mengganti urografi intravena sebagai teknik
standar mendeteksi peradangan dan adanya jaringan parut ginjal. Skintigrafi Kortikal
Ginjal dengan technetium-99mlabeled glucoheptonate maupun Dimercaptosuccinic
Acid (DMSA) sangat sensitif dan spesifik. Pemakaian DMSA menawarkan keuntungan
dalam deteksi dini perubahan inflamasi akut dan luka yang permanen dibandingkan
dengan USG atau urografi intravena. Hal ini juga berguna pada neonatus dan pasien
dengan fungsi ginjal yang buruk. Computed tomography (CT) sensitif dan spesifik untuk
mendeteksi pielonefritis akut, tetapi tidak ada studi yang membandingkan CT dan
skintigrafi. Selain itu, CT lebih mahal daripada skintigrafi, selain itu pemaparan radiasi
pada pasien juga lebih tinggi.
4. Isotope Cystogram
Meskipun Isotope Cystogram menyebabkan ketidaknyamanan, pemeriksaanini
memiliki keunggulan dilihat dari dosis radiasi ionisasi yang hanya 1% dan pemantauan
terus menerus [ada pemeriksaan ini juga lebih sensitif untuk mengidentifikasi adanya
suatu refluks.
Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian dari Pemeriksaan Radiologis dalam Evaluasi ISK.
Imaging study

Advantages

Ultrasound

Measures renal size and shape Identifies Not reliable to detect


hydronephrosis, structural or anatomic vesicoureteral reflux, renal
abnormalities and renal calculi
scarring or inflammatory changes
No radiation

Intravenous urography Precise anatomic image of the kidneys

Disadvantages

Not as reliable to detect renal


16

17

Estimates renal function

Renal cortical
scintigraphy

Detects pyelonephritis and renal scarring Does not evaluate collecting


even in early stages
system
Useful in neonates
Cannot detect obstruction
Little radiation
Useful in patients with poor renal
function

Computed tomography Provides both anatomic and functional


information about the kidney
Possibly more sensitive in diagnosing
pyelonephritis
Voiding
cystourethrography

scarring or pyelonephritis
High radiation dose
Risk of reaction to contrast
medium
Poor detail in infants

Expensive
High radiation
Few clinical or experimental data
to support its use at present

Assesses the size and shape of bladder Gonadal radiation


Detects and grades vesicoureteral reflux, Catheterization
Evaluates posterior urethral anomalies in
boys

2.10 Diagnosis banding pada anak yang dicurigai ISK


Appendisitis pada anak
Gastroenteritis
Cacingan
Batu ginjal
Obstruksi saluran kemih
Vaginitis
Vulvovaginitis
Tumor Wilms
2.11 Pengobatan
Hock-Boon (1988) mengemukakan beberapa prinsip penanggulangan ISK pada
anak:
1. Konfirmasi diagnosis ISK
17

18

2. Eradikasi infeksi pada waktu serangan atau relaps


3. Evaluasi saluran kemih
4. Perlu tindakan bedah pada uropati obstruktif, batu, buli-buli neurogenik
5. Cegah infeksi berulang
6. Perlu tindak lanjut
Sistitis akut harus ditangani segera untuk mencegah perkembangan mungkin untuk
pielonefritis. Jika gejalanya berat, spesimen urine kandung kemih diperoleh untuk kultur,
dan pengobatan segera dimulai. Jika gejala yang ringan atau diagnosis diragukan, perawatan
dapat ditunda sampai hasil kultur diketahui, dan kultur dapat diulang jika hasil tidak pasti.
Jika pengobatan dimulai sebelum hasil kultur dan sensitivitas yang tersedia, terapi dengan
trimetoprim-sulfametoksazol selama 5 hari efektif terhadap sebagian besar strain E. coli.
Nitrofurantoin (5-7 mg/kg/24 jam dalam 3 sampai 4 dosis terbagi) juga efektif dan memiliki
keuntungan yang aktif terhadap organisme-Enterobacter Klebsiella. Amoksisilin (50
mg/kg/24 jam) juga efektif sebagai pengobatan awal tetapi tidak memiliki keunggulan yang
jelas atas sulfonamid atau nitrofurantoin.
Pada infeksi demam akut dengan kemungkinan pielonefritis, penggunaan antibiotik
spektrum luas selama 14 hari mampu mencapai tingkat jaringan yang signifikan. Anak-anak
yang dehidrasi, karena muntah, atau tidak dapat minum cairan kemungkinan harus dirawat
di rumah sakit untuk rehidrasi intravena dan terapi antibiotik intravena. Pengobatan
parenteral dengan ceftriaxone (50-75 mg/kg/24 jam, tidak lebih dari 2 g) atau ampisilin (100
mg/kg/24 jam) dengan aminoglikosida seperti gentamisin (3-5 mg/kg/24 jam dalam 1 untuk
3 dosis terbagi) adalah lebih baik. Potensi otoxicity dan nefrotoksisitas dari aminoglikosida
harus dipertimbangkan, dan kadar kreatinin serum harus diperoleh sebelum memulai
pengobatan dengan gentamisin harus diperoleh sebelum memulai pengobatan. Pengobatan
dengan aminoglikosida terutama efektif terhadap Pseudomonas spp. Oral sefalosporin
generasi ke-3 seperti cefixime efektif terhadap berbagai organisme gram negatif selain
Pseudomonas, dan obat ini dianggap oleh beberapa pihak menjadi pilihan perawatan untuk
terapi oral. Nitrofurantoin tidak boleh digunakan secara rutin pada anak-anak dengan demam
ISK karena tidak mencapai tingkat yang signifikan terhadap jaringan ginjal. Ciprofloxacin
yang merupakan fluorokuinolon yang digunakan secara oral adalah agen alternatif untuk
mikroorganisme resisten, terutama Pseudomonas, pada pasien yang lebih tua dari 17 tahun.
Ini juga telah digunakan pada anak dengan cystic fibrosis dan infeksi paru sekunder untuk
Pseudomonas. Keamanan dan efektivitas ciprofloxacin oral pada anak diteliti. Pada beberapa
anak-anak dengan ISK demam, injeksi intramuskular dosis loading ceftriaxone diikuti
dengan terapi oral dengan sefalosporin generasi ke-3 efektif.

18

19

Anak dengan abses ginjal atau perirenal atau dengan infeksi pada saluran kemih
terhambat sering memerlukan drainase bedah atau perkutan selain terapi antibiotik dan
langkah-langkah pendukung lainnya.
Pada anak dengan ISK berulang, identifikasi faktor predisposisi sangat bermanfaat.
Profilaksis terhadap infeksi ulang, menggunakan-trimetoprim sulfametoksazol, trimetoprim,
atau nitrofurantoin pada dari dosis terapi normal sekali sehari, sering efektif.
Rawat
Inap
pengobatan
anak-anak
dengan
pielonefritis
rumit.
Berikan cairan parenteral yang tepat, biasanya pada 1-1,5 kali tingkat pemeliharaan biasa,
berikan pengobatan parenteral dengan sefalosporin generasi ketiga, seperti ceftriaxone atau
cefotaxime. Tambahkan ampisilin jika terdapat cocci gram positif dalam sedimen urin atau
jika tidak ada organisme yang ditemukan. Gentamisin merupakan alternatif untuk bayi yang
lebih tua dari 7 hari, untuk anak-anak yang lebih tua, dan bagi remaja yang alergi terhadap
sefalosporin. Monitor fungsi ginjal dan pembuluh darah jika obat ini diperlukan untuk lebih
dari 48 jam.
Hasil studi kultur urin dan sensitivitas biasanya tersedia dalam waktu 48 jam. Jika
patogen sensitif terhadap antibiotik yang digunakan dan jika anak itu membaik, maka
teruskan pengobatan dengan rute parenteral sampai anak tidak demam selama 24-36
jam.Pasien dirawat di rumah sakit biasanya dapat pulang ke rumah setelah 48-72 jam.
Lanjutkan dosis terapi antibiotik selama 10-14 hari terapi antibiotik. Terapi antibakteri
tetap harus diberikan untuk mencegah infeksi ulang sampai hasil vesikouretrografi
diperoleh (Tabel 7).

Tabel 5. Antibiotik Agen untuk parenteral Pengobatan ISK3


Obat

Dosis dan Rute Pemberian

Keterangan

Ceftriaxone 50-75 mg/kg/d IV/IM sebagai dosis tunggal Tidak digunakan pada bayi < 6
atau dibagi setiap 12 jam.
minggu; antibiotic parenteral dengan
waktu paruh panjang.
Cefotaxime 150 mg/kg/d IV/IM dibagi setiap 6-8 jam.

Aman digunakan pada bayi < 6


minggu, digunakan dengan ampisilin
pada bayi usia 2 8 minggu.

Ampicillin 100 mg/kg/d IV/IM dibagi setiap 8 jam

Digunakan bersama gentamisin pada


neonatus <2 minggu, untuk kuman
19

20

enterokokus dan pasien yang alergi


dengan sefalosporin.
Gentamicin Neonatus < 7 hari: 3.5-5 mg/kg/dosis IVsetiap Monitor darah dan fungsi ginjal.
24jam
Bayi
dan
anak <
5 tahun:
2.5
mg/kg/dosisIV setiap 8 jam atau dosis tunggal
dengan fungsi ginjal normal yaitu 5-7.5
mg/kg/dosis IV setiap 24 jam
Anak =5 tahun: 2-2.5 mg/kg/dosis IVsetiap 8
jam atau dosis tunggal dengan fungsi ginjal
normal 5-7.5 mg/kg/dosis IVsetiap 24 jam
Tabel 6. Agen antibiotik untuk Pengobatan Oral ISK3
Agen Antibakteri

Dosis Harian

Sulfisoxazole

120-150 mg/kg dibagi setiap 46 jam.

Sulfamethoxazole and trimethoprim 6-12 mg/kg TMP, 30-60 mg/kg SMZ, dibagi stiap 12 jam
Amoxicillin and clavulanic acid

20-40 mg/kg dibagi tiap 8 jam

Cephalexin

20-50 mg/kg dibagi tiap 6 jam

Cefixime

8 mg/kg dibagi tiap 12-24 jam

Cefpodoxime

10 mg/kg dibagi tiap 12 jam

Nitrofurantoin*

5-7 mg/kg dibagi tiap 6 jam

*Nitrofurantoin digunakan pada infeksi saluran saluran kemih bawah. Tapi, karena daya penetrasi
terhadap jaringan terbatas, nitrofurantoin tidak cocok digunakan untuk pengobatan infeksi ginjal.
Tabel 7. Agen antibiotik untuk mencegah infeksi ulang3
Agent

Single Daily Dose


20

21

Nitrofurantoin

1-2 mg/kg PO

Sulfamethoxazole and trimethoprim

1-2 mg/kg TMP, 5-10 mg/kg SMZ PO

Trimethoprim

1-2 mg/kg PO

2.11 Komplikasi
Angka kesakitan terkait dengan pielonefritis ditandai dengan gejala sistemik seperti
demam, nyeri perut, muntah dan dehidrasi. Bakterimia dan sepsis dapat terjadi. Anak dengan
pielonefritis dapat juga terdapat sistitis. Kematian akibat ISK jarang terjadi pada anak sehat pada
negara berkembang.
ISK menyebabkan morbiditas yang signifikan dan penderitaan untuk anak-anak,
ketidaknyamanan dan kecemasan bagi keluarga, dan kebutuhan pengobatan yang cukup
tinggi.Meskipun kebanyakan anak dengan ISK memiliki prognosis jangka panjang yang sangat
baik, ada risiko komplikasi yang serius dalam sebagian kecil penderita, terutama pada mereka
dengan anomali kongenital hipoplasia atau displastik dan refluks melebar. Gangguan fungsi
ginjal mungkin terjadi, kadang-kadang menyebabkan gagal ginjal kronis dan bahkan end
stagedari renal disease, hipertensi, dan komplikasi kehamilan.
Gagal Ginjal Kronis
Pendekatan diagnostik dan terapi lebih agresif yang digunakan pada masa bayi dan anak
usia dini selama dekade terakhir tampaknya memiliki penurunan risiko ISK menyebabkan gagal
ginjal kronis. Sebuah laporan di Inggris mencerminkan manajemen ISK tahun 1960-an dan
1970-an, penyebab utama dari end stage renal failure adalah pielonefritis dengan atau tanpa
adanya refluks sebanyak 21% (60). Dalam studi Prancis dari tahun 1975 sampai 1990,
pielonefritis dengan refluks merupakan penyebab 12% anak dengan Gagal Ginjal Kronis. Untuk
periode 1986 sampai 1995, hanya 1 dari 102 anak-anak yang mencapaiend stage renal failure di
Kansas memiliki diagnosis utama ISK dengan refluks. Di Swedia, dengan total populasi 8,5 juta,
situasinya bahkan lebih baik dimana tidak seorang pun anak dengan insufisiensi ginjal kronis,
yang didefinisikan dengan GFR di bawah 30 mL/min/1.73 m 2, karena ISK baru terdeteksi pada
tahun 1986. Smellie dan kawan-kawan. mempelajari suatu kelompok 226 orang dewasa setelah
tindak lanjut dari 10 sampai 35 tahun yang lalu.Mereka awalnya dirujuk ke klinik ISK karena
memiliki gejala ISK selama masa kanak-kanak. Sebagian besar telah mengalami ISK yang
21

22

berulang dan refluks vesicoureteral. Dari 226 pasien, 85 orang memiliki temuan jaringan parut
pada ginjal di hasil pemeriksaan radiologis pada usia 10 tahun, dan tidak ada bekas luka yang
terdeteksi setelahnya. Di antara 72 orang dewasa dengan jaringan parut ginjal yang diperiksa
kembali pada usia rata-rata 27 tahun, 18 (25%) orang mengalami peningkatan nilai plasma
kreatinin; tiga dari mereka telah mencapaiend stage renal failure.
Hipertensi
Dalam studi di Australia dan Inggris, pengembangan hipertensi ditunjukkan pada 10% dari
anak-anak dan dewasa muda dengan pyelonephritic renal scarring (reflux nephropathy).Risiko
berhubungan dengan tingkat kerusakan; 15% sampai 30% anak dengan hipertensi akibat jaringan
parut bilateral dalam waktu 10 tahun. Dalam studi 27 tahun setelah identifikasi jaringan parut
ginjal nonobstructive focal, 30 orang dewasa diperiksa kembali ; 7 orang (23%) memiliki
hipertensi > 140/90 mm Hg. Smellie dan kawan-kawan, pada follow up jangka panjang mereka
menunjukkan adanya 14 orang (19%) dari 72 orang yang dari hasil pemeriksaan radiologisnya
memiliki jaringan parut pada ginjal. Sehingga paling tidak dalam perspektif 20 tahun dari masa
kanak-kanak, perawatan yang baik mungkin efektif untuk meminimalkan risiko jangka panjang.
Komplikasi Kehamilan
Anak perempuan yang memiliki kecenderungan untuk ISK berulang sejak kecil maka akan
memiliki peningkatan risiko infeksi baru setelah dewasa khususnya selama
kehamilan.Perempuan dengan jaringan parut ginjal memiliki peningkatan signifikan tekanan
darah selama kehamilan. Pada wanita dengan refluks nefropati yang parah sebagian besar
memiliki gangguan selama masa kehamilan. Pasien wanita dengan jaringan parut ginjal harus
diikuti dengan hati-hati sampai dewasa dan saat melalui masa reproduksi.

22

23

BAB III
KESIMPULAN
ISK merupakan salah satu penyakit infeksi terbanyak kedua pada anak setelah infeksi
pernapasan. Ditahun pertama kehidupan, penyakit ini banyak diderita oleh anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan, dan sebaliknya setelah tahun pertama kehidupan anak
perempuan menderita penyakit ISK dibandingkan anak laki-laki. Sirkumsisi bisa menurunkan
risiko anak laki-laki terkena penyakit ini.
Etiologi dari penyakit ISK ini utamanya adalah bakteri Eschericia coli, namun tidak menutup
kemungkinan bakteri patogen lainnya (yang bukan merupakan bagian dari flora normal tubuh)
bisa menjadi penyebab dari ISK pada anak. Proses patogenesis dari ISK terbagi menjadi dua cara
yaitu ascending route dan bloodborne.
Gejala awal dari ISK pada anak sangatlah tidak khas, biasanya anak akan mengalami demam
hilang timbul yang tidak dapat diketahui darimana sumbernya. Jarang sekali kasus yang disertai
dengan gangguan dari traktus urinarius, sehingga untuk menegakkan diagnosis ISK pada anak
akan dibutuhkan analisis urin dan kultur urin. Pada beberapa kasus yang meragukan,
diagnostik imaging bisa dilakukan untuk membantu diagnosis walaupun ampai sekarang
pemeriksaan ini masih kontroversial.
Pengobatan untuk ISK utamanya adalah dengan antibiotik. Deteksi dini dan pengobatan segera
akan sangat dibutuhkan agar komplikasi jangka panjang bisa dihindari. Tapi tentu saja yang
paling penting adalah pencegahan dengan cara menjaga higien dan sebaiknya pasien yang pernah
menderita ISK benar-benar diperhatikan agar tidak terjadi ISK berulang.

23

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi saluran kemih. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Sardevi SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2002. h. 142-57.
2. Elder JS. Urinary tract infections. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton
BF, penyunting. Nelson textbook of pediatric. Edisi Ke-18. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2007.
3. Fisher JD, Howes DS, Thornton SL. Pediatric urinary tract infection. Diunduh
darihttp://emedicine.medscape.com/article/. Diakses tanggal 9 Januari 2016.
4. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2007. h. 1-15.
5. Alatas H. Anatomi dan fisiologi ginjal. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Sardevi
SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2002. h. 1-3.
6. Wilson LM. Anatomi dan fisiologi ginjal dan saluran kemih. Dalam: Price SA,et al,
penyunting. Patofisiologi. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006. h. 867-91.
7. Faller A, Schnke M, Schnke G. The human body, an introduction to structure and function.
New York: Thieme; 2004. h. 444-8.
8. MacGregor J. Introduction to the anatomy and physiology of children, second edition. Oxon:
Routledge; 2008. h. 110-20.
9. Alatas H. Perkembangan fisiologi ginjal dan gangguan sistem kemih-kelamin pada neonatus.
Dalam: Markum AH, penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 1999. h. 337-9.
10. Ahmed SM, Swedlund SK. Evaluation and treatment of urinary tract infection in children.
Diunduh dari http://www.aafp.org/afp/. Diakses tanggal 9 Januari 2016.
11. Wong SN. Practical pediatric nephrology: an update of current practices. Taiwan; 2005.
12. Webb N. Clinical pediatric nephrology. Edisi ke-3. New York: Oxford; 2003.
13. Edelmann CM. Pediatric kidney disease. Edisi ke-2. Volume II disease of the kidney and
urinary tract. Boston: Litle Brown and Company; 1978.
14. World Health Organization, Department of Child and Adolescent Health and Development.
Discussion papers on child health, urinary tract infection of infant and children in
developing countries in the context of IMCI. 2005.
15. White B. Diagnosis and treatment of urinary tract infection. American family physician
2011; 83. Diunduh dari : www.aafp.org/ afp. Diakses tanggal 9 Januari 2016.
16. Hansson S, Jodal U. Urinary tract infection. Dalam: Avner ED, et al, penyunting. Pediatric
nephrology. Edisi ke-5. New York: Oxford ; 2003.

24

Anda mungkin juga menyukai