Anda di halaman 1dari 19

ANESTESI SPINAL

BAB I
PENDAHULUAN

Anestesi Spinal
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat
anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita
menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2L3 atau L3-L4 atau L4-L5

Indikasi:
1.

Bedah ekstremitas bawah

2.

Bedah panggul

3.

Tindakan sekitar rektum perineum

4.

Bedah obstetrik-ginekologi

5.

Bedah urologi

6.

Bedah abdomen bawah

7.

Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan

anesthesia umum ringan

Kontra indikasi absolut:


1.

Pasien menolak

2.

Infeksi pada tempat suntikan

3.

Hipovolemia berat, syok

4.

Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan

5.

Tekanan intrakranial meningkat

6.

Fasilitas resusitasi minim

7.

Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.

Kontra indikasi relatif:


1.

Infeksi sistemik

2.

Infeksi sekitar tempat suntikan

3.

Kelainan neurologis

4.

Kelainan psikis

5.

Bedah lama

6.

Penyakit jantung

7.

Hipovolemia ringan

8.

Nyeri punggung kronik

Persiapan analgesia spinal


Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah
sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan
anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus
spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1.

Informed consent

Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal


2.

Pemeriksaan fisik

Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung


3.

Pemeriksaan laboratorium anjuran

Hb, ht,pt,ptt

Peralatan analgesia spinal


1.

Peralatan monitor: tekanan darah,pulse oximetri,ekg

2.

Peralatan resusitasi

3.

Jarum spinal

Jarum spinal dengan ujung tajam(ujung bamboo runcing, quinckebacock) atau jarum spinal
dengan ujung pinsil(pencil point whitecare)

Teknik analgesia spinal

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi
yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan
hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit
pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal
kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3,
L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla
spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat
langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan
introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum
spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada
posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran
likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat

dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya
untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada
posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar.
Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir)
dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6cm.

Posisi
Posisi Duduk
Pasien duduk di atas meja operasi
Dagu di dada
Tangan istirahat di lutut

Posisi Lateral
Bahu sejajar dengan meja operasi
Posisikan pinggul di pinggir meja operasi
Memeluk bantal/knee chest position

Tinggi blok analgesia spinal


Faktor yang mempengaruhi:

Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia

Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia

Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah analgetik.

Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi. Kecepatan
penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.

Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan akibat


batas analgesia bertambah tinggi.

Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke
kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung menyebar ke cranial.

Berat jenis larutan: hiper,iso atau hipo barik

Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas analgesia
yang lebih tinggi.

Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar dosis yang
diperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat)

Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik sudah menetap
sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien.

Anastetik lokal untuk analgesia spinal


Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008. Anastetik lokal
dengan berat jenis sama dengan css disebut isobaric. Anastetik local dengan berat jenis lebih
besar dari css disebut hiperbarik. Anastetik local dengan berat jenis lebih kecil dari css disebut
hipobarik. Anastetik local yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan
mencampur anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain
diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.
Anestetik local yang paling sering digunakan:
1. Lidokaine(xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobaric, dosis 20-100mg
(2-5ml)
1. Lidokaine(xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat
hyperbaric, dose 20-50mg(1-2ml)
2. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis 5-20mg
3. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik,
dosis 5-15mg(1-3ml)
Penyebaran anastetik local tergantung:

1. Factor utama:
1. berat jenis anestetik local(barisitas)
2. posisi pasien
3. Dosis dan volume anestetik local
2. Faktor tambahan
1. Ketinggian suntikan
2. Kecepatan suntikan/barbotase
3. Ukuran jarum
4. Keadaan fisik pasien
5. Tekanan intra abdominal

Lama kerja anestetik local tergantung:


1.

Jenis anestetia local

2.

Besarnya dosis

3.

Ada tidaknya vasokonstriktor

4.

Besarnya penyebaran anestetik local

TINJAUAN PUSTAKA
Komplikasi anestesia spinal
Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi delayed.

Komplikasi tindakan
1. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan infus
cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan.
1. Bradikardia
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2
1. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
1. Trauma pembuluh saraf
2. Trauma saraf
3. Mual-muntah

4. Gangguan pendengaran
5. Blok spinal tinggi atau spinal total

Komplikasi pasca tindakan


1.

Nyeri tempat suntikan

2.

Nyeri punggung

3.

Nyeri kepala karena kebocoran likuor

4.

Retensio urine

5.

Meningitis

Komplikasi intraoperatif

Komplikasi kardiovaskular
Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%. Hipotensi terjadi karena
vasodilatasi, akibat blok simpatis, yang menyebabkan terjadi penurunan tekanan arteriola
sistemik dan vena, makin tinggi blok makin berat hipotensi. Cardiac output akan berkurang
akibat dari penurunan venous return. Hipotensi yang signifikan harus diobati dengan pemberian

cairan intravena yang sesuai dan penggunaan obat vasoaktif seperti efedrin atau fenilefedrin.
Cardiac arrest pernah dilaporkan pada pasien yang sehat pada saat dilakukan anestesi spinal.
Henti jantung bisa terjadi tiba-tiba biasanya karena terjadi bradikardia yang berat walaupun
hemodinamik pasien dalam keadaan yang stabil. Pada kasus seperti ini, hipotensi atau hipoksia
bukanlah penyebab utama dari cardiac arrest tersebut tapi ia merupakan dari mekanisme reflek
bradikardi dan asistol yang disebut reflek Bezold-Jarisch. Pencegahan hipotensi dilakukan
dengan memberikan infuse cairan kristaloid(NaCl,Ringer laktat) secara cepat sebanyak 1015ml/kgbb dlm 10 menit segera setelah penyuntikan anesthesia spinal. Bila dengan cairan infuse
cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin intravena
sebanyak 19mg diulang setiap 3-4menit sampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki.
Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok simpatis,dapat
diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV.

Blok spinal tinggi atau total


Anestesi spinal tinggi atau total terjadi karena akibat dari kesalahan perhitungan dosis yang
diperlukan untuk satu suntikan. Komplikasi yang bisa muncul dari hal ini adalah hipotensi, henti
nafas, penurunan kesadaran, paralisis motor, dan jika tidak diobati bisa menyebabkan henti
jantung. Akibat blok simpatetik yang cepat dan dilatasi arterial dan kapasitas pembuluh darah
vena, hipotensi adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada anestesi spinal. Hal ini
menyebabkan terjadi penurunan sirkulasi darah ke organ vital terutama otak dan jantung, yang
cenderung menimbulkan sequel lain. Penurunan sirkulasi ke serebral merupakan faktor penting
yang menyebabkan terjadi henti nafas pada anestesi spinal total. Walau bagaimanapun, terdapat

kemungkinan pengurangan kerja otot nafas terjadi akibat dari blok pada saraf somatic
interkostal. Aktivitas saraf phrenik biasanya dipertahankan. Berkurangnya aliran darah ke
serebral mendorong terjadinya penurunan kesadaran. Jika hipotensi ini tidak di atasi, sirkulasi
jantung akan berkurang seterusnya menyebabkan terjadi iskemik miokardiak yang mencetuskan
aritmia jantung dan akhirnya menyebakan henti jantung. Pengobatan yang cepat sangat penting
dalam mencegah terjadinya keadaan yang lebih serius, termasuk pemberian cairan, vasopressor,
dan pemberian oksigen bertekanan positif. Setelah tingkat anestesi spinal berkurang, pasien akan
kembali ke kedaaan normal seperti sebelum operasi. Namun, tidak ada sequel yang permanen
yang disebabkan oleh komplikasi ini jika diatasi dengan pengobatan yang cepat dan tepat.

Komplikasi respirasi
1. Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi paru-paru
normal.
2. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal tinggi.
3. Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi berat
dan iskemia medulla.
4. Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan tanda-tanda tidak
adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan.

Komplikasi postoperatif

Komplikasi gastrointestinal
Nausea dan muntah karena hipotensi,hipoksia,tonus parasimpatis berlebihan,pemakaian obat
narkotik,reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal serta komplikasi delayed,pusing kepala
pasca pungsi lumbal merupakan nyeri kepala dengan ciri khas terasa lebih berat pada perubahan
posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsi lumbal,dengan
kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat.

Nyeri kepala
Komplikasi yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri kepala. Nyeri kepala ini bisa
terjadi selepas anestesi spinal atau tusukan pada dural pada anestesi epidural. Insiden terjadi
komplikasi ini tergantung beberapa faktor seperti ukuran jarum yang digunakan. Semakin besar
ukuran jarum semakin besar resiko untuk terjadi nyeri kepala. Selain itu, insidensi terjadi nyeri
kepala juga adalah tinggi pada wanita muda dan pasien yang dehidrasi. Nyeri kepala post
suntikan biasanya muncul dalam 6 48 jam selepas suntikan anestesi spinal. Nyeri kepala yang
berdenyut biasanya muncul di area oksipital dan menjalar ke retro orbital, dan sering disertai
dengan tanda meningismus, diplopia, mual, dan muntah. Tanda yang paling signifikan nyeri
kepala spinal adalah nyeri makin bertambah bila pasien dipindahkan atau berubah posisi dari
tiduran/supinasi ke posisi duduk, dan akan berkurang atau hilang total bila pasien tiduran. Terapi
konservatif dalam waktu 24 48 jam harus di coba terlebih dahulu seperti tirah baring, rehidrasi
(secara cairan oral atau intravena), analgesic, dan suport yang kencang pada abdomen. Tekanan

pada vena cava akan menyebabkan terjadi perbendungan dari plexus vena pelvik dan epidural,
seterusnya menghentikan kebocoran dari cairan serebrospinal dengan meningkatkan tekanan
extradural. Jika terapi konservatif tidak efektif, terapi yang aktif seperti suntikan salin kedalam
epidural untuk menghentikan kebocoran.

Nyeri punggung
Komplikasi yang kedua paling sering adalah nyeri punggung akibat dari tusukan jarum yang
menyebabkan trauma pada periosteal atau ruptur dari struktur ligament dengan atau tanpa
hematoma intraligamentous. Nyeri punggung akibat dari trauma suntikan jarum dapat di obati
secara simptomatik dan akan menghilang dalam beberapa waktu yang singkat sahaja.

Komplikasi neurologik
Insidensi defisit neurologi berat dari anestesi spinal adalah rendah. Komplikasi neurologik yang
paling benign adalah meningitis aseptik. Sindrom ini muncul dalam waktu 24 jam setelah
anestesi spinal ditandai dengan demam, rigiditas nuchal dan fotofobia. Meningitis aseptic hanya
memerlukan pengobatan simptomatik dan biasanya akan menghilang dalam beberapa hari.
Sindrom cauda equina muncul setelah regresi dari blok neuraxial. Sindrom ini mungkin dapat
menjadi permanen atau bisa regresi perlahan-lahan setelah beberapa minggu atau bulan. Ia
ditandai dengan defisit sensoris pada area perineal, inkontinensia urin dan fekal, dan derajat yang
bervariasi pada defisit motorik pada ekstremitas bawah.

Komplikasi neurologic yang paling serius adalah arachnoiditis adesif. Reaksi ini biasanya terjadi
beberapa minggu atau bulan setelah anestesi spinal dilakukan. Sindrom ini ditandai oleh defisit
sensoris dan kelemahan motorik pada tungkai yang progresif. Pada penyakit ini terdapat reaksi
proliferatif dari meninges dan vasokonstriksi dari vasculature korda spinal.
Iskemia dan infark korda spinal bisa terjadi akibat dari hipotensi arterial yang lama. Penggunaan
epinefrin didalam obat anestesi bisa mengurangi aliran darah ke korda spinal. Kerusakan pada
korda spinal atau saraf akibat trauma tusukan jarum pada spinal maupun epidural, kateter
epidural atau suntikan solution anestesi lokal intraneural adalah jarang, tapi tetap berlaku.
Perdarahan subaraknoid yang terjadi akibat anestesi regional sangat jarang berlaku karena
ukuran yang kecil dari struktur vaskular mayor didalam ruang subaraknoid. Hanya pembuluh
darah radikular lateral merupakan pembuluh darah besar di area lumbar yang menyebar ke ruang
subaraknoid dari akar saraf. Sindrom spinal-arteri anterior akibat dari anesthesia adalah jarang.
Tanda utamanya adalah kelemahan motorik pada tungkai bawah karena iskemia pada 2/3 anterior
bawah korda spinal. Kehilangan sensoris biasanya tidak merata dan adalah sekunder dari
nekrosis iskemia pada akar posterior saraf dan bukannya akibat dari kerusakan didalam korda itu
sendiri. Terdapat tiga penyebab terjadinya sindrom spinal-arteri : kekurangan bekalan darah ke
arteri spinal anterior karena terjadi gangguan bekalan darah dari arteri-arteri yang diganggu oleh
operasi, kekurangan aliran darah dari arteri karena hipotensi yang berlebihan, dan gangguan
aliran darah sama ada dari kongesti vena mahu pun obstruksi aliran. Anestesi regional
merupakan penyebab yang mungkin yang menyebabkan terjadinya sindrom spinal-arteri anterior
oleh beberapa faktor. Contohnya anestesi spinal menggunakan obat anestesi lokal yang
dicampurkan dengan epinefrin. Jadi kemungkinan epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi

pada arteri spinal anterior atau pembuluh darah yang memberikan bekalan darah. Hipotensi yang
kadang timbul setelah anestesi regional dapat menyebabkan kekurangan aliran darah. Infeksi dari
spinal adalah sangat jarang kecuali dari penyebaran bacteria secara hematogen yang berasal dari
fokal infeksi ditempat lain. Jika anestesi spinal diberikan kepada pasien yang mengalami
bakteriemia, terdapat kemungkinan terjadi penyebaran ke bakteri ke spinal. Oleh yang demikian,
penggunaan anestesi spinal pada pasien dengan bakteremia merupakan kontra indikasi relatif.
Jika infeksi terjadi di dalam ruang subaraknoid, akan menyebabkan araknoiditis. Tanda dan
symptom yang paling prominen pada komplikasi ini adalah nyeri punggung yang berat, nyeri
lokal, demam, leukositosis, dan rigiditas nuchal. Oleh itu, adalah tidak benar jika menggunakan
anestesi regional pada pasien yang mengalami infeksi kulit loka pada area lumbar atau yang
menderita selulitis. Pengobatan bagi komplikasi ini adalah dengan pemberian antibiotik dan
drenase jika perlu.

Retentio urine / Disfungsi kandung kemih


Disfungsi kandung kemih dapat terjadi selepas anestesi umum maupun regional. Fungsi
kandung kencing merupakan bagian yang fungsinya kembali paling akhir pada analgesia
spinal,umumnya berlangsung selama 24 jam. Kerusakan saraf pemanen merupakan komplikasi
yang sangat jarang terjadi.

Pencegahan:

1.

Pakailah jarum lumbal yang lebih halus

2.

Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramater

3.

Hidrasi adekuat,minum/infuse 3L selama 3 hari

Pengobatan:
1. Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam
2. Hidrasi adekuat
3. Hindari mengejan
4. Bila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni penyuntikan darah
pasien sendiri 5-10ml ke dalam ruang epidural.

Kesimpulan
Walaupun komplikasi-komplikasi yang timbul ini bisa mengancam jiwa, tetapi harus di ingat
bahwa insiden komplikasi ini adalah sangat rendah. Dengan tehnik modern dan persiapan yang
rapih, insiden sequel neural mayor selepas anestesi subarakanoid telah dilaporkan kurang dari 1
dalam 10,000 pasien. Ramai anestesiologi berpendapat bahwa jika dibandingkan dengan anestesi
umum, komplikasi yang muncul dari anestesi regional adalah minimum sehingga anestesi
regional menjadi pilihan utama jika sesuai dengan kebutuhan pada saat operasi

DAFTAR PUSTAKA:

1. Hyderally H. Complications of Spinal Anesthesia. The Mountsinai Journal of Medicine.


Jan-Mar 2002.
2. Katz J, Aidinis SJ. Complications of Spinal and Epidural Anesthesia. J Bone Joint Surg
Am. 2010; 62:1219-1222.
3. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia 2009; 107-112.

Anda mungkin juga menyukai