Anda di halaman 1dari 34

BAB III.

Motor Induksi 3-Fase


Umum.
Motor-motor induksi 3-fase banyak digunakan secara luas di Industri. Sesungguhnya motormotor tersebut mempunyai kecepatan putar yang setabil baik berbeban maupun tanpa
beban. Kecepatannya tergantung pada frekuensi, sebagai akibatnya motor-motor tersebut
tidak mudah diatur kecepatannya. Biasanya kita lebih memilih motor-motor dc, karena
variasi kecepatannya luas. Meskipun demikian, motor induksi 3- fase lebih mempunyai
keunggulan, yaitu : simple (sederhana), rugged (kokoh), low-price (murah harganya), easy to
maintain (mudah perawatannya), dan dapat diproduksi dengan karakteristik yang sesuai
dengan kebutuhan industri
3.1 Motor induksi 3-Fase.
Seperti motor listrik yang lain, motor induksi 3-phase juga mempunyai stator dan rotor.
Stator memiliki sebuah belitan 3-phase (disebut belitan stator) sedangkan rotor memiliki
sebuah belitan yang terhubung singkat (disebut belitan rotor). Hanya belitan stator yang
dapat dihubungkan ke sumber listrik 3-phase ( Hal ini berlainan dengan motor dc yang
kedua belitan stator (field winding) dan belitan rotor (armature winding) dapat saling
dihubungkan ke sumber listrik. Belitan rotor memperoleh tegangan dan daya melalui induksi
elektromagnetik dari daya eksternal belitan stator. Motor induksi dapat digambarkan
sebagai mesin ac tipe transformator dengan bagian sekunder yang dapat berputar yang
mengubah energi listrik menjadi energi mekanik.
Kebaikannya :
1. Mempunyai konstruksi yang sederhana (simple) dan kasar/ lugu/ kokoh (rugged).
2. Harganya relatif murah.
3. Membutuhkan perawatan yang sedikit.
4. Mempuyai efisiensi yang tinggi dan faktor daya (power factor ) yang baik
5. Membangkitkan torsi awal (starting torque) sendiri.
Kejelekannya :
1. Mempunyai kecepatan yang konstan dan kecepatan tidak mudah diganti.
2. Torsi awal lebih rendah dari pada motor dc shunt.
3.2 Konstruksi.
Motor induksi mempunyai 2 bagian utama yaitu stator sebagai bagian yang diam dan rotor
sebagai bagian yang berputar. Rotor merupakan bagian yang terpisah dari stator dengan
dipisahkan oleh celah udara (air-gap) yang kecil yang berkisar antara 0,4 mm sampai 4 mm,
tergantung daya motor.
3.2.1 Stator.
Terdiri atas rangka baja yang mengelilingi sebuah lubang, silinder inti dilapis dengan baja
silikon tipis untuk mengurangi rugi-rugi hysterisis dan Eddy current. Dilengkapi sejumlah alur
(slot) dengan jarak yang sama rata pada bagian dalam lapisan (lihat gambar 3.2.1-1).
Penghantar ber-isolasi diletakkan pada alur stator dan dengan mudah disambung dalam
bentuk rangkaian star atau delta yang seimbang. Belitan stator 3-fase digulung untuk
membatasi jumlah kutub (pole) per kecepatan yang dibutuhkan. Makin besar jumlah kutub,
makin kecil kecepatannya dan sebaliknya. Jika sumber 3-fase dipasang pada belitan stator,
maka timbul medan magnet yang berputar dengan magnitude yang konstan. Medan putar
akan meng-induksi arus ke rotor dengan cara induksi elektromagnet

Keterangan gambar 1:
-1. Cincin untuk mengait.
-2. Alur stator (slot).
-3. Terminal box.
-4. Belitan medan stator.
-5. Dudukan / kaki motor.
Gambar 3.2.1-1. Bentuk stator
3.2.2 Rotor.
Rotor tersambung pada sebuah batang poros (shaft), inti yang dilapis dengan semacam
lekukan mempunyai alur pada bagian luarnya. Belitan diletakkan pada slot (disebut belitan
rotor) adalah salah satu dari 2 type:
1. type squirrel cage (sangkar tupai) dan
2. type belitan (wound).
3.2.2.1 Rotor Sangkar Tupai (Squirrel Cage Rotor).
Terdiri atas inti yang berlapis dan mempunyai alur yang sejajar pada permukaannya. Sebuah
batang aluminium (aluminium bar) diletakkan pada masing-masing alur. Semua batang
disambung ujungnya dengan cincin logam dan biasa disebut dengan end ring. (lihat
gambar 3.2.2.1-1a. Hal tersebut dapat digambarkan sebagai bentuk belitan yang hubung
singkat secara permanen yang tidak dapat dirusak. Seluruh konstruksi (batang dan end ring)
menyerupai sangkar tupai, maka dinamakan dengan sangkar tupai. Rotor tidak dihubungkan
secara listrik dengan sumber tegangan, tetapi mendapatkan induksi arus akibat aksi
transformasi dari stator (seolah-olah transformator).
Motor induksi yang bekerja dengan rotor sangkar tupai disebut dengan motor induksi
sangkar tupai (squirrel cage induction motor). Kebanyakan motor induksi yang
menggunakan sangkar tupai mempunyai konstruksi yang sederhana dan kokoh yang
memungkinkan digunakan untuk kerja kasar. Meskipun demikian motor ini mempunyai torsi
awal yang rendah. Hal tersebut dikarenakan batang rotor secara permanen terhubung
singkat dan tidak akan mungkin ditambah dengan hambatan luar pada rangkaian rotornya
yang akan memperbesar torsi awal.
(a) (b)
Gambar 3.2.2.1-1 (a) Rotor sangkar tupai, (b) Rotor lilit
3.2.2.2 Rotor Lilit (Wound Rotor).
Berisi inti silinder yang berlapis dan memiliki belitan 3-fase seperti terlihat pada gambar
3.2.2.1-1. Belitan rotor terdistribusi dengan sama rata pada alur rotor dan biasanya
terhubung star. Ujung belitan rotor mencuat keluar dan disambung dengan 3 buah slip ring
yang masing-masing terisolasi dan terpasang pada batang poros (shaft). Pada masingmasing slip-ring ini nantinya akan terhubung dengan sikat (brush). Ketiga sikat masingmasing terhubung secara bintang (star) dengan rheostat 3-fase seperti terlihat pada gambar
3.2.2.2-1. Pada saat asutan (start) resistan (hambatan) luar meliputi rangkaian rotor untuk
mendapatkan torsi awal yang besar. Hambatan ini secara berangsur-angsur dikurangi
sampai nol sehingga motor berjalan dengan cepat.
Hambatan luar hanya digunakan selama periode asutan (start) saja. Setelah motor berputar
normal, ketiga sikat akan dihubung singkat, sehingga rotor lilit ini akan bekerja seperti rotor
sangkar tupai.
Gambar 3.3.2.2-1 Pengasutan rotor lilit.

3.3 Medan Putar Magnetik oleh Arus 3-Fase.


Belitan 3-fase jika disuplai daya dari sumber 3-fase, maka akan menimbulkan medan putar
magnetik. Medan yang demikian kutub-nya tidak berada pada posisi yang tetap pada stator,
tetapi selalu bergeser kedudukannya mengelilingi stator. Keadaan ini disebut medan putar.
Hal tersebut dapat dilihat bahwa magnitude medan putar tetap dan sama dengan 1,5 fm
dimana fm adalah fluks maksimum untuk setiap fase.
Untuk melihat bagaimana medan putar dihasilkan, anggap belitan 2-kutub, 3-fase (ketiga
belitan terpisah secara listrik sebesar 120) seperti pada gambar 3.3-2(i), ketiga fase X, Y
dan Z diberi daya dari sumber 3-fase dan arus pada masing-masing fase ditandai oleh Ix, Iy
dan Iz [lihat gambar 3.3-2 (ii)]. Pembahasan Gambar 3.3-2 (ii) (fluks dibangkitkan oleh arus
dengan fase yang sama dengan arus yang membangkitkannya). Fluks dihasilkan/
dibangkitkan oleh arus yang diberikan oleh :

fx = fm sin wt
fy = fm sin (wt - 120)
fz = fm sin (wt - 240)
Gambar 3.3-1
Disini fm adalah fluks maksimum untuk setiap fase. Gambar 3.3-1 memperlihatkan diagram
dari ketiga fluks. Sekarang akan ditunjukkan bahwa suplai 3-fase menghasilkan medan putar
dengan magnitude konstan sama dengan 1,5 fm.

Gambar 3.3-2 Fluks yang dibangkitkan oleh arus.


(i) Saat yang pertama [lihat gambar 3.3.2 (ii) dan (iii)], arus pada fase X adalah nol dan arus
pada fase Y dan Z sama dan berlawanan. Pada konduktor bagian atas arus mengalir keluar
dan masuk pada bagian konduktor bawah. Keadaan tersebut menghasilkan fluks kearah
kanan. Magnitude dari resultan fluks konstan dan besarnya 1,5 fm ditunjukkan seperti
dibawah :
Pertama kali, wt = 0. Maka, ketiga fluks diberikan oleh :
fx = 0 ;
fy = fm sin (-120) = fm ;
fz = fm sin (-240) = fm
Penjumlahan fasor dari -fy dan fz adalah resultan fluks fr (lihat gambar 3.3-3). Terlihat jelas
bahwa :
Resultan fluks, fr = 2 fm cos = 2 fm
= 1,5 fm .
Gambar 3.3-3 Fasor resultan fluks saat pertama.
(ii) Saat yang ke 2, arusnya maksimum (negative) pada fase Y dan 0,5 maksimum (positif)
pada fase X dan Z . Magnitude dari resultan fluks adalah 1,5 fm seperti ditunjukkan
dibawah :
Pada saat yang kedua, wt = 30, maka ketiga fluks adalah :
fx = fm sin 30 = ;
fy = fm sin (-90) = - fm ;
fz = fm sin (-210) =
Penjumlahan fasor dari fx , -fy dan fz adalah fr .
Penjumlahan fasor fx dan fz , fr = 2 cos = .. sepanjang -fy

Penjumlahan fasor fr dan -fy , fr = + fm = 1,5 fm .. sepanjang -fy ,


Sebagai catatan, resultan fluks menyimpang 30 searah jarum jam dari posisi 1.
Gambar 3.3-4 Fasor resultan fluks saat ke 2.
(iii) Pada saat ke 3, arus pada fase Z adalah nol dan arus pada fase X dan Y adalah sama
besar dan berlawanan (arus pada fase X dan Y adalah 0,866 x nilai maksimum). Magnitude
dari resultan fluks adalah 1,5 fm seperti ditunjukkan dibawah:
Pada saat yang ketiga, wt = 60, maka ketiga fluks diberikan oleh;
fx = fm sin 60 = fm
fy = fm sin (-60) = fm
fz = fm sin (-180) = 0
Resultan fx adalah penjumlahan fasor fx dan -fy ( fz = 0).
fr = 2 fm cos = 1,5 fm
Catatan bahwa resultan fluks menyimpang 60 searah jarum jam dari posisi pertama.
Gambar 3.3-5 Fasor resultan fluks pada saat ke 3.
(iv) Pada saat yang ke empat, arus pada fase X maksimum (positif) dan arus pada fase Y dan
Z sama dan negative (arus pada fase Y dan Z 0,5 nilai maksimum). Membentuk sebuah
resultan fluks ke arah bawah sebagai berikut:
Pada saat yang ke 4, wt = 90. Maka fluks diberikan oleh:
fx = fm sin 60 = fm
fy = fm sin (-30) = fz = fm sin (-150) = Penjumlahan fasor dari fx , -fy dan -fz adalah resultan fluks fr .
Penjumlahan fasor dari -fz dan -fy , fr = 2 cos = sepanjang +fx
Penjumlahan fasor dari fr dan fx , fr = + fm = 1,5 fm .. sepanjang -fx
Catatan bahwa resultan fluks mengarah ke bawah, menyimpang 90 searah jarum jam dari
posisi pertama.
Gambar 3.3-6 Fasor resultan fluks pada saat ke 4.
Mengikuti pembahasan diatas bahwa suplai 3-fase menghasilkan sebuah medan putar
dengan nilai konstan (=1,5 fm dimana fm adalah fluks maksimum untuk setiap fase.
3.3.1 Kecepatan Medan Putar Magnetik.
Kecepatan pada saat medan putar magnetik berputar (revolusion) disebut dengan
kecepatan sinkron (synchronous speed) Ns . Pembicaraan pada gambar 3.3-2(ii), pada saat
yang ke 4 menggambarkan penyelesaian dari seper empat siklus (cycle) arus rangga (bolakbalik) Ix dari saat ke 1. Selama seper empat siklus medan berputar sepanjang 90. Pada
saat penggambaran titik 13 yaitu saat Iz, Iy dan Iz menyelesaikan satu siklus penuh dari titik
pusat, maka medan juga menyelesaikan satu revolusi. Sehingga, untuk sebuah belitan
stator 2-pole, medan membuat satu revolusi dalam satu siklus arus. Pada belitan stator 4pole, dapat dilihat bahwa medan putar membuat satu revolusi dalam dua siklus arus. Secara
umum, untuk P pole, medan putar membuat satu revolusi dalam siklus arus.
Siklus arus = revolusi medan.
atau Siklus arus per detik = revolusi medan per detik.
Ketika revolusi medan per detik sama dengan revolusi per menit (Ns) dibagi dengan 60 dan
jumlah siklus per detik adalah frekuensi f.

Maka f = =
Atau =
Kecepatan putar medan magnetik sama dengan kecepatan alternator yang menyuplai daya
ke motor jika keduanya mempunyai jumlah pole yang sama. Maka fluks magnetik tersebut
dikatakan berputar pada kecepatan sinkron.
3.3.2 Arah Medan Putar Magnetik.
Urutan fase dari tegangan tiga-fase yang digunakan untuk belitan stator pada gambar 3.32(ii) adalah X-Y-Z. Jika urutan diubah menjadi X-Z-Y, maka arah putaran medan terbalik (jika
arah sebelumnya berlawanan arah jarum jam, maka menjadi searah jarum jam). Meskipun
jumlah pole dan kecepatan putar yang terjadi pada medan magnetik tidak berubah. Maka
hal tersebut hanya diperlukan untuk mengganti urutan fase dalam hal untuk mengubah
putaran medan magnetik. Untuk suplai 3-fase, maka dapat dilakukan perubahan salah satu
dari dua cara pada tiga jalur suplai (X-Z-Y atau Y-X-Z). Sebagaimana akan kita lihat, rotor
pada motor induksi 3-fase berputar dalam arah yang sama dengan putaran medan
magnetik. Oleh karena itu, arah putaran dari motor induksi 3-fase dapat dibalik dengan cara
menukar dua dari tiga jalur suplai.
3.4 Analisa Mathematik untuk Medan Magnetik.
Sekarang akan menggunakan metoda yang lain untuk mendapatkan besaran (magnitude)
dan kecepatan (speed) dari resultan fluks akibat arus tiga-fase. Arus sinusoidal tiga-fase
menghasilkan fluks f1, f2 dan f3 yang berubah secara sinusoidal. Resultan fluks pada setiap
saat merupakan jumlahan vektor dari ketiga fase pada saat yang sama. Fluks digambarkan
oleh tiga variabel magnitude vektor (lihat gambar 3.4-1). Pada gambar 3.4-1, arah fluks
individual adalah tetap, tetapi magnitude-nya berubah secara sinusoidal sebagaimana arus
membangkitkannya. Untuk mendapatkan magnitude (besaran) dari resultan fluks, tetapkan
fluks kedalam komponen horisontal dan vertikal dan kemudian dicari jumlahan vektornya.

Gambar 3.4-1 Arah fluks.


fh = fm cos wt - fm cos (wt -120) cos 60- fm cos (wt -240) cos 60 = fm cos wt .
fv = 0 - fm cos (wt -120) sin 60 + fm cos (wt -240) sin 60
= - fm sin wt .
(fm adalah fluks maksimum tiap fase. Catatan bahwa cara yang valid adalah f = fm sin
wt ).
Diperoleh resultan fluks :
fr = = fm = fm = 1,5 fm = konstan
Gambar 3.4-2 Resultan fluks.
Maka resultan fluks mempunyai magnitude yang konstan (=1.5 fm) dan tidak berubah
terhadap waktu.
Simpangan angguler (angular displacement) dari fr relatif terhadap aksis OX adalah:
= = = tg
q = wt
Maka resultan medan magnetik berputar secara konstan pada kecepatan angular w (= 2pf )

radian/ detik. Untuk sebuah mesin P-pole, (kita akan mencari kecepatan putar/rotasi fluks
dalam r.p.m) maka kecepatan rotasi (wm) adalah :
wm = w rad/ dt
atau = Ns dalam r.p.m
=
Sehingga resultan fluks oleh arus 3-fase adalah nilai konstan (=1.5 fm dimana fm adalah
fluks maksimum tiap fase) dan fluks-nya berputar mengelilingi belitan stator pada
kecepatan sinkron 120 f / P r.p.m .
Sebagai contoh, untuk sebuah motor induksi 3-fase, 6-pole, 50 Hz, maka :
Ns = = 1000 r.p.m
3.5 Prinsip Operasi.
Anggap sebuah bagian motor induksi 3-fase seperti gambar 3.5-1.
Gambar 3.5-1 Gerakan medan putar.
Operasi motor dapat di terangkan sebagai berikut :
(i) Jika belitan stator 3-fase disuplai daya dari sumber 3-fase, sebuah medan putar mulai
berputar mengelilingi stator pada kecepatan sinkron Ns (= 120 f / P ).
(ii) Medan putar menembus celah udara (air gap) dan memotong penghantar pada rotor,
dengan keadaan stasioner. Dengan kecepatan relatif antara putaran fluks dan rotor
stasioner, e.m.f diinduksikan dalam penghantar rotor. Ketika rangkaian rotor dihubung
singkat, arus mulai mengalir dalam penghantar rotor.
(iii) Arus bawaan penghantar rotor berada pada medan magnetik yang dihasilkan oleh
stator. Akibatnya, tenaga mekanik bertindak berdasarkan penghantar rotor. Penjumlahan
tenaga mekanik pada semua penghantar rotor menghasilkan torsi yang memelihara gerakan
rotor dalam arah yang sama sebagaimana medan putar.
(iv) Kenyataan bahwa rotor didorong mengikuti medan stator (rotor bergerak dalam arah
medan stator) dapat diterangkan dengan hukum Lenz. Menurut hukum tersebut, arah arus
rotor akan sesuai dengan yang mereka jaga untuk menentang penyebab produknya.
Sekarang, penyebab timbulnya arus rotor adalah kecepatan relatif antara medan putar dan
penghantar rotor stasioner. Oleh sebab itu untuk mengurangi kecepatan relatif, rotor mulai
bergerak dalam arah sama seperti medan stator dan mencoba untuk menahannya.
3.6 Slip.
Kita dapat melihat diatas bahwa rotor berputar secara cepat dalam arah medan putar.
Secara praktis, rotor tidak pernah dapat menjangkau kecepatan fluks stator. Jika demikian,
akan terjadi tanpa kecepatan relatif antara medan stator dan penghantar rotor, tanpa
induksi arus rotor dan oleh karena itu tanpa torsi untuk memutar rotor. Gesekan (friction)
dan belitan (windage) akan segera menjadikan/ menyebabkan rotor berkurang putarannya.
Maka kecepatan rotor (N) selalu lebih kecil dari pada kecepatan medan stator (Ns).
Perbedaan kecepatan tergantung pada beban yang ada pada motor.
Perbedaan antara kecepatan sinkron Ns dari putaran medan stator dan kecepatan aktual
rotor N dinamakan slip (istilah slip digunakan karena menggambarkan bagaimana pengamat
naik pada medan stator dan menghadap kearah rotor-akan tampak tergelincir kebelakang).
Hal tersebut biasanya digambarkan sebagai prosentase (percentage) kecepatan sinkron,
yaitu :
(i) Kuantitas Ns N kadang-kadang disebut kecepatan slip.

(ii) Jika rotor stasioner (yaitu N = 0), slip s = 1 atau 100%.


(iii) Pada motor induksi, perubahan pada slip dari tanpa beban (no load) sampai beban
penuh (full load) biasanya hanya 0,1% sampai 3%, karena pada dasarnya motor tersebut
kecepatannya konstan.
% age slip, s = 100
3.7 Frekuensi Arus Rotor.
Frekuensi dari tegangan atau arus yang diinduksikan untuk kecepatan relatif antara belitan
dan medan magnetik diberikan oleh rumus umum :
Frekuensi =
Dengan : N = Kecepatan relatif antara medan magnetik dan belitan.
P = Jumlah pole.
Untuk kecepatan rotor N , maka kecepatan relatif antara fluks putar dan rotor adalah Ns N.
Sebagai akibatnya, frekuensi arus rotor f adalah:
f =
=
=s.f
yaitu, frekuensi arus rotor = fractional slip x frekuensi suplai
(i) Jika rotor dalam keadaan berhenti atau stasioner (yaitu, s=1), frekuensi arus rotor sama
seperti frekuensi suplai ( f = s . f = 1 f = f ).
(ii) Ketika rotor melaju, kecepatan relatif antara fluks putar dan rotor berkurang. Sebagai
akibatnya, slip s dan frekuensi arus rotor berkurang.
Catatan. Kecepatan relatif antara medan putar dan belitan stator adalah - 0 = . Maka
frekuensi arus induksi dan belitan stator adalah :
f = adalah frekuensi suplai.
Contoh Sebuah motor induksi 3-fase, 6-pole dihubungkan pada suplai 50 Hz. Jika berputar
pada kecepatan 970 r.p.m, berapa slip-nya.
Jawab :
Kecepatan sinkron, = = = 1000 r.p.m
Slip, s = 100 = 100 = 3% atau 0,03
Contoh Sebuah alternator 6-pole berputar pada kecepatan 1000 r.p.m, menyuplai sebuah
motor induksi 8-pole. Hitung kecepatan aktual dari motor jika slip-nya 2,5%.
Jawab :
Frekuensi suplai 3-fase diberikan kepada motor induksi ditentukan dari kecepatan alternator
dan jumlah pole.
Frekuensi suplai, f = N P / 120 = 1000 6/ 120 = 50 Hz
Kecepatan sinkron, = 120 f / P = 120 50/ 8 = 750 r.p.m
Slip, s = 100
2,5 = 100
N = 731,25 r.p.m
3.8 Pengaruh Slip pada Rangkaian Rotor.
Ketika rotor dalam keadaan stasioner, s = 1. Pada keadaan tersebut, e.m.f rotor per-fase E2
mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi suplai f . Pada setiap slip s, kecepatan relatif
antara medan stator dan rotor berkurang. Sebagai akibatnya, e.m.f rotor dan frekuensi terreduksi secara proporsional berturut-turut ke s.E2 dan sf . Pada saat yang sama, reaktansi
rotor per-fase X2 , menjadi tergantung frekuensi, berkurang sampai s.X2.

Anggap sebuah motor induksi 3-fase, 6-pole 50 Hz, mempunyai kecepatan sinkron =120.f / P
=120 50/6 = 1000 r.p.m. Pada keadaan stasioner, kecepatan relatif antara fluks stator dan
rotor adalah 1000 r.p.m dan e.m.f rotor per-fase = E2. Jika kecepatan beban-penuh motor
adalah 960 r.p.m, maka
s = = 0,04
(i) Kecepatan relative antara fluks stator dan rotor sekarang hanya 40 r.p.m. Sebagai
akibatnya, e.m.f rotor / fase berkurang menjadi :
E2 = 0,04 E2 atau s. E2
I [Jika kecepatan relative antara fluks stator dan rotor adalah 1000 r.p.m, e.m.f rotor/ fase =
E2. Jika kecepatan relatif 40 r.p.m, e.m.f rotor/ fase adalah = E2
metode unitary]
(ii) frekuensi juga tereduksi dengan perbandingan yang sama, menjadi :
50 = 50 0,04 atau s . f
(iii) Reaktansi rotor per-fase X2 demikian juga tereduksi menjadi :
X2 = 0,04 X2 atau s. X2
Maka pada setiap slip s,
e.m.f rotor/ fase = s.E2
reaktansi rotor/ fase = s.X2
frekuensi rotor/ fase = s.f
Dimana E2, X2, dan f nilainya saling berhubungan pada keadaan diam.
Contoh Sebuah motor induksi 3-fase, 6-pole dihubungkan ke suplai 60 Hz. Ketika dalam
keadaan diam tegangan yang diinduksikan pada rotor bars adalah 4 V. Hitung tegangan dan
frekuensi yang terinduksi pada rotor bars pada 300 r.p.m .
Jawab :
Kecepatan sinkron, =120.f / P = 120 60/ 6 = 1200 r.p.m
Slip, s = = = 3/4
Hubungannya terhadap slip,
Tegangan induksi = 4 s = 4 = 3 V
Frekuensi = f s = 60 = 45 Hz
Catatan. Subscript 1 (misalnya R1, X1, Z1 dsb.) digunakan untuk nilai stator, sedangkan
subscript 2 (misalnya R2, X2, Z2 dsb.) digunakan untuk nilai rotor pada keadaan diam.
Sedangkan superscript/ (dash) bersamaan dengan subscript 2 (misalnya , dsb.) digunakan
untuk nilai rotor dalam keadaan berputar (running). Perhatikan bahwa f menunjukkan
frekuensi stator dan f (=s f ) menunjukkan frekuensi rotor.
3.9 Arus Rotor.
Gambar 3.9-1 memperlihatkan rangkaian motor induksi 3-fase pada suatu slip s. Rotor
diasumsikan sebagai suatu tipe belitan dengan hubungan star. Catatan bahwa e.m.f rotor/
fase dan reaktansi rotor/ fase adalah s.E2 dan s.X2. Resistansi rotor/ fase adalah R2 dan
tidak ter-gantung frekuensi, maka tidak tergantung slip. Demikian juga, nilai belitan stator
E1 dan X1 tidak tergantung slip.
Gambar 3.9-1 Skema belitan 3-fase.
Jika motor digambarkan sebagai sebuah beban seimbang 3-fase, diperlukan anggapan
seolah-olah hanya satu fase saja; demikian juga untuk dua fase yang lain juga dianggap
sama.
Gambar 3.9-2 Skema rangkaian rotor.
Pada keadaan diam. Gambar 3.9-2 (i) memperlihatkan sebuah fase dari rangkaian rotor pada
saat diam/ berhenti.

Arus rotor/ fase, I2 = =


Faktor daya (power factor) rotor, cos f2 = =
Ketika berputar pada slip s. Gambar 3.9-2(ii) memperlihatkan satu fase dari rangkaian rotor
ketika motor berputar pada slip s.
Arus rotor, = =
Faktor daya (p.f) motor, cos f2 = =
Contoh Sebuah motor 3-fase, 400 V dengan rotor tipe belitan (wound rotor motor), belitan
stator disambung secara delta dan belitan rotor disambung star. Stator mempunyai 48
belitan/ fase sedangkan rotornya mempunyai 24 belitan/ fase. Hitung tegangan yang lewat
slip-ring pada keadaan diam/ berhenti (standstill) dan keadaan rangkaian terbuka (open
circuited).
Gambar 3.9-3 Keadaan belitan.
Jawab :
e.m.f stator/ fase, E1 = 400 V
belitan stator/ fase, N1 = 48
belitan rotor/ fase, N2 = 24
K = N2/ N1 = 24/48 = 1/ 2
e.m.f rotor/ fase = K.E1 = (1/2) 400 = 200 V
tegangan antara slip ring = tegangan jalur rotor = 200 = 346 V
3.10 Torsi Rotor.
Torsi T dihasilkan oleh rotor secara langsung dan proporsional terhadap :
(i) arus rotor
(ii) e.m.f rotor
(iii) faktor daya rangkaian rotor
maka, T E2 I2 cos f2
T = K E2 I2 cos f2
Dimana : I2 = arus rotor saat berhent
E2 = e.m.f rotor saat berhenti
cos f2 = faktor daya rotor saat berhenti
Catatan bahwa nilai e.m.f rotor, arus rotor dan faktor daya rotor digunakan untuk
memberikan suatu keadaan.
3.11 Torsi Awal/ Torsi Pengasutan (Starting torque) Ts.
Jika E2 = e.m.f rotor per fase saat berhenti
X2 = reaktansi rotor per fase saat berhenti
R2 = resistansi rotor per fase
Impedansirotor/ fase, Z2 =
Arus rotor/ fase, I2 = =
Faktor daya rotor, cos f2 = =
Torsi awal, = K E2 I2 cos f2
= K E2 x
=

Secara umum, tegangan suplai stator V konstan sehingga fluks per pole f diatur (set up) oleh
stator sehingga bersifat tetap (fix). Maksudnya bahwa dalam belitan tersebut induksi e.m.f
E2 didalam rotor akan menjadi tetap.
Ts = = dimana K1 adalah konstanta dari stator.
Hal tersebut menjelaskan bahwa magnitude torsi awal akan tergantung pada nilai relatif dari
R2 dan X2 , yaitu resistan rotor / fase dan reaktansi rotor/ fase saat diam.
Dapat dilihat bahwa K = 3/2 p Ns .
= , Ns dalam r.p.s
3.12 Keadaan pada Torsi Pengasutan/Awal Maksimum.
Dapat dibuktikan bahwa torsi pengasutan/ awal akan menjadi maksimum jika resistan rotor/
fase sama dengan reaktan rotor/ fase saat berhenti.
Sekarang = (i)
Mendeferensialkan persamaan (i) ke R2 dan persamaan menghasilkan nol, maka akan
diperoleh,
= K1 = 0
atau =
atau R2 = X2
Maka torsi awal akan maksimum jika :
Resitan rotor/ fase = Reaktan rotor/ fase saat berhenti !!!
Pada keadaan torsi awal maksimum, f2 = 45 dan faktor daya rotor 0,707 lagging [Lihat
gambar 3.12-1(ii)].
Gambar 3.12-1
Gambar 3.12-1(i) memperlihatkan variasi torsi awal dengan resistan rotor. Terlihat resistansi
rotor bertambah dari rendah ke maksimum ketika R2 = X2. Jika resistan rotor bertambah
dan melewati nilai maksimum, maka torsi awal akan turun.
3.13 Pengaruh Perubahan Tegangan Suplai.
Ts =
Kalau E2 tegangan suplai V
Ts =
Dimana K2 adalah konstanta.
Ts V 2
Maka, torsi awal sangat sensitif terhadap perubahan nilai tegangan suplai. Sebagai contoh,
tegangan suplai jika turun (drop) 10% akan mengurangi torsi awal sekitar 20%. Hal tersebut
sama dengan kegagalan motor untuk mulai mengasut jika tidak dapat menghasilkan sebuah
torsi yang lebih besar dari pada torsi beban ditambah torsi gesekan (friction).
3.14 Torsi Awal Motor Induksi 3-Fase.
Rangkaian rotor motor induksi mempunyai resistan rendah dan induktan tinggi (karena
penghantar rotor seakan melekat pada besi). Pada saat asutan, frekuensi rotor sama dengan
frekuensi stator (yaitu 50 Hz) maka reaktan rotor adalah besar dibanding dengan resistan
rotor. Maka arus rotor ketinggalan terhadap e.m.f rotor dengan sudut yang besar, faktor
dayanya rendah dan sebagai akibatnya torsi awal/ asut-nya kecil. Ketika resistan
ditambahkan pada rangkain rotor, faktor daya rotor akan diperbaiki, sehingga meningkatkan
torsi asut. Hal tersebut tentu saja dikarenakan dengan menambah impedan rotor akan
menurunkan besarnya arus rotor sehingga pengaruh peningkatan faktor daya menonjol dan

torsi awal bertambah.


(i) motor sangkar tupai (squirrel-cage motor). Ketika batangan rotor (rotor bars) terhubung
singkat secara permanen, hal tersebut tidak memungkinkan untuk menambah resistan lain
diluar rangkaian rotor pada saat pengasutan. Sebagai akibatnya, torsi asut untuk motor jenis
ini rendah. Motor sangkar tupai mempunyai torsi asut 1,5 sampai 2 kali nilai beban-penuh
dengan arus pengasutan 5 sampai 9 kali arus beban-penuh.
(ii) motor rotor lilit (wound rotor motor). Resistan rangkaian rotor motor jenis ini dapat
ditambah melalui penambahan resistan luar (external resistance). Dengan menyisipkan
resistan luar dengan nilai yang tepat (sehingga R2 = X2), torsi asut maksimum dapat
dicapai. Sebagai percepatan motor (motor accelerates), resistan luar di turunkan nilainya
secara berangsur-angsur sampai rangkaian rotor hubung singkat, sehingga rotor dapat
berputar sendiri.
Gambar 3.14-1 Rangkaian rotor terhubung rheostat.
Contoh Resistan rotor dan reaktan rotor saat diam motor induksi 3-fase adalah 0,2 W dan
1,0 W per fase. Tegangan antara slip ring dengan rotor terkunci dan tegangan penuh pada
stator adalah 110 V.
(i) Carilah arus asutan rotor/ fase jika slip ring terhubung singkat untuk membuat keadaan
putaran normal.
(ii) Berapakah nilai resistan luar per fase yang harus disisipkan pada rangkaian rotor untuk
memperoleh torsi maksimum pada asutan? Carilah juga arus rotor/ fase pada keadaan
tersebut.
Gambar 3.14-2
Jawab :
(i) Gambar 3.14-2(i) memperlihatkan keadaan kasus.
e.m.f rotor/ fase saat berhenti, E2 = 110/ = 63,5 V
Impedan rotor/ fase saat berhenti, Z2 = = = 1,02 W
Arus fase rotor saat berhenti, I2 = = = 62,3 A
(ii) Resistan luar yang perlu ditambahkan Rx W/ fase [lihat gambar 3.14-2(ii)] untuk mendapatkan torsi asut maksimum.
Torsi asut akan menjadi maksimum jika:
Resistan rotor/ fase = Reaktan rotor/ fase saat berhenti
atau 0,2 + Rx = 1 W
atau Rx = 0,1 0,2 = 0,8 W/ fase
Impedan rotor/ fase = = 1,414 W
Arus rotor/ fase = 63,5/ 1,414 = 44,7 A
Catatan, bahwa arus rotor/ fase berkurang sekitar 30%. Hal tersebut lebih meningkatkan
torsi menjadi dua kali lipat dengan perbaikan faktor daya rangkaian rotor. Efisiensi
berkurang menjadi 3 I 2 R = 3 62,32 0,2 = 3 (44,7)2 1 = 5994,3 W. Maka resistan eksternal
harus diganti segera untuk menambah kecepatan.
3.15 Motor Berbeban.
Sekarang akan dibahas perilaku motor induksi 3-fase berbeban.
(i) Ketika digunakan beban mekanik pada poros (shaft ) motor, hal tersebut akan mulai
menurunkan putaran dan fluks putar akan memotong konduktor rotor dengan tingkatan
yang makin lama makin tinggi. Tegangan induksi dan resultan arus pada penghantar rotor
makin lama makin bertambah, membangkitkan torsi makin lama makin besar.
(ii) Motor dan beban mekanik akan segera mencapai keseimbangan ketika torsi motor
secara pasti sama dengan torsi beban. Ketika keadaan tersebut dicapai, kecepatan akan

berhenti menurun lagi dan motor akan berputar pada kecepatan baru dengan laju yang
konstan.
(iii) Penurunan kecepatan motor induksi pada beban yang ditambah adalah kecil. Hal
tersebut dikarenakan impedan rotor rendah [nilai resistan rotor bernilai kecil dan tetap.
Frekuensi rotor saat berputar sangat kecil ( ) dan oleh karena itu reaktan rotor rendah. Hal
tersebut menghasilkan impedan rotor yang rendah selama kondisi berputar.] dan penurunan
kecepatan yang dihasilkan oleh arus rotor yang besar adalah sedikit. Hal tersebut
membuktikan mengapa motor induksi dipertimbangkan untuk tujuan mesin dengan
kecepatan konstan. Selain itu, karena dalam kenyataanya tidak pernah berputar pada
kecepatan sinkron, maka mesin tersebut biasa disebut dengan mesin asinkron.
Catatan, bahwa perubahan beban pada motor induksi akan menyebabkan penyesuaian slip.
Jika beban pada motor bertambah, slip akan bertambah sedikit (karena kecepatan motor
berkurang sedikit). Hal tersebut akan mengakibatkan kecepatan relatif lebih besar antara
fluks putar dan penghantar rotor. Sebagai akibatnya, arus rotor bertambah dan
membangkitkan torsi yang lebih besar untuk memenuhi/ menyesuaikan pertambahan
beban. Akan terjadi sebaliknya jika beban pada motor berkurang.
Gambar 3.15-1
(iv) Dengan bertambahnya beban, arus beban meningkat sejalan dengan berkurangnya
fluks stator (hukum Lenz), dengan demikian e.m.f pada belitan stator juga berkurang.
Pengurangan jumlah e.m.f tersebut, menyebabkan arus stator ( ) meningkat, sehingga daya
masukan ke motor bertambah. Hal tersebut ditandai dengan adanya aksi motor induksi
dalam menyesuaikan (adjusting) statornya (arus primer) dengan mengubah arus rotor
(sekunder) menjadi sangat besar seperti halnya perubahan keadaan yang dialami oleh
sebuah transformator sewaktu bebannya berubah.
3.16 Torsi Dalam Keadaan Berputar.
Umpamakan rotor dalam keadaan diam mempunyai e.m.f induksi per fase E2, reaktan X2
dan resistan R2. Jika dalam keadaan berputar mempunyai slip s, maka:
e.m.f rotor/ fase, E 2 = s E2
reaktan rotor/ fase, X 2 = s X2
impedan rotor/ fase, Z 2 =
arus rotor/ fase, I 2 = =
faktor daya rotor, cos f2 =
Gambar 3.16-1
Torsi saat berputar, Tr E 2 I 2 cos f2
f I 2 cos f2 ( E 2 f)
f..
f
=Kf
= K1 ( E 2 f)
Jika tegangan suplai stator V konstan, maka fluks stator konstan dan oleh karena itu E2 akan
menjadi konstan.
Tr = untuk K 2 adalah konstanta yang lain
Dapat dilihat bahwa torsi berputarnya adalah :
(i) Berbanding lurus terhadap slip sehingga jika slip bertambah (berarti kecepatan motor
berkurang), torsi akan bertambah dan sebaliknya.

(ii) berbanding lurus dengan kuadrat tegangan suplai ( E 2 V).


Dapat dilihat bahwa nilai dari K1 =3/2 p Ns, untuk Ns dalam r.p.s.
Tr = =
Pada saat asutan s = 1, maka torsi asutan adalah :
Ts = sama seperti paragraf 3.11
3.17 Torsi Maksimum pada Kondisi Berjalan.
= (i)
Untuk menemukan nilai resistan rotor yang memberikan tenaga putaran/ torsi maksimum
(maximum torque) pada kondisi berjalan, turunkan ekspresi (i) ke dalam s dan samakan
hasilnya terhadap nol, maka
==0
atau = 0
atau =
atau =
Maka untuk torsi maksimum (T m) kondisi berjalan :
I Resistan Rotor/ fase = Fractional slip x Reaktan Rotor/ fase saat diam
Sekarang dari ekspresi (i) diatas
Untuk torsi maksimum, R2 = s X2 . Ambil R2 = s X2 dalam ekspresi diatas, maka torsi
maksimum Tm diberikan oleh :
Tm
Slip saling berhubungan dengan torsi maksimum, s = R2 / X2 .
Dengan demikian dapat ditampilkan bahwa :
= N-m
Dari persamaan diatas teranglah bahwa :
(i) Nilai hambatan rotor tidak mengubah nilai torsi maksimum tetapi hanya mengubah nilai
slip pada saat kejadian.
(ii) Torsi maksimum bervariasi secara terbalik seperti reaktansi saat diam. Dengan demikian
hal tersebut akan terjaga sekecil mungkin.
(iii) Torsi maksimum bervariasi secara langsung dengan kuadrat tegangan terpasang.
(iv) Untuk memperoleh torsi maksimum pada saat asutan (s = 1), hambatan rotor harus
dibuat sama dengan rektansi rotor saat diam.
3.18 Karakteristik Torsi-Slip
Seperti diperlihatkan dalam paragraf 3.16, torsi motor keadaan berjalan dinyatakan oleh :
=
Gambar 3.18-1 Karakteristik torsi-slip
Jika kurva digambar antara torsi dan slip untuk sebuah nilai tersendiri dari resistan rotor ,
grafik yang dihasilkan disebut karakteristik torsi-slip. Gambar 3.18-1 memperlihatkan
keluarga karakteristik torsi-slip untuk rentang slip s = 0 sampai s = 1 untuk nilai resistan
rotor yang bervariasi.
Titik-titik yang mengikuti dapat ditandai secara baik. :
(i) Pada s = 0, T = 0 dengan demikian liku torsi-slip mulai dari titik pusat.
(ii) Pada kecepatan normal, slip kecil sehingga s diabaikan seperti disamakan dengan .
T s/
s . . . konstan

Maka kurva torsi-slip adalah garis langsung dari slip nol ke slip yang sesuai dengan beban
penuh.
(iii) Slip yang bertambah terus sampai melewati slip beban-penuh, akan membuat torsi
bertambah dan setelah mencapai maksimum akan menurun. Nilai tersebut paling sedikit
dua kali nilai ketika motor beroperasi pada tegangan dan frekuensi kerjanya.
(iv) Ketika slip bertambah melebihi torsi maksimum, faktor-faktor yang berhubungan dengan
bertambah sangat cepat sehingga dapat diabaikan sebagaimana dibanding dengan .
Ts/
1/ s
Maka sekarang torsi terbalik secara proporsional terhadap slip. Dengan demikian kurva torsislip berbentuk hiperbola segi panjang (rectangular hyperbola).
(v) Torsi maksimum tetap sama dan tak tergantung pada nilai resistan rotor.
I Maka, penambahan nilai resistan pada rangkaan motor tidak mengubah nilai maksimum
torsi tetapi hanya mengubah nilai slip pada saat terjadi torsi maksimum.
3.19 Torsi Pengasutan dan Torsi Maksimum, Beban-Penuh
. . . lihat 3.16
. . . lihat 3.11
. . . lihat 3.17
Catatan bahwa s berhubungan dengan slip beban-penuh.
(i) =
Membagi pembilang (numerator) dan penyebut (denominator) pada R.H.S dengan , akan
diperoleh :
==
Dimana a = =
(ii) =
Membagi pembilang (numerator) dan penyebut (denominator) pada R.H.S dengan , akan
diperoleh :
==
Dimana a = =
3.20 Perbandingan Motor Induksi dan Transformator
Motor induksi bisa dipertimbangkan sebagai transformator dengan bagian sekundernya
yang berputar karena dihubung-singkat. Belitan stator setara dengan bagian primer
transformator dan belitan rotor setara dengan bagian sekunder transformator. Berikut ini
adalah perbedaan tanpa nilai antara keduanya :
(i) Tidak seperti pada transformator, rangkaian magnetik dari motor induksi 3-fase
mempunyai celah dara (air gap). Maka, arus magnetisasi motor induksi 3-fase lebih besar
daripada yang terdapat pada transformator. Sebagai contoh, pada sebuah motor induksi
diperkirakan rating arusnya mencapai 30-50% dibanding dengan transformator yang hanya
1-5% saja.
(ii) Pada motor induksi, terdapat celah udara dan belitan rotor dan stator tersebut
terdistribusi sepanjang batas luar celah udara tidak seperti yang terdapat pada
transformator yang terkonsentrasi pada intinya saja. Maka reaktansi bocor dari belitan stator
dan rotor benar-benar besar dibanding dengan transformator.
(iii) Pada motor induksi, masukan pada stator dan rotor berupa listrik, tetapi keluaran dari
rotor adalah mekanik. Sedangkan pada transformator, masukan maupun keluarannya tetap
berupa listrik.
(iv) Perbedaan utama antara motor induksi dan transformator terletak pada faktor tegangan
dan frekuensinya yang keduanya proporsional terhadap slip s. Jika f adalah frekuensi stator,
adalah e.m.f rotor per fase saat diam dan adalah reaktan rotor/ fase saat diam, maka pada

setiap slip s, nilainya adalah :


e.m.f rotor/ fase, =
Reaktan rotor/ fase, =
Frekuensi rotor, = f
3.21 Regulasi Kecepatan Motor Induksi
Seperti setiap motor elektrik yang lain, regulasi kecepatan motor induksi dapat dinyatakan
dengan :
% age regulasi kecepatan = 100
Dimana = kecepatan motor tanpa-beban (no-load)
= kecepatan motor beban-penuh (full-load)
Jika kecepatan tanpa-beban motor adalah 800 r.p.m dan kecepatan beban-penuhnya 780
r.p.m, maka perubahan kecepatannya adalah 800 780 = 20 r.p.m dan persentase regulasi
kecepatannya = 20 100/ 780 = 2,56 %.
Pada keadaan tanpa beban, hanya sedikit torsi diperlukan untuk mengatasi sedikit rugirugi
mekanik, maka slip motor kecil, yaitu sekitar 1 %. Ketika motor berbeban penuh, slip agak
bertambah, tandanya yaitu kecepatan motor agak berkurang. Hal tersebut dikarenakan
impedansi rotor rendah dan sedikit pengurangan kecepatan mengakibatkan arus rotor
membesar. Pertambahan arus rotor menghasilkan torsi yang tinggi untuk memenuhi beban
penuh pada motor. Sebagai alasan, perubahan kecepatan motor dari tanpa-beban ke bebanpenuh adalah kecil, yaitu regulasi kecepatan motor induksi adalah rendah. Regulasi
kecepatan motor induksi adalah 3% sampai 5%. Walaupun kecepatan motor berkurang
sedikit dengan adanya pertambahan beban, regulasi kecepatan cukup rendah, oleh karena
itu motor induksi adalah motor dengan klasifikasi kecepatan-konstan.
3.22 Kendali Kecepatan Motor Induksi 3-Fase
N = (1 s)
= (1 s) . . . (i)
Memeriksa persamaan (i) menyatakan bahwa kecepatan N dari motor induksi dapat divariasi
dengan mengubah (i) frekuensi suplai f (ii) jumlah kutub P pada stator dan (iii) slip s.
Mengubah frekuensi jala-jala biasanya tidak mungkin dilakukan karena suplai komersial
memiliki frekuensi konstan, kecuali membuat sendiri suplai dengan frekuensi dapat diubahubah. Maka metode praktis pengendali kecepatan umumnya dilakukan dengan mengganti
jumlah kutub stator atau slip motor.
1. Motor sangkar tupai. Kecepatan motor sangkar tupai diubah dengan mengganti jumlah
kutub stator (slip motor induksi dapat diubah dengan mengubah karakteristik rangkaian
rotor. Jika batang-batang/ jeruji rotor sangkar tupai secara permanen terhubung-singkat, slip
motor tidak dapat diubah). Hanya dua atau empat kecepatan yang memungkinkan jika
menggunakan metode seperti ini. Motor dua-kecepatan memiliki satu belitan stator yang
memungkinkan ditukar (switched) melalui perlengkapan pengendali yang sesuai untuk
menyediakan dua kecepatan, salah satunya merupakan setengah bagian yang lain.
Misalnya, mungkin belitan untuk 4 atau 8 kutub, untuk memperoleh kecepatan sinkron 1500
dan 750 r.p.m. Motor empat-kecepatan dilengkapi dengan dua belitan stator terpisah
masing-masing menyediakan dua kecepatan. Kerugian metoda seperti ini adalah :
(i) Tidak mungkin mendapatkan kendali kecepatan kontinyu secara gradual (berangsurangsur).
(ii) Karena komplikasi disain dan pertukaran interkoneksi dari belitan stator, metoda ini
dapat menyediakan maksimum dari empat perbedaan kecepatan sinkron untuk setiap
motor.
2. Motor rotor lilit. Kecepatan motor rotor lilit diubah dengan mengganti slip motor (kendali

kecepatan dengan mengubah-kutub umumnya tidak dipraktekkan pada motor rotor lilit). Hal
tersebut dapat dicapai dengan :
(i) memvariasi tegangan jala-jala stator
(ii) memvariasi resistan rangkaian rotor
(iii) menyisipan dan memvariasi tegangan lain pada rangkaian rotor
3.23 Faktor Daya Motor Induksi
Layaknya mesin a.c yang lain, faktor daya motor induksi diberikan oleh :
Faktor daya, cos f =
Kehadiran celah udara antara stator dan rotor motor induksi menambah secara besar
reluktan rangkaian maknetik. Sebagai akibatnya motor induksi mengurangi arus
magnetisasi ( ) dalam jumlah besar untuk membangkitkan fluk yang diperlukan pada celah
udara.
(i) Pada keadaan tanpa beban, motor induksi menurunkan arus magnetisasi dalam jumlah
besar dan sedikit komponen aktif untuk menutupi rugi-rugi tanpa-beban. Maka motor induksi
mengakibatkan arus tanpa-beban tinggi mengikut (lagging) pada tegangan dengan sudut
besar (sebanding dengan arus transformator tanpa-beban). Maka faktor daya motor induksi
pada keadaan tanpa beban adalah rendah, yaitu sekitar 0,1 lagging.
(ii) Ketika motor induksi dibebani, komponen aktif arus bertambah sedangkan magnetisasi
komponen lainnya kira-kira sama. Sebagai akibatnya, faktor daya motor bertambah.
Meskipun demikian, karena nilai besar arus magnetisasi yang ada kurang mendukung
beban, faktor daya motor induksi tetap pada beban penuh dan jarang melebihi 0,9 lagging.
3.24 Tingkatan Daya pada Motor Induksi
Masukan daya elektrik ke stator motor dikonversi ke dalam daya mekanik pada batang poros
(shaft) motor. Variasi rugi-rugi selama konversi energi adalah :
1. Rugi-rugi tetap (fixed losses), meliputi :
(i) rugi-rugi besi stator
(ii) rugi-rugi gesekan (friction) dan belitan (windage)
Rugi-rugi besi rotor dapat diabaikan karena frekuensi arus rotor dibawah kondisi putaran
normal adalah kecil.
2. Rugi-rugi variabel, meliputi :
(i) rugi-rugi tembaga stator
(ii) rugi-rugi tembaga rotor
Gambar 3.24-1 memperlihatkan bagaimana daya elektrik mengumpan stator sebuah motor
induksi mengalami rugi-rugi dan akhirnya dikonversi ke daya mekanik.
Gambar 3.24-1
Dari gambar diagram diatas dapat ditandai :
(i) Masukan stator, = Keluaran stator + rugi-rugi stator
= keluaran stator + rugi-rugi besi stator + rugi-rugi Cu stator
(ii) Masukan stator, = Keluaran stator
Hal tersebut karena keluaran stator sepenuhnya ditransfer ke rotor melalui celah udara (airgap) dengan cara induksi elektromagnetik.
(iii) Penyedia daya mekanik, = - rugi-rugi Cu rotor
Penyedia daya mekanik ini adalah keluaran kotor rotor (gross rotor output) dan akan
menghasilkan torsi kotor (gross torque), .
(iv) Daya mekanik pada batang poros, = - rugi-rugi gesekan dan belitan
Penyedia daya mekanik pada batang poros menghasilkan torsi batang poros (shaft torque) .

Secara jelas, - = rugi-rugi gesekan dan belitan


3.25 Torsi Motor Induksi
Daya mekanik P tersedia dari setiap motor elektrik yang dapat di ekspresikan sebagai :
P = Watt
Dimana N = kecepatan motor dalam r.p.m
T = torsi yang berkembang dalam N-m
T = = 9,55 N-m
Jika keluaran kotor dari rotor motor induksi adalah dan kecepatannya N r.pm, maka torsi
kotor (total torsi) yang berkembanhg adalah :
= 9,55 N-m
Sama halnya, = 9,55 N-m
Catatan, jika rugi-rugi belitan dan gesekan kecil, = . Hal tersebut dengan asumsi hampir
tidak terjadi beberapa eror yang signifikan.
3.26 Keluaran Rotor (Rotor Output)
Jika Newton-meter adalah torsi gross yang dibangkitkan dan N r.p.m adalah laju (kecepatan)
rotor, maka
Gross rotor output = Watt
Catatan : gross bisa diartikan total, Gross rotor output = Rotor input Rotor Cu losses
Rotor gross output adalah konversi ke dalam energi mekanik dan menyebabkan bangkitnya
gross torque. Diluar gross trque tersebut, beberapa rugi-rugi seperti rugi-rugi belitan dan
gesekan pada rotor dan sisanya kelihatan sebagai dayaguna (useful) atau torsi batang poros
(shaft torque) .
Jika tidak ada tembaga pada rotor, keluaran akan sama seperti masukan rotor dan rotor
akan berputar pada kecepatan sinkron .
Masukan rotor = Watt
Rugi-rugi tembaga rotor = Masukan rotor Keluaran rotor
=
(i) = = s
Rugi-rugi tembaga rotor = s Masukan rotor
(ii) Gross rotor output, = Rotor input Rotor Cu loss = Rotor input - s Rotor input
= Rotor input (1 s)
(iii) = 1 s =
(iv) =
Jelaslah bahwa, jika daya masukan ke rotor adalah , maka s adalah rotor Cu loss (rugi-rugi
tembaga rotor) dan menetapkan (1 s) adalah konversi ke dalam daya mekanik. Sebagai
akibatnya, motor induksi yang beroperasi pada slip tinggi akan mempunyai efisiensi rendah.
Catatan :
=1s
Jika rugi-rugi stator seperti rugi-rugi gesekan dan belitan dapat diabaikan, maka :
Grossrotor output = Useful output
Rotor input = stator input
= 1 s = efisiensi
Maka perkiraan efisiensi motor induksi adalah 1 s. Sehingga jika slip dari motor induksi
adalah 0,125, maka efisiensinya kira-kira 1 0,125 = 0,875 atau 87,5 %.

3.27 Persamaan Torsi Motor Induksi


Torsi kotor yang dibangkitkan oleh sebuah motor induksi disajikan sebagai :
= dalam r.p.m
= dalam r.p.m
Sekarang Rotor input = = (i)
Seperti diperlihatkan dalam paragraf 3.16, kondisi sedang berputar,
==
Dimana K = Perbandingan transformasi =
Rotor input = 3 = .
(mengambil nilai dalam persamaan (i))
Selain itu Rotor input = 3 = .
(mengambil nilai dalam persamaan (i))
= = berkaitan dengan E2
= berkaitan dengan E1
Catatan bahwa dalam ekspresi diatas, nilai E1, E2, R2 dan X2 menggambarkan nilai fase.
3.28 Kurva Unjuk-Kerja Motor Sangkar-Tupai
Liku (kurva) unjuk kerja motor induksi 3-fase menunjukkan variasi kecepatan, faktor daya,
efisiensi arus stator dan torsi untuk nilai beban yang berbeda. Sebelum menunjukkan kurva
unjuk kerja pada grafik, diharapkan membahas variasi torsi dan arus stator terhadap slip.
(i) Variasi torsi dan arus stator terhadap slip.
Gambar 3.28-1 memperlihatkan variasi torsi dan arus stator terhadap slip untuk motor
sangkar-tupai standard. Pada umumnya, resistan rotornya rendah, sehingga terjadi arus
beban-penuh yang rendah pada slip rendah. Oleh karena itu keadaan pada beban-penuh, (=
s f) dan (= 2 ) kemudian juga rendah. Antara nol dan beban-penuh, faktor daya rotor (= cos
f ) dan impedansi rotor (= ) secara praktis tetap konstan (Pada motor sangkar-tupai
standard, perubahan slip sangat kecil sebagai pertambahan beban dari nol ke beban-penuh.
Oleh karena itu perubahan impedansi rotor dari tanpa-beban sampai beban-penuh dapat
diabaikan), oleh karena arus rotor (= / ) dan oleh karena torsi ( ) secara langsung bertambah
terhadap slip. Sekarang arus stator menambah proporsi . Hal tersebut diperlihatkan pada
gambar 3.28-1 dimana dan ditunjukkan oleh garis langsung (straight-lines) dari tanpa-beban
(no-load) sampai beban-penuh (full-load). Sebagaimana beban dan slip bertambah melebihi
beban-penuh, pertambahan tersebut dalam reaktan rotor menjadi cukup besar.
Pertambahan nilai impedansi rotor tidak hanya mengurangi faktor daya rotor cos f (= / )
tetapi juga menurunkan laju (rate) pertambahan arus rotor. Sebagai akibatnya, torsi dan
arus stator tidak bertambah secara langsung terhadap slip seperti ditunjukkan dalam
gambar 3.28-1.
Gambar 3.28-1
Dengan adanya penurunan faktor daya dan penurunan laju pertambahan arus rotor, arus
stator dan torsi bertambah pada laju yang lebih rendah (lower rate). Akhirnya torsi
mencapai nilai maksimum kira-kira pada 25 % slip dalam motor sangkar-tupai standard. Nilai
maksimum torsi tersebut dinamakan pull-out torque atau breackdown torque. Jika beban
bertambah melebihi nilai titik dadal (breakdown point), maka penurunan faktor daya lebih
besar daripada pertambahan arus rotor sehingga mengakibatkan pengurangan torsi.
Akibatnya motor tersebut dengan segera melambat dan bahkan sampai berhenti.
Pada gambar 3.28-1, nilai torsi saat asutan (yaitu s = 100 %) adalah 1,5 kali torsi beban-

penuh. Arus asutan kira-kira lima kali arus beban-penuh. Motor tersebut pada dasarnya
adalah sebuah mesin kecepatan-konstan yang memiliki karakteristik mirip motor d.c shunt.
(ii) Kurva unjuk kerja.
Gambar 3.28-2 memperlihatkan kurva unjuk kerja motor induksi sangkar-tupai 3-fase.
Pada poin berikut mungkin dapat dicatat, bahwa :
(a) Pada keadaan tanpa-beban, fluks rotor mengikut (lag) terhadap stator hanya dalam
jumlah kecil, ketika torsi yang dibutuhkan hanya untuk mengatasi rugi-rugi tanpa-beban.
Sebagaimana beban mekanik ditambahkan, kecepatan rotor berkurang. Pengurangan
kecepatan rotor memberikan medan putar kecepatan-konstan untuk menyapu sepanjang
(sweep across) konduktor rotor pada laju yang lebih cepat, dengan cara demikian dapat
menginduksi arus rotor yang besar. Hal tersebut mengakibatkan, keluaran torsi lebih besar
untuk sedikit pengurangan kecepatan. Keterangan tersebut untuk kurva kecepatan-beban
(speed-load) dalam gambar 3.28-2.
Gambar 3.28-2
(b) Pada tanpa-beban (no-load), arus yang ditarik oleh motor induksi sebagian besar adalah
arus magnetisasi; arus tanpa-beban mengikut (lagging) tegangan terpasang dengan sudut
besar. Maka faktor-daya motor induksi dengan beban yang ringan sangat rendah. Hal
tersebut dikarenakan pada celah udara (air gap) reluktan rangkaian magnetiknya tinggi
yang menghasilkan arus tanpa-beban dengan nilai tinggi pula, sebanding dengan yang
terjadi pada transformator. Sebagai beban yang ditambahkan, komponen aktif atau daya
dari arus bertambah, menghasilkan faktor daya yang lebih tinggi. Akan tetapi, karena nilai
besar arus magnetisasi yang hadir tanpa memperhatikan adanya beban, faktor daya motor
induksi tetap pada beban-penuh jarang melebihi 90%. Gambar 3.28-2 memperlihatkan
variasi faktor daya terhadap beban motor induksi sangkar-tupai tipikal.
(c) Efisiensi =
Rugi-rugi yang terjadi pada motor induksi 3-fase adalah rugi-rugi tembaga (Cu) dalam
belitan stator dan rotor, rugi-rugi besi dalam inti stator dan rotor dan rugi-rugi gesekan dan
belitan. Rugi-rugi besi dan rugi-rugi gesekan dan belitan hampir *)independen dalam beban.
Ketika I 2 R menjadi konstan, efisiensi motor akan bertambah terhadap beban, tetapi rugirugi I 2 R tergantung pada beban. Oleh karena itu, efisiensi motor bertambah terhadap
beban tetapi kurvanya menurun pada beban tinggi.
*) Rugi-rugi dalam stator tergantung pada fluks stator dan frekuensi suplai. Ketika kedua
faktor tersebut konstan, rugi-rugi-besi stator konstan pada semua beban. Ketika frekuensi
rotor kecil, rugi-rugi besi dalam rotor kecil dan bisa diabaikan. Sebagaimana kecepatan
motor tidak sangat besar terhadap beban, rugi-rugi gesekan dan belitan bisa diasumsikan
konstan.
(d) Ketika tanpa-beban, kebutuhan torsi hanya diperlukan untuk mengatasi rugi-rugi tanpabeban. Oleh karena itu stator mengambil sedikit arus dari suplai. Ketika beban mekanik
ditambahkan, kecepatan rotor berkurang. Pengurangan kecepatan rotor tersebut
memberikan medan putar dengan kecepatan konstan untuk menyapu melewati konduktor
rotor pada laju yang lebih cepat, dengan cara demikian menginduksi arus rotor lebih besar.
Dengan bertambahnya beban, pertambahan arus rotor dalam arah seperti pada
pengurangan fluks stator, dengan cara demikian secara temporer mengurangi hitungan
e.m.f dalam belitan stator. Berkurangnya hitungan e.m.f tersebut membuat aliran arus
stator semakin banyak.

(e) Output = Torsi Kecepatan


Ketika kecepatan motor berubah tidak terlalu besar terhadap beban, maka torsi bertambah
dengan bertambahnya beban.
3.29 Rangkaian Ekuivalen Motor Induksi 3-Fase Berbagai Slip
Pada motor induksi 3-fase, belitan stator terhubung ke suplai 3-fase dan belitan rotor
terhubung-singkat. Energi ditransfer secara magnetik dari belitan stator ke belitan rotor
yang terhubung-singkat. Maka motor induksi bisa dipertimbangkan menjadi transformator
dengan bagian sekunder berputar (hubung-singkat). Belitan stator dapat disamakan dengan
bagian primer transformator dan belitan rotor disamakan dengan bagian sekunder
transformator. Dalam pandangan yang sama fluks dan tegangan juga seperti kondisi pada
transformator, sehingga merupakan suatu hal yang dapat diharapkan bahwa rangkaian
ekuivalen motor induksi akan sama dengan transformator. Gambar 3.29-1 memperlihatkan
rangkaian ekuivalen (lebih dulu tidak hanya satu) per fase untuk motor induksi. Sekarang
kita akan membahas rangkaian stator dan rotor secara terpisah.
Gambar 3.29-1 Rangkaian lengkap kesetaraan motor induksi
3.29.1 Rangkaian Stator
Pada stator, keadaan sangat persis dengan bagian primer transformator. Tegangan per fase
yang digunakan pada stator adalah , sedangkan dan berturut-turut adalah resistan stator
dan reaktan bocor per fase. Tegangan digunakan untuk membangkitkan fluks magnetik yang
membuat terjalinnya hubungan antara belitan stator (sebagai bagian primer) dengan belitan
rotor (sebagai bagian sekunder). Sebagai hasilnya, induksi diri (self-induced) e.m.f
menginduksi belitan stator dan terjalin induksi imbal balik (mutually induced) e.m.f (= s = s
K dimana K adalah perbandingan transformasi) yang menginduksi belitan rotor. Aliran arus
stator menyebabkan drop tegangan pada dan .
= - + ( + j ) . . . penjumlahan fasor
Ketika motor tanpa-beban, belitan stator menarik arus yang memiliki dua komponen, yaitu :
(i) yang menyuplai rugi-rugi motor tanpa-beban
(ii) komponen magnetisasi yang mengatur fluks magnetik dalam inti dan celah udara.
Kombinasi paralel dari dan , berturut-turut menggambarkan rugi-rugi motor tanpa-beban
dan pembangkitan fluks magnetik.
=+
3.29.2 Rangkaian Rotor
Disini dan berturut-turut menggambarkan resistan rotor dan reaktan rotor saat diam per
fase. Pada setiap slip , reaktan rotor akan menjadi . Tegangan terinduksi/ fase dalam rotor
adalah = = . Ketika belitan rotor terhubung-singkat, keseluruhan e.m.f digunakan dalam
sirkulasi arus rotor .
=(+)
Arus rotor terefleksi sebagai (= ) dalam stator. Penjumlahan fasor dan memberikan arus
stator .
Hal yang penting untuk dicatat, bahwa masukan ke primer dan keluaran dari sekunder
sebuah transformator berujud elektrik. Oleh karena itu, di dalam motor induksi, masukan ke
stator dan rotor adalah elektrik, tetapi keluaran dari rotor adalah mekanik. Untuk
memfasilitasi perhitungan, diharapkan dan diperlukan untuk mengganti beban mekanik
dengan beban elektrik yang setara, sehingga kita dapat mempunyai rangkaian ekuivalen
transformator dari motor induksi.
Perlu dicatat juga, bahwa meskipun frekuensi stator dan rotor berbeda, keberadaan medan
magnetik masih dalam putaran pada kecepatan sinkron . Arus stator menghasilkan fluks

magnetik yang berputar pada kecepatan . Pada slip , kecepatan putaran medan rotor relatif
terhadap permukaan rotor dalam arah rotasi rotor, yaitu
===
Tetapi rotor berputar pada kecepatan N yang relatif terhadap inti stator. Maka, kecepatan
medan rotor relatif terhadap inti stator
= + N = ( - N) + N =
Maka tanpa adanya nilai slip , masing-masing medan magnetik stator dan rotor adalah
sinkron jika dilihat oleh pengamat yang tetap dalam suatu tempat (space). Sebagai
akibatnya, motor induksi 3-fase dapat dipandang sebagai ekuivalen suatu transformator
yang memiliki sebuah celah udara yang memisahkan bagian besi bawaan rangkaian
magnetik belitan primer dan sekunder. Gambar 3.29.2-1 memperlihatkan diagram fasor
motor induksi.
Gambar 3.29.2-1 Diagram fasor motor induksi.
3.30 Rangkaian Ekuivalen Rotor
Sekarang kita akan melihat bagaimana beban mekanik motor diganti dengan beban
mekanik ekuivalen. Gambar 3.30-1 (i) memperlihatkan rangkaian ekuivalen per fase dari
rotor pada slip s. Arus fase rotor dinyatakan dengan :
=
Secara matematik, nilai tersebut tidak berubah dengan menulisnya sebagai :
=
Seperti terlihat pada gambar 3.30-1 (ii), kita sekarang mempunyai reaktan tetap yang
terhubung secara seri dengan resistan / s dan suplai dengan tegangan konstan . Catatan
bahwa gambar 3.30-1 (ii) mentransfer variabel tersebut ke resistan tanpa merubah kondisi
daya atau faktor daya.
Gambar 3.30-1
Kuantitas / s lebih besar daripada maka s adalah fraksi. Maka / s dapat dibagi kedalam
bagian yang tetap (fixed part) dan bagian variabel ( / s - ) adalah :
=+
(i) Bagian pertama adalah resistan rotor/ fase dan menggambarkan rugi-rugi tembaga rotor.
(ii) Bagian ke dua adalah beban resistan-variabel. Daya yang dikirim ke beban
menggambarkan daya mekanik total yang berkembang di dalam rotor. Maka beban mekanik
pada motor induksi dapat diganti dengan beban resistan-variabel dari nilai . Hal tersebut
diketahui sebagai resistan beban .

3.31 Rangkaian Ekuivalen Transformator dari Motor Induksi


Gambar 3.31-1 memperlihatkan rangkaian ekuivalen 3-fase motor induksi. Catatan bahwa
beban mekanik pada motor telah diganti dengan resistan elektrik ekuivalen yang dinyatakan
sebagai :
= . . . (i)
Gambar 3.31-1
Catatan bahwa rangkaian dalam gambar 3.31-1 sama dengan rangkaian ekuivalen
transformator dengan beban sekunder sama dengan yang diberikan oleh persamaan (i).
E.m.f rotor dalam rangkaian ekuivalen sekarang hanya tergantung pada perbandingan
transformasi K (= / ).

Dengan demikian, motor induksi dapat digambarkan/ diwujutkan sebagai trafo ekuivalen
yang disambung ke resistan-variabel yang diberikan oleh persamaan (i). Daya dikirimkan ke
menggambarkan daya mekanik total yang dibangkitkan dalam rotor. Maka rangkaian
ekuivalen dari gambar 3.31-1 adalah transformator dengan nilai sekunder (yaitu rotor) yang
dapat ditransfer ke primer (yaitu stator) melalui penggunaan perbandingan transformasi K
yang tepat/ cocok. Ingat bahwa menggeser resistan/ reaktan dari sekunder ke primer, hal
tersebut perlu dibagi dengan mengingat arus akan di kalikan dengan K. Rangkaian ekuivalen
motor induksi berkenaan dengan bagian primer diperlihatkan dalam gambar 3.31-2.
Gambar 3.31-2
Catatan bahwa elemen (yaitu ) yang dibatasi oleh segi empat bergaris putus-putus adalah
resistan elektrik ekuivalen berhubungan dengan beban mekanik pada motor. Berikut adalah
catatan dari rangkaian ekuivalen motor induksi :
(i) Pada tanpa-beban, slip secara praktis nol dan beban tak berhingga. Kondisi ini mirip pada
transformator yang belitan sekundernya terbuka (open-circuited).
(ii) Pada saat berhenti, slip adalah satu (unity) dan beban nol. Keadaan seperti ini mirip
dengan transformator yang belitan sekundernya hubung-singkat.
(iii) Ketika motor berputar dengan beban, nilai akan tergantung pada nilai slip s. Kondisi ini
mirip transformator yang sekundernya disuplai variabel dan semata-mata berbeban resistif.
(iv) Resistan elektrik ekuivalen berkurang dan arus rotor bertambah dan motor akan lebih
menghasilkan daya mekanik. Hal tersebut yang diharapkan karena slip motor bertambah
dengan bertambahnya beban pada batang poros motor.
3.32 Hubungan Daya
Rangkaian ekuivalen transformator dari motor induksi sungguh berguna dalam menganalisa
hubungan variasi daya dalam motor. Gambar 3.32-1 memperlihatkan rangkaian ekuivalen
per-fase motor induksi yang seluruh nilainya berkenaan/ berhubungan terhadap bagian
primer (stator).
Gambar 3.32-1
(i) Total beban elektrik = + =
Daya masukan stator = 3 cos f1
Ada rugi-rugi inti stator dan rugi-rugi tembaga stator. Daya tetap akan ditransfer daya
menyeberangi celah-udara, yaitu input ke rotor.
(ii) Masukan rotor =
Rugi-rugi tembaga rotor = 3( )2
Daya mekanik total yang ditimbulkan oleh rotor adalah
= Rotor input Rotor Cu loss
= - 3( )2 = 3( )2
Hal tersebut sangat jelas dari rangkaian ekuivalen yang terlihat pada gambar 3.32-1.
(iii) Jika adalah gross torsi yang dikembangkan oleh rotor, maka
=
Atau 3 =
Atau 3 =
Atau 3 =
= N-m
Atau = 9,55 N-m
Catatan bahwa torsi batang poros (shaft) tersebut akan lebih kecil daripada dengan torsi
yang dibutuhkan untuk menyesuaikan rugi-rugi belitan dan gesekan.

3.33 Rangkaian Ekuivalen Pendekatan dari Motor Induksi


Seperti pada kasus transformator, rangkaian ekuivalen pendekatan motor induksi diperoleh
dengan menggeser cabang shunt ( - ) ke terminal masukan pada gambar 3.33-1. Langkah ini
diambil pada asumsi bahwa drop tegangan pada dan kecil dan tegangan terminal tidak
cukup besar bedanya dari tegangan induksi . Gambar 3.33-1 memperlihatkan rangkaian
ekuivalen pendekatan per fase dari sebuah motor induksi yang semua nilainya berasal dari
bagian primer (stator).
Gambar 3.33-1
Rangkaian pendekatan motor induksi diatas tidak dengan mudah/cepat memberi kebenaran
seperti pada transformator. Berikut ini adalah alasannya :
(i) Tidak seperti transformator daya, rangkaian magnetik motor induksi memiliki bagian yang
merupakan celah/ spasi udara (air gap). Maka arus eksitasi motor induksi (30 sampai 40%
arus beban-penuh) lebih tinggi daripada pada transformator daya. Sebagai akibatnya,
rangkaian ekuivalen eksak harus digunakan untuk hasil yang akurat.
(ii) Nilai relatif dari dan pada motor induksi lebih besar daripada suatu penyesuai yang
diperoleh dari transformator. Karena kenyataan ini, maka tidak dibenarkan menggunakan
rangkaian ekuivalen pendekatan.
(iii) Dalam transformator, belitan/ kumparan-nya terkonsentrasi sedangkan dalam motor
induksi belitannya terdistribusi. Hal tersebut mempengaruhi perbandingan transformasi.
Contoh Motor induksi terkoneksi-star, 3-fase, 4-pole, 400 V, 50 Hz mempunyai impedan per
fase = (0,07 + j 0,3) W dan impedan rotor per fase diambil dari sisi stator = (0,08 + j 0,3) W.
Reaktan magnetisasi per fase adalah 10 dan resistan yang menunjukkan rugi-rugi inti 50 .
Slip 4%. Dengan menggunakan rangkaian ekuivalen pendekatan, hitunglah (i)arus stator
dan faktor daya stator (ii)torsi yang dibangkitkan (iii)efisiensi gross.
Jawab :
= 0,07 ; = 0,3 ; = 0,08 ; = 0,3
Resistan elektrik ekuivalen berkenaan dengan stator adalah
= = 0,08 = 1,92
Gambar 3.33-2 memperlihatkan rangkaian ekuivalen pendekatan per fase dengan nilai
komponennya. Disini = 400/ Volt.
Gambar 3.33-2
(i) Mengacu pada gambar 3.33-2, kita memiliki,
==
= = 107 A
Arus tanpa-beban, = + = +
=+=-j
= (4,6 j 23) A = 23,4 A
Arus stator, = + = 107 + 23,4 = 119,7 A
Magnitute arus stator = 119,7 A
Faktor daya = cos (-26,30) = 0,89 lagging
(ii) Kecepatan sinkron, = 120f / P = 120 50/ 4 = 1500 r.p.m
Kecepatan rotor, N = (1 - s) = 1500 (1 0,04) = 1440 r.p.m
Gross rotor output, = 3 = 3 (107)2 1,92 = 65946 W
Jika adalah torsi gross dalam N-m, maka
= 9,55 = 9,55 = 437,35 N-m

(iii) Masukan ke stator, = 3 cos f1 = 3 119,7 0,89 = 73808 W


Efisiensi gross = 100 = 100 = 89,4 %
3.34 Pengasutan Motor Induksi 3-fase
Motor induksi pada dasarnya adalah transformator dengan bagian statornya adalah primer
dan bagian rotornya merupakan bagian sekunder yang dihubung-singkat. Pada saat asutan,
tegangan menginduksi rotor motor secara maksimum ( . s = 1). Maka impedansi rotornya
menjadi mrendah, arus rotor banyaknya berkelebihan. Arus rotor yang besar membalik ke
stator karena aksi transformasi. Sebagai akibatnya pada asutan dengan arus besar (4
sampai 10 kali) arus beban penuh) dalam stator dengan faktor daya rendah *)
mengakibatkan nilai torsi asutannya rendah. Karena durasi/ lamanya hubung-singkat
pendek, maka nilai arus besar tidak merusak motor jika motor berputar secara normal.
Meskipun demikian, arus asutan yang besar tersebut akan membuat saluran tegangan/ jalajala menjadi drop. Hal tersebut berefek merugikan operasi peralatan elektrik lain yang
berada pada jala-jala yang sama. Oleh karena itu, diharapkan dan diperlukan untuk
mengurangi magnitude arus stator saat asutan dan beberapa metode yang cocok dapat
digunakan untuk keadaan ini.
*)Saat asutan (s = 1), reaktan rotor tinggi dibanding resistannya mengakibatkan p.f asutan
rendah..
3.35 Metoda Pengasutan Motor Induksi 3-fase
Metode yang duterapkan dalam pengasutan motor induksi tergantung pada ukuran motor
dan jenis motor. Metode berikut digunakan untuk mengasut motor induksi :
(i) Direct-on-line starting (iv) Star-delta starting
(ii) Stator resistance starting (v) Rotor resistance starting
(iii) Autotransformer starting
Metode (i) sampai (iv) digunakan untuk kedua jenis motor squirrel-cage dan slip-ring.
Walaupun metode ke (v) penggunaannya hanya untuk motor slip-ring, tetapi dalam
prakteknya salah satu dari empat metode digunakan untuk mengasut motor sangkar-tupai
(squirrel-cage), tergantung pada ukuran motor. Tetapi motor slip-ring selalu diasut dengan
rotor resistance starting.
3.36 Metoda Pengasutan Motor Sangkar-Tupai
Kecuali direct-on-line starting, semua metode yang lain dalam pengasutan motor sangkartupai menerapkan pengurangan tegangan melalui terminal motor pada saat asutan.
(i) Direct-on-line starting.
Metode pengasutan ini hanya menyatakan secara tidak langsung motor di asut dengan
menyambung langsung ke suplai 3-fase. Impedan motor saat berhenti relatif rendah dan
ketika disambung secara langsung ke sistem suplai, arus asutannya akan menjadi tinggi (4
sampai 10 kali arus beban-penuh) dan faktor dayanya rendah. Sebagai akibatnya, metode
pengasutan ini cocok untuk mesin yang relatif kecil (sampai 7,5 kW).
Hubungan antara pengasutan dan torsi beban-penuh (F.L).
Rotor input = 2 T = k T . . . dalam r.p.s (lihat bagian 3.27)
Tetapi Rotor Cu loss = s Rotor input
3 ( )2 = s k T
Atau T ( )2/ s . . . untuk R2 yang sma
Atau T / s ( )
Jika adalah arus asutan, maka torsi asutan adalah

( saat asutan s = 1)
Jika adalah arus beban-penuh dan adalah slip beban-penuh, maka
/
=
Ketika motor diasut secara direct-on-line, arus asutannya adalah arus short-circuit (blockedrotor) .
=
Marilah kita ilistrasikan hubungan diatas dengan contoh numerik. Andaikata = 5 dan slip
beban-penuh = 0,04, maka
= = 0,04 = (5)2 0,04 = 1
=
Catatan bahwa arus asutan besarnya lima kali arus beban penuh tetapi torsi asutannya
hanya sebesar torsi beban penuh saja.
(ii) Stator resistance starting.
Dalam metoda ini, resistan eksternal disambung secara seri dengan setiap fase belitan
stator selama pengasutan. Hal tersebut menyebabkan drop tegangan melalui resistan,
sehingga tegangan yang menuju terminal tereduksi dan selanjutnya arus asutnya juga.
Resistan asut secara gradual/ bertahap dikurangi (cut out in steps) dengan cara menutup
MC (Magnetik Contactor) penghubung-singkat resistan tersebut dari rangkaian stator setelah
motor memperoleh putaranya. Ketika motor mencapai kecepatan rated-nya, semua resistan
cut-out dan secara penuh motor menggunakan tegangan jala-jala.
Gambar 3.36-1
Metoda ini memiliki dua kekurangan :
1. Pengurangan tegangan kerja ke motor selama periode pengasutan *) mengurangi torsi
asut dan menambah waktu akselerasi.
*) Seperti terlihat pada bagian 3.13, dimana V adalah tegangan suplai.
2. Banyak daya terbuang dalam resistan asut.
Hubungan antara pengasutan dan torsi beban-penuh (F.L).
Apabila V sebagai tegangan rated/ fase. Jika tegangan terreduksi oleh fraksi x dengan cara
menyisipkan resistan pada jala-jala, maka tegangan terpasang pada motor per fase akan
menjadi x V.
=x
Sekarang =
Atau =

Maka meskipun arus asutan berkurang oleh


aksi x dari rated-voltage arus asut ( ), torsi asut tereduksi oleh fraksi dari yang
diperoleh dengan penyaklaran langsung (direct switching). Pengurangan tegangan
terpakai ke motor selama periode asutan menurunkan arus asutan tetapi kadangkadang menambah waktu akselerasi karena nilai pereduksi dari torsi asutan
tersebut. Oleh karena itu, metoda ini hanya digunakan untuk pengasutan motor
kecil saja.
(iii) Autotransformer starting.
Metoda ini juga dimaksudkan untuk mereduksi suplai pada sambungan (terminal)
motor induksi pada saat asutan dan kemudian menghubungkannya secara langsung

ke jala-jala setelah motor cukup memperoleh kecepatannya. Gambar 3.36-2


memperlihatkan penataan rangkaian untuk pengasutan dengan transformator. Tap
penyadap (tapping) pada autotransformer diatur sedemik ian sehingga rangkaian
berada pada 65% sampai 80% tegangan jala-jala yang digunakan pada motor.
Gambar 3.36-2
Permulaan pengasutan, saklar tukar (change-over switch) diatur pada posisi start. Hal
tersebut untuk meletakkan autotransformer pada rangkaian dan akan mereduksi tegangan
kerja pada rangkaian. Sebagai akibatnya, arus asutan dibatasi pada nilai yang aman. Ketika
motor kira-kira mencapai 80% kecepatan normal, saklar tukar dipindah ke posisi run. Hal
tersebut untuk melepaskan (takes-out) autotransformer dari rangkaian dan motor secara
penuh mengambil tegangan jala-jala. Pengasutan autotransformer memiliki beberapa
keuntungan, yaitu :
1. rugi-rugi daya kecil
2. arus asutan rendah
3. radiasi panas rendah
Untuk mesin besar (diatas 25 H.P), metoda pengasutan ini sering digunakan. Metoda ini juga
bisa digunakan untuk motor terhubung star dan delta.
Hubungan antara pengasutan dan torsi beban-penuh (F.L).
Anggaplah motor induksi sangkar tupai terhubung-star. Jika V adalah tegangan jala-jala,
maka tegangan melalui fase motor pada sambungan langsung adalah V / dan arus asutan
adalah = . Dalam kasus autotransformer, jika perbandingan tap sadap transformator K
(sebuah fraksi) digunakan, maka tegangan fase melalui motor adalah KV / dan = K
Sekarang = = =
=
Gambar 3.36-3
Arus yang diambil dari suplai atau dengan autotransformer adalah = K = . Catatan bahwa
arus motor adalah K kali, arus jala-jala suplai adalah kali dan torsi asut juga kali nilai yang
akan terjadi pada direct-on-line starting.
(iv) Pengasutan Star-Delta
Belitan stator dari motor dirancang untuk operasi delta dan dihubungkan star selama
periode pengasutan. Ketika mesin mencapi kecepatannya, sambungannya diganti menjadi
delta. Susunan rangkaian pengasutan star-delta diperlihatkan dalam gambar 3.36-4.
Gambar 3.36-4
Enam ujung sambungan (leads) belitan stator disambungkan ke saklar tukar (change-over
switch) seperti diperlihatkan gambar. Pada saat asutan, saklar tukar diatur pada posisi
start yang membuat belitan stator membentuk hubungan star. Maka, setiap fase stator
akan memperoleh V / Volt dari tegangan jala-jala. Keadaan ini dapat mengurangi besarnya
arus asutan. Ketika motor menghasilkan kecepatan, saklar-tukar diganti ke posisi Run yang
membuat belitan stator terhubung delta. Sekarang setiap fase stator memperoleh tegangan
jala-jala secara penuh, yaitu V. Kerugian metoda ini adalah :
a. Dengan sambungan-star selama asutan, tegangan fase stator menjadi I / kali tegangan
jala-jala. Sebagai akibatnya, torsi asutan adalah (1/ )2 atau 1/3 kali nilai ketika membentuk
hubungan delta. Hal tersebut mereduksi cukup besar torsi asutan.

b. Pengurangan tegangan adalah tetap.


Metoda pengasutan ini digunakan untuk mesin ukuran menengah (sampai sekitar 25 H.P).
Hubungan antara pengasutan dan torsi beban-penuh (F.L).
Arus asutan / fase, = V / dimana V adalah tegangan jala-jala
Arus jala-jala asutan =
Pada pengasutan star, diperoleh :
Arus asutan/ fase, = =
Sekarang = =
Atau =
Dimana = arus fase asutan (delta)
= arus fase F.L (delta)
Gambar 8.40
Catatan bahwa pengasutan star-delta, arus jala-jala asutan berkurang sampai *) sepertiga
dibandingkan pengasutan secara delta. Lebih jauh, torsi asutan tereduksi sampai
sepertiganya perolehan torsi ketika menggunakan pengasutan secara delta secara
langsung. Metoda ini murah, tetapi terbatas penggunaannya, yaitu digunakan untuk
keadaan yang tidak membutuhkan torsi asutan tinggi seperti piranti mesin (machine tool),
pompa dan sebagainya.
*) = = =
Contoh Motor induksi sangkar-tupai 3-fase membutuhkan arus pengasutan 6 kali arus
beban-penuh. Carilah torsi asutan sebagai prosentase torsi beban-penuh jika motor diasut (i)
direct-on-line (ii) menggunakan starter star-delta. Slip beban-penuh motor adalah 0,04.
Jawab :
= 6 atau / = 6 ; = 0,04
(i) Direct-on-line starting :
= = (6)2 0,04 = 1,44 = 144 %
Maka, torsi asutannya adalah 144 % dari torsi beban-penuh.
(ii) Star-delta starting :
= = (6)2 0,04 = 0,48 = 48 %
Maka, torsi asutannya adalah 48 % dari torsi beban-penuh.
Contoh Tentukan secara pendekatan torsi asutan motor induksi dalam keadaan beban-penuh
ketika diasut dengan menggunakan (i) star-delta switch (ii) autotransformer dengan sadapan
(tapping) 50 %. Arus hubung-singkat motor pada tegangan normal lima kali arus beban
penuh dan slip beban-penuh adalah 5 %. Abaikan arus magnetisasinya.
Jawab :
= 5 atau / = 5 ; = 0,05
(i) star-delta starting :
= = (5)2 0,05 = 0,42 = 42 %
Maka, torsi asutan 42 % dari torsi beban-penuh
(ii) Autotransformer starting :
= K2 = (0,5)2 (5)2 0,05 = 0,31 = 31 %

Maka, torsi asutan 31 % dari torsi beban-penuh


3.37 Pengasutan Motor Slip-Ring
Motor slip-ring selalu diasut menggunakan rotor resistance starting. Pada metoda ini, sebuah
rheostat terhubung-variable star dihubungkan pada rangkaian rotor melalui slip-ring dan
tegangan penuh disambungkan pada belitan stator seperti terlihat pada gambar 3.37-1
Gambar 3.37-1
(i) Saat asutan, pemutar (handle) rheostat diatur pada posisi OFF sehingga resistan
maksimum berada pada setiap fase rangkaian stator. Hal tersebut untuk mereduksi arus
asutan dan pada saat yang sama torsi asut bertambah.
(ii) Setelah motor mendapatkan kecepatannya, pemutar rheostat secara berangsur-angsur
diputar searah jarum jam dan keluar dari resistan eksternal untuk setiap fase rangkaian
rotor. Ketika motor mencapai kecepatan normal. Change-over switch berada pada posisi ON
dan seluruh resistan eksternal keluar dari rangkaian rotor.
3.38 Motor Slip-Ring versus Motor Sangkar-Tupai
Motor induksi slip-ring mempunyai kelebihan dibanding motor sangkar-tupai antara lain
sebagaiberikut :
(i) Torsi asut tinggi dengan arus asut rendah.
(ii) Percepatan yang mulus (smooth) pada kondisi beban ringan.
(iii) Tanpa panas abnormal selama asutan.
(iv) Karakteristik putaran bagus setelah keluar dari resistan rotor eksternal.
(v) Kecepatan dapat diatur.
Sedangkan kekurangan motor slip-ring adalah :
(i) Biaya inisial dan perawatan lebih tinggi daripada motor sangkar-tupai.
(ii) Regulasi kecepatannya jelek ketika berputar dengan resistan pada rangkaian rotor.
3.39 Rating Motor Induksi
Papan nama (nameplate) dari motor induksi 3-fase menyediakan informasi sebagai berikut :
(i) Horsepower (ii) Line voltage (iii) Line current
(iv) Speed (v) Frequency (vi) Temperature rise
Horsepower rating adalah output mekanik dari motor ketika dioperasikan pada rated lines
voltage (tegangan jala-jala tertulis pada nameplate), rated freqency dan rated speed. Dalam
kondisi tersebut, arus jala-jala sesuai ketentuan pada nameplate dan temperature rise tidak
keluar dari spesifikasinya.
Kecepatan yang diberikan pada nameplate adalah kecepatan aktual dari motor induksi bisa
mencapai 1710 r.p.m. Hal tersebut adalah rated kecepatan beban-penuh.
3.40 Motor Sangkar-Tupai Ganda (Double Squirrel-Cage Motor)
Salah satu keuntungan motor slip-ring adalah resistan dapat disisipkan dalam rangkaian
rotor untuk mendapatkan torsi asut yang tinggi (pada arus asutan yang rendah) dan
kemudian mematikan rangkaian asut (cut out) untuk memperoleh keadaan putaran yang
optimum. Meskipun demikian, keadaan semacam itu tidak dapat diadopsikan pada motor
sangkar tupai karena sangkarnya terhubung singkat secara permanan. Dalam hal untuk
memperoleh torsi asut yang tinggi pada arus asut rendah, konstruksi double squirrel cage
diterapkan.

(i) (ii)
Gambar 3.40-1
Konstruksi. Sesuai namanya, rotor dari motor mempunyai dua belitan sangkar-tupai yang
masing-masing diletakkan di bagian atas seperti terlihat pada gambar 3.40-1.
(i) Belitan luar (outer winding), terdiri dari batang-batang melintang dengan penampang
lebih kecil ukurannya dan terhubung-singkat oleh end-ring. Sehingga resistan pada belitan
tersebut tinggi, maka belitan luar memiliki slot yang relatif terbuka dan lintasan fluksnya
yang lebih sedikit (kecil) berada disekeliling batang. Lihat gambar 3.40 (ii), bagian ini
memiliki induktan yang rendah. Resistan belitan sangkar-tupai bagian luar adalah tinggi
dan induktansinya rendah.
(ii) Belitan dalam (inner winding), terdiri dari batang-batang melintang dengan penampang
lebih besar yang terhubung singkat oleh end-ring, sehingga resistan belitan ini rendah.
Karena batang-batang pada belitan bagian dalam sepenuhnya terpendam dalam besi, maka
memiliki induktan yang tinggi (lihat gambar 3.40 (ii). Sehingga resistan belitan dalam
sangkar-tupai rendah dan induktansinya tinggi.
Cara kerja. Ketika medan putar magnetik menyapu melintasi dua belitan, masing-masing
terinduksi e.m.f yang sama.
(i) Saat asutan, frekuensi rotor sama dengan jala-jala (yaitu 50Hz), membuat reaktan pada
belitan bagian bawah jauh lebih tinggi daripada yang terdapat pada belitan atas. Karena
pada belitan bawah reaktannya tinggi, maka hampir semua arus rotor mengalir dalam
resistan tinggi belitan sangkar bagian luar. Hal ini memberikan karakteristik asutan yang
baik dari resistan-tinggi belitan sangkar. Maka belitan luar memberikan torsi asut yang
tinggi dengan arus asut rendah.
(ii) Ketika motor makin cepat, frekuensi rotor berkurang, dengan demikian akan menurunkan
reaktan belitan bagian dalam, membuat aliran arus rotor total dalam proporsi yang lebih
besar. Pada kecepatan operasi normal motor, frekuensi rotor sangat lambat (2 sampai 3 Hz)
yang hampir semua arus rotor mengalir dalam resistan rendah belitan sangkar bagian
dalam. Hal ini mengakibatkan efisiensi operasi dan regulasi kecepatan menjadi baik.
Gambar 3.40-2 memperlihatkan karakteristik operasi motor double squirell-cage. Torsi asut
motor ini berkisar antara 200 sampai 250 persen torsi beban penuh dengan arus asut 4
sampai 6 kali nilai beban-penuh. Hal tersebut diklasifikasikan sebagai motor torsi-tinggi
dengan arus asut rendah (high-torque, low starting current motor).

Gambar 3.40-2
3.41 Rangkaian Ekuivalen Double Squirrel-Cage Motor
Gambar 3.41-1 memperlihatkan bagian dari motor sangkar-tupai ganda. Disini dan adalah
resistan belitan per fase sangkar luar dan belitan sangkar dalam dimana dan berhubungan
dengan reaktan per fase saat berhenti. Untuk sangkar luar, resistan sengaja dibuat tinggi,
untuk memperoleh torsi asut tinggi. Untuk belitan sangkar dalam, resistannya rendah
danreaktan bocornya tinggi, memberikan torsi asut rendah tetapi efisiensi tinggi pada
beban. Catatan, bahwa dalam motor sangkar-tupai ganda, belitan luar menghasilkan asutan
tinggi dan torsi percepatan sedangkan belitan bagian dalam menghasilkan torsi putar
dengan efisiensi yang baik.

Menghitung Arus, Daya, Kecepatan, dan Torsi Motor Listrik AC


Motor listrik adalah suatu perangkat elektromagnetik yang digunakan untuk
mengkonversi atau mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Hasil konversi ini
atau energi mekanik ini bisa digunakan untuk berbagai macam keperluan seperti
digunakan untuk memompa suatu cairan dari satu tempat ke tempat yang lain pada
mesin pompa, untuk meniup udara pada blower, digunakan sebagai kipas angin, dan
keperluan keperluan yang lain. Berdasarkan jenis dan karakteristik arus listrik yang
masuk dan mekanisme operasinya motor listrik dibedakan menjadi 2, yaitu motor AC,

dan motor DC. Namun pada artikel kali ini kita akan membahas sedikit tentang motor
AC, beserta cara menghitung arus, daya, dan kecepatan pada motor tersebut.
Ada 2 jenis motor pada motor AC, yaitu :
1. Motor sinkron, yaitu motor AC (arus bolak-balik) yang bekerja pada kecepatan tetap
atau konstan pada frekuensi tertentu. Kecepatan putaran motor sinkron tidak akan
berkurang(tidak slip) meskipun beban bertambah, namun kekurangan motor ini adalah
tidak dapat menstart sendiri. Motor ini membutuhkan arus searah (DC) yang
dihubungkan ke rotor untuk menghasilkan medan magnet rotor. Motor ini disebut motor
sinkron karena kutup medan rotor mendapat tarikan dari kutup medan putar stator
hingga turut berputar dengan kecepatan yang sama (sinkron).
2. Motor induksi, yaitu motor AC yang paling umum digunakan di industri industri. Pada
motor DC arus listrik dihubungkan secara langsung ke rotor melalui sikat-sikat(brushes)
dan komutator(commutator). Jadi kita bisa mengatakan motor DC adalah motor
konduksi. Sedangkan pada motor AC, rotor tidak menerima sumber listrik secara
konduksi tapi dengan induksi. Oleh karena itu motor AC jenis ini disebut juga sebagai
motor induksi.
Mungkin sudah cukup penjelasan dan pengertian singkat tentang motor listrik. Dan
selanjutnya akan dijelaskan sedikit tentang rumus-rumus dasar perhitungan pada
motor. seperti menghitung arus/ampere motor, menghitung kecepatan motor,
menghitung daya/beban motor, dan lain-lain.

Rumus menghitung kecepatan sinkron, jika yang diketahui frekuensi dan


jumlah kutup pada motor AC.

Contoh : hitung kecepatan putar motor 4 poles/kutup jika motor dioperasikan dengan
frekuensi 50 hz.
ns = (120. F)/ P = (120 . 50)/ 4 = 1500 rpm

menghitung slip pada motor

Contoh : hitung slip motor jika diketahui kecepatan motor 1420 rpm. Dengan kecepatan
sinkron yang sama dengan hasil diatas.
% slip = ((ns - n)/ ns) x 100 = ((1500 - 1420)/ 1500)x 100 = 5 %
Menghitung arus/ampere motor ketika diketahui daya(watt), tegangan(volt),
dan faktor daya(cos ).

Contoh. Hitung besarnya arus(ampere) motor dengan daya 1 kw dan tegangan 220V
dengan faktor daya 0,88.
I = P / V. Cos .....P = 1 kw = 1000 watt
I = 1000/(220 . 0,88) = 5 Ampere

Menghitung daya motor 3 phasa ketika diketahui arus, tegangan, dan faktor
daya.

Contoh. Hitung daya motor induksi 3 phasa yang memiliki arus 9,5 A dengan tegangan
380V dan faktor daya/ cos 0,88.
P = 3 .V. I . cos = 1,73 . 380 . 9,5 . 0,88 = 5495 watt atau dibulatkan jadi 5,5 KW.

Menghitung daya output motor


P output = 3 .V. I . eff . cos
Contoh. Hitung daya output motor jika diketahui seperti data diatas dengan efisiensi
motor 90 % .
P output = 3 .V. I . eff . cos = 1,73 . 380 . 9,5 . 0,9 . 0,88 = 4946 watt atau
dibulatkan jadi 5 KW atau 6,6 HP

Menghitung efisiensi daya motor

Contoh. Dengan daya input motor 5 KW dan daya output 4,5 KW. Hitung efisiensi daya
pada motor tersebut.

= (Pout / P)x 100% = (4500/5000)x 100% = 90 %


Menghitung daya semu motor (VA)
Pada motor 1 phasa
S (VA) = V . I
Pada motor 3 phasa
S = 3 . V . I

Menghitung torsi motor jika diketahui daya motor dan kecepatan motor.

Hubungan antara horse power, torsi dan kecepatan.

Contoh. Hitung berapa torsi motor 10 HP. Dengan kecepatan 1500 rpm.
T = (5250 . HP)/n = (5250 . 10)/ 1500 = 35 lb ft = 45,6 Nm

Menghitung torsi motor


1. T = F . D
Dimana :
T = torsi motor (dalam lb ft)
F = gaya (pon)
D = jarak (ft)
2. T = F . D
Dimana :
T = torsi motor (Nm)
F = gaya (Newton)
D = jarak (meter)
1 lb ft = 0,1383 kgm =1,305 Nm
1 kgm = 7,233 lb ft = 9,807 Nm

Anda mungkin juga menyukai