1.
2.
3.
4.
Tujuan membaca :
Memberi kesenangan.
Membantu memecahkan masalah penelitian.
Meningkatkan pengetahuan.
Mendapatkan informasi penting.
1.
2.
3.
4.
Materi bacaan :
Untuk kesenangan
Untuk penelitian
Untuk pengetahuan
Untuk informasi
1.
2.
3.
4.
5.
Membaca cepat :
Mendapatkan materi teks secara umum.
Memisahkan materi relevan dengan yang tidak relevan.
Mengetahui ide/tema bacaan.
Keuntungan : Dapat melahap banyak teks.
Kerugian : Informasi tidak optimal.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Membaca cermat :
Mendapatkan pemahaman materi teks secara detail.
Mempertahankan konsentrasi.
Mengingat dengan jelas apa yang dibaca.
Mengikuti dengan langkah-langkah/aturan secara cermat.
Memahama ide/istilah sulit.
Menyita waktu untuk 1 bacaan.
Previewing :
Previewing adalah teknik membaca untuk mendapatkan gambaran teks secara umum.
Hasil pengamatan Mikulecky dan Jeffries (1996), dengan preview proses pemahaman
informasi dapat dicapai dengan cepat, bahkan bisa membantu pembaca mengikuti gagasan
penulisnya.
3.
Hasil preview adalah mengetahui Judul, Penulis, interpretasi Jenis atau Genre Bacaan,
prediksi tentang isi tulisan.
1.
2.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
1.
2.
3.
4.
5.
Scanning :
Scanning adalah teknik baca cepat untuk mencari informasi yang Anda diinginkan. Anda
mencari ide atau kata kunci saja.
Seringkali anda sudah tahu apa yang anda kehendaki sehingga pikiran Anda terfokus pada
penemuan jawaban.
Scanning menggerakkan mata dengan cepat di setiap lembar halaman. Scanning akan
menjawab apakah sumber bacaan ini relevan dengan kepentingan anda
Ketika menyecan, lihatlah tata tulis yang digunakan seperti, penomoran, abjad, langkahlangkah seperti satu, dua, dst, kata-kata yang tercetak tebal, miring, atau ukuran huruf yang
berbeda, gaya cetak atau warna. Seringkali Penulis akan menempatkan ide pokoknya dengan
cara ini.
Jika Anda membaca buku standar, gunakan indeks untuk menemukan ide atau kata kunci.
Skimming :
1.
Skimming adalah teknik baca cepat untuk mengidentifikasi ide pokok sebuah teks. Anda
tidak perlu membaca kata per kata seperti baca normal. Kecepatan baca anda 3 sampai 4 kali
lebih cepat dari biasa. Orang akan menggunakan teknik ini jika begitu banyaknya bacaan
yang harus dibaca dengan waktu yang terbatas. Gunakan skimming untuk melihat apakah
teks tersebut sebidang dengan penelitian anda.
2.
Langkah-langkah skimming, awalnya sama dengan previewing yaitu baca cepat judul,
subjudul, lalu baca kalimat pertama atau terakhir setiap paragraf karena biasanya ide pokok
ada pada posisi itu.
3.
Ingat bahwa anda menggunakan skimming untuk mencari informasi khusus bukan
pemahaman secara menyeluruh. Ide pokok juga akan tergambar pada fakta yang diberikan
pada tabel, grafik atau bagan.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Jika Anda puas, cara terbaik membaca adalah dengan mata dan otak (konsentrasi), bukan
dengan lisan (bicara), gerakan kepala, atau memakai jari. Slogan yang perlu diingat: "Bacalah
ide pada teks, bukan kata-kata."
KATA ULANG (REDUPLIKASI)
1.
2.
Bentuk dasar adalah suatu bentuk linguistik yang dijadikan dasar pembentukan kata
ulang (bentuk yang lebih besar/bentuk kata sebelum dijadikan kata ulang).
Prinsip-prinsip pengulangan :
Pengulangan tidak mengubah golongan (kelas) kata, dari bentuk kata ulang, seperti kata
benda, kata kerja, dan kata sifat. Contoh :
Kata benda
: Sepatu-sepatu (sepatu), bungkusan-bungkusan (bungkusan), buahbuahan (buah).
Kata kerja
: Berkejar-kejaran (berkejaran), mencabut-cabuti (mencabuti),
tertegun-tegun (tertegun).
Kata sifat
: Bagus-bagus (bagus), nakal-nakal (nakal), seburuk-buruknya (buruk),
keputih-putihan (putih).
Bentuk dasar selalu berupa bentuk yang terdapat dalam penggunaan bahasa sehari-hari.
Contoh :
Memperbincang-bincangkan : bentuk dasarnya memperbincangkan, bukan memperbincang.
Bersalam-salaman
: bentuk dasarnya bersalaman, bukan bersalam.
Rumah-rumahan
: bentuk dasarnya rumah, bukan rumahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
Puisi baru memiliki bentuk yanglebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi
jumlah baris, suku kata, maupun rima.
a)
Dalam menuliskan kalimat dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar maka kita harus
ketahui yaitu unsur-unsur yang ada untuk membuat suatu kalimat yang biasanya dipakai
dalam sebuah kalimat. Dalam bahasa Indonesia biasanya digunakan aturan SPO atau SPOK
(Subjek, Predikat, Objek atau Subjek, Predikat, Objek, Keterangan).
a.
b.
c.
d.
e.
a.
1.
2.
3.
4.
b.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Unsur-Unsur Kalimat
Subjek
: merupakan jawaban atas pertanyaan apa dan siapa kepada predikat. Contoh :
Aiba memelihara kucing. Maka pertanyaan Siapa memelihara? Adalah Aiba.
Predikat
Menimbulkan pertanyaan apa dan siapa
Dapat berupa kata adalah atau ialah
Dapat disertai kata aspek (seperti telah, sudah, sedang, belum, dan akan) pada kalimat verba
atau adjectiva dan modalitas (seperti ingin, hendak, dan mau) untuk menyatakan keinginan
pelaku.
Objek
: Untuk predikat yang berupa verba intransitif (kebanyakan berawalan
ber- atau ter-) tidak memerlukan objek, verba transitif yang memerlukan objek kebanyakan
berawalan me-.
Pelengkap : Perbedaannya terletak pada kalimat pasif. Pelengkap tidak menjadi subjek
dalam kalimat pasif. Jika terdapat objek dan pelengkap dalam kalimat aktif, objeklah yang
menjadi subjek kalimat pasif, bukan pelengkap.
Keterangan
: Unsur kalimat yang dapat diubah-ubah posisinya. Jika dari jabatan
SPOK menjadi KSPO dan SKPO .Jika tidak dapat di pindah maka bukan keterangan.
Dalam suatu kalimat yang biasa digunakan terdapat pola-pola kalimat dapat dikembalikan
ke dalam sejumlah kalimat dasar yang sangat terbatas. Dengan perkataan lain, semua kalimat
yang kita gunakan berasal dari beberapa pola kalimat dasar saja.
Kalimat dasar tersebut dapat berupa:
Kalimat dasar berpola SP
Terdiri dari subjek dan predikat. Predikat dapat berupa:
kata kerja (Ohno(S) sedang memancing(P))
kata benda (Ayahnya(S) juru masak(P))
kata sifat (Ohno(S) baik hati(P))
kata bilangan (Personil Arashi(S) 5 orang(P))
Kalimat dasar berpola SPO
Mempunyai unsur Subjek, Predikat, dan Objek. Contoh : Mereka(S) sedang
menyelenggarakan(P) konser(O).
Kalimat dasar berpola SP Pel.
Mempunyai unsur Subjek, Predikat, dan Pelengkap. Contoh : Nino(S) berpakaian(P)
rapi(Pel).
Kalimat dasar berpola SPO Pel.
Terdiri dari Subjek, Predikat, Objek, dan Pelengkap. Contoh : Ohno(S) membelikan(P)
Nino(O) topi(Pel).
Kalimat dasar berpola SPK
Terdiri dari Subjek, Predikat, dan Keterangan. Contoh : Aiba(S) berasal dari(P) Chiba(K).
Kalimat dasar berpola SPOK
Terdiri dari Subjek, Predikat, Objek, dan Keterangan. Contoh : Mereka(S) makan(P)
sawo(O) saat festival(K).
Pola Kalimat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pola-pola kalimat tersebut juga dapat disusun berdasarkan kata kerja (KK), kata sifat (KS),
kata benda (KB) dan kata bilangan (KBil). Berdasarkan penelitian para ahli, pola kalimat
dasar dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
KB + KK
--> Mereka bernyanyi.
KB + KS
--> Aiba dermawan.
KB + KBil
--> Harga album terbaru Arashi delapan ratus ribu
KB + (KD + KB)
--> Tinggalnya di Jambi.
KB1 + KK + KB2 --> Mereka menonton konser.
KB1 + KK + KB2 + KB3 --> Paman mencarikan saya pekerjaan.
KB1 + KB2
--> Ohno penyiar.
Ketujuh pola kalimat dasar ini dapat diperluas dengan berbagai keterangan dan dapat pula
pola-pola dasar itu digabung-gabungkan sehingga kalimat menjadi luas dan kompleks.
RAGAM TEKS
KARANGAN NARASI
Menurut Keraf (2000:136), ciri karangan narasi yaitu:
1.
Menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan.
2.
Dirangkai dalam urutan waktu.
3.
Berusaha menjawab pertanyaan, apa yang terjadi?
4.
Ada konfiks.
Narasi dibangun oleh sebuah alur cerita. Alur ini tidak akan menarik jika tidak ada konfiks.
Selain alur cerita, konfiks dan susunan kronologis, ciri-ciri narasi lebih lengkap lagi
diungkapkan oleh Atar Semi (2003: 31) sebagai berikut:
1.
Berupa cerita tentang peristiwa atau pengaalaman penulis.
2.
Kejadian atau peristiwa yang disampaikan berupa peristiwa yang benar-benar terjadi,
dapat berupa semata-mata imajinasi atau gabungan keduanya.
3.
Berdasarkan konfiks, karena tanpa konfiks biasanya narasi tidak menarik.
4.
Memiliki nilai estetika.
5.
Menekankan susunan secara kronologis.
Ciri yang dikemukakan Keraf memiliki ciri berisi suatu cerita, menekankan susunan
kronologis atau dari waktu ke waktu dan memiliki konfiks. Perbedaannya, Keraf lebih
memilih ciri yang menonjolkan pelaku.
Tujuan menulis karangan narasi secara fundamental yaitu:
a.
Hendak memberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan.
b.
Memberikan pengalaman estetis kepada pembaca.
Langkah-langkah menulis karangan narasi
1)
Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan.
2)
Tetapkan sasaran pembaca kita.
3)
Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur.
4)
Bagi peristiwa utama itu ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir cerita.
5)
Rincian peristiwa-peristiwa utama ke dalam detail-detail peristiwa sebagai pendukung
cerita.
6)
Susun tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang.
Jenis-jenis Karangan Narasi
a.
Narasi Ekspositorik (Narasi Teknis)
Narasi Ekspositorik adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat
tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah
seseorang. Dalam narasi ekspositorik, penulis menceritakan suatu peristiwa berdasarkan data
yang sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya satu orang. Pelaku diceritakan mulai dari
kecil sampai saat ini sampai terakhir dalam kehidupannya. Karangan narasi ini diwarnai oleh
eksposisi, maka ketentuan eksposisi juga berlaku pada penulisan narasi ekspositorik.
Ketentuan ini berkaitan dengan penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada,
tidak memasukan unsur sugestif atau bersifat objektif.
b.
Narasi Sugestif
Narasi sugestif adalah narasi yang berusaha untuk memberikan suatu maksud tertentu,
menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para pembaca atau pendengar sehingga
tampak seolah-olah melihat.
a.
b.
c.
a.
b.
c.
1)
2)
3)
4)
5)
KARANGAN DESKRIPSI
Karangan ini berisi gambaran mengenai suatu hal/keadaan sehingga pembaca seolah-olah
melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.
Karangan deskripsi memiliki ciri-ciri seperti:
Menggambarkan atau melukiskan sesuatu.
Penggambaran tersebut dilakukan sejelas-jelasnya dengan melibatkan kesan indera.
Membuat pembaca atau pendengar merasakan sendiri atau mengalami sendiri.
Pola pengembangan paragraf deskripsi:
Paragraf Deskripsi Spasial, paragraf ini menggambarkan objek kusus ruangan, benda atau
tempat.
Paragraf Deskripsi Subjektif, paragraf ini menggambarkan objek seperti tafsiran atau
kesan perasaan penulis.
Paragraf Deskripsi Objektif, paragraf ini menggambarkan objek dengan apa adanya atau
sebenarnya.
Langkah menyusun deskripsi:
Tentukan objek atau tema yang akan dideskripsikan.
Tentukan tujuan.
Mengumpulkan data dengan mengamati objek yang akan dideskripsikan.
Menyusun data tersebut ke dalam urutan yang baik (menyusun kerangka karangan).
Menguraikan kerangka karangan menjadi dekripsi yang sesuai dengan tema yang
ditentukan.
KARANGAN EKSPOSISI
Paragraf eksposisi adalah paragraf yang bertujuan untuk memaparkan, menjelaskan,
menyampaikan informasi, mengajarkan, dan menerangkan sesuatu tanpa disertai ajakan atau
desakan agar pembaca menerima atau mengikutinya.
Ciri-ciri paragraf eksposisi:
a.
Memaparkan definisi (pengertian).
b.
Memaparkan langkah-langkah, metode, atau cara melaksanakan suatu kegiatan.
a.
b.
c.
d.
KARANGAN ARGUMENTASI
Karangan argumentasi adalah jenis paragraf yang mengungkapkan ide, gagasan, atau
pendapat penulis dengan disertai bukti dan fakta (benar-benar terjadi).
Tujuannya adalah agar pembaca yakin bahwa ide, gagasan, atau pendapat tersebut adalah
benar dan terbukti.
Ciri-ciri karangan argumentasi:
Menjelaskan pendapat agar pembaca yakin.
Memerlukan fakta untuk pembuktian berupa gambar/grafik, dan lain-lain.
Menggali sumber ide dari pengamatan, pengalaman, dan penelitian.
Penutup berisi kesimpulan.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
FRASA
Frasa atau frase adalah sebuah istilah linguistik. Lebih tepatnya, frase merupakan satuan
linguistik yang lebih besar dari kata dan lebih kecil dari klausa dan kalimat. Frase adalah
kumpulan kata nonpredikatif. Artinya frase tidak memiliki predikat dalam strukturnya. Itu
yang membedakan frase dari klausa dan kalimat. Simak beberapa contoh frase di bawah ini:
ayam hitam saya
ayam hitam
ayam saya
rumah besar itu
rumah besar putih itu
rumah besar di atas puncak gunung itu
Dalam konstruksi frase-frase di atas, tidak ada predikat. Lihat perbedaannya
dibandingkan dengan beberapa klausa di bawah ini:
c.
d.
1.
2.
e.
1.
2.
g.
1.
h.
1.
2.
i.
1.
2.
Frasa Endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu, dpat digantikan oleh unsurnya.
Unsur frasa yang dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi tertentu yang disebut unsur pusat
(UP). Dengan kata lain, frasa endosentris adalah frasa yang memiliki unsur pusat.
Contoh: Sejumlah mahasiswa(S) di teras(P).
Frasa nominal
Nominal adalah lawan dari verbal. jika verbal adalah kalimat yang berpredikat "Kata Kerja"
maka kalimat nominal berpredikat kata benda atau kata sifat. untuk membentuk kalimat
nominal, maka unsur kalimat harus memenuhi Subjek, To Be dan komplemen. misalnya "I
am Tired", I=subjek, am=To Be dan Tired=Adjective (Passive voice verb). ini adalah contoh
kalimat nominal. arti lain dari nominal adalah rangkaian angka yang menunjukkan jumlah
tertentu, kemudian adapula arti nominal sebagai kualifikasi (nominasi).
Frasa verbal
Frasa Verbal, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori verba. Secara
morfologis, UP frasa verba biasanya ditandai adanya afiks verba. Secara sintaktis, frasa verba
terdapat (dapat diberi) kata sedang untuk verba aktif, dan kata sudah untuk verba keadaan.
Frasa verba tidak dapat diberi kata sangat, dan biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
bekerja keras
sedang berlari
Secara morfologis, kata berlari terdapat afiks ber-, dan secara sintaktis dapat diberi kata
sedang yang menunjukkan verba aktif.
Frase numeralia
Frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan
contoh :
2 butir telur
10 keping
Frase adverbial
Frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan
contoh :
Besok sore
Frase preposisional
Frase yang terdiri dari kata depan sebaga penanda, diikuti oleh kata
contoh :
Di halaman sekolah
Dari desa
Frase ajektival
Frase yang mempunyai distribusi uamh sama dengan kata sifat
contoh :
Bagus sekali
Indah sekali
RELASI MAKNA
Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa dengan
satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa ini dapat berupa kata, frase, kalimat, dan relasi
semantik itu dapat menyatakan kesamaan makna, pertentangan, ketercakupan,
kegandaan atau kelebihan makna.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sinonim atau sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan kesamaan makna
dan bersifat dua arah. Misalnya, antara kata betul dengan kata benar; antara kata
hamil dengan frase duduk perut. Ketidaksamaan makna yang bersinonim disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain :
Faktor waktu. Umpamanya kata hulubalang yang bersifat klasik dengan kata komandan
yang tidak cocok untuk koteks klasik.
Faktor tempat atau wilayah. Misalnya kata saya yang bisa digunakan di mana saja,
sedngkan beta hanya cocok digunakan untuk wilayah Indonesia bagian timur.
Faktor keformalan. Misalya kata uang yang dapat digunakan dalam rangka formal dan
tidak formal, sedangkan kata duit hanya cocok untuk ragam tak formal.
Faktor sosial. Umpamanya kata saya yang dapat digunakan oleh siapa saja dan kepada
siapa saja, sedangkan kata aku hanya digunakan terhadap orang yang sebaya, yang dianggap
akrab, atau kepada yang lebih muda atau lebih rendah kedudukan sosialnya.
Faktor bidang kegiatan. Misalnya, kata matahari yang biasa digunakan dalam kegiatan
apa saja, sedangkan kata surya hanya cocok digunakan pada ragam khusus terutama sastra.
Faktor nuansa makna. Misalnya kata-kata melihat, melirik, menonton, meninjau yang
masing-masing memiliki makna yang tidak sama.
1.
2.
3.
4.
5.
Antonim atau antonimi adalah hubungan semantik antara dua ujaran yang menyatakan
kebalikan. Misalnya kata hidup berlawanan dengan kata mati. Dilihat dari sifat
hubungannya, antonim dibagi menjadi:
Antonim yang bersifat mutlak. Umpamanya, kata hidup berantonim secara mutlak dengan
kata mati.
Antonim yang bersifat relatif atau bergradasi. Umpamanya kata besar dan kecil
berantonim secara relatif.
Antonim yang bersifat rasional. Umpamanya kata membeli dan menjual, karena
munculnya yang satu harus disertai dengan yang lain.
Antonim yang bersifat hierarkial. Umpamanya kata tamtama dan bintara berantonim
berantonim secara hierarkial karena kedua satuan ujaran yang berantonim itu berada dalam
satu garis jenjang.
Antonim majemuk adalah satuan ujaran yang memiliki pasangan antonim lebih dari satu.
Umpamanya dengan kata berdiri dapat berantonim dengan kata duduk, tidur, tiarap, jongkok,
dan bersila.
Polisemi adalah kata atau satuan ujaran yang mempunyai makna lebih dari satu.
Umpamanya, kata kepala yang setidaknya mempunyai makna (1) bagian tubuh
manusia, sesuai dalam kalimat kepalanya luka kena pecahan kaca, (2) ketua atau
pimpinan, seperti dalam kalimat kepala kantor itu bukan paman saya.
Homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya kebetulan
sama; maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau
bentuk ujaran yang berlainan. Umpamanya, antara kata pacar yang bermakna inai
dan kata pacar yang bermakna kekasih.
Homofoni adalah adanya kesamaan bunyi (fon) antara dua satuan ujaran tanpa
memperhatikan ejaan. Contoh yang ada hanyalah kata bank lembaga keuangan
dengan kata bang yang bermakna kakak laki-laki.
Homografi adalah mengacu pada bentuk ujaran yang sama ejaannya tetapi ucapan dan
maknanya tidak sama. Contohnya kata teras yang maknanya inti dan kata teras yang
maknanya bagian serambi rumah.
Perbedaan polisemi dan homonimi adalah kalau polisemi merupakan bentuk ujaran yang
maknanya lebih dari satu, sedangkan homonimi bentuk ujaran yang kebetulan bentuknya
sama, namun maknanya berbeda.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Contoh-contoh lain :
Sinonim :
Faktor waktu
: Nyai nyonya, ajudan anak buah, Batavia Jakarta
Faktor tempat
: Paman pak de, namburu tante
Faktor keformalan
: Saya gue, sejuk adem, berbicara ngomong
Faktor sosial
: Tante bibi, om paman, kakek opa
Faktor bidang kegiatan : Udara oksigen, jamur fungi, yang nan
Faktor nuansa makna : Melihat melirik menonton
Antonim :
Mutlak
: Laki-laki x perempuan, benar x salah
Relatif
: Cantik x jelek, kaya x miskin
Rasional
: Pasang x surut, penawaran x permintaan
Hierarki
: Tua x muda, presiden x wakil presiden, tamtama x bintara
Majemuk
: Raja x ratu x prajurit, berdiri x duduk x jongkok
Polisemi :
Kaki > kaki gunung, kaki manusia, kaki bangku
Homonim :
Bisa > Racun sanggup
Tahu > Makanan mengetahui
Buku > Ruas buku
Homograf :
Merah > Memerah sapi pipinya memerah
Apel > Makan apel pagi ini ada apel
Seri > Gigi seri pertandingan itu seri
Homofon :
Bang bank
Sangsi sanksi
Masa massa
PUISI LAMA
1.
2.
3.
4.
5.
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
Jumlah kata dalam 1 baris
Jumlah baris dalam 1 bait
Persajakan (rima)
Banyak suku kata tiap baris
Irama
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
3.
4.
5.
6.
7.