Keterangan gambar 1:
-1. Cincin untuk mengait.
-2. Alur stator (slot).
-3. Terminal box.
-4. Belitan medan stator.
-5. Dudukan / kaki motor.
Gambar 3.2.1-1. Bentuk stator
3.2.2 Rotor.
Rotor tersambung pada sebuah batang poros (shaft), inti yang dilapis dengan semacam
lekukan mempunyai alur pada bagian luarnya. Belitan diletakkan pada slot (disebut belitan
rotor) adalah salah satu dari 2 type:
1. type squirrel cage (sangkar tupai) dan
2. type belitan (wound).
3.2.2.1 Rotor Sangkar Tupai (Squirrel Cage Rotor).
Terdiri atas inti yang berlapis dan mempunyai alur yang sejajar pada permukaannya. Sebuah
batang aluminium (aluminium bar) diletakkan pada masing-masing alur. Semua batang
disambung ujungnya dengan cincin logam dan biasa disebut dengan end ring. (lihat
gambar 3.2.2.1-1a. Hal tersebut dapat digambarkan sebagai bentuk belitan yang hubung
singkat secara permanen yang tidak dapat dirusak. Seluruh konstruksi (batang dan end ring)
menyerupai sangkar tupai, maka dinamakan dengan sangkar tupai. Rotor tidak dihubungkan
secara listrik dengan sumber tegangan, tetapi mendapatkan induksi arus akibat aksi
transformasi dari stator (seolah-olah transformator).
Motor induksi yang bekerja dengan rotor sangkar tupai disebut dengan motor induksi
sangkar tupai (squirrel cage induction motor). Kebanyakan motor induksi yang
menggunakan sangkar tupai mempunyai konstruksi yang sederhana dan kokoh yang
memungkinkan digunakan untuk kerja kasar. Meskipun demikian motor ini mempunyai torsi
awal yang rendah. Hal tersebut dikarenakan batang rotor secara permanen terhubung
singkat dan tidak akan mungkin ditambah dengan hambatan luar pada rangkaian rotornya
yang akan memperbesar torsi awal.
(a) (b)
Gambar 3.2.2.1-1 (a) Rotor sangkar tupai, (b) Rotor lilit
3.2.2.2 Rotor Lilit (Wound Rotor).
Berisi inti silinder yang berlapis dan memiliki belitan 3-fase seperti terlihat pada gambar
3.2.2.1-1. Belitan rotor terdistribusi dengan sama rata pada alur rotor dan biasanya
terhubung star. Ujung belitan rotor mencuat keluar dan disambung dengan 3 buah slip ring
yang masing-masing terisolasi dan terpasang pada batang poros (shaft). Pada masingmasing slip-ring ini nantinya akan terhubung dengan sikat (brush). Ketiga sikat masingmasing terhubung secara bintang (star) dengan rheostat 3-fase seperti terlihat pada gambar
3.2.2.2-1. Pada saat asutan (start) resistan (hambatan) luar meliputi rangkaian rotor untuk
mendapatkan torsi awal yang besar. Hambatan ini secara berangsur-angsur dikurangi
sampai nol sehingga motor berjalan dengan cepat.
Hambatan luar hanya digunakan selama periode asutan (start) saja. Setelah motor berputar
normal, ketiga sikat akan dihubung singkat, sehingga rotor lilit ini akan bekerja seperti rotor
sangkar tupai.
Gambar 3.3.2.2-1 Pengasutan rotor lilit.
fx = fm sin wt
fy = fm sin (wt - 120)
fz = fm sin (wt - 240)
Gambar 3.3-1
Disini fm adalah fluks maksimum untuk setiap fase. Gambar 3.3-1 memperlihatkan diagram
dari ketiga fluks. Sekarang akan ditunjukkan bahwa suplai 3-fase menghasilkan medan putar
dengan magnitude konstan sama dengan 1,5 fm.
Maka f = =
Atau =
Kecepatan putar medan magnetik sama dengan kecepatan alternator yang menyuplai daya
ke motor jika keduanya mempunyai jumlah pole yang sama. Maka fluks magnetik tersebut
dikatakan berputar pada kecepatan sinkron.
3.3.2 Arah Medan Putar Magnetik.
Urutan fase dari tegangan tiga-fase yang digunakan untuk belitan stator pada gambar 3.32(ii) adalah X-Y-Z. Jika urutan diubah menjadi X-Z-Y, maka arah putaran medan terbalik (jika
arah sebelumnya berlawanan arah jarum jam, maka menjadi searah jarum jam). Meskipun
jumlah pole dan kecepatan putar yang terjadi pada medan magnetik tidak berubah. Maka
hal tersebut hanya diperlukan untuk mengganti urutan fase dalam hal untuk mengubah
putaran medan magnetik. Untuk suplai 3-fase, maka dapat dilakukan perubahan salah satu
dari dua cara pada tiga jalur suplai (X-Z-Y atau Y-X-Z). Sebagaimana akan kita lihat, rotor
pada motor induksi 3-fase berputar dalam arah yang sama dengan putaran medan
magnetik. Oleh karena itu, arah putaran dari motor induksi 3-fase dapat dibalik dengan cara
menukar dua dari tiga jalur suplai.
3.4 Analisa Mathematik untuk Medan Magnetik.
Sekarang akan menggunakan metoda yang lain untuk mendapatkan besaran (magnitude)
dan kecepatan (speed) dari resultan fluks akibat arus tiga-fase. Arus sinusoidal tiga-fase
menghasilkan fluks f1, f2 dan f3 yang berubah secara sinusoidal. Resultan fluks pada setiap
saat merupakan jumlahan vektor dari ketiga fase pada saat yang sama. Fluks digambarkan
oleh tiga variabel magnitude vektor (lihat gambar 3.4-1). Pada gambar 3.4-1, arah fluks
individual adalah tetap, tetapi magnitude-nya berubah secara sinusoidal sebagaimana arus
membangkitkannya. Untuk mendapatkan magnitude (besaran) dari resultan fluks, tetapkan
fluks kedalam komponen horisontal dan vertikal dan kemudian dicari jumlahan vektornya.
radian/ detik. Untuk sebuah mesin P-pole, (kita akan mencari kecepatan putar/rotasi fluks
dalam r.p.m) maka kecepatan rotasi (wm) adalah :
wm = w rad/ dt
atau = Ns dalam r.p.m
=
Sehingga resultan fluks oleh arus 3-fase adalah nilai konstan (=1.5 fm dimana fm adalah
fluks maksimum tiap fase) dan fluks-nya berputar mengelilingi belitan stator pada
kecepatan sinkron 120 f / P r.p.m .
Sebagai contoh, untuk sebuah motor induksi 3-fase, 6-pole, 50 Hz, maka :
Ns = = 1000 r.p.m
3.5 Prinsip Operasi.
Anggap sebuah bagian motor induksi 3-fase seperti gambar 3.5-1.
Gambar 3.5-1 Gerakan medan putar.
Operasi motor dapat di terangkan sebagai berikut :
(i) Jika belitan stator 3-fase disuplai daya dari sumber 3-fase, sebuah medan putar mulai
berputar mengelilingi stator pada kecepatan sinkron Ns (= 120 f / P ).
(ii) Medan putar menembus celah udara (air gap) dan memotong penghantar pada rotor,
dengan keadaan stasioner. Dengan kecepatan relatif antara putaran fluks dan rotor
stasioner, e.m.f diinduksikan dalam penghantar rotor. Ketika rangkaian rotor dihubung
singkat, arus mulai mengalir dalam penghantar rotor.
(iii) Arus bawaan penghantar rotor berada pada medan magnetik yang dihasilkan oleh
stator. Akibatnya, tenaga mekanik bertindak berdasarkan penghantar rotor. Penjumlahan
tenaga mekanik pada semua penghantar rotor menghasilkan torsi yang memelihara gerakan
rotor dalam arah yang sama sebagaimana medan putar.
(iv) Kenyataan bahwa rotor didorong mengikuti medan stator (rotor bergerak dalam arah
medan stator) dapat diterangkan dengan hukum Lenz. Menurut hukum tersebut, arah arus
rotor akan sesuai dengan yang mereka jaga untuk menentang penyebab produknya.
Sekarang, penyebab timbulnya arus rotor adalah kecepatan relatif antara medan putar dan
penghantar rotor stasioner. Oleh sebab itu untuk mengurangi kecepatan relatif, rotor mulai
bergerak dalam arah sama seperti medan stator dan mencoba untuk menahannya.
3.6 Slip.
Kita dapat melihat diatas bahwa rotor berputar secara cepat dalam arah medan putar.
Secara praktis, rotor tidak pernah dapat menjangkau kecepatan fluks stator. Jika demikian,
akan terjadi tanpa kecepatan relatif antara medan stator dan penghantar rotor, tanpa
induksi arus rotor dan oleh karena itu tanpa torsi untuk memutar rotor. Gesekan (friction)
dan belitan (windage) akan segera menjadikan/ menyebabkan rotor berkurang putarannya.
Maka kecepatan rotor (N) selalu lebih kecil dari pada kecepatan medan stator (Ns).
Perbedaan kecepatan tergantung pada beban yang ada pada motor.
Perbedaan antara kecepatan sinkron Ns dari putaran medan stator dan kecepatan aktual
rotor N dinamakan slip (istilah slip digunakan karena menggambarkan bagaimana pengamat
naik pada medan stator dan menghadap kearah rotor-akan tampak tergelincir kebelakang).
Hal tersebut biasanya digambarkan sebagai prosentase (percentage) kecepatan sinkron,
yaitu :
(i) Kuantitas Ns N kadang-kadang disebut kecepatan slip.
Anggap sebuah motor induksi 3-fase, 6-pole 50 Hz, mempunyai kecepatan sinkron =120.f / P
=120 50/6 = 1000 r.p.m. Pada keadaan stasioner, kecepatan relatif antara fluks stator dan
rotor adalah 1000 r.p.m dan e.m.f rotor per-fase = E2. Jika kecepatan beban-penuh motor
adalah 960 r.p.m, maka
s = = 0,04
(i) Kecepatan relative antara fluks stator dan rotor sekarang hanya 40 r.p.m. Sebagai
akibatnya, e.m.f rotor / fase berkurang menjadi :
E2 = 0,04 E2 atau s. E2
I [Jika kecepatan relative antara fluks stator dan rotor adalah 1000 r.p.m, e.m.f rotor/ fase =
E2. Jika kecepatan relatif 40 r.p.m, e.m.f rotor/ fase adalah = E2
metode unitary]
(ii) frekuensi juga tereduksi dengan perbandingan yang sama, menjadi :
50 = 50 0,04 atau s . f
(iii) Reaktansi rotor per-fase X2 demikian juga tereduksi menjadi :
X2 = 0,04 X2 atau s. X2
Maka pada setiap slip s,
e.m.f rotor/ fase = s.E2
reaktansi rotor/ fase = s.X2
frekuensi rotor/ fase = s.f
Dimana E2, X2, dan f nilainya saling berhubungan pada keadaan diam.
Contoh Sebuah motor induksi 3-fase, 6-pole dihubungkan ke suplai 60 Hz. Ketika dalam
keadaan diam tegangan yang diinduksikan pada rotor bars adalah 4 V. Hitung tegangan dan
frekuensi yang terinduksi pada rotor bars pada 300 r.p.m .
Jawab :
Kecepatan sinkron, =120.f / P = 120 60/ 6 = 1200 r.p.m
Slip, s = = = 3/4
Hubungannya terhadap slip,
Tegangan induksi = 4 s = 4 = 3 V
Frekuensi = f s = 60 = 45 Hz
Catatan. Subscript 1 (misalnya R1, X1, Z1 dsb.) digunakan untuk nilai stator, sedangkan
subscript 2 (misalnya R2, X2, Z2 dsb.) digunakan untuk nilai rotor pada keadaan diam.
Sedangkan superscript/ (dash) bersamaan dengan subscript 2 (misalnya , dsb.) digunakan
untuk nilai rotor dalam keadaan berputar (running). Perhatikan bahwa f menunjukkan
frekuensi stator dan f (=s f ) menunjukkan frekuensi rotor.
3.9 Arus Rotor.
Gambar 3.9-1 memperlihatkan rangkaian motor induksi 3-fase pada suatu slip s. Rotor
diasumsikan sebagai suatu tipe belitan dengan hubungan star. Catatan bahwa e.m.f rotor/
fase dan reaktansi rotor/ fase adalah s.E2 dan s.X2. Resistansi rotor/ fase adalah R2 dan
tidak ter-gantung frekuensi, maka tidak tergantung slip. Demikian juga, nilai belitan stator
E1 dan X1 tidak tergantung slip.
Gambar 3.9-1 Skema belitan 3-fase.
Jika motor digambarkan sebagai sebuah beban seimbang 3-fase, diperlukan anggapan
seolah-olah hanya satu fase saja; demikian juga untuk dua fase yang lain juga dianggap
sama.
Gambar 3.9-2 Skema rangkaian rotor.
Pada keadaan diam. Gambar 3.9-2 (i) memperlihatkan sebuah fase dari rangkaian rotor pada
saat diam/ berhenti.
Secara umum, tegangan suplai stator V konstan sehingga fluks per pole f diatur (set up) oleh
stator sehingga bersifat tetap (fix). Maksudnya bahwa dalam belitan tersebut induksi e.m.f
E2 didalam rotor akan menjadi tetap.
Ts = = dimana K1 adalah konstanta dari stator.
Hal tersebut menjelaskan bahwa magnitude torsi awal akan tergantung pada nilai relatif dari
R2 dan X2 , yaitu resistan rotor / fase dan reaktansi rotor/ fase saat diam.
Dapat dilihat bahwa K = 3/2 p Ns .
= , Ns dalam r.p.s
3.12 Keadaan pada Torsi Pengasutan/Awal Maksimum.
Dapat dibuktikan bahwa torsi pengasutan/ awal akan menjadi maksimum jika resistan rotor/
fase sama dengan reaktan rotor/ fase saat berhenti.
Sekarang = (i)
Mendeferensialkan persamaan (i) ke R2 dan persamaan menghasilkan nol, maka akan
diperoleh,
= K1 = 0
atau =
atau R2 = X2
Maka torsi awal akan maksimum jika :
Resitan rotor/ fase = Reaktan rotor/ fase saat berhenti !!!
Pada keadaan torsi awal maksimum, f2 = 45 dan faktor daya rotor 0,707 lagging [Lihat
gambar 3.12-1(ii)].
Gambar 3.12-1
Gambar 3.12-1(i) memperlihatkan variasi torsi awal dengan resistan rotor. Terlihat resistansi
rotor bertambah dari rendah ke maksimum ketika R2 = X2. Jika resistan rotor bertambah
dan melewati nilai maksimum, maka torsi awal akan turun.
3.13 Pengaruh Perubahan Tegangan Suplai.
Ts =
Kalau E2 tegangan suplai V
Ts =
Dimana K2 adalah konstanta.
Ts V 2
Maka, torsi awal sangat sensitif terhadap perubahan nilai tegangan suplai. Sebagai contoh,
tegangan suplai jika turun (drop) 10% akan mengurangi torsi awal sekitar 20%. Hal tersebut
sama dengan kegagalan motor untuk mulai mengasut jika tidak dapat menghasilkan sebuah
torsi yang lebih besar dari pada torsi beban ditambah torsi gesekan (friction).
3.14 Torsi Awal Motor Induksi 3-Fase.
Rangkaian rotor motor induksi mempunyai resistan rendah dan induktan tinggi (karena
penghantar rotor seakan melekat pada besi). Pada saat asutan, frekuensi rotor sama dengan
frekuensi stator (yaitu 50 Hz) maka reaktan rotor adalah besar dibanding dengan resistan
rotor. Maka arus rotor ketinggalan terhadap e.m.f rotor dengan sudut yang besar, faktor
dayanya rendah dan sebagai akibatnya torsi awal/ asut-nya kecil. Ketika resistan
ditambahkan pada rangkain rotor, faktor daya rotor akan diperbaiki, sehingga meningkatkan
torsi asut. Hal tersebut tentu saja dikarenakan dengan menambah impedan rotor akan
menurunkan besarnya arus rotor sehingga pengaruh peningkatan faktor daya menonjol dan
berhenti menurun lagi dan motor akan berputar pada kecepatan baru dengan laju yang
konstan.
(iii) Penurunan kecepatan motor induksi pada beban yang ditambah adalah kecil. Hal
tersebut dikarenakan impedan rotor rendah [nilai resistan rotor bernilai kecil dan tetap.
Frekuensi rotor saat berputar sangat kecil ( ) dan oleh karena itu reaktan rotor rendah. Hal
tersebut menghasilkan impedan rotor yang rendah selama kondisi berputar.] dan penurunan
kecepatan yang dihasilkan oleh arus rotor yang besar adalah sedikit. Hal tersebut
membuktikan mengapa motor induksi dipertimbangkan untuk tujuan mesin dengan
kecepatan konstan. Selain itu, karena dalam kenyataanya tidak pernah berputar pada
kecepatan sinkron, maka mesin tersebut biasa disebut dengan mesin asinkron.
Catatan, bahwa perubahan beban pada motor induksi akan menyebabkan penyesuaian slip.
Jika beban pada motor bertambah, slip akan bertambah sedikit (karena kecepatan motor
berkurang sedikit). Hal tersebut akan mengakibatkan kecepatan relatif lebih besar antara
fluks putar dan penghantar rotor. Sebagai akibatnya, arus rotor bertambah dan
membangkitkan torsi yang lebih besar untuk memenuhi/ menyesuaikan pertambahan
beban. Akan terjadi sebaliknya jika beban pada motor berkurang.
Gambar 3.15-1
(iv) Dengan bertambahnya beban, arus beban meningkat sejalan dengan berkurangnya
fluks stator (hukum Lenz), dengan demikian e.m.f pada belitan stator juga berkurang.
Pengurangan jumlah e.m.f tersebut, menyebabkan arus stator ( ) meningkat, sehingga daya
masukan ke motor bertambah. Hal tersebut ditandai dengan adanya aksi motor induksi
dalam menyesuaikan (adjusting) statornya (arus primer) dengan mengubah arus rotor
(sekunder) menjadi sangat besar seperti halnya perubahan keadaan yang dialami oleh
sebuah transformator sewaktu bebannya berubah.
3.16 Torsi Dalam Keadaan Berputar.
Umpamakan rotor dalam keadaan diam mempunyai e.m.f induksi per fase E2, reaktan X2
dan resistan R2. Jika dalam keadaan berputar mempunyai slip s, maka:
e.m.f rotor/ fase, E 2 = s E2
reaktan rotor/ fase, X 2 = s X2
impedan rotor/ fase, Z 2 =
arus rotor/ fase, I 2 = =
faktor daya rotor, cos f2 =
Gambar 3.16-1
Torsi saat berputar, Tr E 2 I 2 cos f2
f I 2 cos f2 ( E 2 f)
f..
f
=Kf
= K1 ( E 2 f)
Jika tegangan suplai stator V konstan, maka fluks stator konstan dan oleh karena itu E2 akan
menjadi konstan.
Tr = untuk K 2 adalah konstanta yang lain
Dapat dilihat bahwa torsi berputarnya adalah :
(i) Berbanding lurus terhadap slip sehingga jika slip bertambah (berarti kecepatan motor
berkurang), torsi akan bertambah dan sebaliknya.
Maka kurva torsi-slip adalah garis langsung dari slip nol ke slip yang sesuai dengan beban
penuh.
(iii) Slip yang bertambah terus sampai melewati slip beban-penuh, akan membuat torsi
bertambah dan setelah mencapai maksimum akan menurun. Nilai tersebut paling sedikit
dua kali nilai ketika motor beroperasi pada tegangan dan frekuensi kerjanya.
(iv) Ketika slip bertambah melebihi torsi maksimum, faktor-faktor yang berhubungan dengan
bertambah sangat cepat sehingga dapat diabaikan sebagaimana dibanding dengan .
Ts/
1/ s
Maka sekarang torsi terbalik secara proporsional terhadap slip. Dengan demikian kurva torsislip berbentuk hiperbola segi panjang (rectangular hyperbola).
(v) Torsi maksimum tetap sama dan tak tergantung pada nilai resistan rotor.
I Maka, penambahan nilai resistan pada rangkaan motor tidak mengubah nilai maksimum
torsi tetapi hanya mengubah nilai slip pada saat terjadi torsi maksimum.
3.19 Torsi Pengasutan dan Torsi Maksimum, Beban-Penuh
. . . lihat 3.16
. . . lihat 3.11
. . . lihat 3.17
Catatan bahwa s berhubungan dengan slip beban-penuh.
(i) =
Membagi pembilang (numerator) dan penyebut (denominator) pada R.H.S dengan , akan
diperoleh :
==
Dimana a = =
(ii) =
Membagi pembilang (numerator) dan penyebut (denominator) pada R.H.S dengan , akan
diperoleh :
==
Dimana a = =
3.20 Perbandingan Motor Induksi dan Transformator
Motor induksi bisa dipertimbangkan sebagai transformator dengan bagian sekundernya
yang berputar karena dihubung-singkat. Belitan stator setara dengan bagian primer
transformator dan belitan rotor setara dengan bagian sekunder transformator. Berikut ini
adalah perbedaan tanpa nilai antara keduanya :
(i) Tidak seperti pada transformator, rangkaian magnetik dari motor induksi 3-fase
mempunyai celah dara (air gap). Maka, arus magnetisasi motor induksi 3-fase lebih besar
daripada yang terdapat pada transformator. Sebagai contoh, pada sebuah motor induksi
diperkirakan rating arusnya mencapai 30-50% dibanding dengan transformator yang hanya
1-5% saja.
(ii) Pada motor induksi, terdapat celah udara dan belitan rotor dan stator tersebut
terdistribusi sepanjang batas luar celah udara tidak seperti yang terdapat pada
transformator yang terkonsentrasi pada intinya saja. Maka reaktansi bocor dari belitan stator
dan rotor benar-benar besar dibanding dengan transformator.
(iii) Pada motor induksi, masukan pada stator dan rotor berupa listrik, tetapi keluaran dari
rotor adalah mekanik. Sedangkan pada transformator, masukan maupun keluarannya tetap
berupa listrik.
(iv) Perbedaan utama antara motor induksi dan transformator terletak pada faktor tegangan
dan frekuensinya yang keduanya proporsional terhadap slip s. Jika f adalah frekuensi stator,
adalah e.m.f rotor per fase saat diam dan adalah reaktan rotor/ fase saat diam, maka pada
kecepatan dengan mengubah-kutub umumnya tidak dipraktekkan pada motor rotor lilit). Hal
tersebut dapat dicapai dengan :
(i) memvariasi tegangan jala-jala stator
(ii) memvariasi resistan rangkaian rotor
(iii) menyisipan dan memvariasi tegangan lain pada rangkaian rotor
3.23 Faktor Daya Motor Induksi
Layaknya mesin a.c yang lain, faktor daya motor induksi diberikan oleh :
Faktor daya, cos f =
Kehadiran celah udara antara stator dan rotor motor induksi menambah secara besar
reluktan rangkaian maknetik. Sebagai akibatnya motor induksi mengurangi arus
magnetisasi ( ) dalam jumlah besar untuk membangkitkan fluk yang diperlukan pada celah
udara.
(i) Pada keadaan tanpa beban, motor induksi menurunkan arus magnetisasi dalam jumlah
besar dan sedikit komponen aktif untuk menutupi rugi-rugi tanpa-beban. Maka motor induksi
mengakibatkan arus tanpa-beban tinggi mengikut (lagging) pada tegangan dengan sudut
besar (sebanding dengan arus transformator tanpa-beban). Maka faktor daya motor induksi
pada keadaan tanpa beban adalah rendah, yaitu sekitar 0,1 lagging.
(ii) Ketika motor induksi dibebani, komponen aktif arus bertambah sedangkan magnetisasi
komponen lainnya kira-kira sama. Sebagai akibatnya, faktor daya motor bertambah.
Meskipun demikian, karena nilai besar arus magnetisasi yang ada kurang mendukung
beban, faktor daya motor induksi tetap pada beban penuh dan jarang melebihi 0,9 lagging.
3.24 Tingkatan Daya pada Motor Induksi
Masukan daya elektrik ke stator motor dikonversi ke dalam daya mekanik pada batang poros
(shaft) motor. Variasi rugi-rugi selama konversi energi adalah :
1. Rugi-rugi tetap (fixed losses), meliputi :
(i) rugi-rugi besi stator
(ii) rugi-rugi gesekan (friction) dan belitan (windage)
Rugi-rugi besi rotor dapat diabaikan karena frekuensi arus rotor dibawah kondisi putaran
normal adalah kecil.
2. Rugi-rugi variabel, meliputi :
(i) rugi-rugi tembaga stator
(ii) rugi-rugi tembaga rotor
Gambar 3.24-1 memperlihatkan bagaimana daya elektrik mengumpan stator sebuah motor
induksi mengalami rugi-rugi dan akhirnya dikonversi ke daya mekanik.
Gambar 3.24-1
Dari gambar diagram diatas dapat ditandai :
(i) Masukan stator, = Keluaran stator + rugi-rugi stator
= keluaran stator + rugi-rugi besi stator + rugi-rugi Cu stator
(ii) Masukan stator, = Keluaran stator
Hal tersebut karena keluaran stator sepenuhnya ditransfer ke rotor melalui celah udara (airgap) dengan cara induksi elektromagnetik.
(iii) Penyedia daya mekanik, = - rugi-rugi Cu rotor
Penyedia daya mekanik ini adalah keluaran kotor rotor (gross rotor output) dan akan
menghasilkan torsi kotor (gross torque), .
(iv) Daya mekanik pada batang poros, = - rugi-rugi gesekan dan belitan
Penyedia daya mekanik pada batang poros menghasilkan torsi batang poros (shaft torque) .
penuh. Arus asutan kira-kira lima kali arus beban-penuh. Motor tersebut pada dasarnya
adalah sebuah mesin kecepatan-konstan yang memiliki karakteristik mirip motor d.c shunt.
(ii) Kurva unjuk kerja.
Gambar 3.28-2 memperlihatkan kurva unjuk kerja motor induksi sangkar-tupai 3-fase.
Pada poin berikut mungkin dapat dicatat, bahwa :
(a) Pada keadaan tanpa-beban, fluks rotor mengikut (lag) terhadap stator hanya dalam
jumlah kecil, ketika torsi yang dibutuhkan hanya untuk mengatasi rugi-rugi tanpa-beban.
Sebagaimana beban mekanik ditambahkan, kecepatan rotor berkurang. Pengurangan
kecepatan rotor memberikan medan putar kecepatan-konstan untuk menyapu sepanjang
(sweep across) konduktor rotor pada laju yang lebih cepat, dengan cara demikian dapat
menginduksi arus rotor yang besar. Hal tersebut mengakibatkan, keluaran torsi lebih besar
untuk sedikit pengurangan kecepatan. Keterangan tersebut untuk kurva kecepatan-beban
(speed-load) dalam gambar 3.28-2.
Gambar 3.28-2
(b) Pada tanpa-beban (no-load), arus yang ditarik oleh motor induksi sebagian besar adalah
arus magnetisasi; arus tanpa-beban mengikut (lagging) tegangan terpasang dengan sudut
besar. Maka faktor-daya motor induksi dengan beban yang ringan sangat rendah. Hal
tersebut dikarenakan pada celah udara (air gap) reluktan rangkaian magnetiknya tinggi
yang menghasilkan arus tanpa-beban dengan nilai tinggi pula, sebanding dengan yang
terjadi pada transformator. Sebagai beban yang ditambahkan, komponen aktif atau daya
dari arus bertambah, menghasilkan faktor daya yang lebih tinggi. Akan tetapi, karena nilai
besar arus magnetisasi yang hadir tanpa memperhatikan adanya beban, faktor daya motor
induksi tetap pada beban-penuh jarang melebihi 90%. Gambar 3.28-2 memperlihatkan
variasi faktor daya terhadap beban motor induksi sangkar-tupai tipikal.
(c) Efisiensi =
Rugi-rugi yang terjadi pada motor induksi 3-fase adalah rugi-rugi tembaga (Cu) dalam
belitan stator dan rotor, rugi-rugi besi dalam inti stator dan rotor dan rugi-rugi gesekan dan
belitan. Rugi-rugi besi dan rugi-rugi gesekan dan belitan hampir *)independen dalam beban.
Ketika I 2 R menjadi konstan, efisiensi motor akan bertambah terhadap beban, tetapi rugirugi I 2 R tergantung pada beban. Oleh karena itu, efisiensi motor bertambah terhadap
beban tetapi kurvanya menurun pada beban tinggi.
*) Rugi-rugi dalam stator tergantung pada fluks stator dan frekuensi suplai. Ketika kedua
faktor tersebut konstan, rugi-rugi-besi stator konstan pada semua beban. Ketika frekuensi
rotor kecil, rugi-rugi besi dalam rotor kecil dan bisa diabaikan. Sebagaimana kecepatan
motor tidak sangat besar terhadap beban, rugi-rugi gesekan dan belitan bisa diasumsikan
konstan.
(d) Ketika tanpa-beban, kebutuhan torsi hanya diperlukan untuk mengatasi rugi-rugi tanpabeban. Oleh karena itu stator mengambil sedikit arus dari suplai. Ketika beban mekanik
ditambahkan, kecepatan rotor berkurang. Pengurangan kecepatan rotor tersebut
memberikan medan putar dengan kecepatan konstan untuk menyapu melewati konduktor
rotor pada laju yang lebih cepat, dengan cara demikian menginduksi arus rotor lebih besar.
Dengan bertambahnya beban, pertambahan arus rotor dalam arah seperti pada
pengurangan fluks stator, dengan cara demikian secara temporer mengurangi hitungan
e.m.f dalam belitan stator. Berkurangnya hitungan e.m.f tersebut membuat aliran arus
stator semakin banyak.
magnetik yang berputar pada kecepatan . Pada slip , kecepatan putaran medan rotor relatif
terhadap permukaan rotor dalam arah rotasi rotor, yaitu
===
Tetapi rotor berputar pada kecepatan N yang relatif terhadap inti stator. Maka, kecepatan
medan rotor relatif terhadap inti stator
= + N = ( - N) + N =
Maka tanpa adanya nilai slip , masing-masing medan magnetik stator dan rotor adalah
sinkron jika dilihat oleh pengamat yang tetap dalam suatu tempat (space). Sebagai
akibatnya, motor induksi 3-fase dapat dipandang sebagai ekuivalen suatu transformator
yang memiliki sebuah celah udara yang memisahkan bagian besi bawaan rangkaian
magnetik belitan primer dan sekunder. Gambar 3.29.2-1 memperlihatkan diagram fasor
motor induksi.
Gambar 3.29.2-1 Diagram fasor motor induksi.
3.30 Rangkaian Ekuivalen Rotor
Sekarang kita akan melihat bagaimana beban mekanik motor diganti dengan beban
mekanik ekuivalen. Gambar 3.30-1 (i) memperlihatkan rangkaian ekuivalen per fase dari
rotor pada slip s. Arus fase rotor dinyatakan dengan :
=
Secara matematik, nilai tersebut tidak berubah dengan menulisnya sebagai :
=
Seperti terlihat pada gambar 3.30-1 (ii), kita sekarang mempunyai reaktan tetap yang
terhubung secara seri dengan resistan / s dan suplai dengan tegangan konstan . Catatan
bahwa gambar 3.30-1 (ii) mentransfer variabel tersebut ke resistan tanpa merubah kondisi
daya atau faktor daya.
Gambar 3.30-1
Kuantitas / s lebih besar daripada maka s adalah fraksi. Maka / s dapat dibagi kedalam
bagian yang tetap (fixed part) dan bagian variabel ( / s - ) adalah :
=+
(i) Bagian pertama adalah resistan rotor/ fase dan menggambarkan rugi-rugi tembaga rotor.
(ii) Bagian ke dua adalah beban resistan-variabel. Daya yang dikirim ke beban
menggambarkan daya mekanik total yang berkembang di dalam rotor. Maka beban mekanik
pada motor induksi dapat diganti dengan beban resistan-variabel dari nilai . Hal tersebut
diketahui sebagai resistan beban .
Dengan demikian, motor induksi dapat digambarkan/ diwujutkan sebagai trafo ekuivalen
yang disambung ke resistan-variabel yang diberikan oleh persamaan (i). Daya dikirimkan ke
menggambarkan daya mekanik total yang dibangkitkan dalam rotor. Maka rangkaian
ekuivalen dari gambar 3.31-1 adalah transformator dengan nilai sekunder (yaitu rotor) yang
dapat ditransfer ke primer (yaitu stator) melalui penggunaan perbandingan transformasi K
yang tepat/ cocok. Ingat bahwa menggeser resistan/ reaktan dari sekunder ke primer, hal
tersebut perlu dibagi dengan mengingat arus akan di kalikan dengan K. Rangkaian ekuivalen
motor induksi berkenaan dengan bagian primer diperlihatkan dalam gambar 3.31-2.
Gambar 3.31-2
Catatan bahwa elemen (yaitu ) yang dibatasi oleh segi empat bergaris putus-putus adalah
resistan elektrik ekuivalen berhubungan dengan beban mekanik pada motor. Berikut adalah
catatan dari rangkaian ekuivalen motor induksi :
(i) Pada tanpa-beban, slip secara praktis nol dan beban tak berhingga. Kondisi ini mirip pada
transformator yang belitan sekundernya terbuka (open-circuited).
(ii) Pada saat berhenti, slip adalah satu (unity) dan beban nol. Keadaan seperti ini mirip
dengan transformator yang belitan sekundernya hubung-singkat.
(iii) Ketika motor berputar dengan beban, nilai akan tergantung pada nilai slip s. Kondisi ini
mirip transformator yang sekundernya disuplai variabel dan semata-mata berbeban resistif.
(iv) Resistan elektrik ekuivalen berkurang dan arus rotor bertambah dan motor akan lebih
menghasilkan daya mekanik. Hal tersebut yang diharapkan karena slip motor bertambah
dengan bertambahnya beban pada batang poros motor.
3.32 Hubungan Daya
Rangkaian ekuivalen transformator dari motor induksi sungguh berguna dalam menganalisa
hubungan variasi daya dalam motor. Gambar 3.32-1 memperlihatkan rangkaian ekuivalen
per-fase motor induksi yang seluruh nilainya berkenaan/ berhubungan terhadap bagian
primer (stator).
Gambar 3.32-1
(i) Total beban elektrik = + =
Daya masukan stator = 3 cos f1
Ada rugi-rugi inti stator dan rugi-rugi tembaga stator. Daya tetap akan ditransfer daya
menyeberangi celah-udara, yaitu input ke rotor.
(ii) Masukan rotor =
Rugi-rugi tembaga rotor = 3( )2
Daya mekanik total yang ditimbulkan oleh rotor adalah
= Rotor input Rotor Cu loss
= - 3( )2 = 3( )2
Hal tersebut sangat jelas dari rangkaian ekuivalen yang terlihat pada gambar 3.32-1.
(iii) Jika adalah gross torsi yang dikembangkan oleh rotor, maka
=
Atau 3 =
Atau 3 =
Atau 3 =
= N-m
Atau = 9,55 N-m
Catatan bahwa torsi batang poros (shaft) tersebut akan lebih kecil daripada dengan torsi
yang dibutuhkan untuk menyesuaikan rugi-rugi belitan dan gesekan.
( saat asutan s = 1)
Jika adalah arus beban-penuh dan adalah slip beban-penuh, maka
/
=
Ketika motor diasut secara direct-on-line, arus asutannya adalah arus short-circuit (blockedrotor) .
=
Marilah kita ilistrasikan hubungan diatas dengan contoh numerik. Andaikata = 5 dan slip
beban-penuh = 0,04, maka
= = 0,04 = (5)2 0,04 = 1
=
Catatan bahwa arus asutan besarnya lima kali arus beban penuh tetapi torsi asutannya
hanya sebesar torsi beban penuh saja.
(ii) Stator resistance starting.
Dalam metoda ini, resistan eksternal disambung secara seri dengan setiap fase belitan
stator selama pengasutan. Hal tersebut menyebabkan drop tegangan melalui resistan,
sehingga tegangan yang menuju terminal tereduksi dan selanjutnya arus asutnya juga.
Resistan asut secara gradual/ bertahap dikurangi (cut out in steps) dengan cara menutup
MC (Magnetik Contactor) penghubung-singkat resistan tersebut dari rangkaian stator setelah
motor memperoleh putaranya. Ketika motor mencapai kecepatan rated-nya, semua resistan
cut-out dan secara penuh motor menggunakan tegangan jala-jala.
Gambar 3.36-1
Metoda ini memiliki dua kekurangan :
1. Pengurangan tegangan kerja ke motor selama periode pengasutan *) mengurangi torsi
asut dan menambah waktu akselerasi.
*) Seperti terlihat pada bagian 3.13, dimana V adalah tegangan suplai.
2. Banyak daya terbuang dalam resistan asut.
Hubungan antara pengasutan dan torsi beban-penuh (F.L).
Apabila V sebagai tegangan rated/ fase. Jika tegangan terreduksi oleh fraksi x dengan cara
menyisipkan resistan pada jala-jala, maka tegangan terpasang pada motor per fase akan
menjadi x V.
=x
Sekarang =
Atau =
(i) (ii)
Gambar 3.40-1
Konstruksi. Sesuai namanya, rotor dari motor mempunyai dua belitan sangkar-tupai yang
masing-masing diletakkan di bagian atas seperti terlihat pada gambar 3.40-1.
(i) Belitan luar (outer winding), terdiri dari batang-batang melintang dengan penampang
lebih kecil ukurannya dan terhubung-singkat oleh end-ring. Sehingga resistan pada belitan
tersebut tinggi, maka belitan luar memiliki slot yang relatif terbuka dan lintasan fluksnya
yang lebih sedikit (kecil) berada disekeliling batang. Lihat gambar 3.40 (ii), bagian ini
memiliki induktan yang rendah. Resistan belitan sangkar-tupai bagian luar adalah tinggi
dan induktansinya rendah.
(ii) Belitan dalam (inner winding), terdiri dari batang-batang melintang dengan penampang
lebih besar yang terhubung singkat oleh end-ring, sehingga resistan belitan ini rendah.
Karena batang-batang pada belitan bagian dalam sepenuhnya terpendam dalam besi, maka
memiliki induktan yang tinggi (lihat gambar 3.40 (ii). Sehingga resistan belitan dalam
sangkar-tupai rendah dan induktansinya tinggi.
Cara kerja. Ketika medan putar magnetik menyapu melintasi dua belitan, masing-masing
terinduksi e.m.f yang sama.
(i) Saat asutan, frekuensi rotor sama dengan jala-jala (yaitu 50Hz), membuat reaktan pada
belitan bagian bawah jauh lebih tinggi daripada yang terdapat pada belitan atas. Karena
pada belitan bawah reaktannya tinggi, maka hampir semua arus rotor mengalir dalam
resistan tinggi belitan sangkar bagian luar. Hal ini memberikan karakteristik asutan yang
baik dari resistan-tinggi belitan sangkar. Maka belitan luar memberikan torsi asut yang
tinggi dengan arus asut rendah.
(ii) Ketika motor makin cepat, frekuensi rotor berkurang, dengan demikian akan menurunkan
reaktan belitan bagian dalam, membuat aliran arus rotor total dalam proporsi yang lebih
besar. Pada kecepatan operasi normal motor, frekuensi rotor sangat lambat (2 sampai 3 Hz)
yang hampir semua arus rotor mengalir dalam resistan rendah belitan sangkar bagian
dalam. Hal ini mengakibatkan efisiensi operasi dan regulasi kecepatan menjadi baik.
Gambar 3.40-2 memperlihatkan karakteristik operasi motor double squirell-cage. Torsi asut
motor ini berkisar antara 200 sampai 250 persen torsi beban penuh dengan arus asut 4
sampai 6 kali nilai beban-penuh. Hal tersebut diklasifikasikan sebagai motor torsi-tinggi
dengan arus asut rendah (high-torque, low starting current motor).
Gambar 3.40-2
3.41 Rangkaian Ekuivalen Double Squirrel-Cage Motor
Gambar 3.41-1 memperlihatkan bagian dari motor sangkar-tupai ganda. Disini dan adalah
resistan belitan per fase sangkar luar dan belitan sangkar dalam dimana dan berhubungan
dengan reaktan per fase saat berhenti. Untuk sangkar luar, resistan sengaja dibuat tinggi,
untuk memperoleh torsi asut tinggi. Untuk belitan sangkar dalam, resistannya rendah
danreaktan bocornya tinggi, memberikan torsi asut rendah tetapi efisiensi tinggi pada
beban. Catatan, bahwa dalam motor sangkar-tupai ganda, belitan luar menghasilkan asutan
tinggi dan torsi percepatan sedangkan belitan bagian dalam menghasilkan torsi putar
dengan efisiensi yang baik.
dan motor DC. Namun pada artikel kali ini kita akan membahas sedikit tentang motor
AC, beserta cara menghitung arus, daya, dan kecepatan pada motor tersebut.
Ada 2 jenis motor pada motor AC, yaitu :
1. Motor sinkron, yaitu motor AC (arus bolak-balik) yang bekerja pada kecepatan tetap
atau konstan pada frekuensi tertentu. Kecepatan putaran motor sinkron tidak akan
berkurang(tidak slip) meskipun beban bertambah, namun kekurangan motor ini adalah
tidak dapat menstart sendiri. Motor ini membutuhkan arus searah (DC) yang
dihubungkan ke rotor untuk menghasilkan medan magnet rotor. Motor ini disebut motor
sinkron karena kutup medan rotor mendapat tarikan dari kutup medan putar stator
hingga turut berputar dengan kecepatan yang sama (sinkron).
2. Motor induksi, yaitu motor AC yang paling umum digunakan di industri industri. Pada
motor DC arus listrik dihubungkan secara langsung ke rotor melalui sikat-sikat(brushes)
dan komutator(commutator). Jadi kita bisa mengatakan motor DC adalah motor
konduksi. Sedangkan pada motor AC, rotor tidak menerima sumber listrik secara
konduksi tapi dengan induksi. Oleh karena itu motor AC jenis ini disebut juga sebagai
motor induksi.
Mungkin sudah cukup penjelasan dan pengertian singkat tentang motor listrik. Dan
selanjutnya akan dijelaskan sedikit tentang rumus-rumus dasar perhitungan pada
motor. seperti menghitung arus/ampere motor, menghitung kecepatan motor,
menghitung daya/beban motor, dan lain-lain.
Contoh : hitung kecepatan putar motor 4 poles/kutup jika motor dioperasikan dengan
frekuensi 50 hz.
ns = (120. F)/ P = (120 . 50)/ 4 = 1500 rpm
Contoh : hitung slip motor jika diketahui kecepatan motor 1420 rpm. Dengan kecepatan
sinkron yang sama dengan hasil diatas.
% slip = ((ns - n)/ ns) x 100 = ((1500 - 1420)/ 1500)x 100 = 5 %
Menghitung arus/ampere motor ketika diketahui daya(watt), tegangan(volt),
dan faktor daya(cos ).
Contoh. Hitung besarnya arus(ampere) motor dengan daya 1 kw dan tegangan 220V
dengan faktor daya 0,88.
I = P / V. Cos .....P = 1 kw = 1000 watt
I = 1000/(220 . 0,88) = 5 Ampere
Menghitung daya motor 3 phasa ketika diketahui arus, tegangan, dan faktor
daya.
Contoh. Hitung daya motor induksi 3 phasa yang memiliki arus 9,5 A dengan tegangan
380V dan faktor daya/ cos 0,88.
P = 3 .V. I . cos = 1,73 . 380 . 9,5 . 0,88 = 5495 watt atau dibulatkan jadi 5,5 KW.
Contoh. Dengan daya input motor 5 KW dan daya output 4,5 KW. Hitung efisiensi daya
pada motor tersebut.
Menghitung torsi motor jika diketahui daya motor dan kecepatan motor.
Contoh. Hitung berapa torsi motor 10 HP. Dengan kecepatan 1500 rpm.
T = (5250 . HP)/n = (5250 . 10)/ 1500 = 35 lb ft = 45,6 Nm