LANDASAN TEORI
2.1.
Tinjauan Pustaka
Pada penelitian ini akan membahas tentang analisis kestabilan lereng terbebani
dengan perkuatan bronjong (gabion) dengan variasi pengkondisian bronjong
(gabion) menggunakan program Plaxis. Untuk melakukan penelitian ini
dicantumkan beberapa tinjauan pustaka yang berhubungan dengan perkuatan
lereng. Beberapa diantaranya dicantumkan dibawah ini:
Fika Famungkas (2015), menganalisis kestabilan lereng menggunakan perkuatan
geotekstil dengan menggunakan SLOPE/W. Lereng yang dianalisis memiliki
ketinggian 8 m sampai 8,5 m dengan panjang dinding penahan 375 m dan
mengalami kelongsoran struktur sepanjang 90 m. Berdasarkan analisis dengan
program SLOPE/W angka keamanan eksisting sebesar 0,66 sehingga terjadi
longsor. Setalah dilakukakan perkuatan dengan geotekstil dengan jumlah 5 lapis,
kapasitas tarik 400 kN/m, kohesi 0 kN/m 2, dan sudut geser terhadap tanah 38
dengan jarak 1 m diperoleh angka keamanan sebesar 1,893.
Mey Malasari Murti (2014), melakukan penelitian stabilitas lereng sebelum dan
setelah pemasangan bronjong, serta pengaruh perubahan fluktuasi muka air
dengan konfigurasi pemasangan bronjong, dan adanya kombinasi beban
(mati+hidup) terhadap angka keamanan lereng.
2.2.
Dasar Teori
f
d
(2.1)
Dengan Fs adalah faktor keamanan lereng, f adalah tahanan geser rata-rata dari
tanah, dan d adalah tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan
longsor.
Menurut teori Mohr-Coulomb, besarnya kohesi tanah tergantung pada jenis tanah
dan kepadatannya, tetapi tidak tergantung pada tegangan normal yang bekerja
pada bidang geser. Sedangkan gesekan antar butir-butir tanah yang besarnya
berbanding lurus dengan tegangan normal pada bidang gesernya. Secara umum
teori diatas digambarkan sebagai berikut:
f c tan
(2.2)
Dengan c adalah kohesi, f adalah tegangan normal, dan adalah sudut geser
dalam tanah.
Dengan cara yang sama, kita juga bisa menuliskan tegangan geser yang terjadi
akibat gaya berat tanah dan beban-beban lain pada bidang longsor:
d c d tan d
(2.3)
Dengan memasukan Persamaan (2.2) dan (2.3) ke dalam persamaan (2.1) kita
dapatkan:
FS
c tan
c d tan d
(2.4)
Untuk maksud memberikan faktor aman terhadap masing-masing komponen
tahanan geser, faktor aman dapat dinyatakan sebagai berikut:
Fc
c
cd
(2.5)
F
tan
tan d
(2.6)
Bilamana persamaan (2.4), (2.5), dan (2.6) dibandingkan maka akan didapatkan
persamaan sebagai berikut:
FS Fc F
(2.7)
Fs = 1, maka lereng dalam keadaan akan longsor, umumnya harga 1,5 untuk
keamanan terhadap kekuatan geser dapat diterima untuk merencanakan stabilitas
lereng. Prinsip dasar kestabilan lereng dapat ditunjukan pada gambar dibawah ini:
Ta
W cos
bc
(2.8)
c tan
W sin
.tan
bc
(2.9)
FS
W cos
bc
W sin
.tan
bc
(2.10)
2.
akan mengurangi kekuatan takanan tanah aktif akibat air yang dapat
mengalir melalui sela-sela batuan isi gabion (pada konstruksi beton yang
kedap air, diperlukan ketebalan yang cukup untuk menahan takanan tanah
dan air, sehingga biaya konstruksi menjadi tinggi).
Ekonomis, karena konstruksi gabion ini sederhana, dapat dikerjakan tanpa
3.
manusia).
Dapat dipasang dilingkungan yang beragam, di air maupun ditempat
5.
6.
7.
2.2.2.2.
10
S. lebar anyaman
2. kawat sisi
d. panjang lilitan
3. lilitan ganda
L. panjang anyaman
a. Bentuk I
Tabel 2.1. Ukuran bronjong kawat bentuk I
Keterangan:
2,70 mm, kawat sisi 3,40 mm, kawat pengikat 2,00 mm.
Ukuran anyaman bronjong 100 x 120 mm, diameter kawat anyaman 3,00
mm, kawat sisi 4,00 mm dan diameter kawat pengikat 2,00 mm.
Toleransi ukuran kotak (lebar, tinggi dan panjang) sebesar 5%.
Keterangan:
anyaman 2 mm, kawat sisi 2,70 mm, kawat pengikat 2,00 mm.
Untuk ukuran anyaman bronjong 80 mm x 100 mm, diameter kawat
anyaman 2,70 mm, kawat sisi 3,40 mm dan kawat pengikat 2,00 mm.
Toleransi ukuran kotak (lebar, tinggi dan panjang) sebesar 5%.
2. Sudut geser
Nilai sudut geser gabion tergantung dari berbagai faktor, seperti:bantuk batuan
pengisi, gradasi batuan pengisi, dan berat isi batu pengisi bronjong. Sehingga
sudut geser bronjong diasumsikan sebesar: 40
3. Kohesi
Nilai kohesi gabion didapatkan dari rumus empiris dibawah ini:
= 0.03 Pu - 0,05 (kg / cm2)
Cg
(2.11)
Dengan,
Cg
Pu
Besarnya Pu tergantung pada rasio berat kawat bronjong dengan jumlah penyekat
dan tinggi gabion. Berikut adalah asumsi nilai Pu berdasarkan tinggi gabion:
Materia
1.
l
Gabion
Jenis
materia
l
Drained
unsat
sat
(kN/m2) (kN/m2)
22
22
kx=ky
(m/s)
0,12
(kN/m2) (kN/m2)
0,15
140000
Sumber: Civil Engineering Dimension, Vol. 14, No. 2, September 2012, 100-109
2.2.2.5.
2.3.
2.3.1. Umum
Metode Elemen Hingga (MEH) adalah metode numerik yang digunakan untuk
memecahkan permasalahan dalam bidang rekayasa ataupun bidang fisik lainnya.
Permasalahan-permasalahan dalam bidang rekayasa yang dapat dipecahkan
dengan metodei ini adalah meliputi analisa struktur, analisa tegangan, perpindahan
panas dan masa, dan medan elektromagnetik. Permasalahan-permsalahan yang
melibatkan bentuk geometri, kondisi pembebanan dan sifat mekanik material yang
komplek tidak mungkin untuk dipecahkan dengan menggunakan persamaan atau
rumus matematis yang biasanya disebut dengan penyelesaian analitis.
Penyelesaian analitis ini umumnya memerlukan penyelesaian persamaan
deferensial parsial. Oleh karena itu, metode numerik seperti MEH adalah metode
yang banyak digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang
komplek tersebut. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode MEH ini
adalah berupa harga pendekatan dari sejumlah titik atau node pada kontinum bodi.
Maka dalam pemodelan di dalam MEH, suatu bodi dibagi menjadi beberapa bodi
atau unit yang lebih kecil yang disebut dengan elemen, yang mana elemenelement tersebut saling berhubungan dengan elemen lain pada titik-titik simpul
elemen atau dikenal dengan node. Proses pembagian ini disebut dengan
diskritisasi.
dan
kecepatan
memori,
kemampuan
PC
dapat
ditingkatkan
Di dalam langkah ini bodi kontinum dibagi menjadi elemen-elemen yang terdiri
dari beberapa node. Proses ini disebut diskritisasi. Sebelumnya, kita harus bisa
menentukan jenis elemen yang sesuai untuk memodelkan kondisi fisik
sebenarnya. Di dalam pendiskritan ini, memungkinkan ukuran elemen berbeda
sesuai dengan kondisi geometri dari suatu struktur. Pemilihan jenis suatu elemen
dan dimensi (satu, dua atu tiga dimensi) pada saat melakukan analisa dengan
menggunakan MEH tergantung dari beberapa faktor misalnya, kondisi
pembebanan. Pemilihan ini harus dilakukan dengan tepat oleh seorang analisis
atau disainer. Di samping itu, sering dijumpai untuk suatu kasus tertentu ada jenis
elemen yang paling sesuai untuk menyelesaikan suatu kasus tersebut. Yang
dimaksud sesuai disini adalah keakurasian hasil, efisiensi dan efektifitas yang
berkenaan dengan pemprograman pada komputer. Untuk hal ini,maka
pengalangaman dari seorang analisis atau disainer sangat menentukan hasil dari
analisa. berikut menunjukkan contoh dari beberapa jenis elemen:
Pada langkah ini kita menentukan fungsi perpindahan di dalam elemen. Fungsi
mendifinisikan harga perpindahan dari tiap-tiap node dan jenis fungsi tersebut
tergantung dari jumlah node yang digunakan di dalam elemen. Jenis fungsi yang
sering digunakan adalah fungsi linier, kwadratik dan kubik polynomial. Jenis
fungsi tersebut sering digunakan karena tidak rumit atau sederhana untuk
memformulasikan elemen. Fungsi polinomial bisa didapat dengan menggunakan
segitiga Pascal yang ditunjukkan pada Gambar 2.9.
2.3.2.3.
Mendefinisikan
hubungan
antara
regangan/perpindahan
dan
tegangan/regangan
Hubungan regangan/ perpindahan dan tegangan/regangan adalah sangat penting
untuk menurunkan tiap-tiap rumus elemen hingga. Untuk kasus deformasi elastis
(kecil) pada satu dimensi, misalnya, pada arah x dengan perpindahan u,
dinyatakan dengan strain, x, sebagai berikut:
du
dx
(2.12)
x E. X
2.3.2.4.
(2.13)
Menurunkan rumus dan matrik kekakuan elemen
Ada beberapa metode untuk menurunkan rumus dan kekakuan suatu elemen, yaitu
yang pertama adalah metode kesetimbangan langsung (Direct Equilibrium
Method). Menurut metode ini, kekakuan matrik dan rumus elemen yang
berhubungan dengan gaya dan perpindahan pada node diperoleh dengan
menggunakan kondisi kesetimbangan gaya. Karena rumus ini sederhana dan
mudah, maka digunakan untuk menurunkan matrik kekakuan dan rumus elemen
untuk elemen-elemen garis atau satu dimensi, misalanya untuk elemen pegas atau
batang. Metode selanjutnya adalah metode untuk menurunkan rumus elemen dan
matrik kekakuan untuk elemen-elemen dua dimensi dan tiga dimensi. Metode
yang digunakan dikenal sebagai metode energi.
2.3.2.5.
Pada langkah ini, rumus untuk satu elemen yang diturunkan pada langkah 4,
digabung menjadi rumus global. Rumus global ini mencakup seluruh node yang
ada pada suatu bodi.
2.3.2.6.
.
.
.
K n1
2.3.2.7.
K 12
K 22
.
.
.
K n2
. . . K 1n d 1
. . . K 2 n d 2
. . .
. .
. . .
. .
. . .
. .
. . . K nn d n
(2.14)
Menginterprestasikan hasil
Pada langkah ini kita bisa melakukan analisa hasil pada model untuk menentukan
dimana terjadi tegangan atau regangan yang terbesar pada model. Dari sini kita
bisa mengambil keputusan misalnya, bahwa suatu struktur mempunyai kekuatan
atau tidak karena kondisi suatu pembebanan tertentu.
2.4.
Program Plaxis