Salah satu fenomena yang paling menarik dalam sejarah ekonomi colonial adalah
Sistem Tanam Paksa atau sering dikenal dengan nama Cultuurstelsel, yang diterapkan
Belanda di Jawa pada abad ke-19. Bentuknya adalah eksploitasi ekonomi yang tidak
pernah diberlakukan oleh penguasa-penguasa di Asia Tenggara atau di wilayah lain di
dunia. Selain dari keuntungan besar yang diperoleh pemerintah kolonial melalui sistem
ini, yang juga menyangkut eksploitasi tenaga kerja berskala besar. Fakta kuncinya
adalah tenaga kerja yang dipekerjakan bersifat wajib di setiap sector yang berhubungan
dengan sistem tersebut. Tidak kurang dari 57% penduduk pada 1840 terlibat dalam
sistem ini, selain orang-orang yang bekerja pada sector nonpertanian.
Sebaliknya, tanah yang digunakan untuk perkebunan-perkebunan pemerintah di
bawah sistem tersebut hanya meliputi 6% dari total tanah di Jawa (selain tanah untuk
perkebunan kopi, yang jumlahnya hamper tidak dapat diketahui). Karena itu, kita dapat
menilai bahwa Sistem Tanam Paksa terutama didasarkan pada exploitasi tenaga kerja.
Sistem Tanam Paksa ini memberikan pengaruh yang sangat kuat pada perkembangan
tenaga kerja di Jawa, dan kemudian menimbulkan dampak yang luas pada kehidupan
ekonomi dan sosial masyarakat desa.
a. Sebelum 1830: Tenaga Kerja Paksa dan Bayaran
Pada awal abad ke-19, Jawa dibagi menjadi daerah-daerah yang langsung
diperintah oleh para sultan Jawa dan daerah yang langsung di bawah otoritas
pemerintah colonial Belanda. Namun, struktur sosial kedua jenis daerah tersebut
tidak banyak berbeda. Masyarakat pada dasarnya dibagi menjadi dua kelas, yakni
kelas atas di satu pihak, yang terdiri atas sultan, kerabat dan pejabatnya atau bupati
dan kerabat serta pejabatnya. Di lain pihak adalah kelas bawah yang meliputi para
petani pemilik tanah dan orang-orang tanggungan mereka. Di daerah-daerah yang
langsung diperintah oleh rezim colonial, Belanda membentuk sebuah kelas atas
tambahan di atas bupati. Belanda mengendalikan penduduk local melalui bupatibupati pribumi yang memerintah berdasarkan ikatan tradisional atau feodal. Ikatan
feodal dimanifestasikan dalam sistem pajak berupa pemberian upeti dan tugastugas kerja paksa. Pemaksaan dilakukan oleh bupati daerah hingga kepala desa, dan
berbeda sedikit dari sistem yang diterapkan di kerajaan-kerajaan.
siklus kehidupan desa, sehingga para petani dapat melaksanakan semua kewajiban
dan mengelola ladang atau bisnis mereka sendiri. Kedua, sejumlah tenaga kerja
paksa dibayar dengan uang tunai, terutama pada penanaman tanaman ekspor.
Meskipun jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan apa yang dapat diperoleh
tenaga kerja bayaran, pembayaran yang teratur ini dan besarnya jumlah petani yang
menerima bayaran tersebut benar-benar meningkatkan pendapatan para petani dan
meningkatkan monetisasi didalam perekonomian desa. Ketiga, distribusi tanahtanah komunal relative memungkinkan para petani untuk lebih menikmati
keamanan pada tingkat kebutuhan hidup daripada sebelumnya di kerajaan-kerajaan.
Meskipun beban pajak dalam kerja terkadang lebih berat daripada hak-hak
kebutuhan hidup, para petani lebih suka kehilangan hak atas tanah.
Keempat, sistem kerja paksa yang lebih maju memperkenalkan sebuah kelas
baru yang mempunyai hak-hak khusus di dalam masyarakat desa, yakni kepala desa
dan para pejabatnya yang menikmati banyak keuntungan dan hak-hak istimewa
termasuk bebas dari kewajiban-kewajiban kerja paksa. Proses ini memperkuat
struktur masyarakat desa yang tidak seimbang tersebut. Kelima, jika pada paruh
pertama abad ke-19, sejenis petanisasi telah terjadi, paruh kedua abad tersebut
menunjukan semacam proletarisasi. Perkembangan yang kedua tersebut
mengakibatkan munculnya kelompok petani yang memang tidak mempunyai tanah
yang membentuk cadangan tenaga kerja bayaran. Hal ini pada gilirannya
meningkatkan persediaan tenaga kerja yang sangat diperlukan oleh perusahaanperusahaan swasta (private enterprises) yang menggantikan Perkebunan Negara
dan pabrik-pabrik setelah penghapusan Sistem Tanam Paksa yang dimulai1870.
PENENTANGAN CULTURESTELSEL
Penentangan terhadap culturstelsel kini muncul di negeri Belanda. Pada tahun 1848,
untuk peertama kalinya sebua konstitusi yang liberal memberikan kepada parlemen
Belanda peranan yang berpengaruh dalam urusan usrusan penjajahan. Didalam
parlemen oposisi bersatu. Menuntut didakannya perubahan, suatu perubahan yang
liberal: pengurangan peranan pemerintah dalam perekonomian Negara jajahan secara
drastic, pembebasan dari pembatasan pembatasan atas perusahaan swasta di Jawa, dan
diakhirinya kerja paksa dan penindasan terhadap orang orang Jawa dan Sunda.