BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagian besar perusahaan yang sedang berkembang menghadapi masalah untuk
melakukan reoorganisasi dalam menghadapi pertumbuhan, kemunduran, atau perubahan.
Salah satu dimensi dari restrukturisasi organisasional yang telah memperoleh perhatian
yang besar adalah dikotomi setralisasi atau desentralisasi. Dalam kebanyakan situasi, hal
ini dipahami sebagai tingkatan hirarki di mana keputusan dibuat dalam suatu organisasi
Hal tersebut melatar belakangi kami untuk menyusun makalah ini yang mana makalah
ini akan membahas mengenai aspek keprilakuan yang diperlukan untuk desentralisasi
yang berhasil dalam organisasi. Desentralisasi adalah sikap filosofis dan respons
keperluan terhadap kebutuhan dari suatu lingkungan. Desentralisasi yang efektif
memerlukan pembentukan struktur organisasi sesuai yang menghasilkan suatu anggaran
dasar yang menetapkan aturan-aturan operasi bagi partisipan dan melakukan tindak lanjut
secara periodik dengan ukuran kinerja yang sesuai. Sekelompok pedoman nosmatif akan
dikembangkan untuk membantu organisasi untuk bergerak ke arah disentralisasi
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian desentralisasi?
2. Bagaimana lingkungan sebagai faktor penentu desentralisasi?
3. Bagaimana memilih suatu struktur?
4. Bagaimana pengembangan anggaran dasar?
5. Bagaimana mengukur dan mengevaluasi kinerja?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahi pengertian desentralisasi
2. Untuk mengetahui lingkungan sebagai faktor penentu desentralisasi
3. Untuk mengetahui bagaimana memilih suatu struktur
4. Untuk mengetahui pengembangan anggaran dasar
5. Untuk mengetahui cara mengukur dan mengevaluasi kinerja
Universitas Hasanuddin
BAB II
PEMBAHASAN
Interpretasi Keperilakuan pada Desentralisasi
A. DEFINISI DESENTRALISASI
Istilah desentralisasi digunakan dalam banyak literatur yang beragam. Dengan
demikian, istilah ini memiliki arti yang berbeda tergantung dari segi apa orang
melihatnya. Untuk membatasi lingkup dari pembahasan ini, desentralisasi yang akan kita
bahas selanjutnya hanya membahas dalam konteks perusahaan bisnis. Meskipun
demikian, dalam bab ini desentralisasi mempunyai beberapa arti penting. Definisi yang
paling sering digunakan
mengatakan:
Suatu organisasi administratif adalah tersentralisasi sejauh keputusan dibuat
pada tingkatan yang relative tinggi dalam organisasi tersebut , terdesentralisasi
sejauh keputusan itu didelegasikan oleh manajemen puncak kepada tingkatan
wewenang eksekutif yang lebih rendah.
Semakin luas kesempatan berpartisipasi diberikan kepada bawahan pada aspek
struktur organisasi akan semakin mengarah pada struktur desentralisasi. Meskipun secara
teori, definisi di atas sangatlah jelas, dalam praktiknya, definisi ini sulit untuk diterapkan.
Hal ini disebabkan karena konsep mengenai keputusan yang dapat didefinisikan
merupakan suatu konsep yang samar-samar. Sebagai contoh, mungkin sulit untuk
mengidentifikasikan tingkat hirarki khusus di mana keputusan dibuat karena wewenang
formal tidak sesuai dengan kenyataan mengenai siapa yang membuat keputusan.
Sebagaimana ditunjukkan oleh March dan Simon, keputusan tidaklah dibuat. Keputusan
tersebut hanya disaring sampai ke seorang manajer setelah diadaptasi, diubah, atau
ditambahkan dalam berbegai tahapan yang berbeda.
Mintzberg et al (1976) menyajikan pandangan yang serupa mengenai keputusan,
sementara March dan Olsen mempertanyakan konsep sentral dari pengambilan keputusan
dengan menggolongkan pembuatan keputusan organisasional sebagai suatu solusi dalam
pencarian masalah. Pandangan yang terkait menyatakan bahwa, dalam banyak kasus,
kemampuan seseorang untuk mendefinisikan suatu masalah lebih penting dibandingkan
dengan wewenang pengambilan keputusan formal karena agenda tersebut mengharuskan
pilihan-pilihan solusi. Akhirnya penggunaan prosedur operasi standar, rutinitas pencarian,
profesionalisasi, solusi, dan hal-hal semacam itu dalam organisasi dapat memengaruhi
keputusan dengan mengendalikan dasar pemikiran atas mana keputusan itu dibuat.
Universitas Hasanuddin
Universitas Hasanuddin
Universitas Hasanuddin
Berbagai macam alasan untuk desentralisasi yang dikutip pada permulaan bagian
ini dengan demikian dapat dikaitkan dalam model yang berbasis lingkungan dari jenis
yang disajikan dalam gambar berikut:
Komponen
Lingkungan
Ciri-ciri
Lingkungan
Konteks
Organisasi
Tersedianya
Konflik dalam
sumber saling
hubunganketerkaitan para
hubungan
aktor konsentrasi
perubahan dalam
kekuasaan
hubunganNilai-nilai dan
Komunitas
hubungan
keyakinan hukum
(Faktor-faktor
Hambatanadat istiadat, mitos,
hukum&budaya/
hambatan pada
cerita dan upacara
sumber-sumber
perilaku
Gambar: Model Respons
Lingkungan dari Desentralisasi
keagamaan
keabsahan
Tugas
(Penyedia
sumber/ Mitra
pertukaran
Respons
Organisasi
Kecepatan
respons informasi
Spesialisasi
pengambilan
risiko inovasi
Model pemerintah
Pembagian Tugas/Keputusan
Jenis fungsional dan divisional dari struktur organisasi mencerminkan dua cara
berbeda untuk membagi tugas/keputusan dalam organisasi. Struktur fungsional membagi
Interpretasi Keperilakuan pada Desentralisasi | 5
Universitas Hasanuddin
produksi, pemasaran,
keuangan, dan seterusnya. Struktur tersebut sesuai untuk mengeksploitasi skala ekonomi
karena orang-orang berspesialisasi dalam fungsi tertentu. Struktur semacam itu terutama
sesuai untuk organisasi yang memerlukan pengembangan keahlian yang mendalam di
suatu bidang teknis dan/atau memiliki produk yang sedikit serupa.
Struktur divisional biasanya membagi suatu organisasi sepanjang lini produk. Hal ini
terutama sesuai untuk perusahaan dengan banyak produk atau perusahaan yang sangat
terdiversifikasi. Dalam kasus perusahaan dengan banyak produk, penghematan dalam
biaya koordinasi mengimbangi baiaya duplikasi fungsional yang diciptakan oleh
divisionalisasi.
Komplikasi tambahan dapat membagi tugas/keputusan pada kebanyakan organisasi
besar adalah penyebaran geografis dari unit-unit nya. Georgrafi menambah masalah
koordinasi, terutama ketika unit-unit tersebut melewati batas-batas negara. Perusahaan
sekarang harus diatur berdasarkan wilayah, di mana setiap wilayah memiliki organisasi
fungsional atau atau produk yang lebih lanjut.
Merencanakan Akuntabilitas Sumber Daya
Langkah kedua dalam memilih suatu struktur adalah merencanakan suatu sistem
yang sesuai untuk akuntabilitas sumber daya pada berbagai subunit fungsional, produk
dan wilayah. Biasanya, suatu struktur akuntabilitas sumber daya mengikuti logika dari
distribusi fisik aktivitas dan keputusan yang dicapai oleh penciptaan subunit. Empat jenis
unit akuntansi sumber daya yang dikenal dalam literatur terdiri atas:
Pusat biaya
Pusat pendapatan
Pusat laba
Pusat investasi
Karena hubungan antara aktivitas/keputusan dan sumber daya yang digunakan, maka
organisasi fungsional terutama menggunakan pusat pendapatan dan biaya. Demikian pula,
karena divisi pada umumnya menggabungkan pemasaran dan produksi di bawah seorang
manajer, maka divisi-divisi tersebut diatur sebagai pusat laba dan investasi. Hal ini
mungkin menyebabkan mengapa istilah divisi, pusat laba, dan desentralisasi kadang kala
digunakan bergantian dalam literatur.
Akan tetapi, desentralisasi sebaiknya tidak diperlukan sebagai sinonim dari
divisionalisasi atau dari pusat laba atau investasi. Pusat laba dan pusat investasi adalah
unit ekonomi dasar dalam bisnis manapun dan manajemen oleh karena itu berkepentingan
Universitas Hasanuddin
Universitas Hasanuddin
seorang wasit atau sebuah payung. Kebanyakan bisnis tidak bisa mendekati tingkat
desentralisasi semacam ini. Hal itu disebabkan karena manajemen pusat dari aktivitas
tertentu biasanya lebih efisien dibandingkan palaksanakan secara terpisah oleh subunit.
Pemeriksaan lebih lanjut menyarankan enam pedoman yang dapat menjelaskan praktik
saat ini dan dapat berguna bagi organisasi yang sedang dalam proses untuk melakukan
desentralisasi. Keenam pedoman tersebut adalah:
Pemanfaatan bakat khusus: Kebutuhan
untuk
memanfaatkan
atau
aktivitas-aktivitas
disentralisasi.
Skala ekonomi:
Ketika
seperti
skala
hukum,
ekonomi
komputer,
tersedia,
dan
akuntansi
aktivitas
cenderung
aktivitas tersebut.
Konsekuensi yang bertahan lama: Faktor lainya yang menentukan tingkat
desentralisasi adalah apakah suatu keputusan mempunyai konsekuensi yang
bertahan lama bagi suatu organisasi. Pertimbangan utama dalam mendelegasikan
keputusan adalah sampai sejauh mana suatu organisasi dapat menolerir
relevan.
Dorongan eksperimentasi: beberapa organisasi melakukan desentralisasi untuk
mendorong eksperimentasi pada tingkatan lokal. Dengan menciptakan subunitsubunit yang memiliki ketertarikan yang longgar antara satu sama lain,
eksperimen dapat dilakukan dengan hasil yang terbatas pada sebagian kecil
segmen dari organisasi.
Universitas Hasanuddin
norma keperilakuan yang diharapkan oleh kantor pusat dari para manajer subunit dalam
melaksanakan aktivitas-aktivitas ini. Norma-norma keperilakuan yang paling penting
adalah
a. Sosialisasi adalah proses melakukan orientasi terhadap anggota anggota baru
mengenai norma norma suatu organisasi. Perusahaan menggunakan program
orientasi dan pelatihan yang terperinci, menciptkan mitos dan cerita serta
menggunakan teknik teknik lain semacam itu untuk meinduksi individu ke
dalam sistem nilai perusahaan tersebut.
b. Spesialisasi mengacu pada jumlah keahlian khusus dan tingkat profesionalisasi
dalam suatu organisasi. Profesionalisasi sangat penting karena penggunaan
tenaga profesional oleh suatu organisasi berarti sosialisasi dalam norma
norma dari profesi mereka sebelum bergabung dengan suatu organisasi.
c. Standarisasi mengacu pada sejauh mana aturan aturan standar berfungsi.
Penggunaan standar untuk mengkomunikasikan norma perilaku adalah
konsisten hanya jika standar semacam itu adalah luas dan tidak dapat
menspesifikasikan hasil yang aktual.
d. Formalisasi, atau tingkat sampai sejauh mana terdapat peraturan, prosedur dan
rutinitas tertulis merupakan teknik lain untuk mengkomunikasikan norma.
Universitas Hasanuddin
mekanisme pasar dan mensubstitusikan pasar internal yang fiktif dengan pasar eksternal.
Persaingan antar-subunit didukung dan harga transfer internal menjalankan peran alokasi
sumber daya dari sistem harga eksternal. Pendekatan lainnya, yaitu pendekatan
kolaboratif, menekankan pada keanggotaan organisasioanaldan mendorong individu untuk
bekerja pada satu tim dengan menggunakan aturan, penghargaan, dan nilai yang sesuai.
Pada praktiknya, tidaklah mungkin bagi kebanyakan organisai untuk menggunakan salah
satu dari kedua metode tersebut dalam bentuk murninya. Dengan demikian, pilihan
meraka adalah untuk mengombinasikan fitur yang sesuai dari kedua pendekatan tersebut.
Universitas Hasanuddin
Universitas Hasanuddin
kebebasan baik kepada divisi pembeli maupun divisi pembeli untuk melakukan
transaksi secara eksternal.
b. Harga biaya plus
Biaya plus dapat berupa biaya penuh atau biaya variabel plus margin laba. Aturan ini
dapat mendorong para pemasok internal untuk menjadi tidak efisien dengan
memungkinkan mereka untuk meneruskan biaya pada divisi pembeli.
c. Biaya variable
Biaya variabel mungkin optimal secara ekonomi karena biaya tersebut mendekati
biaya produksi marginal dalam jangka pendek.
d. Harga yang dinegosiasikan
Harga yang dinegosiasikan akan mendorong keterampilan bernegosiasi dengan
mengorbankan produktifitas karena negosiator yang paling baik dapat mengenakan
harga yang lebih tinggi.
e. Harga yang diputuskan atau diperintahkan.
Harga yang diputuskan atau diperintahkan digunakan ketika dua subunit tidak
mencapai kesepakatan mengenai harga transfer yang memuaskan kedua belah pihak.
f. Harga Transfer Dan Anggaran Dasar Desentralisasi
Dampak keperilakuan dari harga transfer menyarankan suatu penafsiran kembali
terhadap harga transfer sebagai mekanisme keperilakuan untuk mendukung tingkat
kompetisi atau kolaborasi antar-subunit yang diinginkan oleh suatu organisasi.
Berikut tabel yang menunjukan kaitan yang mungkin pada lima lokasi yang terdapat
pada kontinum kompetisi-kolaborasi dan jenis harga transfer yang paling sesuai
untuk mendukung keputusan ini.
Table kaitan antara harga transfer dengan anggaran dasar untuk desentralisasi
Jenis perilaku yang diinginkan
a) Tingkat
kompetisi
dan
oleh harga
Universitas Hasanuddin
d) Kolaborasi
dibandingkan
yang
lebih
dengan
besar
d) Harga
kompetisi
yang
ditentukan
untuk
antarunit
e) Kolaborasi yang erat dan sedikit
transfer
kepada
mereka
kebutuhan
untuk
berkolaborasi
e) Harga transfer yang diperintahkan untuk
kompetisi
Bagian sebelah kiri dari tabel di atas, menunjukkan perilaku yang diinginkan oleh suatu
perusahaan. Anggaran dasar merupakan suatu cara untuk menyatakan perilaku-perilaku yang
diinginkan tersebut. Sikap kompetitif yang kuat antarunit membutuhkan harga transfer
berbasis pasar sebagai suatu ukuran efisiensi. Hal itu memungkinkan perlunya larangan
terhadap pemerian subsidi kepada unit-unit internal jika unit-unit tersebut gagal untuk
memenuhi target pasar. Tingkat kompetisi menengah mengakui bahwa harga pasar mungkin
mencakup beberapa variabel dan bukan seluruhnya. Harga transfer berbasis pasar hanya
digunakan sebagai batasan dan sebagai suatu cara untuk menghasilkan sinyal mengenai
seberapa banyak biaya dari variabel-variabel yang tidak diukur, seperti kualitas dan
ketidakpastian. Harga transfer yang dinegosiasikan memungkinkan kolaborasi secara sukarela
untuk berkembang di sekitar harga pasar dan konsisten dengan anggaran dasar yang
menginginkan keduanya.
Sebagai ringkasan, elemen utama dari desentralisasi adalah kebutuhan untuk
mengembangkan anggaran dasar yang sesuai. Anggaran dasar harus memutuskan aktivitas
dan keputusan manakah yang akan dibuat oleh kantor pusat dan yang mana yang akan
didelegasikan ke unit-unit individual, menyediakan norma perilaku yang sesuai untuk diikuti
oleh unit-unit dalam melaksanakan aktivitas yang ditugaskan dan menerapkan apakah
pertukaran antarunit akan diatur terutama oleh aturan-aturan kompetisi atau kolaborasi.
Interpretasi yang mungkin terhadap harga transfer sebagai suatu cara untuk mengatur
pertukaran antarunit juga ditawarkan.
Universitas Hasanuddin
bahwa
tidak
sesuai
bagi
unit-unit
manufaktur
untuk
dianggap
Sulit untuk mendebet konsep keselarasan tujuan atau salah satu dari ketiga atribut
yang dibahas di atas. Pedoman-pedoman normatif ini mungkin terbatas penggunaannya
dalam menetapkan kriteria evaluasi di suatu organisasi yang terdesentralisasi.
Literatur akuntansi telah lama mengakui bahwa adalah tidak mungkin untuk
memisahkan biaya gabungan atau pendapatan gabungan. Namun dalam bidang
pengukuran kinerja yang terdesentralisasi, kontrolabilitas yang ideal justru membutuhkan
pemisahan kinerja yang semacam itu. Kontrabilitas memerlukan pemisahan atas berbagai
komponen kinerja, mengaitkannya dengan sub unit individual, dan memberikan kepada
subunit wewenang penuh terhadao input yang menghasilkan output tertentu. Akan tetapi,
ketika dibutuhkan usaha tim, atau ketika suatu aktivitas diinternalisasi karena hal tersebut
meminimalkan biaya transaksi, maka hal tersebut menciptakan saling ketergantungan
antara sub-unit.
Ketidakpastian menimbulkan rintangan lain yang sulit meskipun berbeda dalam
mengukur kinerja yang terdesentralisasi. Ketidakpastian mengenai dampak lingkungan
Universitas Hasanuddin
terhadap suatu subunit menciptakan apa yang disebut oleh para ekonom sebagai asimetri
informasi (information asymetry) antara manajemen puncak dengan manajer dari unitunit yang terdesentralisasi. Dengan demikian, seorang manajer subunit memiliki informasi
pribadi yang didukung oleh desentralisasi, tetapi tidak tersedia bagi manajemen puncak.
Pemisahan aktivitas dan manajemen menjadi problematis dalam kondisi semacam itu.
Dengan kurangnya informasi, manajemen puncak tidak mempunyai kemampuan untuk
memisahkan hasil-hasil tersebut, baik ataupun buruk, yang disebabkan oleh variabelvariabel acak yang terdapat di dalam lingkungan dan yang disebabkan oleh variabelvariabelacak yang terdapat di lingkungan dan yang disebabkan oleh tindakan-tindakan
manajemen. Hal ini juga berpengaruh terhadap kontrolabilitas karena, jika dihadapkan
dengan kinerja yang buruk, seorang manajer subunit dapat menyalahkan atas faktor-faktor
acak yang tidak dapat dikendalikan dalam lingkungan. Menggunakan kontrolabilitas
sebagai suatu kriteria dalam situasi semacam itu mengharuskan manajemen puncak untuk
membedakan dampak lingkungan dari tindakan pimpinanyaitu, menentukan apa yang
tidak dapat dikendalikan.
Untuk desentralisasi yang efektif, ukuran-ukuran kinerja harus mendorong baik itu
usaha yang independen maupun kerja sama tim. Agar hal tersebut dapat terjadi, ketiga
atribut berikut ini harus ada dalam ukuran-ukuran kinerja semacam itu. Atribut-atribut
tersebut sebaiknya: (1) memfokuskan perhatian manajer pada variabel-variabel penting,
(2) memberikan pedoman-pedoman tindakan spesifik yang memberikan hasil yang
diinginkan, dan (3) meningkatan persepsi keadilan untuk risiko-risiko yang dihadapi
bersama. Penjelasan lebih lanjut mengenai masing-masing atribut ini sebagai berikut.
Suatu fungsi penting dari ukuran kinerja adalah bahwa ukuran-ukuran tersebut
mengarahkan tindakan di bidang-bidang yang kemungkinan akan diabaikan dengan
memfokuskan perhatian pada bidang-bidang tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh E.
G. Flamholtz, apa yang diukur, akan dikenal. Ia menggunakan contoh akuntansi sumber
daya manusia untuk menunjukkan bajwa kontribusi terbesar dari ukuran-ukuran semacam
itu bukanlah akurasinya, melainkan, bahwa ukuran-ukuran tersebut membuat manajer
menyadari penggunaan dari aset manusia yang langka dalam organisasi
Perilaku-perilaku yang membimbing ke arah yang diinginkan dapat dicapai jika
ukuran-ukuran kinerja dapat menghubungkan tindakan dengan hasil. Organisasi
Universitas Hasanuddin
mencerminkan hasil-hasil yang diinginkan dalam bentuk ukuran, yang kemudian menjadi
fokus dari tindakan organisasional.
Secara umum, semakin rumit hubungan antara tindakan dan ukuranyaitu,
semakin rendah korelasi antara suatu ukuran dan hasil yang diwakilinyasemakin sulit
untuk mengaitkan tindakan yang diinginkan dengan hasil. Sebagai contoh, pertimbangkan
hubungan dalam Gambar A dan Gambar B. Menunjukkan suatu hubungan banyak ke satu
antara tindakan dan ukuran serta korelasi yang rendah antara ukuran dan hasil dalam
situasi yang sederhana. Beberapa tindakan yang berbeda dapat mengarah, dengan
probabilita tertentu, baik ke nilai yang tinggi maupun ke nilai yang rendah pada suatu
ukuran. Nilai yang tinggi atau nilai yang rendah pada gilirannya dapat dihubungkan
dengan probabilita tertentu dengan hasil yang baik atau yang buruk. Asumsikan bahwa
dalam Gambar A probabilita tindakan a1 untuk mengarah pada nilai yang tinggi adalah
0,90 sementara probabilita untuk tindakan a2 adalah 0,60. Tetapi, sekarang asumsikan
bahwa nilai yang tinggi dengan tindakan a1 hanya memiliki probabilita sebesar 0,20 untuk
mengarah ke hasil yang baik, sementara dengan a 2 probabilitanya menjadi 1,00. Ukuran
tersebut telah menurunkan peluang terhadap hasil yang baik dari 60 persen (0,60 x 1)
menjadi 18 persen (0,90 x 0,20) dan dengan demikian memberikan pedoman yang buruk
bagi pemilihan tindakan.
Tindakan
Hasil
(a)
a1
Tinggi
Baik
a2
Rendah
Buruk
(b)
a1
Tinggi
Baik
a2
Rendah
Buruk
Bedakan hal ini dengan situasi dalam gambar B, dimana setiap tindakan secara
unik berkaitan dengan suatu ukuran yang pada gilirannya hanya berkaitan dengan satu
hasil saja. Di sini, jalur tindakan dan hasil sangatlah jelas. ROA telah dikutip sebelumnya
sebagai suatu contoh dari situasi yang digambarkan pada gambar A.
Universitas Hasanuddin
Universitas Hasanuddin
Universitas Hasanuddin
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Desentralisasi adalah satu dari dua pola organisasi. Lewat desentralisasi, berbagai hal
yang terkait dengan organisasi didelegasikan ke tingkat yang lebih rendah. Meskipun
demikian, terdapat aspek keperilakuan dari pihak penerima. Untuk menghindari perilaku
disfungsional yang pada gilirannya dapat merugikan organisasi secara keseluruhan,
diperlukan suatu kajian terhadap perilaku terkait yang mendasari desentralisasi tersebut.
Terdapat banyak pihak yang diuntungkan dan dirugikan oleh desentralisasi. Masingmasing pihak bertahan pada pendiriannya masing-masing karena memiliki lingkungan
yang berbeda. Kondisi inilah yang sangat potensial akan menimbulkan perilaku yang
disfungsional ketika satu ukuran tunggal digunakan dalam proses penilaian kinerja dari
masing-masing bagian. Untuk itu, diperlukan berbagai kebijakan dan keputusan yang
sesuai dalam proses penilaian kinerja dari masing-masing bagian yang terdesentralisasi.
Universitas Hasanuddin
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Arfan Ikhsan. 2010. Akuntansi Keperilakuan, edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
Siegel, Gary dan H. R. Marconi. 1989. Behavioral Accounting. South-Western
Publishing. Ohio