Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

WASTEWATER TREATMENT PLANT


DESIGN AND IMPLEMENTATION OF
FLOTATION

Disusun Oleh:
1. Indah Kartika Dewi (1512057)
2. Mutiara Istiqomah (1512058)

JURUSAN TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI


SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INDUSTRI KEMENTRIAN PERINDUSTRIAN RI
JAKARTA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
nikmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Teknologi
Lingkungan yang berjudul Wastewater Treatment Plant Design And
Implementation Of Flotation dengan lancar tanpa adanya kendala yang berarti.
Kami menyadari bahwa makalah ini mungkin masih jauh dari sempurna
serta masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah Teknologi Lingkungan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 30 Mei 2014

30

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................2
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Flotasi.......................................................................................3
2.2 Jenis- Jenis Flotasi......................................................................................4
2.3 Prinsip Kerja Flotasi...................................................................................5
2.4 Faktor-faktor yang Menpengaruhi Flotasi..................................................6
2.5 Macam-macam Sel Flotasi.........................................................................7
2.6 Syarat-syarat Flotasi...................................................................................8
2.7 Mekanisme Flotasi Secara Fisika dan Kimia.............................................8
2.8 Langkah-langkah Flotasi............................................................................8
2.9 Teori Persamaan.........................................................................................9
2.10 Implementasi Flotasi...............................................................................17
2.11 Keunggulan dan Kekurangan Flotasi.....................................................33
2.12 Reagen Flotasi........................................................................................34
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan...............................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA

30

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Flotation (flotasi) berasal dari kata float yang berarti mengapung atau
mengambang. Flotasi dapat diartikan sebagai suatu pemisahan suatu zat dari zat
lainnya pada suatu cairan / larutan berdasarkan perbedaan sifat permukaan dari
zat yang akan dipisahkan, dimana zat yang bersifat hidrofilik tetap berada fasa
air sedangkan zat yang bersifat hidrofobik akan terikat pada gelembung udara
dan akan terbawa ke permukaan larutan dan membentuk buih yang kemudian
dapat dipisahkan dari cairan tersebut. Secara umum flotation melibatkan 3 fase
yaitu cair (sebagai media), padat (partikel yang terkandung dalam cairan) dan
gas (gelembung udara).
Flotasi adalah proses konsentrasi mineral berharga berdasarkan
perbedaan tegangan permukaan dari mineral didalam air (aqua) dengan cara
mengapungkan mineral ke permukaan. Mekanisme flotasi didasarkan pada
adanya pertikel mineral yang dibasahi (hidropilik) dengan partikel mineral yang
tidak dibasahi (hidropobik). Partikel partikel yang basah tidak mengapung dan
cenderung tetap berada dalam fasa air. Di lain pihak partikel perikel hidrofobik
(tidak dibasahi) menempel pada gelembung, naik ke permukaan, membentuk
buih yang membentuk partikel dan dipisahkan.
Metode ini biasanya digunakan di beberapa industri pertambangan
dengan menggunakan reagen utama Xanthate sebagai Collector (misalnya :
potassium amyl zanthate), pine oil sebagai frother dan campuran bahan kimia
organik lainnya sebagai pH modifiers. Reagen yang digunakan untuk
pengapungan pada umumnya tidak beracun, yang berarti bahwa biaya
pembuangan limbah/tailing menjadi rendah.
Oleh karena itu, untuk mengetahui metode ini secara lebih detail, di
dalam makalah ini akan dibahas mengenai metode flotasi dan contoh
aplikasinya.

30

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1

Apa yang dimaksud dengan flotasi ?

1.2.2

Bagaimana prinsip kerja flotasi ?

1.2.3

Faktor faktor apa sajakah yang mempengaruhi flotasi ?

1.2.4

Apa saja syarat syarat menggunakan metode flotasi ?

1.2.5

Bagaimana langkah kerja dari metode flotasi ?

1.2.6

Bagaimana contoh aplikasi dari metode flotasi ?

1.2.7

Apa saja keunggulan dari metode flotasi ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1

Mengetahui apa yang dimaksud dengan flotasi;

1.3.2

Mengetahui prinsip kerja flotasi;

1.3.3

Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi flotasi;

1.3.4

Mengetahui syarat syarat menggunakan metode flotasi;

1.3.5

Mengetahi langkah kerja dari metode flotasi;

1.3.6

Mengetahui contoh aplikasi dari metode flotasi;

1.3.7

Mengetahui keunggulan dari metode flotasi.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1

Mengetahui dan mempelajari apa yang dimaksud dengan flotasi;

1.4.2

Memahami prinsip kerja flotasi;

1.4.3

Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi flotasi;

1.4.4

Mengetahui syarat syarat menggunakan metode flotasi;

1.4.5

Mengetahui dan mempelajari langkah kerja dari metode flotasi;

1.4.6

Mempelajari dan memahami contoh aplikasi dari metode flotasi;

1.4.7

Mengetahui keunggulan dari metode flotasi.

30

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Flotasi


Flotasi adalah suatu proses dimana padatan, cairan atau zat terlarut dibawa
ke permukaan larutan dengan penggunaan gelembung udara (Haraide, 1975). Zat
yang diflotasi menempel pada permukaan gelembung udara sehingga terangkat ke
permukaan larutan yang untuk selanjutnya dapat dipisahkan dari larutan.

Untuk dapat diflotasi maka suatu zat harus bersifat hidrofob sehingga
dapat menempel pada gelembung udara. Zat yang tidak bersifat diflotasi yaitu
hidrofil dapat diubah menjadi hidrofob dengan penambahan suatu senyawa yang
disebut dengan kolektor berupa suatu surfaktan sehingga zat itu dapat pula di
flotasi.
Flotasi adalah suatu proses pegolahan air yang dipakai untuk pemisahan
partikel solid dan cairan dari fase cairan. Proses pemisahan dapat terjadi karena
adanya gelembung-gelembung halus yang terdapat pada fase cairan yang naik ke
permukaan air akan mengangkut partikel-partikel yang ada pada fase cairan
tersebut (Rich, 1961).
Ada 3 macam tipe flotasi yang biasa dipakai pada proses pengolahan air
(Metcalf and Eddy, 1985) yaitu flotasi udara terdispersi (dispersed air flotation),
flotasi vakum (vacuum flotation) dan flotasi udara terlarut (dissolved air
flotation). Pada sistem flotasi udara terlarut, secara teoritis (Zabel and
Melbourne, 1980 ; dan Janssens and Schers) udara yang dihasilkan kompresor
dilarutkan kedalam air pada tangki tekan, dan dilanjutkan dengan pelepasan
udara yang telah ditekan pada level atmosfer.

30

2.2 Jenis-jenis flotasi


Adapun jenis-jenis dari flotasi ada 3 antara lain:
a. Aerasi pada tekanan atmosfer (air flotation)
Udara akan masuk kedalam fluida dengan menggunakan mekanisme
rotor-disperser. Rotor yang terendam dalam fluida akan mendorong
udara menuju bukan disperser sehingga udara bercampur dengan air
sehingga partikel yang mengapung dapat disisihkan. Sistem ini memiliki
keuntungan antara lain tidak memerlukan area yang luas dan lebih efektif
dalam menyisihkan partikel minyak.
b. Dissolved Air Flotation (DAF)
Melakukan pengapungan dengan melarutkan udara ke dalam fluida dengan
tekanan yang tinggi kemudian dilepaskan dalam tekanan atmosfer.

Adapun metode Disolve Air Flotation (DAF) ada dua jenis yaitu :
1. Dengan Resirkulasi
2. Tanpa resirkulasi.
Kedua jenis tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini,

Gambar 2.6 Disolves Air Flotation dengan Resirkulasi

30

Gambar 2. 7 Disolves Air Flotation tanpa Resirkulasi

c. Vacum Flotation
Limbah cair diaerasi hingga jenuh sehingga akan terbentuk gelembung
udara yang akan lolos ke atmosfer dengan mengangkat partikel-partikel
ke atas.
2.3 Prinsip Flotasi
Penempelan partikel (mineral) pada gelembung udara Gelembung
mineral harus stabil.
Ada sifat Float dan sink
Beberapa jenis partikel yang tercampur dapat dipisahkan salah satu
jenisnya dari campurannya atau bila memungkinkan dan dapat terpisah
keseluruhan jenis sehingga dapat terkonsentrasi dari tiap-tiap jenis. Pemisahan
dari partikel-partikel dalam flotasi ini ditunjukkan oleh penentuan kontak antara
tiga fasa yaitu fasa partikel padat yang akan diapungkan, larutan aqua electrolit,
dan gas (biasanya dipakai udara) hampir semua zat anorganik dapat dibasahi
oleh fasa akua. Oleh karena itu, langkah pertama dalam flotasi adalah
mengggantikan sebagian dari antar fasa padat-cair menjadi antara fasa padat-gas.
Sebagian hasilnya didapat bahwa permukaan partikel akan menjadi hidrofobik.

30

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Flotasi


Faktor faktor yang mempengaruhi flotasi adalah:
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel yang besar membuat partikel tersebut cenderung
untuk mengendap, sehingga susah untuk terflotasi.
2. pH larutan
Partikel cenderung mudah mengendap pada pH yang tinggi,
sehingga dia lebih susah terflotasi.
3. Surfaktan
Fungsi surfaktan adalah kolektor yang merupakan reagen yang
memiliki gugus polar dan gugus nonpolar sekaligus. Kolektor akan
mengubah sifat partkel hidrofil menjadi hidrofob.
4. Bahan Kima lainnya misalnya koagulan
Penambahan koagulan dapat mengakibatkan ukuran partikel
menjadi lebih kecil.
5. Laju Udara
Laju udara berfungsi sebagai pengikat partikel yang memiliki sifat
permukaan hidrofobik, persen padatan. Untuk flotasi pada partikel kasar,
dapat dilakukan dengan persen padatan yang besar demikian juga
sebaliknya. Besar laju pengumpanan, berpengaruh terhadap kapasitas dan
waktu tinggal.
6. Ukuran Gelembung Udara
7. Ketebalan Lapisan Buih
8. Penambahan Reagen Kimia
Dengan adanya perbedaan sifat permukaan hidrofobik dan
hidrofilik perlu adanya suatu reagen kimi untuk mengubah permukaan
mineral. Reagen kimia yang digunakan pada proses flotasi terdiri dari:
a. Kolektor
Suatu bahan kimia organik yang gunanya untuk mengubah sifat
permukaan mineral yang tadinya hidrofil menjadi hidrofob. Hal ini

30

mineral yang diinginkan adalah mineral yang hidrofil contohnya


sabun, solar.
b. Modifier
Bahan kimia anorganik yang fungsinya mempeng aruhi kerja
kolektor.
2.5 Macam-Macam Se l Flotasi
Sel flotasi berfu ngsi untuk menerima pulp dan dilakukan proses flotasi.
Jenis sel mendasarkan atas pemasukan udara, adalah:
1. Agitation Cell
Alat ini jarang digunakan, sebab adanya perkembang an dengan
diketemukannya sub aeration cell. Udara masuk ke dalam cell flotasi karena
putaran pengaduk.
2. Sub Aeration Cell
Udara masuk akibat hisapan putaran pengaduk. Alat ini paling praktis
sehingga banyak dig unakan.
3. Pneumatic Cell
Alat ini jarang sekali yang menggunakan, udara langsung di
hembuskan ke dalam cell.
4. Vacum and Pressure Cell
Udara masuk karena tangki dibuat vakum oleh pompa penghisap dan
udaradimasukkan oleh pompa injeksi.
5. Cascade Cell
Udara masuk karena jatuhnya mineral.

30

2.6 Syarat-Syarat Flotasi


Syarat-syarat dari flotasi adalah sebagai berikut::
1. Mempunyai penerima pulp dan pengeluaran konsentrat.
2. Dapat menghasilkan atau ada aliran udara yang dapat dimasukkan
kedalam sistem tersebut.
3. Feed harus dalam bentuk pulp.
2.7 Mekanisme Flotasi Secara Fisika dan Kimia
1. Secara fisika
Pengambilan bahan-bahan yang tersuspensi berukuran besar dan
bahan yang mudah mengendap atau bahan yang dapat terapung terlebih
dahulu disingkirkan atau dibuang. Cara yang paling efisien untuk
menyisihkan bahan yang tersuspensi berukuran besar dengan cara
pengendapan. Sedangkan bahan yang tersuspensi dapat mengendap dapat
dipisahkan dengan cara pengendapan.
2. Secara Kimia
Pemisahan menggunakan cara kimia biasanya menghilangkan
partikel-partikel yang sulit untuk diendapkan atau tidak mudah
mengendap. Sehingga dengan adanya penambahan bahan kimia tertentu
yang diperlukan maka partikel yang tidak mudah diendapkan menjadi
mudah diendapan. Sebagai contoh penyisihkan bahan-bahan organik
beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi yang rendah dapat
dilakukan dengan mengoksidasikannya dengan klor (Cl 2), kalsium
permanganate, dan lain-lain.
2.8 Langkah-langkah Flotasi
Adapun langkah- langkah dalam flotasi adalah sebagai berikut:
1. Liberasi, analisis pendahuluan
Agar mineral dapat terliberasi, maka perlu dilakukan crushing atau
grinding yangditeruskan dengan pengayakan atau classifiying. Ini
dimaksudkan agar ukuran butir mineral dapat seragam, sehingga proses

akan lebih sukses atau berhasil. Analisis pendahuluan dilakukan dengan


menggunakan mikroskop, sehingga dapat dilihat derajat liberasinya dan
kadar dari mineral tersebut. Diupayakan dalam tahap ini juga, dilakukan
deslimming, sebab slime akan mengganggu proses flotasi.
2. Conditioning
Adalah membuat suatu pulp agar nantinya pulp tersebut dapat
langsung dilakuakn flotasi. Preparasi ini sebaiknya disesuaikan dengan
liberasi dalam proses basah maka conditioning tidak mudah juga harus
dilakukan pada proses basah. Pada pengkondisian, reagen yang diberikan
adalah modifier, colector dan Frother.
3. Proses Flotasi
Proses ini ditandai dengan masuknya gelembung udara kedalam
pulp.

Gelembung

uadara

diinjeksikan

kedalam

tangki

untuk

mengapungkan padatan sehingga mudah disisihkan. Dengan adanya gaya


dorong dari gelembung tersebut, padatan yang berat jenisnya lebih tinggi
dari air akan terdorong ke permukaan. Demikia pula halnya pada padatan
yang berat jenisnya lebih rendah daripada air. Hal ini merupakan
keunggulan dari teknik flotasi dibanding pengendapan karena dengan
flotasi partikel yang ringan dapat disisihkan dalam waktu yang bersamaan.
2.9 Teori Persamaan
Flotasi pada proses dasar permukaan kimia dimana banyak terjadi
peristiwa secara bersamaan antar permukaan antara padatan, cairan, dan udara.
Variabel yang diketahui sebagai parameter adalah contact angel, . Saat = 0,
cairan menyebar di atas padatan, kontak antara media air dengan udara seperti
pada padatan yang disebut sebagai hidrofilik dan basahan oleh air. Gelembung
udara tidak dapat terikat pada padatan hidrofilik di air. Sebaliknya, padatan
hidrofobik tidak basah oleh air, gelembung udara dapat berikatan pada air dan
nialai contact angel lebih dari 0, > 0.

lg

air
udara
p
sg

sl

padatan hidrofobik
Konsep contact angel dengan pengikatan gelembung pada medium cair,
terikat pada padatan hidrofobik. P adalah kontak 3 fase, dimana vector

lg

melewati p dan membentuk tang pada permukaan kurva pada gelembung udara.
Tiga gaya tegangan antar permukaan saat kesetimbangan, sesuai dengan
persamaan Youngs. Dimana menunjukkan tegangan antar muka antara solidgas, solid-liquid dan liquid-gas.
sg

- sl = lg .cos ............................

(1)
(Othmer, 1998)

Jumlah udara secara teori yang akan dilepas dalam larutan ketika
tekanan berkurang menjadi 1 atm dapat dihitung dengan :
S Sa

P
- Sa
Pa

Dengan :
S = udara yang dilepas pada tekanan atmosfer per unit volume pada 100 %,
cm3/lt
Sa = udara jenuh pada tekanan tertentu, cm3/lt
P = tekanan absolut
Pa = tekanan atmosfer

Daya larut udara dalam air buangan industri lebih kecil dari pada
air, koreksi dari rumusan diatas menjadi :
f.P
- 1
Pa

S Sa

Dengan :
f

= fraksi daya larut udara pada air buangan dalam tangki (0.85 0.9)
Untuk hasil unit flotasi yang berhubungan dengan kualitas

effluent dalam proses pengapungan berhubungan dengan rasio udara atau


solid ditetapkan pada massa udara yang dilepas per massa solid dalam
influent air buangan dapat dihitung :
A Sa.R f .P

S
Sa.Q Pa

Dengan :
Q = debit inffluent air buangan
R = debit resirkulasi air buangan
Sa = Konsentrasi minyak atau lemak atau solid air buangan

Hubungan antar rasio udara / solid dan kualitas effluent diperoleh


pada grafik dibawah ,

Gambar 2.8 Hubungan antar rasio udara / solid dan kualitas effluent
Untuk mengetahui karakteristik unit flotasi yang akan di desain
disesuaikan dengan karakteristik air buangan, diperlukan tes laboratorium.
Apabila menggunakan sistem resirkulasi maka rasio udara/solid dapat
dihitung :
A 1.3 Sa.R P - 1

S
Sa.Q

Dengan :
Sa

= Udara jenuh, cm3/l

= Volume resirkulasi, l

= tekanan absolut (atm)

= debit air buangan (l)

Sa

= Suspended solid influent (mg/l)

Surface area dapat dihitung :


A

QR
loading

Dengan :
A

= surface area

=debit air buangan

= debit resirkulasi
Selain itu dari tes laboratorium juga diperoleh nilai surface

loading pada tekanan tertentu yang diplotkan dengan konsentrasi effluent.


Agar proses flotasi berlangsung sempurna dapat ditambahkan koagulan.
CONTOH SOAL
Air buangan dengan debit 150 gal/min (0,57 m3/min) dengan temperatur
103oF

(39,4 oC). Konsentrasi minyak influent 120 mg/e dan konsentrasi

Efuen minyak dan


lemak (mg/e)

yang diinginkan 20 mg/e. Hasil laboratorium diperoleh :


Dosis alum

= 50 mg/e

Tekanan absolute

= 60 lb/in2 (414 kPa/4,1 atm)

Produksi lumpur

= 0,64 mg/mg alum

Berat lumpur

=3%

40
30

20 grafik pada tekanan 60 lb/in2.


Diperoleh
10
0
1.0

2.0

3.0

Surface loading rate


2

4.0

Surfase load
(gal/min.ft2)

Effluen Minyak
dan lemak (Mg/l)

0,87

14,4

1,58

15

2,21

17,22

3,0

25

Hitung :
a. Debit Resirkulasi
b. Luas area unit flotasi
c. Jumlah lumpur yang dihasilkan

Jawaban :

Rasio udara / solid untuk effluent minyak dan lemak sebesar 20 mg/e dari
grafik adalah diperoleh :
A
= 0,03 lb air release / lb solids applied
S

Pada temperatur 103 oF (39,4 oC) daya larut udara dalam air sebesar 18,6 3g/e
dengan nilai f air buangan diasumsikan 0,85.

a. Debit Resirkulasi
(A/S) QSa

R = Sa (FP / Pa - 1)
R =

0,03 x 150 gal/min x 120 mg/e


18,6 mg/e x (0,85 x 60 lb/in 2 / 14,7 lb/in 2 - 1)
540 gal/min
= 11,76 gal/min = 53,45 e/min
45,93

b. Dari hasil lab. pada grafik diperoleh untuk effluen 20 mg/e, surface

loading 2,6 gal/(min.ft2)


Q R

A = Loading
=

150 gal/min 11,76 gal/min


2,6 gal/min.ft 2

= 62,22 ft2

c. Jumlah lumpur yang dihasilkan


Lumpur minyak

= (Sa Se) x Q
= (120 20) mg/e x 150 gal/min

= 82 kg/day
Alum sludge

= produksi sludge x dosis alum x Q


= 0,64 mg sludge/mg alum x 50 mg/e alum x 150

gal/min
= 26 kg/day
Total sludge

= (82 + 26) kg/day


= 108 kg/day

Kriteria Perencanaan Flotasi


1. Disolved Air Flotation
Tekanan udara dalam tangki

= 50 70 lb/in2 (3,4 4,8 atm)

Waktu detensi dalam tangki

= 1 3 menit

Waktu detensi bak flotasi

= 20 -30 menit

Surface loading

= 1,5 4 gal/min ft2 (0,061 0,163

m3/min.m2)
2. Dispersed Air Floation
Tekanan udara

= 20 50 lb/in (1,36 34 atm)

Ukuran gelembang udara

= 30m 120 m

Kec. Pencampuran udara solid = 1 5 in/min (2,56 12,7 cm/min)

2.10 Implementasi Flotasi


2.10.1 Flotasi dari Bijih Tembaga

Aplikasi Baru Untuk Flotasi dari Bijih Tembaga Teroksidasi


Recep Ziyadanogullari, Firat Aydin
Dicle University, Faculty of Science and Art, Chemistry Department,
21280, Diyarbakr-TURKEY
1. Pendahuluan
Banyak peneliti telah mencoba untuk menemukan tembaga dan
kobalt secara hidrometallurgi dari bijih saat ini yaitu Ergani Tembaga
Mining Co. Namun, telah dilaporkan bahwa metode ini tidak ekonomis,
dan efisien.
Selain uji secara hidrometalurgi, studi flotasi dari bijih tembaga
yang teroksidasi telah dilakukan banyak peneliti dengan menggunakan
berbagai kondisi flotasi.
Bijih tembaga teroksidasi dapat ditemukan di berbagai tempat di
dunia. Pembentukan jenis bijih ini terjadi di lokasi yang sama seperti bijih

tembaga lainnya. Dalam studi lain, sulphidising flotasi oksida bijih


tembaga kobalt, menggunakan natrium hidrosulphida sebagai agen
sulphidising, hal ini telah dipraktekkan di Kongo. Dengan natrium
hidrosulfida, hampir 77% tembaga dan 75% kobalt itu ditemukan dengan
rasio konsentrasi 3.0. menggunakan 1/1 kombinasi dari NaHS dan
(NH4)2S, sekitar 80% dari tembaga dan kobalt telah ditemukan dengan
rasio konsentrasi 3.5.
Dalam penelitian ini, kami berusaha flotasi bijih tembaga
teroksidasi. Ketika ini berhasil, kita menggunakan proses sulfurisasi yang
telah dikembangkan dalam studi kami sebelumnya. Sebagai hasil dari
proses ini permukaan baru terbentuk pada partikel tembaga teroksidasi
dan flotasi.
Seperti halnya pada penelitian sebelumnya, hasil ini tidak dapat
diperoleh dengan flotasi langsung dari bijih teroksidasi asli. Namun,
dalam penelitian ini, kami memperoleh hasil fotasi dari sampel yang
diperoleh dari proses sulfurisasi.
2. Material
Dalam penelitian ini, bijih tembaga teroksidasi digunakan
pasokan dari Ergani Tembaga Mining Co, Turki. Ergani yang berasal dari
Turki Tenggara adalah tembaga terkemuka dan area produksi bijih pirit.
Analisis menunjukkan bahwa bijih diperoleh dari daerah Ergani
mengandung 2.03% tembaga, 0.15% kobalt, dan 3.73% belerang. Pirit,
Kalkopirit, dan bijih tembaga teroksidasi adalah mineral bijih utama.
Selain itu, karbonat, kalsit, dan mineral tanah liat sebagai gangue, dan
beberapa mineral langka penting lainnya yang ditemukan di badan bijih.
K-Amil Xantat dan Dowfroth 250 digunakan dalam flotasi yang
diambil dari Ergani Tembaga Mining Co di Turki.
Dalam penelitian kami, 96% (b/v) H 2SO4, 37% (b/v) HCl, 65%
(b/v) HNO3, dan KClO3 dibeli dari Merck.
Percobaan dilakukan di laboratorium yang dilengkapi dengan
fasilitas untuk melaksanakan operasi hidrometalurgi seperti pencucian

autoklaf. Komposisi dari semua pelarut dan sampel ditentukan dengan


menggunakan Unicam 929 Model AAS. Sulfur diidentifikasi dengan
metode gravimetri.
Denver Mark Apparatus Flotasi, heraus Model Furnace dan Nel
890 Model pH meter digunakan untuk flotasi, roasting dan menentukan
pH sampel masing-masing.
3. Metode
Sebagian besar sampel dibagi menjadi 100 gram fraksi, tanah -100
o

mesh dan dikeringkan pada suhu 110 C. Sampel ini digunakan dalam
analisis kimia dan studi flotasi. H 2S diproduksi dengan penambahan H 2SO4
ke dalam FeS yang diperoleh dari pirit. Proses sulfurisasi dilakukan dalam
autoklaf dari volume internal 1.3 Liter, dengan 60 menit waktu residensi.
Perbedaan rasio campuran gas H2S + H2O juga diuji.

4. Hasil dan Pembahasan


4.1 Flotasi Bijih Tembaga Teroksidasi :
Penelitian ini dilakukan di bawah kondisi yang ditunjukkan pada
Tabel 1. Waktu flotasi adalah 3 menit. Pada uji pertama dengan
menjalankan sampel bijih, ditentukan konsentrasi (tembaga dan kobalt)
yang diperoleh dari penelitian ini adalah 5.07 g sementara tailing sebesar
92.53 g. Dalam sampel, mengandung 14.90% tembaga dan 4.40% kobalt
yang dilaporkan pada fase terkonsentrasi. Pada uji kedua, bijih tembaga
o

teroksidasi adalah sulfurisasi pertama pada 110 C dengan menggunakan


berbagai rasio H2S + H2O. Setelah sampel sulfurisasi, sampel diflotasi
dibawah kondisi yang dinyatakan diatas.

Tabel 1. Kondisi Flotasi


Dimensi Partikel

-100 mesh

Rasio Solid/Liquid

100 g/L

Collector
Frother

0.2 gZ5 (KAX) 3 menit campuran


0.5 mL Dowfroth 250 (1%) 2 menit campuran

pH

5.42

Kecepatan campuran

900 periode/menit

Waktu flotasi

3 menit

4.2 Sampel Flotasi dengan Sulfurisasi Bijih Tembaga Teroksidasi


Untuk proses sulfurisasi, dua sampel dipreparasi dalam dua
medium autoklaf yang berbeda : sampel A mengandung 24.50 g H 2S +
160.00 g H2O untuk 1 kg bijih tembaga, dan sampel B mengandung
24.50 g H2S + 160.00 gH2O untuk 1 kg bijih. Sampel ini diflotasi
dibawah kondisi yang sama dijelaskan sebelumnya.
Hasil pada Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa efisiensi flotasi
bervariasi tergantung pada medium pH dan sulfurisasi dari bijih
tembaga teroksidasi.
Karena efisiensi flotasi lebih meningkat pada sampel B, uji
flotasi pada sampel B dilakukan dengan menambahkan aktivator
(CuSO4). Hal ini ternyata tidak hanya mengakibatkan pada perbedaan
efisiensi flotasi. Oleh karena itu, proses sulfurisasi diaplikasikan untuk
sampel 1 kg bijih tembaga teroksidasi lainnya menggunakan medium
yang mengandung 30.63 g H 2S + 200.00 g H2O (sampel C). Flotasi ini
dilakukan dibawah kondisi yang sama. Nilai sulfur dari flotasi sampel
C ditunjukkan pada Tabel 4 dan Gambar 1 yang mengindikasikan
bahwa efisiensi flotasi Cu, Co, dan S adalah 100% pada nilai pH 8.7
dan 8.8. namun, efisiensi flotasi pada pH 8.7 lebih baik dibandingkan
pH 8.8 karena persen nilai yang tinggi dari unsur ini terjadi pada tahap
konsentrat. Oleh karena itu, flotasi pada pH 8.7 lebih sesuai.
Percobaan ini dilakukan pengulangan 3 kali pada pH 8.7 dan hasil
yang sama ditemukan.
Tabel 2. Hasil dari Flotasi Sampel A**

Tabel 3. Hasil dari Flotasi Sampel B**

Tabel 4. Hasil dari Flotasi Sampel C**

Ket : ** : rata-rata yang dihitung untuk data yang diperoleh dari 3


percobaan flotasi.
Sampel asli (bijih tembaga teroksidasi) juga diflotasi pada pH
8.7, yang ditentukan sebagai kondisi optimum (semua parameter lain
tetap konstan). Flotasi dari sampel 100.00 g menghasilkan 13.51 g
untuk terkonsentrasi, sementara 85.50 g tetap sebagai tailing. Fase
terkonsentrat adalah 20.33% tembaga dan 16.77% kobalt, pengayaan
tidak dicapai.

Gambar 1. Perubahan dalam Efisiensi Flotasi Menurut pH


dalam Foltasi Sampel C.
Pada langkah berikutnya, prosedur flotasi dilakukan untuk
menguji efek densitas pulp. Penelitian dilakukan pada pH 8.7
(parameter lainnya konstan) dan memflotasi 150 g, 200 g, dan 300 g
sampel dari sampel C. Hasil eksperimen diberikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Flotasi dari Sampel C**

Seperti yang terlihat pada tabel 5, hasil flotasi dari sampel hingga
300 g/L densitas pulp cukup baik. Kemudian, partikel kasar, 1-2 cm
dibandingkan dengan 150um, dari bijih tembaga teroksidasi yang menjadi
subjek untuk proses sulfurisasi. Kemudian, hasil sampel sulfur yaitu tanah
lebih mudah untuk dihaluskan. Dalam serangkaian uji, 1 kg bijih tembaga
teroksidasi adalah subjek untuk proses sulfurisasi dalam medium yang
mengandung 30.62 g H2S + 200.00 g H2O (S1), 30.46 g H2S + 225.00 g
H2O (S2) dan 38.29 g H2S + 250.00 g H2O (S3), masing-masing
campuran. Sampel mengandung tanah -100 mesh, dan kemudian diflotasi
yang menunjukkan pada pH 8.7 dibawah kondisi yang sama seperti uji
flotasi sebelumnya. Hasil diberikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil flotasi Bijih Sulfur tanpa Tanah**

Seperti yang terlihat pada Tabel 6, untuk sulfurisasi bijih kasar,


dibutuhkan H2S yang berlebih daripada yang dibutuhkan untuk
partikel yang lebih halus. Jadi, sulfurisasi 1 kg bijih, medium
mengandung 38.30 g H2S + 250.00 g H2O yang digunakan.
Menggunakan bijih sulfur lebih mudah dibandingkan sengan bijih asli.
Selain itu, efisiensi flotasi cukup tinggi.
5. Ukuran Partikel
Ketika sampel sulfur dianalisis dengan menggunakan proses
flotasi, hasil yang ditemukan yaitu sebagai berikut.
+120 mesh = 25.91%

+200 mesh = 38.82%

+140 mesh = 32.51%

-200 mesh = 4.80%

Penelitian flotasi dilakukan menggunakan ukuran partikel distribusi.


6. Kesimpulan
Temuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Pengayaan tidak dapat dicapai dengan flotasi bijih asli.
2. Penemuan metode hidrometalurgi tidak ekonomis untuk tembaga dan
kobalt.
3. Untuk pengayaan dengan flotasi, dipahami bahwa permukaan baru
diperlukan.
4. Ditentukan bahwa efisiensi meningkat dengan flotasi sampel diperoleh
dari sulfurisasi bijih tembaga teroksidasi, berukuran sampai -100 mesh,

dengan sesuai jumlah H2S. Misalnya untuk sulfurisasi 1 kg bijih


disaring, harus digunakan 38.30 g H2S + 250.00 g H2O.
5. Ketika flotasi tembaga, kobalt, dan sulfur dilakukan pada pH 8.7,
efisiensi maksimum diperoleh (sekitar 100% untuk 3 elemen).

6. Peningkatan efisiensi dalam flotasi sampel sulfur tidak hanya terbatas


pada bijih tembaga teroksidasi, flotasi bijih tembaga yang berbeda juga
telah dicapai dengan efisiensi tinggi. Jumlah H 2S digunakan sesuai
dengan komposisi bijih tembaga ditentukan secara eksperimental.

7. Kita tidak perlu menggunakan flotasi selektif mengikuti flotasi


kolektif karena kita mengembangkan metode ekonomis yang baru
untuk menemukan tembaga dan kobalt dari fase konsentrat setelah
menggunakan flotasi kolektif.
8. Beberapa perubahan terjadi dalam komposisi bijih selama proses

sulfurisasi, termasuk degradasi dalam struktur spinal, reduksi ion-ion


pada beberapa high state, dan perbedaan struktur kristal. Akibatnya,
senyawa sulfida yang terbentuk, dan derajat kebebasan meningkat
setelah treatment. Senyawa sulfida yang terbentuk dengan cara ini
akan lebih mudah menyerap collector dan melampirkan busa lebih
mudah, sehingga akan mengapung. Oleh karena itu, proses sulfurisasi
diaplikasikan sebelum flotasi.
2.10. 2 Pemisahan Logam

Pada industri logam-logam berat yang biasanya terkandung dalam


limbah-limbah industri antara lain nikel, seng,tembaga, mangan dan besi.
Berdasarkan pemantauan BPLHD DKI Jakarta, kawasan Jakarta Barat
merupakan kawasan yang paling tinggi tingkat pencemaran air tanah oleh
besi, yaitu mencapai 3,12 hingga 20,83% (Hanni 2003). Beberapa industri
seperti pewarnaan, kertas, (penambangan) inyak, pelapisan dan pengelasan
logam, serta pembuatan peralatan telepon melepaskan sejumlah tembaga
yang tidak diharapkan Logam berat perlu diolah lebih lanjut karena
cenderung untuk dapat terbioakumulasi atau terakumulasi dalam tubuh
makhluk hidup dalam jangka waktu lama (Ghazy 2006).

Flotasi merupakan metoda pemisahan bahan dengan pengapungan


oleh gelembung gas sebagai diffuser. Penggunaaan ozon sebagai diffuser
dalam proses flotasi ini dipilih karena mempunyai banyak keuntungan.
Antara lain ozon merupakan zat oksidator kuat, lebih kuat dibandingkan
dengan asam hipoklorit, zat disinfektan yang sangat efektif dibanding dengan
klor untuk menghancurkan bakteri, virus, maupun protozoa dan dapat
membantu proses flokulasi-koagulasi sebagai zat koagulan. Pada proses
flotasi ini digunakan bonding agent yang berfungsi sebagai zat pengikat bagi
partikel-partikel logam, sehingga dengan bantuan udara maka logam-logam
berat yang sudah terikat akan naik ke atas kolom dan mengapung. Pada
penelitian ini digunakan zeolit alam Lampung sebagai bahan pengikat karena
mudah diperoleh dan murah serta telah terbukti mampu mengikat logam.

Gambar 7 Skema alat flotasi penanganan limbah logam


Daya adsorpsi zeolit untuk logam berat relatif besar, dapat
dianalogikan dengan daya penghilangan amonia yang tinggi dalam perairan
biologis. Ada banyak parameter yang mempengaruhi keberhasilan proses
flotasi, diantaranya adalah waktu operasi, penambahan bahan kimia (bahan
pengikat, surfaktan, koagulan), laju alir diffuser yang digunakan, dan
konsentrasi ion logam dalam limbah. Skema alat flotasi penanganan limbah
logam dapat dilihat pada Gambar 7.

Analisis yang dilakukan meliputi pengukuran kandungan logam, nilai


pH, kandungan oksigen terlarut (DO), dan kebutuhan oksigen kimia (COD).
Hasil pemisahan logam berat dari limbah sintetik ini diperoleh dengan cara
mengukur konsentrasi logam berat awal dan akhir pada air hasil olahan,
dengan persamaan % pemisahan berikut:
% Pemisahan Logam =

x 100%

dengan, Co = konsentrasi logam awal, mg/L


Ca = konsentrasi logam akhir, mg/L
Nilai DO menunjukkan jumlah oksigen terlarut dalam air. Nilai DO
pada air hasil flotasi dapat dikatakan cenderung meningkat dibandingkan
dengan kondisi awal limbah. Hal ini dapat dijelaskan karena dengan semakin
lamanya proses flotasi, maka jumlah diffuser yang ditambahkan pun akan
semakin banyak, sehingga kandungan oksigen dari udara (kompresor) dan
ozon juga akan semakin banyak. Semakin lamanya proses flotasi akan
menyebabkan ozon terdekomposisi menjadi oksigen, sehingga menyebabkan
kandungan oksigen terlarut dalam air hasil flotasi cenderung meningkat.
Nilai COD merupakan nilai kebutuhan oksigen yang dibutuhkan
untuk dapat mengoksidasi senyawa-senyawa organik secara kimiawi. SLS
merupakan senyawa organik, salah satu penyumbang nilai COD dalam air
limbah ini. Logam besi dan tembaga berperan dalam menurunkan nilai COD
air hasil proses dengan cara mengoksidasi senyawa yang bersifat basa, yaitu
SLS. Proses okdidasi ini dapat dicapai apabila logam besi dan tembaga
berada dalam keadaan basa. Namun tidak halnya untuk logam nikel, yang
tidak dapat mengoksidasi SLS pada kondisi basa, yaitu pada pH
pencampuran 9, sehingga tidak terjadi penurunan nilai COD dengan semakin
lamanya waktu proses flotasi.
Dengan meningkatnya nilai pH, maka SLS akan semakin sulit untuk
diolah dan akan menyebabkan tegangan permukaan semakin tinggi sehingga
sulit ditembus oleh ozon sebagai zat oksidatornya. Dengan semakin tingginya

kandungan logam awal dalam sampel, maka kinerja surfaktan dan koagulan
dalam mengikat hidroksida-hidroksida besi menjadi flok pun akan semakin
berat, sehingga terdapat kondisi optimum yang diperlukan untuk proses
flotasi pada konsentrasi logam tertentu. Selain itu dengan adanya kenaikan
konsentrasi logam dalam sampel, maka koloid hidroksida yang terbentuk
akan semakin banyak, sedangkan jumlah bahan koagulan (PAC) dan
surfaktan (SLS) yang ditambahkan tetap, sehingga tidak mampu untuk
mengubah semua partikel hidroksida tersebut menjadi flok. Dengan demikian
koloid hidroksida tersebut tidak dapat dipisahkan ke permukaan dan akan
tetap berada di tangki flotasi, sehingga pada akhirnya diperlukan proses
lanjutan (sedimentasi) untuk dapat mengukur kandungan logam berat dalam
effluent.

2.10.3 Pemisahan Minyak

Aplikasi flotasi pada industri dapat digunakan untuk pemisahan limbah


yang mengandung minyak yang dihasilkan pada industri emulsi atau minyak
pangan. Proses mikroflotasi pada industri tersebut mengunakan gelembung
udara hasil dari presipitasi udara terlarut disebut juga flotasi udara terlarut
(dissolved-air

flotation/DAF).

Proses

DAF

dapat

diawali

dengan

menjenuhkan semua limbah minyak-air, tanpa air terdispersi di tangki tekan


pada tekanan yang tinggi. Kemudian limbah terdispersi tersebut dilepaskan
ke dalam tangki flotasi sehingga pengurangan tekanan menuju tekanan
atmosfer yang menyebabkan udara terpresipitasi ke dalam larutan sebagai
gelembung-gelembung kecil. Desain penanganan limbah dengan cara flotasi
dengan teknik udara terlarut atau DAF dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Reaktor flotasi udara terlarut (Budianto et al. 2007)


keterangan:
1. Kolom flotasi
2. Tangki tekan
3. Kompresor udara
4. Tangki umpan
5. Pompa
6. Alat ukur debit air
7. Alat ukur debit udara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses flotasi udara terlarut pada
penyisihan minyak antara lain, kejenuhan air pendispersi, kesetimbangan
konfigurasi antar muka gelembung udara dan air/minyak, ukuran gelembung,
jenis dan ukuran droplet minyak (Budianto et al. 2007).
1. Kejernihan air.
Kejernihan air berpengaruh pada teknik mikroflotasi DAF.
Kejernihan ini dinyatakan sebagai jumlah udara yang terlarut di
dalam air dan dapat dihitung berdasarkan persamaan Henry:
Cs = kH*P
...(1)
keterangan: Cs : konsentrasi kejenuhan gas di dalam air (g/m3)
kH : koefisien Henry (g/m3. Pa)
P : tekanan gas parisal (Pa)
Koefisien Henry tergantung pada suhu dan jenis gas. Selain
tekanan, volume udara yang dapat terpresipitasi dari volume air
dispersi juga tergantung pada 1) efisiensi kejenuhan, antara lain
tergantung pada jenis tangki penjenuh yang digunakan; 2) komposisi

udara di dalam tangki penjenuh karena kenaikan tekanan parsial


nitrogen di udara secara teoritis dapat mengurangi kelarutan sekitar
9%; 3) efisiensi udara yang dilepaskan (de Rijk 1993).
2. Kesetimbangan konfigurasi antar muka gelembung udara dan
air/minyak.
Menurut Aurelle (1991), mekanisme yang mungkin terjadi pada
keadaan ini adalah konfigurasi trasitori dan konfigurasi stabil
(Gambar 9 dan 10). Pada konfigurasi transitori gelembung berada di
dalam fasa air sesudah berinteraksi dengan fasa minyak. Sudut
terlokalisasi dalam fasa minyak, sudut kontak yang terjadi pada fasa
ini adalah 180o. Besaran sudut kontak ini dapat dihitung dengan
mempergunakan persamaan Young, yang didasarkan pada perbedaan
tegangan permukaan dan tegangan antara muka pada kedua fasa
tersebut.

Gambar 9 Konfigurasi transisi

Gambar 10 Konfigurasi stabil

Analisis fisika-kimia antara muka emulsi menunjukkan bahwa


gelembung udara yang menempel pada droplet minyak berperilaku
seperti parasut yang bergerak ke atas (rising parachutes).

Pergerakan ini mengantarkan minyak ke bagian atas kolom flotasi.


Pada bagian atas kolom gelembung udara akan dilapisi oleh film
minyak. Ketebalan lapisan ini tergantung pada jumlah efisiensi impak
antara gelembung udara dengan droplet minyak. Gelembung udara
yang dilapisi film minyak ini tidak mudah bergerak bebas dan
membentuk formasi busa (froth) di permukaan kolom flotasi (Aurelle
1991).
3. Ukuran gelembung.
Ukuran gelembung udara yang dihasilkan menurut de Rijk
(1993) harus kecil (<100-120 m) karena 1) gelembung udara yang
kecil memiliki sudut kontak yang lebih kecil dibandingkan dengan
gelembung udara yang lebih besar (Hanisch 1959 dalam de Rijk
1993). 2) kemungkinan tumbukan (collision) dan adhesi antara
gelembung udara dan partikel akan meningkat sesuai dengan jumlah
gelembung udara yang dihasilkan, yang tergantung pada ukuran
gelembung (Flint dan Howarth 1971; Reay dan Ratcliff 1973 dalam
de Rijk 1993). Secara kuantitas ukuran gelembung harus sekecil
mungkin untuk meningkatkan konsentrasi gelembung. 3) Gelembung
kecil memiliki kecepatan naik yang lebih rendah dibandingkan
dengan dengan gelembung yang besar, sehingga waktu tinggal dalam
reaktor flotasi menjadi lebih lama, dan berarti kemungkinan
tumbukan antara gelembung dan partikel juga meningkat; 4)
kecepatan naik dari gelembung yang besar (>2mm) memiliki gaya
geser yang terlalu besar pada agglomerat gelembung-flok dan
menyebabkan flok menjadi pecah (Jedele 1984 dalam de Rijk 1993).
4. Jenis dan ukuran droplet minyak.
Hidrokarbon atau minyak dapat bercampur dengan air dengan
empat

cara

(Aurelle

1991),

yaitu

1)

Hidrokarbon

terlarut.

Hidrokarbon dengan polaritas besar dan berat molekul rendah, yaitu


yang memiliki volatilitas tinggi akan memiliki tingkat kelarutan
paling tinggi di dalam air. Benzene (cyclic hydrocarbons C6) memiliki
tingkat

kelarutan

1650 mg/l

dan

hexyne-1 (straight

chain

hydrocarbons C6) tingkat kelarutan dalam air 360 mg/l; 2)


Hidrokarbon berada dalam bentuk emulsi tanpa adanya surfaktan.
Emulsi ini terdiri dari dua jenis, yaitu emulsi primer (diameter droplet
>100 m) dan emulsi sekunder (diameter droplet <20 m); 3)
Hidrokarbon berada dalam bentuk emulsi dengan adanya surfaktan.
Surfaktan akan mengakibatkan tegangan antar muka minyak-air
menurun sesuai dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan, sehingga
emulsi akan lebih mudah menyebar. Kosurfaktan membentuk
mikroemulsi dengan diameter droplet antara 100-600 Ao; 4)
Hidrokarbon berada dalam bentuk lapisan (layer atau film). Polutan
hidrokarbon dalam bentuk ini paling mudah dideteksi, karena efek
pelangi yang ditimbulkannya.
Laju flotasi ditinjau dengan mempergunakan persamaan
Aurelle:
...(2)

Keterangan:

: debit udara

Vo

: kecepatan emulsi di dalam reaktor flotasi

Ao

: luas potongan melintang reaktor

: faktor efisiensi adhesi

nT

: faktor efisiensi tumbukan yang merupakan


jumlah

efisiensi

sedimentasi,

intersepsi

langsung, dan difusi.


Persamaan

Aurelle

ini

diturunkan

berdasarkan

proses

coalescence droplet minyak dengan mempergunakan bahan yang


bersifat oleophilic. Terlihat bahwa terdapat keserupaan antara proses
coalescence dan flotasi. Pada coalescence terdapat interaksi antara
kolektor solid dan mikrodroplet minyak. Pada flotasi terdapat jenis
interaksi yang sama, hanya perbedaannya bahwa kolektor pada flotasi
adalah gelembung udara.

Konsekuensinya

model

transport

yang

digunakan

pada

coalescence untuk menjelaskan dan menghitung jumlah interaksi


antara kolektor dan droplet, dapat ditranspos ke proses flotasi (Roques
dan Aurelle 1991). Model transport yang terjadi dapat dilihat pada
Gambar 11.

a
Gambar 11

Model transportasi untuk droplet hidrokarbon ke media


coalescence a) sedimentasi; b) intersepsi langsung; c) difusi.
(Roques dan Aurelle 1991).
Metode perhitungan yang sama dapat digunakan untuk

menentukan efisiensi unit flotasi. Konsentrasi minyak di emulsi pada


inlet reaktor flotasi udara terlarut (Co) dihubungkan dengan outlet
(Cs) diberikan oleh persamaan 2 yang serupa dengan persamaan
untuk coalescence (Roques dan Aurelle 1991). Jumlah udara yang
dilepaskan secara teoritis dari larutan ketika tekanan dikurangi
mencapai 1 atm, menurut Eckenfelder Jr. (1989), dapat dihitung
dengan persamaan:

keterangan:
s

: jumlah udara yang dilepaskan pada tekanan atmosfer per


satuan volume pada kejenuhan 100% (cm3/L)

sa

: kejenuhan udara pada tekanan atmosfer (cm3/L)

: tekanan mutlak

Pa

: tekanan atmosfer

: fraksi kejenuhan di dalam tangki yang bernilai antara 0,8-0,9.


Menurut Metcalf & Eddy (1988) untuk limbah solid sludge,
faktor f (fraksi udara terlarut pada tekanan P) adalah 0,5.
Karena range nilai f yang cukup besar diantara dua peneliti
tersebut, maka perlu dicari nilai f untuk tangki tekan dan
limbah minyak-air yang dipergunakan dalam penelitian ini,
dengan menggunakan persamaan Bernoulli didapatkan
(Finch dan Dobby 1990),

2.11 Keunggulan dan Kekurangan dari Flotasi


Keunggulan dari proses pengapungan (flotasi) adalah pada umumnya
cukup efektif pada bijih dengan ukuran yang cukup kasar (28 mesh) yang berarti
bahwa biaya penggilingan bijih dapat diminimalkan. Froth flotation sering
digunakan mengkonsentrasi emas bersama-sama dengan logam lain seperti
tembaga, timah dan seng. Partikel emas dari batuan okosida biasanya tidak
merespon dengan baik namun efektif terutama bila dikaitkan dengan emas
sulfida seperti pyrite, metode flotasi mampu memecahkan bijih yang tidak dapat
diolah dengan menggunakan metode pengolahan mineral konvensional.
Kekurangan dari metode flotasi ini adalah tingginya biaya investasi
infrastruktur, biaya produksi juga lebih tinggi. Perkiraan bahwa hukum segregasi
investasi dalam infrastruktur adalah sekitar dua kali pabrik flotasi dari kapasitas
yang sama, biaya produksi akan menjadi 2 sampai 3 kali lebih tinggi. Segregasi
dalam pengobatan bijih tembaga oksida tahan api, tembaga kelas dalam bijih

harus lebih besar dari 2% untuk mendapatkan hasil yang lebih baik ekonomi.
Metode pemisahan digunakan untuk menyelesaikan hanya mereka yang
sebaliknya tidak dapat memproses bijih. Oleh karena itu, sebelum menggunakan
metode ini untuk menangani pengolahan bijih untuk sebuah studi komprehensif,
jika metode pengobatan lain, tidak disukai hukum segregasi.

2. 12 Reagen Flotasi
Untuk membantu proses flotasi dengan mengubah sifat-sifat
permukaan partikel mineral perlu ditambahkan zat-zat kimia berupa reagen.
Menurut Shergold (1984), reagen-reagen yang digunakan dalam proses
flotasi dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Collector
Collector adalah bahan yang dapat menyebabkan partikel mineral
menjadi suka udara, yaitu dengan cara melapisi permukaan polar dari
partikel mineral dengan reagent. Sehingga pada bagian luar dari mineral
terjadi reaksi kimia yang membentuk lapisan non polar yang mudah
menarik udara, dan mineral kan mudah menempel pada gelembung
udara. Contoh collector untuk mineral sulfida adalah xanthate dan
Dithiophosphate. Sedangkan untuk mineral non sulfida adalah fatty acid
jenuh dan tidak jenuh.
2. Frother
Frother zat kimia yang digunkan untuk membantu menstabilkan
gelembung udara yang terbentuk, sehingga tidak mudah pecah.
Gelembung-gelembung udara yang terbentuk harus dapat bergerak bebas
di dalam pulp dan dapat mengambil partikel partikel mineral berharga,
kemudian diapungkan ke dalam pulp. Contoh dari frother adalah
DOWFROTH

Flotation

Polyalkoxyparaffins.
3. Modifier (Modifying Agent)

Frother

Series,

MIBC,

deterjen

dan

Modifier digunakan untuk mengembalikan sifat permukaan ke yang


aslinya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan selectivity. Modifying
agent dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu:
a. Regulating dan dispersing agent
Regulor berfungsi untuk mengendalikan pH, menghilangkan
pengaruh gangguan slime, koloid, dan garam laut, contohnya
adalah CaO, Na2CO3. Dispersing agent berfungsi untuk
melepaskan slime pada pemukaan mineral, contohnya adalah
Na2SiO3.
b. Aktivator
Penambahan

aktivator

bertujuan

meningkatkan

aktivitas

permukaan mineral agar dapat berinteraksi dengan kolektor,


sehingga adsorbsi kolektor pada permukaan partikel menjadi lebih
baik. Contohnya adalah Cu++ untuk mengapungkan sfalerit, dan
Ca++ untuk mengapungkan kuarsa.
c. Depresant
Depresant dapat mencegah pengapungan mineral tertentu tanpa
menghalangi pengapungan mineral lainnya. Digunakan apabila
float ability mineral yang tidak diinginkan mengapung sama
dengan mineral yang akan diapungkan oleh kolektor tertentu.
Contohnya adalah CN- (pyrit, sfalerit), dan Zn++(sfalerit).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Flotasi adalah suatu proses dimana padatan, cairan atau zat terlarut dibawa
ke permukaan larutan dengan penggunaan gelembung udara. Jenis-jenis flotasi yaitu
Aerasi pada tekanan atmosfer (air flotation), Dissolved Air Flotation (DAF), dan
Vacum Flotation. Prinsip flotasi yaitu Penempelan partikel (mineral) pada
gelembung udara, gelembung mineral harus stabil, ada sifat Float dan sink. Faktor

faktor yang mempengaruhi flotasi adalah Ukuran partikel, pH larutan,


surfaktan, bahan kimia lainnya misalnya koagulan, laju udara, ukuran
gelembung udara, ketebalan lapisan buih, serta penambahan reagen kimia.
Macam-macam sel flotasi yaitu agitation cell, sub aeration cell, pneumatic cell,
vacum and pressure cell, cascade cell. Mekanisme flotasi didasarkan pada
adanya pertikel mineral yang dibasahi (hidropilik) dengan partikel mineral yang
tidak dibasahi (hidropobik). Partikel partikel yang basah tidak mengapung dan
cenderung tetap berada dalam fasa air. Di lain pihak partikel perikel hidropobik
(tidak dibasahi) menempel pada gelembung , naik ke permukaan, membentuk
buih yang membentuk partikel dan dipisahkan. Aplikasi flotasi yaitu aplikasi
baru untuk flotasi dari Bijih Tembaga Teroksidasi. Keunggulan metode flotasi
mampu memecahkan bijih yang tidak dapat diolah dengan menggunakan metode
pengolahan mineral konvensional. Kekurangan dari metode flotasi ini adalah
tingginya biaya investasi infrastruktur, biaya produksi juga lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Aris Mukimin, 2006, Pengolahan Limbah Industri Berbasis Logam dengan


Teknologi Elektrokoagulasi Flotasi, Program Magister Ilmu Lingkungan,
Universitas Diponegoro Semarang
Metcalf dan Eddy, 1991, Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and
Reuse, McGrawHill, New York
Othmer, Kirk, 1998, Consise Encyclopedia of Chemical Technology, John Wiley
and Sons, Inc., New York.
Rich, Linvil G. 1961. Unit Operations of Sanitary Engineering. New York, USA:
John Wiley & Sons Inc.
Ziyadanogullari, Recep and Firat Aydin, 2005, A New Application For Flotation
Of Oxidized Copper Ore, Dicle University, Faculty of Science and Art,
Chemistry Department, Turkey, Vol. 4, No. 2, pp 67-73, 2005.

Anda mungkin juga menyukai