Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tingkat kinerja pegawai merupakan hasil proses yang kompleks, baik
berasal dari diri pribadi pegawai (internal factor) maupun upaya strategis dari
rumah sakit. Faktor-faktor internal misalnya motivasi, pemberian gaji dan
tunjangan, dan lain- lain sementara contoh faktor eksternal adalah lingkungan
fisik dan non fisik rumah sakit, pelatihan dan pengembangan pegawai. Kinerja
pegawai yang baik tentu saja merupakan harapan bagi semua rumah sakit dan
institusi yang mempekerjakan pegawai, sebab kinerja pegawai ini pada akhirnya
diharapkan dapat meningkatkan output rumah sakit secara keseluruhan.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.
Gaya kepemimpinan cocok apabila tujuan rumah sakit telah dikomunikasikan dan
bawahan telah menerimanya. Seorang pemimpin harus menerapkan gaya
kepemimpinan untuk mengelola bawahannya, karena seorang pemimpin akan
sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Rumah
sakit menggunakan penghargaan atau hadiah dan ketertiban sebagai alat untuk
memotivasi pegawai. Pemimpin mendengar ide-ide dari para bawahan sebelum
mengambil keputusan. Gaya kepemimpinan yang tepat akan menimbulkan
motivasi seseorang untuk berprestasi. Sukses tidaknya pegawai dalam prestasi
kerja dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan atasannya (Hardini, 2001 dalam
Suranta, 2002). Suranta (2002) dan Tampubolon (2007) telah meneliti pengaruh

gaya kepemimpinan terhadap kinerja, menyatakan bahwa gaya kepemimpinan


mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai.
Sumber daya manusia merupakan tokoh sentral dalam organisasi maupun
rumah sakit. Agar aktivitas manajemen berjalan dengan baik, rumah sakit harus
memiliki pegawai yang berpengetahuan dan berketrampilan tinggi serta usaha
untuk mengelola rumah sakit seoptimal mungkin sehingga kinerja pegawai
meningkat. Menurut Budi Setiyawan dan Waridin (2006) kinerja pegawai
merupakan hasil atau prestasi kerja pegawai yang dinilai dari segi kualitas
maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang ditentukan oleh pihak
organisasi. Kinerja yang baik adalah kinerja yang optimal, yaitu kinerja yang
sesuai standar organisasi dan mendukung tercapainya tujuan organisasi.
Organisasi yang baik adalah organisasi yang berusaha meningkatkan kemampuan
sumber daya manusianya, karena hal tersebut merupakan faktor kunci untuk
meningkatkan kinerja pegawai.
Peningkatan kinerja pegawai akan membawa kemajuan bagi rumah sakit
untuk dapat bertahan dalam suatu persaingan yang tidak stabil. Oleh karena itu
upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja pegawai merupakan tantangan
manajemen yang paling serius karena keberhasilan untuk mencapai tujuan dan
kelangsungan hidup rumah sakit tergantung pada kualitas kinerja sumber daya
manusia yang ada didalamnya.
Terdapat faktor negatif yang dapat menurunkan kinerja pegawai,
diantaranya adalah menurunnya keinginan pegawai untuk mencapai prestasi kerja,
kurangnya ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan sehingga kurang
menaati peraturan, pengaruh yang berasal dari lingkungannya, teman sekerja yang

juga menurun semangatnya dan tidak adanya contoh yang harus dijadikan acuan
dalam pencapaian prestasi kerja yang baik. Semua itu merupakan sebab
menurunya kinerja pegawai dalam bekerja. Faktor-faktor yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kinerja diantaranya adalah gaya kepemimpinan, motivasi dan
disiplin kerja.
Adanya permasalahan tersebut tentunya akan mempengaruhi kemajuan
suatu rumah sakit. Berdasarkan uraian diatas penulis melakukan penelitian
mengenai pengaruh gaya kepemimpinan dan sistem imbalan terhadap kinerja
pegawai di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan uraian diatas maka penulis membatasi masalah pada Pengaruh
gaya kepemimpinan dan sistem imbalan terhadap kinerja pegawai di RSUD Kota
Bekasi, adapun masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana gaya kepemimpinan pada Direktur RSUD Kota Bekasi ?
2. Bagaimana kinerja pegawai di RSUD Kota Bekasi ?
3. Seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di
4.

RSUD Kota Bekasi ?


Seberapa besar pengaruh sistem imbalan terhadap kinerja pegawai di RSUD
Kota Bekasi ?

1.3 Tujuan
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Gaya kepemimpinan Direktur RSUD Kota Bekasi
2. Kinerja pegawai di RSUD Kota Bekasi
3. Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di RSUD Kota
4.

Bekasi
Pengaruh sitem imbalan terhadap kinerja pegawai di RSUD Kota Bekasi

1.4 Manfaat
Dengan diadakan penelitian ini penulis dapat memberikan manfaat kepada
diri sendiri, rumah sakit dan masyarakat.
1. Penulis, dengan melakukan penelitian tersebut penulis dapat memahami
masalah kepemimpinan sebagai salah satu unsur utama yang menentukan
suksesnya manajemen suatu rumah sakit sehingga dapat menambah wawasan,
2.

kemampuan, dan pengetahuan dalam menjalankan suatu rumah sakit.


Rumah sakit, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan untuk
perbaikan setiap pemimpin dalam menerapkan gaya kepemimpinan yang
akan menunjang pada keberhasilan organisasi dalam menjalankan rumah

3.

sakit.
Masyarakat, terutama dilingkungan perguruan tinggi penelitian ini diharapkan
bisa memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran serta sebagai landasan
untuk melanjutkan penelitian selanjutnya.

1.5 Kerangka Pemikiran


1.5.1 Pengertian dalam Penelitian
1.5.1.1 Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen
organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasanketerbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk
memimpin dan dipimpin. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri
individual, kebiasan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam
oragnisasi dan persepsi mengenai pengaruh yang sah. Kepemimpinan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dengan
antusias (David, Keith, 1985). Menurut Veitzhal Rivai (2004), kepemimpinan
adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya
lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Menurut

Achmad Suyuti (2001) yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah proses


mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi pikiran, perasaan, tindakan dan
tingkah laku orang lain untuk digerakkan ke arah tujuan tertentu.
Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu
perwujudan

tingkah

laku

dari

seorang

pemimpin

yang

menyangkut

kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk


suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini
sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995) yang
menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang
dipersepsikan atau diacu oleh bawahan. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat,
ketrampilan, dan sikap pemimpin dalam politik. Gaya kepemimpinan adalah pola
tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan
tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu (Heidjrachman dan Husnan,
2002:224). Sedangkan menurut Tjiptono (2001:161), gaya kepemimpinan adalah
suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya.
Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku
(kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh
orang lain (Hersey, 2004:29).
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat
diterangkan melalui tiga aliran teori sebagai berikut :
1.

Teori Genetis (Keturunan), Inti dari teori ini menyatakan bahwa leader are

born and not made (pemimpin itu dilahirkan sebagai bakat dan bukannya dibuat).
Para penganut aliran teori ini berpendapat bahwa seorang pemimpin akan menjadi
pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinannya. Dalam

keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan


menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara
mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas
atau determinitis.
2.

Teori Sosial, Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu

sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial
ini ialah bahwa leader are made and not born (pemimpin itu dibuat atau dididik
dan bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para
penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap
orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang
cukup.
3.

Teori Ekologis, Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti

bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia
telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan
melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk
dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua
teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati
kebenaran. Selain teori-teori dan pendapat-pendapat yang menyatakan tentang
timbulnya gaya kepemimpinan tersebut, Hersey dan Blanchard (1992)
mengemukakan

bahwa

gaya

kepemimpinan

pada

dasarnya

merupakan

perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta
situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dari
pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) mengajukan proposisi bahwa
gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pemimpin (p), bawahan (b)

dan situasi tertentu (s), yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s). Menurut
Hersey dan Blanchard, pemimpin (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi
orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah
ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik
jika pemimpin mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pemimpin
mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi
dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang
merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap
melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai
tujuan.

Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat


strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para
pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpin dituntut untuk memilih
bawahan dengan secermat mungkin. Adapun situasi (s) menurut Hersey dan
Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pemimpin
berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat
mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu
situasi misalnya, tindakan pemimpin pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak
sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah
berlainan.

Dengan

demikian,

ketiga

unsur

yang

mempengaruhi

gaya

kepemimpinan tersebut, yaitu pemimpin, bawahan dan situasi merupakan unsur


yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat
keberhasilan kepemimpinan itu sendiri.

1.5.1.2 Sistem Imbalan


Menurut Siagian (2009), suatu sistem imbalan yang baik adalah sistem
yang mampu menjamin kepuasan para anggota organisasi yang pada gilirannya
memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara, dan mempekerjakan
sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan perilaku positif bekerja dengan
produktif bagi kepentingan organisasi. Jika para anggota organisasi diliputi oleh
rasa tidak puas atas kompensasi yang diterimanya, dampaknya bagi organisasi
akan sangat bersifat negatif. Artinya, jika ketidakpuasan tersebut tidak
terselesaikan dengan baik, merupakan hal yang wajar apabila para anggota
organisasi menyatakan keinginan untuk memperoleh imbalan yang bukan saja
jumlahnya lebih besar, akan tetapi juga lebih adil. Dikatakan wajar sebab ada
kaitannya dengan berbagai segi kehidupan kekaryaan para anggota organisasi
seperti prestasi kerja, keluhan, tingkat kemangkiran yang tinggi, seringnya terjadi
kecelakaan dalam pelaksanaan tugas dan bahkan pemogokan serta keinginan
pindah bekerja ke organisasi yang lain. Kalau pun para pegawai tidak
meninggalkan organisasi lain, yang sangat mungkin terjadi adalah timbulnya
berbagai masalah dalam kekaryaannya yang bersifat psikologis, teknis, dan
administratif.
Sistem imbalan harus merupakan instrumen yang ampuh untuk berbagai
kepentingan. Berikut ini merupakan beberapa sistem imbalan yang didasarkan
pada berbagai prinsip seperti keadilan, kewajaran, dan kesetaraan seperti yang
tertulis dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia yang ditulis oleh
Siagian (2009):
1. Sistem imbalan harus mempunyai daya tarik bagi tenaga kerja yang

berkualitas tinggi untuk bergabung dengan organisasi. Artinya, karena setiap


organisasi bersaing dengan organisasi lainnya di pasaran kerja, kompensasi
yang ditawarkan seyogianya sedemikian rupa sehingga menarik bagi para
pencari lapangan pekerjaan yang memiliki kemampuan, keterampilan, dan
pengetahuan tinggi.
2. Sistem imbalan harus merupakan daya tarik kuat untuk mempertahankan
tenaga kerja yang sudah berkarya dalam organisasi. Meskipun benar bahwa
kompensasi bukan satu-satunya faktor pengikat bagi para pegawai untuk tetap
tinggal dalam suatu organisasi, tetap tidak dapat dipungkiri bahwa apabila
jumlah imbalan yang diperolehnya lebih rendah dari imbalan yang diterima
oleh rekan-rekannya yang melakukan tugas sejenis di organisasi lain, godaan
untuk berhenti dapat menjadi lebih kuat, apalagi apabila pegawai yang
bersangkutan memiliki pengetahuan atau keterampilan tertentu yang mudah
dijualnya.
3. Sistem imbalan yang mengandung prinsip keadilan. Untuk kepentingan
pengembangan dan penerapan sistem imbalan, yang dimaksud dengan prinsip
keadilan ialah bahwa secara internal para pegawai yang melaksanakan tugas
sejenis mendapat imbalan yang sama pula. Tentunya ada faktor-faktor lain
yang harus dipertimbangkan, seperti masa kerja, jumlah tanggungan dan
sebagainya yang berakibat pada perbedaan penghasilan para pegawai meskipun
melaksanakan pekerjaan yang sejenis.
4. Menghargai perilaku positif. Idealnya, sistem kompensasi harus pula
mencerminkan penghargaan organisasi terhadap perilaku positif para pegawai
yang mencakup berbagai hal seperti prestasi kerja yang tinggi, pengalaman,

10

kesetiaan, kesediaan memikul tanggung jawab yang lebih besar, kejujuran,


ketekunan, dan berbagai perilaku positif lainnya.
5. Pengendalian pembiayaan. Telah umum diketahui bahwa salah satu komponen
biaya yang jumlahnya tidak kecil dalam menjalankan organisasi adalah belanja
pegawai. Oleh karena itu, sistem imbalan harus pula mampu berfungsi sebagai
alat pengendali biaya dikaitkan dengan produktivitas kerja organisasi sebagai
keseluruhan. Artinya, dengan tetap berpegang teguh pada prinsip keadilan,
kewajaran dan kemampuan organisasi, sistem kompensasi harus dapat
menjamin bahwa upah dan gaji yang dibayarkan kepada pegawai tidaklah
sedemikian tingginya sehingga merupakan beban yang terlalu berat untuk
dipikul oleh organisasi, tetapi tidak juga sedemikian rendahnya sehingga
berdampak negatif terhadap perilaku para pegawai dalam organisasi.
6. Kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan. Di negara manapun
pemerintah selalu berusaha menjamin agar tenaga kerja mendapat perlakuan
yang baik dari organisasi tempat mereka berkarya. Berbagai peraturan
perundang-undangan diterbitkan untuk kepentingan tersebut, termasuk
dibidang penggajian dan pengupahan.
7. Terciptanya administrasi pengupahan dan penggajian yang berdaya guna dan
berhasil guna. Artinya, sistem kompensasi itu harus dibuat sedemikian rupa
sehingga mudah diterapkan dalam praktik.
Dalam usaha mengembangkan suatu sistem imbalan, Siagian (2009) berpendapat
bahwa para spesialis di bidang sumber daya manusia perlu melakukan 4 hal, di
antaranya:
1. Melakukan analisis pekerjaan. Artinya perlu disusun deskripsi jabatan, uraian

11

pekerjaan dan standar pekerjaan yang terdapat dalam suatu organisasi.


2. Melakukan penilaian pekerjaan dikaitkan dengan keadilan internal. Dalam
melakukan penilaian pekerjaan diusahakan tersusunnya urutan peringkat
pekerjaan, penentuan nilai untuk setiap pekerjaan lain dalam organisasi dan
pemberian point untuk setiap pekerjaan.
3. Melakukan survey berbagai sistem imbalan yang berlaku guna memperoleh
bahan yang berkaitan dengan keadilan eksternal. Organisasi yang disurvey
dapat berupa instansi pemerintah yang secara fungsional berwenang mengurus
ketenagakerjaan, kamar dagang dan industri, organisasi profesi, serikat pekerja,
organisasi-organisasi pemakai tenaga kerja lain dan perusahaan konsultan,
terutama yang mengkhususkan diri dalam manajemen sumber daya manusia.
4. Menentukan harga setiap pekerjaan dihubungkan dengan harga pekerjaan
sejenis di tempat lain. Dalam mengambil langkah ini dilakukan perbandingan
antara nilai berbagai pekerjaan dalam organisasi dengan nilai yang berlaku di
pasaran kerja.
1.5.1.3 Kinerja Karyawan
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance).
Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005:67) bahwa istilah kinerja
berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau
prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Lebih lanjut
Mangkunegara (2005:75) menyatakan bahwa pada umumnya kinerja dibedakan
menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja individu adalah
hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar
kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari

12

kinerja individu dengan kinerja kelompok.


Menurut Mangkunegara (2000: 67), kinerja atau prestasi kerja adalah hasil
kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Sedangkan menurut Gibson et al. (1996:95) kinerja karyawan merupakan suatu
ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil pelaksanaan
tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada periode tertentu dan
relatif dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja atau kinerja organisasi.
Menurut Rivai (2005:14), kata kinerja merupakan terjemahan dari kata
performance yang berasal dari kata to perform dengan beberapa entries yaitu :
1. Melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute)
2. Memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar (to discharge of
fulfil; as vow)
3. Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or
complete an understanding)
4. Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh orang atau mesin (to do what is
expected of a person machine).
Irawan (2000 :17) menyatakan bahwa kinerja adalah terjemahan dari kata
performance. Pengertian kinerja atau performance sebagai output seorang pekerja,
sebuah output proses manajemen, atau suatu organisasi secara keseluruhan,
dimana output tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkret dan dapat
diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan).
Menurut Prawirosentono (1999:2), kinerja adalah hasil kerja yang dapat
dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai

13

dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai


tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral maupun etika. Kinerja yang tinggi dapat diwujudkan, apabila
dikelola dengan baik. Itulah sebabnya setiap organisasi perlu menerapkan
manajemen kinerja.
Berkaitan dengan manajemen kinerja ini, seringkali orang membuat
kesalahan dengan mengira bahwa mengevaluasi kinerja adalah manajemen
kinerja. Padahal mengevaluasi kinerja atau memberikan penilaian atas kinerja
hanyalah merupakan sebagian saja dari sistem manajemen kinerja. Sebab menurut
Bacal (2005: 78), yang dimaksud dengan manajemen kinerja adalah sebuah proses
komunikasi yang berkesinambungan atau berlangsung terus-menerus, yang
dilaksanakan berdasarkan kemitraan antara seorang karyawan dengan penyelia
langsungnya. Proses ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta
pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Dengan demikian
manajemen kinerja merupakan sebuah sistem yang memiliki sejumlah bagian,
yang keseluruhannya harus diikutsertakan, jika mengharapkan atau menghendaki
sistem manajemen kinerja ini dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi,
manajer dan karyawan.
Ventrakaman dan Ramanujam (1986: 801-814) menjelaskan kinerja sebagai
refleksi dari pencapaian keberhasilan perusahaan yang dapat dijadikan sebagai
hasil yang telah dicapai dari berbagai aktivitas yang dilakukan. Pendapat lain
dikemukakan oleh Waterhouse dan Svendsen (1998:59) yang mendefinisikan
kinerja sebagai tindakan-tindakan atau kegiatan yang dapat diukur. Selanjutnya
kinerja merupakan refleksi dari pencapaian kuantitas dan kualitas pekerjaan yang

14

dihasilkan individu, kelompok, atau organisasi dan dapat diukur. Pendapat yang
sama juga dikemukakan oleh Wells dan Spinks (1996: 30) bahwa kinerja
menunjukkan hasil- hasil perilaku yang bernilai dengan kriteria atau standar mutu.
Mathis dan Jackson (2006:378), mendefinisikan bahwa kinerja pada
dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan karyawan. Kinerja
karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan
kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk (1) kuantitas keluaran, (2)
kualitas keluaran, (3) jangka waktu keluaran, (4) kehadiran di tempat kerja, (5)
Sikap kooperatif.
Berdasarkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja
merupakan hasil kerja yang dapat dicapai pegawai dalam suatu organisasi, sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab yang diberikan organisasi dalam upaya
mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
1.5.2 Faktor yang Berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan
Menurut Robbins (1996) dalam Rivai dan Basri (2005), kinerja ditentukan
oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi, dan kesempatan. Dalam Ilyas (2002)
terdapat beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa faktor- faktor yang
mempengaruhi kinerja di antaranya karakteristik pribadi (umur, jenis kelamin,
pengalaman, orientasi medico soal, dan gaya komunikasi), motivasi, pendapatan
dan gaji, keluarga, organisasi, supervisi, dan pengembangan karir.
Ditilik dari aspek jenis kelamin, Wilkin dkk. (1986) dalam Ilyas (2002)
menemukan perbedaan atas kinerja dokter wanita dan pria. Di sini disebutkan
bahwa dokter wanita kurang melakukan konsultasi, menghabiskan waktu lebih

15

sedikit dalam praktik dan kontak langsung dengan pasien. Teori tentang usia
menurut Siagian dalam Kanestren (2009) menyatakan bahwa semakin
meningkatnya usia seseorang, maka kedewasaan teknis dan psikologinya semakin
meningkat dan orang tersebut akan mampu mengambil keputusan, semakin
bijaksana, semakin mampu berpikir secara rasional, mengendalikan emosi dan
toleran terhadap orang lain. Namun menurut Gibson (1996) dalam Kanestren
(2009) menyatakan hal yang berbeda, menurutnya seiring bertambahnya umur
seseorang maka kinerja akan menurun.

Menurut Atmosoeprapto (2001: 58), kinerja adalah perbandingan antara


keluaran (ouput) yang dicapai dengan masukan (input) yang diberikan. Selain itu,
kinerja juga merupakan hasil dari efisiensi pengelolaan masukan dan efektivitas
pencapaian sasaran. Oleh karena itu, efektivitas dan efisiensi pekerjaan yang
tinggi akan menghasilkan kinerja yang tinggi pula. Untuk memperoleh kinerja
yang tinggi dibutuhkan sikap mental yang memiliki pandangan jauh ke depan.
Seseorang harus mempunyai sikap optimis, bahwa kualitas hidup dan kehidupan
hari esok lebih baik dari hari ini. Sedangkan menurut menurut Sulistiyani dan
Rosidah (2003: 223), penilaian kinerja seseorang merupakan kombinasi dari
kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Furtwengler (2002: 79) yang
mengemukakan bahwa untuk meningkatkan kinerja pegawai, maka organisasi
perlu melakukan perbaikan kinerja. Adapun perbaikan kinerja yang perlu
diperhatikan oleh organisasi adalah faktor kecepatan, kualitas, layanan, dan nilai.
Faktor lainnya

yang

turut mempengaruhi

kinerja pegawai, yaitu

16

keterampilan interpersonal, mental untuk sukses, terbuka untuk berubah,


kreativitas,

trampil

berkomunikasi,

inisiatif,

serta

kemampuan

dalam

merencanakan dan mengorganisir kegiatan yang menjadi tugasnya. Faktor-faktor


tersebut memang tidak langsung berhubungan dengan pekerjaan, namun memiliki
bobot pengaruh yang sama. Sedangkan Hinggins yang dikuti oleh Umar (2005:
64) mengindentifikasi adanya beberapa variabel yang berkaitan erat dengan
kinerja, yaitu mutu pekerjaan, kejujuran pegawai, inisiatif, kehadiran, sikap,
kerjasama, kehandalan, pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab dan
pemanfaatan waktu.
Menurut Rivai (2005: 324), dalam menilai kinerja seorang pegawai, maka
diperlukan berbagai aspek penilaian antara lain pengetahuan tentang pekerjaan,
kepemimpinan inisiatif, kualitas pekerjaan, kerjasama, pengambilan keputusan,
kreativitas, dapat diandalkan, perencanaan, komunikasi, inteligensi (kecerdasan),
pemecahan masalah, pendelegasian, sikap, usaha, motivasi, dan organisasi.
Selanjutnya, dari aspek-aspek penilaian kinerja yang dinilai tersebut selanjutnya
dikelompokkan menjadi :
1. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode,
teknik, dan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan tugas serta
pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas
perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke bidang
operasional perusahaan secara menyeluruh. Pada intinya setiap individu atau
karyawan

pada

setiap

perusahaan

memahami

tanggungjwabnya sebagai seorang karyawan.

tugas,

fungsi

serta

17

3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemapuan untuk bekerja


sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi, dan lainlain.
Menurut Bernardin and Russel (1993: 382) terdapat 6 kriteria untuk menilai
kinerja karyawan, yaitu:
1. Quality yaitu Tingkatan dimana proses atau penyesuaian pada cara yang ideal
di dalam melakukan aktifitas atau memenuhi aktifitas yang sesuai harapan.
2. Quantity yaitu Jumlah yang dihasilkan diwujudkan melalui nilai mata uang,
jumlah unit, atau jumlah dari siklus aktifitas yang telah diselesaikan.
3. Timeliness yaitu Tingkatan di mana aktifitas telah diselesaikan dengan waktu
yang lebih cepat dari yang ditentukan dan memaksimalkan waktu yang ada
untuk aktifitas lain.
4. Cost effectiveness yaitu Tingkatan dimana penggunaan sumber daya
perusahaan berupa manusia, keuangan, dan teknologi dimaksimalkan untuk
mendapatkan hasil yang tertinggi atau pengurangan kerugian dari tiap unit.
5. Need for supervision yaitu Tingkatan dimana seorang karyawan dapat
melakukan pekerjaannya tanpa perlu meminta pertolongan atau bimbingan dari
atasannya.
6. Interpersonal impact yaitu Tingkatan di mana seorang karyawan merasa
percaya diri, punya keinginan yang baik, dan bekerja sama di antara rekan
kerja.
Pendapat lain dikemukakan oleh Dessler (2000: 514-516) yang menyatakan
bahwa dalam melakukan penilaian terhadap kinerja para pegawai, maka harus
diperhatikan 5 (lima) faktor penilaian kinerja yaitu :

18

1. Kualitas pekerjaan meliputi : akurasi, ketelitian, penampilan dan penerimaan


keluaran.
2. Kuantitas pekerjaan meliputi : volume keluaran dan kontribusi.
3. Supervisi yang diperlukan meliputi : membutuhkan saran, arahan, atau
perbaikan.
4. Kehadiran meliputi : regularitas, dapat dipercayai/diandalkan dan ketepatan
waktu.
5. Konservasi meliputi pencegahan, pemborosan, kerusakan, pemeliharaan
peralatan.
Pendapat Bernardin and Russel di atas hampir sama dengan yang
dikemukakan oleh Dessler. Dimana ketiganya menitikberatkan pada kualitas,
kuantitas kerja yang dihasilkan anggota organisasi. Selain itu juga pada
pengawasan, karakter personal pegawai, dan kehadiran. Seorang pegawai yang
mempunyai ciri- ciri faktor yang baik seperti yang dikemukakan di atas, maka
dapat dipastikan kinerja yang hasilkan akan lebih baik.
Apabila dilihat dari aspek pengalaman, Siagian dalam Kanestren (2009)
menyatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja dalam suatu organisasi
semakin tinggi pula produktifitasnya, karena semakin berpengalaman dan
memiliki keterampilan tinggi dalam menyelesaikan tugas. Dalam hal tanggungan
keluarga, Shye (1991) dalam Ilyas (2002) menyatakan bahwa tanggung jawab
keluarga berbeda antara wanita dan pria. Pria dengan beban (status pernikahan
dan tanggungan keluarga) keluarga tinggi berhubungan dengan peningkatan jam
kerja dibandingkan dengan pria yang beban keluarganya rendah. Namun, wanita
dengan beban keluarga tinggi akan mengurangi jam kerja sedangkan wanita

19

dengan beban keluarga rendah akan meningkatkan jam kerja.


1.5.2.1 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan
Esensi kepemimpinan adalah kepengikutan (followership) yang artinya ada
keinginan orang-orang untuk mengikuti yang akan mengikuti mereka yang akan
membuat seseorang menjadi pemimpin dimana orang-orang cenderung mengikuti
mereka yang dipandang dapat menyediakan sarana untuk mencapai tujuan,
keinginan, dan kebutuhan mereka sendiri.
Namun demikian untuk mencapai sasaran tersebut dibutuhkan sumberdaya
manusis dengan keterampilan handal dan loyal pada institusinya. Hal ini sangat
penting mengingat sumber daya manusia merupakan faktor kunci dan penggerak
utama rumah sakit. Penggunaan tenaga kerja terarah dan efektif merupakan faktor
penentu dalam upaya mengingatkan kinerja. Karena itu, dibutuhkan kebujakan
yang mampu menggerakan pegawai agar pemimpin dapat bekerja lebih produktif
sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan perusahaan. Salah satu diantaranya
adalah masalah gaya kepemimpinan.
Permasalahannya saat ini adalah

mengenai

gaya

kepemimpinan

bagaimanakah yang efektif untuk diterapkan oleh seorang pemimpin terhadap


bawahannya. Gaya kepemimpinan memiliki keterkaitan yang erat dengan kinerja
karyawan, hal tersebut berdasarkan pada pernyataan ramli dan warsidi bahwa
tindakan dari pemimpin terhadap pengikutnya dalam melaksanakan tugas akan
memberi pengaruh nyata pada hasil keja yang mereka capai.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat disimpulkan bahawa
kinerja pegawai dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan.
1.5.2.2 Pengaruh Sistem Imbalan Terhadap Kinerja Karyawan
1.6 Hipotesis
Berdasarkan masalah yang ada maka disimpulkan hipotesis pada penelitian
ini adalah gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan, apabila

20

pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat maka kinerja karyawan


akan meningkat dan sistem imbalan berpengaruh positif terhadap kinerja
karyawan.
1.7 Objek Penelitian
1.7.1 Sejarah RSUD Kota Bekasi
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bekasi merupakan rumah sakit
tipe B Non Pendidikan. Rumah sakit ini berada di Jalan Pramuka No. 55 Bekasi
dengan luas area kurang lebih 13.100 m2.Pada Tahun 1939 Wilayah Bekasi masih
merupakan daerah terpencil dan merupakan bagian dari Karisedenan Jatinegara.
Seorang tuan tanah terketuk hatinya untuk menolong sesamanya yang sedang
sakit, dengan membangun balai kesehatan berukuran 6x18 m di atas tanah seluas
2
400 m , yang dihibahkan untuk kepentingan umum.
Tahun 1942 saat pendudukan Jepang, RSUD Kota Bekasi mendapat
perhatian dan dikembangkan menjadi Poliklinik Bekasi yang dipimpin oleh
seorang patriot pejuang kemerdekaan bernama Bapak Jasman. Kemudian pada
tahun 1945 poliklinik tersebut dijadikan basis perlengkapan P3K. Setelah
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Poliklinik Bekasi berubah statusnya
menjadi Rumah Sakit Pembantu pada tanggal 24 Juli 1946.
Pada tahun 1956, kepemimpinan digantikan oleh seorang juru rawat dari RS
Pembantu Banjaran yang bernama Bapak S. Wijaya. Pada saat kepemimpinannya,
status Rumah Sakit Pembantu ini berubah menjadi RSU Kabupaten Bekasi
dengan kapasitas 10 tempat tidur dan penambahan bangunan untuk perawat dan
bidan. Kemudian pada tahun 1960, Bapak S. Wijaya pensiun dan digantikan oleh

21

Bapak H. Nadom Miadi. Kepemimpinan rumah sakit pada tahun 1973 dipimpin
oleh seorang dokter dibantu oleh beberapa tenaga medis dan non medis. Sejak saat
itu organisasi dan tata laksana RSUD ditetapkan. Selanjutnya dalam
perkembangannya rumah sakit ini ditetapkan sebagai rumah sakit tipe C,
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
051/Menkes/SK/II/1979 tentang Pengelolaan Rumah Sakit Umum pemerintah.
Selanjutnya, pada 1 April 1999 RSU diserahkan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Bekasi kepada Pemerintah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II
Bekasi.
Pada tanggal 30 November 2000 dibuat lah Peraturan Daerah Kota Bekasi
Nomor 12 Tahun 2000 tentang Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah
Pemerintah Kota Bekasi sekaligus dengan peningkatan status menjadi RSUD
Kelas B Non Pendidikan Pemerintah Kota Bekasi oleh Walikota Bekasi.
Selanjutnya pada tahun 2001, dikeluarkannya Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun
2001 tentang Penetapan RSUD Kota Bekasi menjadi Unit Swadana dan untuk
melengkapi dasar hukum dalam operasional Rumah Sakit ditetapkanlah Peraturan
Daerah Nomor 21 Tahun 2001 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan RSUD
Kota Bekasi. Dan terakhir pada tahun 2009 Walikota Bekasi mengeluarkan
peraturan Nomor 060/Kep.251- Org/VII/2009 tentang RSUD Kota Bekasi
menjadi

BLUD dengan status penuh. Berikut ini merupakan sejarah

kepemimpinan RSUD Kota Bekasi:


No
1
2
3
4
5

Tahun
1939-1942
1942-1946
1946-1956
1956-1970
1970-1971

Nama Pemimpin
dr Keresidenan
Djasam
Djasam
S. Widjaya
dr. Chasbullah A.M.

Status
Balai Kesehatan
Poliklinik Bekasi
RS Pembantu
RSUD Kab. Bekasi
RSUD Kab Bekasi

22

6
7
8

1971-1976
1976-1983
1983-1986

dr. Sukarno Kartasumitra


dr. H. Abdul Radjak
dr. Ludin Gultom

RSUD Kab Bekasi


RSUD Kelas C. 1976
RSUD Kelas C

1986-1997

dr. Hario Untoro, MARS

RSUD Kelas C

10

1997-1999

11

1999-2000

12

2000-2002

13

2002-2004

dr. Herry Ruswan, M. Kes

RSUD Unit Swadana

14

2004-2007

RSUD Unit Swadana

15

2007-2008

16
17

2008-2009
2009-2011

18

2011-sekarang

dr. Wirda Saleh, MARS


dr. Bambang Djati
Santoso, MARS
dr. Wirda Saleh, MARS
dr. H. Iman, Sp.RM
dr. Hj. Titi Masrifahati,
MKM

dr. H. Muhamad Soleh,


M.Kes
dr. Rosihan Anwar, M.
Kes
dr. Hj. Mien S. Hatta,
MARS

RSUD Kelas C
RSUD Kelas B Non
Pendidikan
RSUD Unit Swadana

RSUD BLUD Bertahap


RSUD BLUD Bertahap
RSUD BLUD Penuh
RSUD BLUD Penuh

1.7.2 Visi dan Misi Organisasi


a. Visi RSUD Kota Bekasi
Visi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi yaitu Menjadi Rumah
Sakit Pilihan dan Kebanggaan Masyarakat.
b. Misi RSUD Kota Bekasi
Meningkatkan pelayanan kesehatan yang prima, merata dan terjangkau
oleh masyarakat.
Menjadikan pusat pelayanan, pendidikan dan penelitian kesehatan.
Membangun komitmen bersama diantara stakeholder RSUD Kota Bekasi.

1.7.3 Struktur Organisasi


Struktur organisasi RSUD Kota Bekasi diatur dalam Peraturan Walikota
Bekasi Nomor 32 Tahun 2010 Tentang Tata Kelola Rumah Sakit Umum Daerah
Sebagai Badan Layanan Umum Daerah Kota Bekasi.
a.

Kedudukan
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi merupakan unsur perangkat

23

daerah sebagai pelaksana teknis daerah yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.
b.

Tugas Pokok

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi mempunyai tugas pokok membantu
Walikota melaksanakan sebagian kewenangan Pemerintah di bidang kesehatan
khususnya pada pelayanan umum rumah sakit yang meliputi progam kegiatam
penyembuhan, pengobatan, pemulihan, dan pencegahan penyakit.
c.

Fungsi

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi memiliki fungsi di antaranya;


perumusan program dan kegiatan jangka pendek, menengah, dan jangka panjang,
penyelenggaraan administrasi perkantoran yang meliputi unsur tata usaha,
kepegawaian serta rumah tangga dan perlengkapan. penyelenggaraan pelayanan
rehabilitasi, pencegahan penyakit dan farmasi di bidang medis, penyelenggaraan
penunjang medis dan non medis, penyelenggaraan pelayanan dan asuhan
keperawatan, penyelenggaraan pelayanan rujukan, penyelenggaraan pendidikan
dan latihan, penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, penyelenggaraan
administrasi umum dan keuangan.

1.8

Metodologi Penelitian
Metode penelitian ini merupakan suatu studi yang bersifat kuantitatif dan

menggunakan

desain

crosssectional untuk

melihat

faktor-faktor

yang

berhubungan dengan kinerja pegawai non PNS di RSUD Kota Bekasi. Menurut
Notoatmodjo (2010), studi crosssectional adalah suatu penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan

24

cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
(point time approach). Variabel independen dan variabel dependen dalam
penelitian ini diukur atau dikumpulkan secara simultan (dalam waktu yang
bersamaan).

1.9

Operasionalisasi Variabel
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat-sifat atau nilai dari

seseorang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya ( Sugiono, 2004 ). Dalam
penelitian ini, variabel yang digunakan adalah gaya kepemimpinan (X1) dan
sistem imbalan (X2) sebagai variabel intervening, sedangkan kinerja (Y1) sebagai
variabel dependen.
1.10 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan metode survey melalui pembagian
kuesioner kepada responden. Syamsul Hadi (2006) menyatakan bahwa kuisioner
adalah set pertanyaan yang sudah disiapkan dan ditulis sebelumnya oleh peneliti,
untuk dimintakan jawabannya pada responden, kuisioner tidak selalu berupa
pertanyaan, namun juga dapat berupa pernyataan. Proses penyebaran dan
pengumpulan kuesioner dilakukan secara langsung di tempat yang menjadi obyek
penelitian. Alasan menggunakan metode survei dengan menyebarkan kuesioner
secara langsung kepada responden adalah agar peneliti dapat menghemat waktu,
tenaga, dan biaya. Penggunaan metode tersebut juga diharapkan dapat
mengungkap persepsi responden yang sebenarnya.

a.

Kuesioner

25

Dalam penelitian ini data diperoleh dengan menggunakan kuesioner.


Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang
ia ketahui (Arikunto, 1998: 139). Kuesioner didesain sedemikian rupa sehingga
diharapkan semua responden dapat menjawab semua pertanyaan. Kuesioner yang
dibagikan disertai surat permohonan pengisian kuesioner dan penjelasan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. Skala yang digunakan dalam
kuesioner adalah skala likert dengan jawaban bertingkat dalam lima kategori
mulai dari penilaian sangat setuju sampai penilaian yang sangat tidak setuju.
Selain itu dalam kuesioner penelitian ini juga terdapat pertanyaan- pertanyaan
yang berkaitan dengan data diri serta data-data demografis responden.
b.

Wawancara/Interview Langsung
Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi,

data atau keterangan yang belum didapat atau sudah diperoleh sebelumnya. Proses
wawancara diawali dengan pengantar yaitu secara terbuka dan jujur peneliti
memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari wawancara. Peneliti lebih
menekankan pada obyektivitas dan kejujuran yang diwujudkan dengan
menjelaskan tujuan penelitian kepada informan. Persiapan yang harus peneliti
lakukan

sebelum

menemui

informan

adalah

menyediakan

kelengkapan

wawancara dan merencanakan kegiatan apa yang perlu dilakukan.

c.

Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variasi

26

yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
agenda dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk melengkapi data yang
berhubungan dengan gambaran umum perusahaan/ obyek yang diteliti. Metode
dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang diperlukan dengan cara
mempelajari atau mengutip arsip-arsip dan catatan- catatan yang ada pada obyek
yang diteliti.
1.11 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti tersebut (Notoatmodjo, 2010). Populasi penelitian pada penelitian ini
adalah pegawai RSUD Kota Bekasi yang memiliki status kepegawaian non PNS.
Jumlah populasi penelitian ini adalah 210 orang yang meliputi seluruh
bagian/instalasi di RSUD Kota Bekasi. Kriteria inklusi populasi penelitian adalah
pegawai RSUD Kota Bekasi dengan status kepegawaian non PNS yang berada di
RSUD Kota Bekasi pada saat penelitian dilakukan, sedangkan kriteria eksklusi
dalam populasi penelitian adalah pegawai non PNS yang berprofesi sebagai
dokter (dikarenakan keberadaan mereka di RSUD Kota Bekasi yang bersifat
mobile, tidak selalu berada di tempat dalam waktu lama disebabkan kemungkinan
praktik yang berpindah-pindah) dan pegawai non PNS yang berstatus sebagai
pegawai TKK.
Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi ini (Notoatmodjo, 2010). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini menggunakan teknik stratifiedrandomsampling karena populasi terdiri dari
unit yang mempunyai karakteristik berbeda-beda atau heterogen. Besar sampel

27

yang dibutuhkan ditentukan dengan menggunakan rumus Lemeshow seperti


berikut ini:

Keterangan:
n

= besar sampel minimum


= nilai distribusi normal baku ( table Z ) pada tertentu

= harga proporsi di populasi

= presisi atau kesalahan (absolut) yang dapat di toleransi

Sampel minimal yang didapatkan dari perhitungan di atas adalah sebanyak


66 orang. Untuk mengantisipasi terjadinya kekeliruan atau ketidaksempurnaan
data, maka peneliti menambahkan jumlah sampel penelitian yang dibutuhkan
sebanyak 10% dari hasil perhitungan jumlah sampel minimal. Dengan demikian,
besarnya sampel penelitian yang dibutuhkan menjadi 73 orang.

28

1.12 Lokasi dan Waktu Penelitian


1.12.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bagian medik, paramedik, penunjang medik, dan
penunjang non medik di RSUD Kota Bekasi yang beralamat di Jalan Pramuka No.
55 Bekasi Selatan Kota Bekasi Jawa Barat.
1.12.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai dengan
Desember 2016 dengan rincian sebagai berikut:
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Jenis Kegiatan

2015
9 10 11 12

2016
5 6 7

10

Menentukan
masalah
Studi pendahuluan
Penyusunan
proposal
Seminar proposal
Revisi proposal
Uji coba kuesioner
Pengumpulan data
Penyusunan tesis
Sidang tesis

1.13 Sistematika Penulisan


Untuk memahami bahan yang akan disajikan dalam penulisan ini, maka
penulis membagi tesis menjadi lima bab yang saling terkait ditambah dengan
sumber kepustakaan dan disertai dengan lampiran.
BAB I
PENDAHULUAN

29

Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi


masalah,
BAB II

tujuan

penelitian,

manfaat

penelitian,

kerangka

pemikiran, metode penelitian dan sistematika penulisan.


TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang pengembangan teori yang telah
dikemukakan dalam kerangka pemikiran dan berisi tentang
pambahasan teori yang digunakan dalam penelitian sebagai dasar

BAB III

untuk menganalisis masalah penelitian.


METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan mengenai pendekatan penelitian, jenis
penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian,

BAB IV

populasi, sampel, jenis data, lokasi dan waktu penelitian.


HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi temuan penelitian yang disusun berdasarkan
sistematika identifikasi masalah yang telah diuraikan yang
dianalisis untuk memberikan jawaban atau solusi terhadap masalah
penelitian serta menggambarkan kemampuan penulis dalam
pemecahan masalah.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN


Bab terakhir yang memuat simpulan yang berisi jawaban terhadap
masalah yang diteliti. Saran merupakan masukan atau rekomendasi
dari peneliti terhadap kekurangan yang ditemukan dalam
menjadwab maslah yang berhubungan dengan simpulan masalah
yang diteliti.

30

DAFTAR PUSTAKA
1. Veithzal Rivai, 2004, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Edisi Kedua
PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.
2. Rusdi Ramli dan Adi Warsidi, 2001. Asas-asas Manajemen, Pusat
penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta
3. Sedarmayanti, 2001. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Manajemen
Perkantoran. Mandar Maju, Bandung.
4. Suranta, Sri. 2002. Dampak Motivasi Karyawan Pada Hubungan Antara
Gaya Kepemimpinan Dengan Kinerja Karyawan Perusahaan Bisnis.
Empirika.Vol 15. No 2. Hal: 116-138.
5. Guritno, Bambang dan Waridin. 2005. Pengaruh Persepsi Karyawan
Mengenai Perilaku Kepemimpinan, Kepuasan Kerja Dan Motivasi
Terhadap Kinerja.JRBI.Vol1.No1.Hal:63-74.
6. Tampubolon, Biatna. D. 2007. Analisis Faktor Gaya Kepemimpinan Dan
Faktor Etos Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Organisasi Yang Telah
Menerapkan SNI 19-9001-2001. Jurnal Standardisasi. No 9. Hal: 106- 115.
7. Arrizal, 2001. Pemimpin Gaya Kepemimpinan Transaksional Mencapai
Sukses Melalui Manajemen Sumber Daya Manusia. JurnalKajianBisnis.
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Wiwaha. No. 22 Januari-April.
8. Bavendam, J. (2000). ManagingJobSatisfaction. SpecialReport,Vol 6,
Bavendam
Research
Incorporated,
Mercer
Island.http://www.
bavendam.com/
9. Flippo, Edwin B. Masud Moh (alih bahasa),1990.ManajemenPersonalia.
Edisi Keenam. Jilid Kedua.Jakarta : Erlangga
10. Ghozali, Imam (2005). Aplikasi Analisis Multivatiate dengan Program
SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

31

11. Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., dan Donnelly, J.Jr. (1984). Organisasidan
Manajemen: Perilaku, Sruktur, dan Proses. Edisi Keempat. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
12. Handoko, T.H. (1992), ManajemenPersonaliadanSumberDayaManusia.
Yogyakarta, BPFE
13. Heidrajrahcman dan Husnan Suad (2000) Manajemen Personalia,
Yogyakarta, BPFE
14. Kaihatu, T.S., Rini, W.Astjarjo (2007), Kepemimpinan Transformasional
dan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan atas Kualitas Kehidupan Kerja,
Komitmen Organisasi, dan Perilaku Ekstra Peran: Studi pada Guru-Guru
SMU di Kota Surabaya, JurnalManajemendanKewirausahan, vol.98,
no.1, Maret: 49-61 Kreitner dan Kinichi (1998), OrganizationBehavior.
Irwin. McGraw-Hill, Boston.
15. Lok, Peter dan Crawford, John. (2004), The Effect of Organizational
Culture and Leadership Style on Job Satisfaction and Organizational
Commitment. TheJournalofManagementDevelopment(23) : 321-337
16. Luthans, F. (1996), Organization Behavior. New York: McGraw Hill
International Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu (2000), Manajemen
SumberDayaManusia. Jakarta; Rineka Cipta
17. Mas'ud, Fuad (2002), 40 Mitos Manajemen Sumber Daya Manusia.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
18. Mas'ud, Fuad (2004), Survai Diagnosis Organisasional (Konsep dan
Aplikasi).Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
19. McNeese-Smith, Donna, (1996), Increasing Employee Productivity, Job
Satisfaction, and Organizational Commitment, Hospital and Health
ServiceAdministration,Vol.4 (2): 160-175.
20. Muchiri, M. Kibaara (2002), "The Efeects of Leadership Style on
Organizational Citixenhip Behavior and Commitment", Gadjah Mada
InternationalJournalofBusniess, May Vol.4. No.22.pp. 265-293
21. Nafisah, Durrotun (2005), Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Terhadap Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan Kinerja Karyawan,
Skripsi Managemen, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro 2005.
22. Rivai, Harif, A. 2001. Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja, dan
Komitmen Organisasional Terhadap Intensi Keluar. Tesis, Universitas
Gajah Mada Yogyakarta.

32

23. Robbins, S.P. (2003), PerilakuOrganisasi,JilidI,Edisi9(Indonesia), PT.


Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.
24. Rokhman Wahibur dan Harsono 2002. Peningkatan Pengaruh
KepemimpinanTransformasionalTerhadapKepemimpinanTransaksional
PadaKomitmenOrganisasiDanKepuasanBawahan. Empirika, Volume
11, Juni 2002
25. Ruvendi, Ramlan (2005), Imbalan dan Gaya Kepemimpinan
Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di Balai Besar Industri
Hasil Pertanian Bogor, JurnalIlmiahBianiagaVol. 01 No. 1 Sekaran, U.
(2000), Research Methods For Business : A SkillBuilding Approach.
ThirdEdition. John Wiley & Sons. Inc. New York.
26. Setiawan, Nugroho (2008), Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap
Kepuasan Kerja dan Kinerja Pegawai Perusahaan Daerah Obyek Wisata
Taman Kyai Langgeng, Kota Magelang Jawa Tengah, Graduate Program
of Management and Business Bogor Agricultural University (MB IPB)
27. Setyarto,
Agung
(2008),
Pengaruh
Gaya
Kepemimpinan,
Profesionalisme, Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap
Kinerja Karyawan Bagian Akuntansi (Survey pada Koperasi Simpan
Pinjam di Wilayah Kota Madya Surakarta), Skripsi Akuntansi, Fakultas
Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta
28. Siahaan, E.E. Edison. (2002). Kepuasan Kerja dan Produktivitas
Pegawai.http://www.nakertrans.go.id/beritama
ssmedia/B_Tenagakerja/2002/Oktober/MMTK021031a.html
29. Sorentino, Elisabeth A. (1992), TheEffectofHeadNurseBehavioron
NurseJobSatisfactionandPerformance.
30. Sutanto, E.M. dan Setiawan ,B. (...), Peranan Gaya Kepemimpinan yang
Efektif dalam Upaya Meningkatkan Semangat dan Kegairahan Kerja
Pegawai di Toserba Sinar Mas Sidoarjo. JournalsManagement02-01-003. http://puslit. petra.ac.id/journals/management/Trianingsih, Sri (2007),
Independensi Auditor Dan Komitmen Organisasi Sebagai Mediasi
Pengaruh Pemahaman Good Governance, Gaya Kepemimpinan Dan
Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Auditor, Jurnal Simposium
AkuntasiNasional, UNHAS Makasar.
31. Utomo, K.W. (2002), Kecenderungan Kepemimpinan Transaksional dan
Transformasional, dan Hubungannya Dengan Organizational Citizenship
Behavior, Komitmen Organisasi, dan Kepuasan Kerja. Journal Riset
EkonomidanManajemen. Surabaya. Vol. 2. No. 2. hal. 34- 52.
32. Vroom, V. H. (1964), Workandmotivation. New York: Wiley and Sons.

33

Werther, W.B. dan Davis, Keith (1992), HumanResourcesandPersonnel


33. Management.FourthEdition. Singapore: McGraw-Hill Book Co.Wibowo,
H.A. Oceani (2009), Pengaruh Independensi Auditor, Komitmen
Organisasi, Gaya Kepemimpinan dan Pemahaman Good Governance
terhadap Kinerja Auditor (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di
Daerah Istimewa Yogyakarta).Skripsi Program Studi Akuntansi
Universitas Islam Indonesia
34. Yiing, L.H. dan Ahmad, K.Z. (2009), The Moderating Effects of
Organizational Culture on The Relationships Between Leadership
Behaviour and Organizational Commitment and between Organizational
Commitment and Job Satisfaction and Performance, Leadership &
OrganizationDevelopmentJournalVol. 30 No. 1, 2009 pp. 53-86
35. Yousef, D.A. (1997), Satisfaction with Job Security as A Predictor of
Organizational Commitment and Job Performance in A Multicultural
Environment, InternationalJournalofManPower.Vol. 19 No. 3. pp.184
36. Yousef, D.A. (2000), Organisational Commitment: A Mediator of The
Relationship of Leadership Behavior with Job Satisfaction and
Performance in Non- Western Country, JournalofMangerialPsychology.
Vol 5 No. 1. Pp 6-28
37. Yukl, A.G. (1998), Kepemimpinan Dalam Organisasi, Edisi Bahasa
Indonesia : Yusuf Udaaya, Jakarta: Penerbit Prenhallindo

Anda mungkin juga menyukai