Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1.

Tinjauan Pustaka

Pada penelitian ini akan membahas tentang analisis kestabilan lereng terbebani
dengan perkuatan bronjong (gabion) dengan variasi pengkondisian bronjong
(gabion) menggunakan program Plaxis. Untuk melakukan penelitian ini
dicantumkan beberapa tinjauan pustaka yang berhubungan dengan perkuatan
lereng. Beberapa diantaranya dicantumkan dibawah ini:
Fika Famungkas (2015), menganalisis kestabilan lereng menggunakan perkuatan
geotekstil dengan menggunakan SLOPE/W. Lereng yang dianalisis memiliki
ketinggian 8 m sampai 8,5 m dengan panjang dinding penahan 375 m dan
mengalami kelongsoran struktur sepanjang 90 m. Berdasarkan analisis dengan
program SLOPE/W angka keamanan eksisting sebesar 0,66 sehingga terjadi
longsor. Setalah dilakukakan perkuatan dengan geotekstil dengan jumlah 5 lapis,
kapasitas tarik 400 kN/m, kohesi 0 kN/m 2, dan sudut geser terhadap tanah 38
dengan jarak 1 m diperoleh angka keamanan sebesar 1,893.
Mey Malasari Murti (2014), melakukan penelitian stabilitas lereng sebelum dan
setelah pemasangan bronjong, serta pengaruh perubahan fluktuasi muka air
dengan konfigurasi pemasangan bronjong, dan adanya kombinasi beban
(mati+hidup) terhadap angka keamanan lereng.

Berdasarkan hasil penelitian

dengan menggunakan metode Bishop disederhanakan diperoleh bahwa adanya


fluktuasi muka air tanah, besarnya beban yang bekerja pada lereng dan
dipasangnya bronjong pada kaki lereng sangat berpengaruh terhadap stabilitas
lereng. Semakin tinggi muka air tanah pada lereng maka semakin kecil nilai SF
(safety factor/SF). Semakin besar beban hidup yang bekerja pada lereng maka
semakin kecil nilai SF. Lereng yang dipasang bronjong mempunyai nilai SF lebih

besar daripada lereng tanpa bronjong. Analisis dilakukan dengan untuk


mengetahui stabilitas lereng.
Subriadi Subri (2013), melakukan analisis perkuatan lereng dengan metode
angker mengunakan Software Geo Slope 2007. Hasil analisis yang diperoleh
faktor keamanan lereng tanpa perkuatan pada kondisi musim hujan adalah 0.664,
sedangkan pada kondisi musim kemarau faktor keamanannya adalah 0.800.
Sehingga lereng tersebut dalam keadaan tidak stabil terhadap bahaya longsor,
dimana faktor keamanannya lebih kecil dari 1.5. Setelah dilakukan alternatif
perkuatan metode angker dengan variasi 3 angker, 5 angker, dan 7 angker faktor
keamanan yang didapatkan berurutan pada kondisi musim hujan meningkat
menjadi 1.070, 1.308 dan 1.519, sedangkan pada kondisi musim kemarau
meningkat menjadi 1.297, 1.566 dan 1.799, dengan beban kuat tarik angker 60
kN.
Plaxis adalah program komputer yang disusun berdasarkan metode elemen hingga
dua-dimensi yang telah dikembangkan secara khusus untuk melakukan analisis
deformasi dan stabilitas untuk berbagai aplikasi dalam bidang rekayasa geoteknik.
Prosedur pembuatan model secara grafis yang mudah memungkinkan pembuatan
suatu model elemen hingga yang rumit dapat dilakukan dengan cepat, sedangkan
berbagai fasilitas yang tersedia dapat digunakan untuk menampilkan hasil
komputasi secara mendetail. Proses perhitunganya berjalan secara otomatis dan
didasarkan pada prosedur numerik. (R. B. J. Brinkgreve,2002)

2.2.

Dasar Teori

2.2.1. Stabilitas Lereng


Analisis stabilitas lereng adalah menentukan faktor keamanan dari bidang longsor
yang potensial. Umumnya faktor keamanan lereng didefinisikan sebagai berikut:
FS

f
d
(2.1)

Dengan Fs adalah faktor keamanan lereng, f adalah tahanan geser rata-rata dari
tanah, dan d adalah tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan
longsor.
Menurut teori Mohr-Coulomb, besarnya kohesi tanah tergantung pada jenis tanah
dan kepadatannya, tetapi tidak tergantung pada tegangan normal yang bekerja
pada bidang geser. Sedangkan gesekan antar butir-butir tanah yang besarnya
berbanding lurus dengan tegangan normal pada bidang gesernya. Secara umum
teori diatas digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Teori keruntuhan Mohr-Coulomb


Berdasarkan Gambar 2.1 maka tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah
disepanjang bidang longsornya dinyatakan oleh:

f c tan

(2.2)

Dengan c adalah kohesi, f adalah tegangan normal, dan adalah sudut geser
dalam tanah.
Dengan cara yang sama, kita juga bisa menuliskan tegangan geser yang terjadi
akibat gaya berat tanah dan beban-beban lain pada bidang longsor:

d c d tan d
(2.3)

Dengan memasukan Persamaan (2.2) dan (2.3) ke dalam persamaan (2.1) kita
dapatkan:
FS

c tan
c d tan d

(2.4)
Untuk maksud memberikan faktor aman terhadap masing-masing komponen
tahanan geser, faktor aman dapat dinyatakan sebagai berikut:
Fc

c
cd

(2.5)
F

tan
tan d

(2.6)
Bilamana persamaan (2.4), (2.5), dan (2.6) dibandingkan maka akan didapatkan
persamaan sebagai berikut:

FS Fc F
(2.7)
Fs = 1, maka lereng dalam keadaan akan longsor, umumnya harga 1,5 untuk
keamanan terhadap kekuatan geser dapat diterima untuk merencanakan stabilitas
lereng. Prinsip dasar kestabilan lereng dapat ditunjukan pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.2. Stabilitas lereng


Berdasarkan Persamaan (2.2), maka komponen gaya penggerak tanah dapat
dituliskan dalam persamaan:

Ta

W cos
bc

(2.8)

Sedangkan untuk komponen gaya penahan tanah dapat dituliskan dalam


persamaan:

c tan
W sin
.tan
bc

(2.9)

Sehingga substitusi Persamaan (2.8) dan Persamaan (2.9) ke Persamaan (2.1)


menjadi:

FS

W cos
bc
W sin
.tan
bc

(2.10)

2.2.2. Bronjong (Gabion)


2.2.2.1.
Umum
Jaminan mutu dari gabion machine di Indonesia ditandai dengan adanya sertifikat
SNI (Standar Nasional Indonesia) No. 03-0090-1999 tentang Bronjong Kawat
yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian Republik Indonesia kepada
produsen gabion. Di dalam SNI Bronjong Kawat diatur mengenai besarnya
lobang anyaman hexagonal dan ukuran box gabion serta acuan bahan Kawat
Bronjong mengacu kepada SNI No. 03-6154-1999 tentang Kawat Bronjong.

Ada beberapa keunggulan yang dimiliki konstruksi gabion jika dibandingkan


dengan konstruksi penahan tanah lainnya, diantaranya yaitu :
1.

Fleksible, dapat mengikuti pergerakan tanah dibawahnya tampa merusak


konstruksi secara keseluruhan (konstruksi beton mudah patah apabila ada
pergerakan tanah, sehingga mudah hancur).
Permeable (tembus air), sebagai dinding penahan tanah, sifat permeable

2.

akan mengurangi kekuatan takanan tanah aktif akibat air yang dapat
mengalir melalui sela-sela batuan isi gabion (pada konstruksi beton yang
kedap air, diperlukan ketebalan yang cukup untuk menahan takanan tanah
dan air, sehingga biaya konstruksi menjadi tinggi).
Ekonomis, karena konstruksi gabion ini sederhana, dapat dikerjakan tanpa

3.

menggunakan peralatan/mesin berteknologi tinggi (cukup dengan tenaga


4.

manusia).
Dapat dipasang dilingkungan yang beragam, di air maupun ditempat

5.

kering (sungai, pantai, gunung, dll).


Ramah lingkungan, karena terbuat dari bahan yang tidak mengandung zat

6.

kimia, sehingga tidak meracuni atau merusak lingkungan disekitarnya.


Mudah dibawa dengan tenaga manusia karena bobotnya relatif ringan dan

7.

mudah dalam pemasangannya.


Dapat diproduksi dengan ukuran yang disesuaikan dengan kebutuhan di
lapangan.

2.2.2.2.

Komponen Material Bronjong (Gabion)

Beberapa komponen material yang terdapat pada bronjong (gabion) sebagai


beriku:
1. Kawat
a. Material Kawat
Kawat harus terbuat dari bahan baja karbon rendah berlapis galvanis tebal
minimum untuk kawat anyaman harus 0,26 kg/m 2, untuk kawat tulangan
tepi harus 0,275 kg/m2, untuk kawat pengikat harus 0,24 kg/m2, yang

10

memenuhi BS 1052/80 dan BS 443/82. Kuat tarik minimum kawat sebesar


41 kg/mm2.

Gambar 2.3. Lapisan kawat bronjong

Gambar 2.4. Bronjong kawat


Keterangan:
1. kawat anyaman

S. lebar anyaman

2. kawat sisi

d. panjang lilitan

3. lilitan ganda

L. panjang anyaman

b. Anyaman: Anyaman harus merata berbentuk segi enam yang teranyam


dengan tiga lilitan dengan bukaan lubang kira-kira 80 mm x 110 mm
(toleransi 10%), dengan kuat tarik anyaman sebesar 4250 kN/m.
Keliling tepi dari anyaman kawat harus diikat pada kerangka bronjong
sehingga sambungan-sambungan yang diikatkan pada kerangka harus
sama kuatnya seperti pada badan anyaman.
2. Batu
Material batu yang akan dipakai untuk Bronjong harus terdiri dari batu yang
bersih, keras dan dapat tahan lama, berbentuk bulat atau persegi. Ukuran batu
yang diijinkan untuk digunakan adalah antara 15 cm25 cm (toleransi 5%) dan
sekurang-kurangnya 85% dari batuan yang digunakan harus mempunyai ukuran
yang sama atau lebih besar dari ukuran tersebut serta tidak boleh ada batuan yang
diijinkan melewati lubang anyaman.
3. Material Timbunan
Material tanah timbunan yang digunakan pada pemasangan Bronjong harus
memenuhi Spesifikasi yang telah ditetapkan dalam desain. Idealnya tanah
timbunan yang digunakan adalah sirtu atau timbunan pilihan.
2.2.2.3.

Ukuran Bronjong (Gabion)

a. Bentuk I
Tabel 2.1. Ukuran bronjong kawat bentuk I

Keterangan:

Ukuran anyaman bronjong kawat 80 x 100 mm, diameter kawat anyaman

2,70 mm, kawat sisi 3,40 mm, kawat pengikat 2,00 mm.
Ukuran anyaman bronjong 100 x 120 mm, diameter kawat anyaman 3,00

mm, kawat sisi 4,00 mm dan diameter kawat pengikat 2,00 mm.
Toleransi ukuran kotak (lebar, tinggi dan panjang) sebesar 5%.

Gambar 2.5. Bronjong kawat bentuk I


b. Bentuk II
Tabel 2.2. Ukuran bronjong kawat bentuk II

Keterangan:

Untuk ukuran anyaman bronjong kawat 60 x 80 mm, diameter kawat

anyaman 2 mm, kawat sisi 2,70 mm, kawat pengikat 2,00 mm.
Untuk ukuran anyaman bronjong 80 mm x 100 mm, diameter kawat

anyaman 2,70 mm, kawat sisi 3,40 mm dan kawat pengikat 2,00 mm.
Toleransi ukuran kotak (lebar, tinggi dan panjang) sebesar 5%.

Gambar 2.6. Bronjong kawat bentuk II


2.2.2.4.
Parameter Bronjong (Gabion)
1. Berat volume
Berat volume bronjong tergantung dari berat pengisi dan rongga bronjong sendiri.
Berat volume batu pengisi bronjong untuk batuan sedimen sebesar 23 kN/m3,
sedangkan batuan beku sebesar 29 kN/m3. Rongga udara bronjong anatara 30%40%. Dengan asumsi berat volume batu sebesar 25 kN/m3 dan rongga udara 30%,
maka didapatkan berat volume bronjong asumsi sebesar: 17.5 kN/m3

2. Sudut geser
Nilai sudut geser gabion tergantung dari berbagai faktor, seperti:bantuk batuan
pengisi, gradasi batuan pengisi, dan berat isi batu pengisi bronjong. Sehingga
sudut geser bronjong diasumsikan sebesar: 40
3. Kohesi
Nilai kohesi gabion didapatkan dari rumus empiris dibawah ini:
= 0.03 Pu - 0,05 (kg / cm2)

Cg

(2.11)

Dengan,
Cg

= kohesi gabion (kg/cm2)

Pu

= berat kg wire mesh/m3 gabion (tidak termasuk berat PVC )

Besarnya Pu tergantung pada rasio berat kawat bronjong dengan jumlah penyekat
dan tinggi gabion. Berikut adalah asumsi nilai Pu berdasarkan tinggi gabion:

0,5 m Pu = 11,5 kg/m3


0,8 m Pu = 9,0 kg/m3
1,0 m Pu = 8,0 kg/m3

Tabel 2.3. Parameter pendekatan gabion untuk plaxis


NO

Materia

1.

l
Gabion

Jenis
materia
l
Drained

unsat

sat

(kN/m2) (kN/m2)
22

22

kx=ky
(m/s)
0,12

(kN/m2) (kN/m2)
0,15

140000

Sumber: Civil Engineering Dimension, Vol. 14, No. 2, September 2012, 100-109

2.2.2.5.

Konstruksi Bronjong (Gabion)

Metode pekerjaan pemasangan bronjong (gabion) adalah sebagai berikut:


1. Pengukuran daerah galian untuk pemasangan bronjong berdasarkan
dimensi jaring dan gambar rencana, serta ruang untuk pemadatan material.
Untuk menahan tanah agar tidak longsor kemiringan penggalian dibuat 1:2
atau digunakan penompang dan papan.Pastikan daerah penggalian selalu
kering.

2. Setelah pengukuran selesai, kemudian dilanjutkan pekerjaan penggalian.


Selama penggalian, letakan jaring bronjong pada pinggir slope dan mulai
pembentukan jaring. Bungkus jaring hingga berbentuk kotak dan ikatkan
bersama bagian tepinya menggunakan kawat atau jepit.
3. Kemudian lanjutkan perletakan dan pengisian jaring bronjong dan
tumpukan dan ikatkan semua sesuai gambar rencana. Semakin banyak
dinding bagian dalam di dapat, maka bronjong semakin kuat. Maka setiap
bronjong harus diikatkan secara bersama-sama dengan sebelumnya secara
sejajar. Bronjong yang diletakan diatas untuk setiap susunan harus
dihubungkan dengan yang lainnya. Jika bronjong mempunyai bentuk
memanjang sisi bagian bawah jaring harus dipasang daya tahan dan
perkuatan struktur.
4. Selanjutnya dilanjutkan pekerjaan timbunan dan pemadatan di belakang
dinding bronjong. Pemadatan dilakukan setiap ketebalan 40 cm dengan
menggunakan alat tamper.

Gambar 2.7. Konstruksi Bronjong


2.2.3. Beban Lalulintas
Beban eksternal yang digunakan untuk stabilitas lereng pada kasus ini adalah
beban lalulintas. Menurut DPU besarnya beban setiap kendaraan berbeda menurut
fungsi, sistem jaringan jalan, dan LHR, seperti ditunjukan pada tabel berikut ini:

Tabel 2.4. Beban Lalulintas untuk Analisis Stabilitas Lereng

Sumber: Panduan Geoteknik 4 No. Pr T-10-2002-B (DPU, 2002b)

2.3.

Metode Elemen Hingga

2.3.1. Umum
Metode Elemen Hingga (MEH) adalah metode numerik yang digunakan untuk
memecahkan permasalahan dalam bidang rekayasa ataupun bidang fisik lainnya.
Permasalahan-permasalahan dalam bidang rekayasa yang dapat dipecahkan
dengan metodei ini adalah meliputi analisa struktur, analisa tegangan, perpindahan
panas dan masa, dan medan elektromagnetik. Permasalahan-permsalahan yang
melibatkan bentuk geometri, kondisi pembebanan dan sifat mekanik material yang
komplek tidak mungkin untuk dipecahkan dengan menggunakan persamaan atau
rumus matematis yang biasanya disebut dengan penyelesaian analitis.
Penyelesaian analitis ini umumnya memerlukan penyelesaian persamaan
deferensial parsial. Oleh karena itu, metode numerik seperti MEH adalah metode
yang banyak digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang
komplek tersebut. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode MEH ini
adalah berupa harga pendekatan dari sejumlah titik atau node pada kontinum bodi.
Maka dalam pemodelan di dalam MEH, suatu bodi dibagi menjadi beberapa bodi
atau unit yang lebih kecil yang disebut dengan elemen, yang mana elemenelement tersebut saling berhubungan dengan elemen lain pada titik-titik simpul
elemen atau dikenal dengan node. Proses pembagian ini disebut dengan
diskritisasi.

Penggunaan komputer sangat berperan besar dalam operasi penyelesaian


persamaan dalam MEH. Sebelum pengunaan komputer, meskipun sudah diketahui
sebelumnya bahwa metode matrik dan MEH dapat digunakan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan komplek, tetapi penggunaannya tidak praktis
dan memerlukan waktu yang sangat lama. Kondisi ini berubah semenjak tahun
1950-an, yang mana pada waktu itu mulai dikembangkan komersial komputer
generasi pertama oleh IBM. Bahkan sekarang sudah banyak dikembangkan
program-program komputer berbasis elemen hingga, misalnya program Plaxis,
ANSYS, Algor, Abaqus, MARC, SAP2000 dan lain-lain. Dengan bantuan
kapasitas

dan

kecepatan

memori,

kemampuan

PC

dapat

ditingkatkan

kemampuannya dalam menyelesaikan persoalan dangan jumlah ribuan varibale


tidak diketahui.
2.3.2. Langkah-langkah Metode Elemen Hingga
Perumusan dan penerapan Metode Elemen Hingga dianggap terdiri darl 8 langkah
dasar. Langkah-langkah tersebut meliputi:
2.3.2.1.

Memilih jenis elemen dan diskritisasi

Di dalam langkah ini bodi kontinum dibagi menjadi elemen-elemen yang terdiri
dari beberapa node. Proses ini disebut diskritisasi. Sebelumnya, kita harus bisa
menentukan jenis elemen yang sesuai untuk memodelkan kondisi fisik
sebenarnya. Di dalam pendiskritan ini, memungkinkan ukuran elemen berbeda
sesuai dengan kondisi geometri dari suatu struktur. Pemilihan jenis suatu elemen
dan dimensi (satu, dua atu tiga dimensi) pada saat melakukan analisa dengan
menggunakan MEH tergantung dari beberapa faktor misalnya, kondisi
pembebanan. Pemilihan ini harus dilakukan dengan tepat oleh seorang analisis
atau disainer. Di samping itu, sering dijumpai untuk suatu kasus tertentu ada jenis
elemen yang paling sesuai untuk menyelesaikan suatu kasus tersebut. Yang
dimaksud sesuai disini adalah keakurasian hasil, efisiensi dan efektifitas yang
berkenaan dengan pemprograman pada komputer. Untuk hal ini,maka

pengalangaman dari seorang analisis atau disainer sangat menentukan hasil dari
analisa. berikut menunjukkan contoh dari beberapa jenis elemen:

Gambar 2.8. Contoh jenis elemen


2.3.2.2.

Memilih fungsi perpindahan

Pada langkah ini kita menentukan fungsi perpindahan di dalam elemen. Fungsi
mendifinisikan harga perpindahan dari tiap-tiap node dan jenis fungsi tersebut
tergantung dari jumlah node yang digunakan di dalam elemen. Jenis fungsi yang
sering digunakan adalah fungsi linier, kwadratik dan kubik polynomial. Jenis
fungsi tersebut sering digunakan karena tidak rumit atau sederhana untuk
memformulasikan elemen. Fungsi polinomial bisa didapat dengan menggunakan
segitiga Pascal yang ditunjukkan pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Segitiga Pascal untuk Polinimial

2.3.2.3.

Mendefinisikan

hubungan

antara

regangan/perpindahan

dan

tegangan/regangan
Hubungan regangan/ perpindahan dan tegangan/regangan adalah sangat penting
untuk menurunkan tiap-tiap rumus elemen hingga. Untuk kasus deformasi elastis
(kecil) pada satu dimensi, misalnya, pada arah x dengan perpindahan u,
dinyatakan dengan strain, x, sebagai berikut:

du
dx

(2.12)

Selanjutnya hubungan tegangan dan regangan dapat dinyatakan sesuai dengan


hukum Hooke, yang ditunjukkan pada rumus (2.13), yang mana x menyatakan
tegangan ke arah sumbu x dan E adalah modulus elastisitas.

x E. X
2.3.2.4.

(2.13)
Menurunkan rumus dan matrik kekakuan elemen

Ada beberapa metode untuk menurunkan rumus dan kekakuan suatu elemen, yaitu
yang pertama adalah metode kesetimbangan langsung (Direct Equilibrium
Method). Menurut metode ini, kekakuan matrik dan rumus elemen yang
berhubungan dengan gaya dan perpindahan pada node diperoleh dengan
menggunakan kondisi kesetimbangan gaya. Karena rumus ini sederhana dan
mudah, maka digunakan untuk menurunkan matrik kekakuan dan rumus elemen
untuk elemen-elemen garis atau satu dimensi, misalanya untuk elemen pegas atau
batang. Metode selanjutnya adalah metode untuk menurunkan rumus elemen dan
matrik kekakuan untuk elemen-elemen dua dimensi dan tiga dimensi. Metode
yang digunakan dikenal sebagai metode energi.
2.3.2.5.

Menggabungkan rumus elemen untuk mendapat rumus global dan


menentukan kondisi batas.

Pada langkah ini, rumus untuk satu elemen yang diturunkan pada langkah 4,
digabung menjadi rumus global. Rumus global ini mencakup seluruh node yang
ada pada suatu bodi.
2.3.2.6.

Menyelesaikan atau memecahkan derajat kebebasan yang tidak


diketahui.

Rumus (2.14) menunjukkan rumus kekakuan global dengan jumlah derajat


kebebasan sebanyak n. Di sini kita mencari harga-harga d yang tidak diketahui,
dan menentukan harga d sebagai kondisi batas. Contoh kondisi batas, misalnya
pada suatu node memodelkan suatu jenis tumpuan jepit, maka perpindahan pada
node tersebut ke arah sumbu x, y, z mempunyai harga nol. Sehingga kita bisa
menentukan harga d pada node tersebut. Untuk mencari harga d yang tidak
diketahui kita bisa menggunakan beberapa metode eleiminasi seperti metode
Gauss, atau iterasi Gauss-Seidel. Untuk menyelsaikan jumlah node yang banyak
atau dimensi matrik yang besar maka penyelesain menggunakan program
computer adalah efektif.
K 11
K
21

.
.
.
K n1

2.3.2.7.

K 12
K 22
.
.
.
K n2

. . . K 1n d 1
. . . K 2 n d 2
. . .
. .

. . .
. .
. . .
. .

. . . K nn d n

(2.14)

Menghitung harga tegangan dan regangan pada elemen

Setelah dapat mengetahui harga-harga perpindahan pada masing masing node


pada langkah ke 6, maka selanjutnya harga regangan dan tegangan dapat
diketahui.
2.3.2.8.

Menginterprestasikan hasil

Pada langkah ini kita bisa melakukan analisa hasil pada model untuk menentukan
dimana terjadi tegangan atau regangan yang terbesar pada model. Dari sini kita
bisa mengambil keputusan misalnya, bahwa suatu struktur mempunyai kekuatan
atau tidak karena kondisi suatu pembebanan tertentu.

2.4.

Program Plaxis

Plaxis adalah program komputer berdasarkan metode elemen hingga dua-dimensi


yang digunakan secara khusus untuk melakukan analisis deformasi dan stabilitas
untuk berbagai aplikasi dalam bidang geoteknik. Kondisi sesungguhnya dapat
dimodelkan dalam regangan bidang maupun secara axi-simetri. Program ini terdiri
dari empat buah sub-program (Masukan, Perhitungan, Keluaran dan Kurva).
2.4.1. Masukan untuk perhitungan
Untuk menjalankan suatu analisis berdasarkan metode elemen hingga dengan
Plaxis, langkah pertama adalah membuat sebuah model elemen hingga dan
menentukan sifat-sifat material serta kondisi batasnya. Untuk membuat sebuah
model elemen hingga yang lengkap, terlebih dahulu harus membuat sebuah model
geometri 2D yang terdiri dari titik-titik, garis-garis dan komponen-komponen
lainnya dalam bidang x-y. Penyusunan jaring elemen hingga dan penentuan sifatsifat serta kondisi batas pada tiap elemen dilakukan secara otomatis berdasarkan
parameter dari model geometri.
Langkah terakhir dari Plaxis meliputi perhitungan tekanan air dan tegangan efektif
pada kondisi awal dari model. Saat pembuatan model geometri dalam Plaxis
Input, disarankan agar pemilihan dan penggunaan berbagai jenis masukan
dilakukan secara berurutan dari kiri ke kanan sesuai urutan toolbar.

Gambar 2.10. Plaxis Input


2.4.2. Perhitungan
Setelah penyusunan model elemen hingga, perhitungan elemen hingga dapat
dilakukan. Sehingga, perlu mendefinisikan jenis proses perhitungan yang akan
dilakukan dan jenis pembebanan atau tahapan konstruksi yang akan diaktifkan
dalam perhitungan.
Di dalam Plaxis dapat dilakukan beberapa jenis perhitungan elemen hingga yang
berbeda. Plaxis output hanya akan melakukan analisis deformasi dan
membedakan antara perhitungan Plastis, Konsolidasi, Reduksi phi-c (faktor
keamanan), dan perhitungan dinamik. Tiga jenis perhitungan yang pertama
(Plastis, Konsolidasi, dan Reduksi phi-c) dapat mengikutsertakan efek dari
perpindahan yang besar.
Proses perhitungan dalam Plaxis dapat dibagi menjadi beberapa tahapan
perhitungan sesuai dengan metode pekerjaan model. Setiap tahap perhitungan
umumnya dibagi lagi menjadi beberapa langkah perhitungan. Hal ini diperlukan
karena perilaku non-linier dari tanah membutuhkan peningkatan pembebanan
dalam proporsi yang kecil (langkah pembebanan).

Gambar 2.11. Plaxis Calculations


2.4.3. Data keluaran hasil perhitungan
Keluaran utama dari suatu perhitungan elemen hingga adalah perpindahan pada
titik-titik nodal dan tegangan pada titik-titik tegangan. Selain itu, saat model
elemen hingga mengikutsertakan elemen-elemen struktural, maka gaya-gaya
struktural juga akan dihitung dalam elemen-elemen ini.

Gambar 2.12. Plaxis Output

2.4.4. Kurva beban-perpindahan


Plaxis Curves dapat digunakan untuk menggambarkan kurva beban-perpindahan,
kurva waktu-perpindahan, diagram tegangan-regangan, dan lintasan tegangan atau
lintasan regangan dari titik-titik tinjauan. Kurva-kurva ini menghasilkan tampilan
dari perhitungan nilai-nilai tertentu selama berbagai tahapan perhitungan dan
dapat memberikan gambaran mengenai perilaku global maupun lokal dari tanah.
Titik-titik dimana kurva akan dibentuk harus dipilih terlebih dahulu. Titik-titik
tinjauan dibedakan antara titik nodal dan titik tegangan. Secara umum, titik nodal
digunakan untuk penggambaran kurva beban-perpindahan sedangkan titik
tegangan digunakan untuk penggambaran kurva tegangan-regangan dan lintasan
tegangan.

Gambar 2.13. Plaxis Curves

Anda mungkin juga menyukai