Anda di halaman 1dari 5

Nama

: Nurul Musfirotin Janah

Npm

: 1313015018

Kelas

: H sore

Matkul

: Anggaran Sektor Publik

Mengkritisi tentang Kebijakan Harga BBM dan Pengadaan Pertalite

Kami akan mewujudkan kedaulatan energi melalui kebijakan Pengurangan Impor


Energi Minyak dengan meningkatkan eksplorasi dan eksploitasi migas di dalam dan
luar negeri; peningkatan efisiensi usaha BUMN penyedia energi di Indonesia (e.g.
Pertamina, PLN, PGN); pembangunan Pipa Gas; Pengembangan energi terbarukan.
Visi Misi dan Program Aksi Jokowi-Jusuf Kalla, 2014.

Pada bulan November 2014, beberapa hari setelah Jokowi menjabat, rakyat sudah
dikagetkan dengan kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2.000 menjadi Rp
8.500. Banyak yang menilai bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi ini dikarenakan
demi meringankan beban APBN yang nilai subsidi untuk BBM membengkak. Alokasi
APBN untuk subsidi energi di tahun 2014 sebesar Rp 350 triliun, dengan Rp246,49
triliun subsidi BBM dan Rp 103,82 triliun untuk subsidi listrik. Dengan penilaian tersebut,
Pemerintah dikritisi bahwa kenaikan tersebut tidak masuk akal karena harga minyak
Indonesia (ICP) pada Oktober 2014 mencapai 83,72 dolar AS per barel atau turun 11
dolar AS lebih dari bulan sebelumnya. (Alamsyah 2014).

Pada 6 Januari 2015, Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru dalam penetapan


harga BBM bersubsidi dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 4 Tahun 2015
tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Isi Permen tersebut
adalah penetapan harga jual eceran jenis BBM tertentu ditetapkan oleh Menteri setiap
bulan, sementara kita menyimpulkan, ketika kesempatan ini dibuka maka akan terjadi
ketidakstabilan harga jual BBM setiap bulan akibat fluktuatifnya harga.
Pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan lagi dengan mengeluarkan BBM jenis
baru yakni Pertalite dengan tingkat oktan 90 (RON 90) yang rencana akan diberlakukan
pada Mei 2015. BUMN (Dhany 2015) menegaskan bahwa Pertalite bukan pengganti
bensin Premium RON 88, tapi menjadi pilihan bagi masyarakat. Dengan keberadaan
Pertalite ini diharapkan akan mengurangi impor Premium hingga 10-20% per tahun
serta membuat Indonesia tidak perlu mengekspor nafta hasil produksi lagi ke Jepang.
Dua kebijakan Pemerintah tersebut, pertama tentang penetapan harga jual eceran BBM
setiap bulan dan, kedua tentang kebijakan pengadaan Pertalite menimbulkan dampak
negatif terhadap korporasi BUMN dan masyarakat. Kebijakan Pemerintah mengenai
pemberlakuan pengubahan harga jual BBM setiap bulan akan menimbulkan
ketidakstabilan harga. Bukan hanya harga jual BBM, melainkan harga jual bahan pokok
lain sebagai efek domino dari harga jual BBM.
Mengenai kebijakan Pertalite, pada awal tahun lalu Pertamina dikabarkan mengalami
kerugian sebesar US$ 212 juta yang dianggap dikarenakan beban persediaan yang
terlalu tinggi. Padahal menurut kami, kerugian besar yang ditanggung Pertamina adalah
karena kebijakan Pemerintah yang menyerahkan harga BBM sesuai mekanisme pasar,
yakni BBM tidak lagi disubsidi oleh Pemerintah. Selain itu, penerapan Pertalite ini untuk
meminimalisir beban kerugian yang ditanggung Pertamina. Pertalite ini rencananya
akan dijual pada Mei dengan harga jual di antara Premium dan Pertamax, yakni sekitar
Rp 8.300 per liter. Hal ini menunjukkan Pertalite akan dijual lebih mahal dari Premium
yang padahal diadakannya Premium adalah bagi masyarakat golongan menengah ke
bawah.

Dari beberapa fakta di atas kami menemukan beberapa kelemahan dalam kebijakan
Pemerintah. Kelemahan-kelemahan tersebut adalah (1) ketidakstabilan harga BBM, (2)
Pertamina yang kian merugi, serta (3) terbentuknya lapisan masyarakat baru yang tidak
memiliki daya beli terhadap harga jual Premium yang semakin meninggi ataupun
Pertalite.
Pemerintah sebaiknya lebih menjaga kestabilan harga jual BBM. Premium, apabila
benar-benar tidak diganti Pertalite, sebaiknya ditetapkan dalam range harga minyak
dunia, sehingga kenaikan harga jual BBM tidak setiap bulan, melainkan mengikuti
perkembangan harga minyak dunia. Kenaikan yang disertai dengan kenaikan minyak
dunia ini diharapkan pula bertahap sehingga harga bahan pokok tidak terlalu melejit
ketika harga minyak dunia naik. Selain itu, kestabilan harga juga dijaga ketika harga
minyak dunia maupun harga jual BBM menurun. Pemerintah diharapkan lebih
ditingkatkan lagi fungsi operasi pasar untuk memantau harga-harga bahan pokok
sehingga kebijakan penurunan harga BBM yang dilakukan Pemerintah dapat langsung
dirasakan oleh masyarakat.
Mengenai Pertamina yang kian merugi, ini bukanlah hal yang baru. Di awal tahun sudah
dikabarkan Pertamina merugi US$ 212 juta. Sejatinya, kerugian yang ditanggung
Pertamina ini bukan hanya berasal dari beban persediaan, melainkan juga kebijakan
Pemerintah yang telah melepas subsidi BBM sehingga Pertamina menjual BBM sesuai
mekanisme pasar. Harga jual BBM untuk RON 92 di Indonesia sekitar Rp 8.000-an.
Tertanggal 17 Mei ini harga jual RON 92 sebesar Rp 8.800 per liter. Terdapat
perbedaan dengan harga jual di Malaysia yang menjual RON 95, memiliki oktan lebih
besar dari RON 92, dijual dengan harga setara Rp 8.530 per liter. Alasannya, karena
Indonesia merupakan negara yang luas sehingga Pertamina perlu menanggung biaya
penugasan dan biaya distribusi BBM ke seluruh pelosok Indonesia. Dari sini terlihat
bahwa Pertamina sendiri memerlukan bantuan dari Pemerintah yang padahal
Pemerintah sendiri mengurangi jumlah subsidi BBM untuk mengurangi beban APBN.
Permasalahan yang ketiga adalah daya beli masyarakat. Ketika harga Pertamax (RON
92) berada pada kisaran di bawah Rp 9.000-an, jumlah masyarakat yang membeli

Pertamaxl ebih banyak daripada ketika kisaran harga Rp 9.000-11.000-an. Hal ini
disertai pula dengan adanya BBM yang lebih baik dari Premium yakni Pertalite yang
akan dijual pada kisaran harga Rp 8.300-an yang diharapkan akan dikonsumsi
masyarakat menengah ke bawah sebagai pengganti Premium. Menanggapi harga
jualPertalite menurut Direktur Institute for Development of Economics and Finance
(Antara 2015) ketika Pemerintah mengeluarkan Pertalite tetapi harganya lebih mahal
dari Premium berarti masih ada mafia migas. Hal ini dikarenakan sumber
ketidakefisienan

adalah

Premium

yang

membutuhkan

ongkos

lebih

dalam

pembuatannya di Singapura sebelum akhirnya dijual di Indonesia.


Rekomendasi
Berdasarkan analisis di atas, saya memiliki rekomendasi terhadap tiga unsur
masyarakat yaitu Pemerintah, masyarakat itu sendiri, serta mahasiswa dalam
mengawal kebijakan Pemerintah terkait BBM ini.
Pemerintah selayaknya mengadakan transparansi akan biaya yang dibuat dalam
pembuatan semua jenis BBM yang dijual di Indonesia. Diharapkan Pertamina mampu
mempublikasikan hal tersebut kepada publik mengenai harga keekonomian dari RON
88, 90, serta 92 pada masyarakat. Selain itu, demi mengatasi ketidakstabilan harga,
Pemerintah diharapkan mampu mengkaji ulang Peraturan Menteri ESDM Nomor 4
tahun 2015 terutama mengenai pengubahan harga setiap bulannya. Hal ini didasarkan
pada harapan masyarakat akan kestabilan harga karena ketidakstabilan harga jual
BBM akan berimbas pada harga jual bahan pokok serta biaya transportasi. Kemudian
Pemerintah diharapkan mampu meningkatkan kualitas operasi pasar. Banyak mafia
pasar yang melakukan permainan seperti menurunkan ketika diadakan operasi pasar
dan menaikkan lagi setelah operasi pasar. Diharapkan dengan meningkatkan kualitas
operasi pasar seperti lebih diperbanyak frekuensi operasi pasar mampu mengatur
kekakuan harga bahan pokok setelah harga BBM turun.
Berbicara mengenai Pertalite, besar harapan kami Pemerintah mampu menjual
Pertalite dengan harga lebih murah daripada Premium yang dikarenakan biaya produksi

Pertalite yang lebih murah dari Premium. Sejalan dengan apa yang diimpikan Jokowi
dalam Nawacita-nya, diharapkan selama rezim berkuasa, indikasi adanya campur
tangan mafia migas dapat segera diatasi agar permainan harga BBM tidak terlalu
merugikan masyarakat.
Terus mengawal kebijakan Pemerintah mengenai BBM kami rasa penting untuk terus
dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat diharapkan mampu bersifat kritis, termasuk
perihal kebijakan Pemerintah tidak rasional seperti menaikkan harga jual BBM ketika
harga minyak dunia sedang turun drastis misalnya. Hal ini bukan karena tidak
mendukung Pemerintah untuk mengurangi kerugian dengan menambah margin dari
hasil penjualan BBM, melainkan untuk melindungi masyarakat bawah yang akan
semakin terdesak dengan kenaikan harga BBM yang padahal Pemerintah masih kurang
efisien mengatasinya.
Saran kami sebagai mahasiswa dan untuk mahasiswa, tetaplah aktif bergerak,
mengawal,serta mengkritisi kebijakan Pemerintah. Tidak ada kebijakan yang benar
karena semua kebijakan salah, yang ada hanyalah kebijakan yang hampir benar. Maka
langkah mengkritisi kebijakan adalah proses yang mutlak untuk dilakukan agar tepat
guna dan tepat sasaran. Oleh karena itu, dengan kemampuan mahasiswa sebagai
agen perubahan diharapkan mampu memberikan edukasi terhadap masyarakat yang
tidak tahu-menahu mengenai kebijakan Pemerintah, aktif dalam berbagai kegiatan
sosialisasi, ikut mengkritisi kebijakan Pemerintah apakah rasional atau tidak, serta
mengawal kebijakan Pemerintah agar mampu memberikan kebermanfaatan yang
sebesar-besarnya bagi rakyat banyak.

Anda mungkin juga menyukai