Anda di halaman 1dari 36

12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah
2.1.1 Sistem Pembuluh Darah
Di antara berbagai organ tubuh, pembuluh darah mungkin merupakan salah
satu
organ yang mempunyai peranan penting dan sistemnya sangat kompleks. Dikenal
dua sistem sirkulasi di mana pembuluh darah memegang peranan utama yai
tu:
sistem sirkulasi sistemik dan sistem sirkulasi paru-paru (Guyton, 2000). Di seti
ap
sistem, masing-masing
dikelompokkan menjadi 3 sistem yaitu sistem arte
rial,
sistem kapiler dan sistem venosa. Aorta adalah pembuluh darah besar bagian dari
sistem sirkulasi sistemik, yang keluar dari jantung dan berfungsi untuk membawa
darah jantung yang penuh berisi oksigen ke pembuluh arteri. Dari pembuluh aorta
yang besar kemudian bercabang menjadi beberapa pembuluh darah arteri ya
ng
ukurannya lebih kecil dan membawa darah dari percabangan
aorta keselu
ruh
tubuh, kecuali arteri paru-paru yang berfungsi sebaliknya (Guyton, 2000;
High
beam encyclopedia, 2008; Farlex, 2008). Di target organ, pembuluh dara
h arteri
bercabang-cabang dan berakhir menjadi pembuluh darah yang lebih kecil y
ang
disebut dengan arteriol. Arteriol bekerja sebagai katup pengatur di man
a darah
dilepaskan ke dalam kapiler. Kapiler adalah pembuluh darah terkecil yan
g
berfungsi untuk menukar cairan dan bahan gizi di antara darah dan rua
ng
interstisial (Guyton, 2000). Venula mengumpulkan darah dari kapiler-kapil
er.
13
Secara berangsur-angsur mereka bergabung menjadi vena-vena yang makin lama
makin besar. Vena adalah pembuluh darah yang berfungsi sebagai penyalur yang
membawa darah dari jaringan kembali ke jantung (Guyton, 2000).
Secara histoanatomik, ketebalan dinding ketiga sistem ini berbeda, ses
uai
dengan fungsi utamanya masing-masing. Aorta dan pembuluh darah arteri, karena
fungsinya untuk menyalurkan darah dari jantung ke seluruh tubuh, mengal
ami
tekanan yang tinggi. Sehingga pembuluh darah arteri memiliki dinding va
skuler
yang kuat dan darah mengalir dengan cepat ke jaringan-jaringan.
Arteriol yang berfungsi sebagai katup pengatur dari sistem arteri, memiliki
dinding otot yang kuat yang dapat menutup sama sekali arteriol tersebut sehingg
a
memungkinkannya untuk berdilatasi beberapa kali, dengan demikian dapat
mengubah aliran darah ke kapiler.
Kapiler, karena fungsinya sebagai penukar cairan dan bahan gizi, memiliki
dinding yang sangat tipis dan permeabel terhadap zat yang bermolekul k
ecil.

Selanjutnya dari kapiler darah kemudian berlanjut menuju venula-venula y


ang
kemudian bergabung menjadi pembuluh darah vena.
Vena, karena berfungsi mengalirkan darah kembali ke jantung, memiliki
tekanan dinding yang sangat rendah dan sebagai akibatnya dinding vena
tipis.
Tetapi walaupun begitu, dinding vena berotot yang memungkinkannya untuk
mengecil dan membesar, sehingga vena mampu menyimpan darah dalam jumlah
kecil atau besar tergantung kepada kebutuhan badan.
14
Tabel 2.1 di bawah ini menunjukkan perbedaan ketebalan dinding
pembuluh darah, diameter lumen dan luas area sesuai dengan fungsinya d
alam
sistem.
Tabel. 2.1. Tebal Dinding Pembuluh Darah, Diameter Lumen dan Luas
Penampang Lintang (Area) Pembuluh Darah
SISTEM
PEMBULUH
DARAH
TEBAL
DINDING
LUMINAL AREA
Aorta 2 mm 2.5 cm 4.5 cm
2
Arteri 1 mm 0.4 cm 20 cm
2
Arteriol 20 m 30 m 400 cm
2
Kapiler 1 m 5 m 4500 cm
2
Venol 2 m 20 m 4000 cm
2
Vena 0.5 mm 5 mm 40 cm
2
Vena Kava 1.5 mm 3 cm 18 cm
2
Sumber: Kardiologi Molekuler oleh Baraas F., 2006, hal. 187
2.1.2 Struktur Dinding Pembuluh Darah
Dinding pembuluh darah terdiri dari 3 (tiga) lapisan, yaitu: lapisan terdalam ya
ng
disebut sebagai tunika intima; yang ditengah disebut sebagai tunika med
ia dan
yang terluar disebut sebagai tunika adventisia (Gambar 2.1). Tunika intima terdi
ri
dari selapis sel endotel yang bersentuhan langsung dengan darah yang m
engalir
dalam lumen, dan selapis jaringan elastin yang berpori-pori yang disebu
t
membran basalis. Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos, jaringan
elastin,
proteoglikan, glikoprotein dan jaringan kolagen. Dalam keadaan biasa, ju

mlah
jaringan elastin yang membentuk tunika media aorta dan pembuluh darah
besar
lainnya, lebih menonjol dibandingkan dengan otot polosnya. Sebaliknya di
15
pembuluh darah arteri lebih banyak dijumpai sel otot polos yang memben
tuk
tunika medianya. Perbedaan sel dalam tunika media menjadi tidak jelas (tidak bis
a
dibedakan) bila sudah memasuki arteriol, bahkan tampaknya, dapat dikatak
an
bahwa di dalam arteriol jaringan ikat dari tunika adventisia menjadi lebih domin
an
(Guyton, 2000; Baraas F., 2006).

Gambar 2.1: Penampang Dinding Pembuluh Darah


Dalam dinding kapiler pembuluh darah, tidak didapatkan lagi lapisan
tunika media dan yang ada adalah lapisan sel endotel. Pada sistem ven
osa,
komponen tunika jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sistem
arterial. Tunika media tidak begitu berkembang dan hanya terdapat pada
vena
kava dan pembuluh darah vena besar lainnya. Pada vena-vena kecil dan
venol,
hanya jaringan ikat tuna adventisia yang lebih dominan. Oleh karena it
u sistem
venosa lebih mudah mengalami dilatasi yang ireguler dan menampung pembuluh
darah paling besar (Guyton, 2000; Baraas F., 2006).
Sumber: Hast, 2003
16
Elastin yang bersifat hydrofobik berperan dalam mempertahankan
elastisitas dinding pembuluh darah, sedangkan jaringan kolagen berperan
dalam
mempertahankan struktur dan bentuk pembuluh darah. Jaringan kolagen pada
tunika media yang terdiri dari tiga tipe yaitu, tipe I dan tipe II mengandung se
l-sel
fibril dengan diameter 20-90 nm, dan tipe III yang bersifat lebih elastik. Jarin
gan
ikat kolagen yang ada dalam tunika intima adalah jaringan kolagen tipe
IV,
sedangkan yang tipe V ada di membran basal. Tunika adventisia yang merupakan
lapisan terluar bertindak sebagai pelindung dan terdiri dari banyak jar
ingan ikat,
saraf otonom, pembuluh darah limfe dan vasa vasorum (Guyton, 2000; Baraas F.,
2006).
2.1.3 Sel Endotel
Lapisan terdalam dari tunika intima, terdiri dari selapis sel yang disebut sel

endotel. Sel ini berbentuk pipih, poligonal dengan ukuran sekitar 10 x 50 m dan
tebalnya 1-3 m, dengan sumbu panjang sel sejajar dengan aliran darah (Baraas F.,
2006). Sel ini berada disemua struktur pembuluh darah mulai dari jantung sampai
dengan kepiler dan berhubungan langsung dengan aliran darah (Guyton, 20
00,
Bruce A., et al., 2002, Baraas F., 2006).
Sel endotel berfungsi untuk mengatur aliran darah yang dipompa oleh
jantung menuju ke seluruh tubuh, begitu juga sebaliknya (Baraas F., 20
06),
memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mengadaptasikan dirinya, baik secara
jumlah maupun kemampuan mengatur untuk tujuan memenuhi kebutuhan lokal
(Bruce A, et al., 2002). Disamping itu sel ini, bilamana rusak akan mudah digant
i
oleh adanya Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) (Mochida S etal.,
17
1998), hanya saja diperlukan waktu untuk proses regenerasi tersebut (Reidy etal.
,
1986). Kelebihan inilah yang memberikannya kemampuan untuk memiliki fungsi
yang berbeda-beda sesuai dengan fungsi metabolik organ yang diembannya
masing-masing (Baraas F., 2006). Secara umum sel endotel memiliki 3 (t
iga)
fungsi dasar, yaitu: Pertama, endotel berfungsi sebagai garis pertahanan
utama
(barrier)
terhadap hampir semua elemen asing yang mencoba invasi ke
dalam
suatu organ; kedua endotel berfungsi sebagai tempat metabolisme dan
katabolisme senyawa-senyawa tertentu; dan ketiga, sel ini berfungsi seba
gai
tempat sintesis berbagai senyawa vasoaktif yang diperlukan dalam
mempertahankan tonus pembuluh darah (Bruce, 2002, Bger, 2004), yaitu antara
lain sintesis berbagai mediator inflamasi, mediator proliferasi sel-sel
subendotel
dan berbabagi faktor hemostasis lainnya (Guyton, 2000; Libby P., et al
., 2002;
Najjar et al., 2005; Baraas F., 2006). Fungsi di atas disebabkan kare
na peran
utama sel endotel adalah mengendalikan sifat-sifat arteri seperti tonus
vaskuler,
permeabilitas vaskuler, angiogenesis dan respon terhadap proses inflamasi (Najja
r
et al., 2005)
Sel endotel mengeluarkan Oksida Nitrit (NO) yang berperan sangat
penting dalam mempertahankan tonus pembuluh darah khususnya untuk proses
relaksasi pembuluh darah (Libby P., et al., 2002; Bger, 2004; Najjar et al., 2005
;
Baraas F., 2006). NO merupakan hasil dari proses perubahan L-Arginine menjadi
sitrulin yang dikatalisis oleh enzym Nitric Oxyde Syntase (NOS) yang t
ermasuk
dalam kelompok sitokrom P-450. Telah dapat diidentifikasi 3 (tiga) isoform NOS
yaitu: neuralNOS (nNOS) yang berasal dari kromosom 7, inducible NOS (iNOS)
18
yang berasal dari kromosom 12 dan endothelial constitutive NOS (ecNOS)
yang

berasal dari kromosom 17 (Baraas F., 2006).


Gaya gesek pulsatil (shear stress) darah dan dengan adanya ion Ca
2+
dari
luar sel dapat menyebabkan ecNOS menjadi aktif. Oleh karena itu produk
si NO
oleh sel endotel distimulasi dan dipertahankan oleh faktor-faktor yang
dapat
meningkatkan konsentrasi Ca
2+
intrasel, seperti gaya gesek pulsatil pada
permukaan sel-sel endotel yang selalu berlangsung disepanjang waktu, perubahan
keseimbangan berbagai molekul sinyal vasoaktif
yang bersifat vasodilata
tif
dengan molekul sinyal vasokonstruktif dan sebagainya (Baraas F., 2006).
Oksida Nitrit bekerja lokal (autokrin dan parakrin) oleh karena waktu
paruhnya sangat pendek dan segera bereaksi dengan air dan oksigen memb
entuk
nitrit dan nitrat. Oksida Nitrit ini selalu diproduksi dan didegradasi secara s
angat
dinamik di dalam sel-sel endotel (Baraas F., 2006).
2.2 Penuaan Pembuluh Darah (Vascular Aging)
Dengan bertambahnya umur seseorang, proses menua yang terjadi sepanjang
hidup manusia akan tetap berlangsung. Seluruh organ beserta fungsinya, termasuk
pembuluh darah, juga mengalami proses menua. Penuaan organ ditandai den
gan
berbagai perubahan struktur maupun fungsi. Berikut ini adalah pembahasan
tentang perubahan yang terjadi pada pembuluh darah sebagai akibat dari penuaan.
19
2.2.1 Definisi Penuaan yang Berkaitan dengan Pembuluh Darah
Umur merupakan faktor risiko dominan terhadap penyakit yang
menyerang pembuluh darah. Penuaan pembuluh darah dikaitkan dengan
perubahan struktur dan fungsi keberadaan pembuluh darah khususnya pembul
uh
darah besar (Mengden, 2006; Nilson, 2008), seperti diameter lumen, kete
balan
dinding, peningkatan kekakuan dinding dan perubahan fungsi endotel (Mengden,
2006, Najjar et al., 2005). Pembuluh darah yang paling sering terkena adalah yan
g
bersifat elastis seperti aorta sentralis dan arteri carotis (Science Bl
og, 2003,
Lakatta, 2003; Najjar et al., 2005). Lumen pembuluh darah besar akan mengalami
dilatasi, dindingnya semakin tebal dan semakin kaku (Lakatta, 2003; Najjar et al
.,
2005).
Perubahan ini dipengaruhi oleh perubahan struktur, mekanika dan
biokimiawi dinding oleh karena faktor umur yang kemudian berakibat pada
menurunnya arterial compliance dan kakunya dinding (Jani & Rajkumar, 20
06;
Laurent et al., 2006; Nilson, 2008). Najjar et al., 2005, yang mengut
ip pendapat
ORourke dan Nicholas, 2005, menyebutkan bahwa peningkatan kekakuan
dinding pembuluh darah adalah akibat dari siklus tekanan yang terus menerus dan

putaran yang berulang-ulang pada dinding elastis arteri, sehingga meneka


n
jaringan elastisnya untuk digantikan dengan jaringan kolagen. Selain itu
Lakatta
dan Levy, 2003, dalam review artikelnya menyebutkan juga bahwa kekakuan
arteri ini berkaitan dengan pengaruh regulasi endotel terhadap tonus ot
ot polos
arteri (Lakatta, 2003). Selanjutnya kemungkinan kekakuan dinding ini diperbesar
oleh adanya specific gene polymorphism (Hanon et al., 2001; Safar, 200
5).
20
Perubahan struktur dan fungsi arteri yang berkaitan dengan umur pada orang sehat
dijelaskan dalam tabel di bawah ini.
Tabel. 2.2.: Perubahan Struktur dan Fungsi Arteri yang berkaitan dengan
Umur
pada Manusia, Kera dan pada beberapa Mahluk Monogastrik
PARAMETER ARTERI
MENUA
HIPERTENSI
ATEROSKLEROSIS
MANUSIA
> 65 TH
KERA
15-20 TH
TIKUS
24-30 BL.
KELINCI
3-6 TH.
Lumen melebar + + + + ?
Kekakuan + + + + + ?
Collagen + + + + ?
Elastin + + + + ?
Disfungsi endotel + + + + + +
Intima menebal difus + + + + + +
Keterlibatan lemak - - - - +
jmlh VCMC + + + + + +
Macrophage + - - - + +
T sel + - - - + +
Matriks + + + + + +
Local Ang II-ACE + + + + + +
Disregulasi MMP + + + ? + +
MCP-1/CCR2 + + + + + +
ICAM ? ? + ? + +
TGFB ? + + ? + +
NADPH oxidase ? ? + ? + +
VEGF + ? ? + + +
NO bioavailability ? ? + + + +
panjang telomer + + + ? ? +
Hipertensi +
Aterosklerosis - - - +
Sumber: Najjar et al., 2005,
2.2.2 Perubahan Struktur Dinding
Di bawah mikroskop, menebalnya dinding arteri ditunjukkan oleh

ketebalan tunika intima dan media. Pada penelitian post mortem dijumpai bahwa
penebalan dinding aorta terjadi secara difus dan terutama terjadi di lapisan int
ima,
walaupun penelitian ini dilakukan di populasi dengan angka kejadian
aterosklerosis yang rendah (gambar 2.2) (Lakatta, 2003; Najjar et al.,
2005).
21
Penebalan berjalan secara linier dan secara epidemiologis, dapat mencapa
i 2-3
kali lipat dari ukuran sebelumnya pada rentang usia 20-90 tahun walaupu
n tanpa
diikuti oleh plak aterosklerosis (Nagai et al., 1998, Lakatta, 2003; N
ajjar et al.,
2005). Penebalan terjadi secara tidak merata di dinding pembuluh darah,
sangat
bervariasi, yang menunjukkan bahwa penebalan dinding oleh karena umur i
ni
sangat heterogen. Sehingga ada istilah mereka yang sukses atau yang
prosesnya dipercepat (Najjar, 2005).

Gambar 2.2: Penebalan dinding arteri yang menua. Sumber Najjar, 2005
Secara histologis, dinding intima yang menebal secara difus terdiri dar
i
matriks protein, collagen, glycosaminoglican dan sel otot polos vaskuler
(VSMCs). Otot polos vaskuler di tunika intima yang menua diduga berasa
l dari
22
tunika media yang kemudian bermigrasi ke intima, terjadi peningkatan ek
spresi
dari molekul-molekul adesi yang di lapisan intima aorta dan peningkatan
adherence dari monocyt ke permukaan sel endotel
(Najjar, 2005). Keber
adaan
glycosaminoglican ini berperan penting terhadap regulasi beberapa sifat
fungsi
arteri termasuk diantaranya permeabilitas vaskuler (Lakatta, 2003).
Pada sel endotel, perubahan yang terjadi seiring dengan meningkatnya
umur antara lain meningkatnya sel dengan inti polipoid, meningkatnya
permeabilitas endotel, perubahan susunan dan integritas cytoskeleton dari
sel,
munculnya senescence-assosiated galactosidase staining dan ekspresi e erapa
pengham at siklus sel (Lakatta, 2003; Najjar, 2005).
Pada tunika media yang menua, peru ahan yang menonjol antara lain
deposisi dari matriks protein ekstraseluler seperti Fi ronectin dan type
2 matrix

metalloprotease (MMP-2) (Wang et al., 2003), yang mendorong degradasi


matriks protein dan memfasilitasi migrasi dari sel otot polos vaskuler (Pauly et
al.,
1992).
Sel otot polos vaskuler di media aorta tikus yang tua ukurannya le ih esar
tetapi jumlahnya le ih sedikit ila di andingkan dengan tikus dewasa (N
ajjar,
2005).
Karakteristik lainnya dari media yang menua adalah pergesaran isi dan
integritas dari struktur matriks protein yang dise ut elastin dan collag
en di mana
jaringan elastin akan erkurang dan hal ini erimplikasi pada semakin
kakunya
dinding pem uluh darah oleh karena pertam ahan umur (Najjar, 2005).
23
2.2.3 Peru ahan Seluler Sel Arteri
Peru ahan iomolekuler yang terjadi oleh karena penuaan pem uluh darah
ersum er terutama dari sel endotel dan selain itu juga dari tunika i
ntima dan
media. Peru ahan ini, pada manusia, mirip sekali dengan peru ahan yang
terjadi
oleh karena penyakit pem uluh darah seperti aterosklerosis ataupun hiper
tensi,
sehingga sering sekali peru ahan dini dikatakan se agai fase su klinik
dari
terjadinya penyakit pem uluh darah terse ut (Lakatta, 2003; Najjar, 2005, Nilson
,
2008).
2.2.3.1 Peru ahan pada Sel Endotel (Struktur Dan Fungsi)
Sel endotel arteri yang tua mensekresi le ih anyak plasminogen activator
inhi itor-1 (PAI-1) yang
mempermudah munculnya trom osis. Disamping itu
,
pada arteri yang menua ini terjadi peningkatan dari endotelin dan
vasoconstructing growth factors yang diproduksi oleh sel endotel, antara
lain
Angiotensin II. Se aliknya faktor vasodilatasi, seperti NO, prostacyclin
dan
endothelium hyperpolarising factor menurun. Peru ahan yang terjadi di pem uluh
darah karena penuaan ini mem erikan suasana aktif aik secara enzimatis maupun
meta olik terhadap terjadinya penyakit pem uluh darah seperti aterosklero
sis
(Najjar, 2005)
Panjang telomer dalam endotel merupakan marker untuk penggantian sel
dan ini er anding ter alik dengan umur, gradasi aterosklerosis dan tekanan nad
i
(Lakatta, 2003). Hilangnya telomer pada arteri yang menua menginduksi disfungsi
endotel di sel endotel vaskuler, sedangkan inhi isi terhadap pemendekan telomer
24
akan menekan proses disfungsi sel yang erkaitan dengan umur (Minamino et al.,
2002).
Endotel disini menunjukkan telomer yang le ih pendek dan aktivitas
telomerase reverse transcriptase juga tertekan menye a kan proses glikasi
dari
jaringan colagen yang dapat menginduksi munculnya peru ahan fenotip sel
endotel seperti sel senescence. Advanced glycation end products yang

terakumulasi oleh karena umur akan mengaktivasi NAD(P)H oksidase yang akan
meningkatkan produksi anion superoksida. Menyatunya Advanced glycation en
d
products (AGE) dan reseptornya (RAGE) di sel endotel akan memicu pengerahan
dan aktifasi sel inflamasi yang meningkatkan trom ogenesis dengan cara
menstimulir agregasi platelet (Wautier, 2004). Oleh karena itu proses menua dapa
t
dikatakan se agai proses inflamasi kronis yang lam an dan ditandai oleh
munculnya sitokins pro inflamasi, seperti TNF-, IL-6 nd NFB (Donto et.
l.,
2009)
2.2.3.2 Perubhn pd Tuni Intim
Pd tuni intim dinding rteri bintng primt dn bintng penge
rt
yng tu didptn penebln yng difus, wlupun edu bintng ini
tid
menderit teroslerosis (Li Z. et l., 1999; Asi et l., 2000).
Dintr lpisn intim yng menebl ini
tingtn dri inflmtory
chemoine yitu monocyte chemocontrctnt protein-1 (MCP-1) dn reseptorny

jug meningt yng menyebbn penebln dn invsi sel otot polos (VSMCs)
e dlm intim (Spinetti G. et l., 2004). Njjr et l. (2005) yn
g mengutip
25
lporn dri Boring et l., (1998) menjelsn bhw hl ini berimplisi terhd
p
ptogenesis dri proses teroslerosis (Boring etl, 1988; Njjr et l
., 2005).
Moleul inflmsi ini (termsu didlmny MCP-1) diprodusi dn disere
si
oleh sel endotel dn sel otot polos (VSMCs), sedngn pd bintng
tid
dijumpi sel inflmsi trdisionl seperti leosit di dinding pembuluh drh or
t
(Njjr, 2005).
Dismping itu, espresi dn tivits ftor pertumbuhn multifungsi
(multifunctionl growth fctor), trnsforming growth fctor-
1
(TGF-
1
) di intima
juga meningkat (Wang & Lakatta, 2002). Faktor pertum uhan inilah yang
mengatur replikasi dan sintesis komponen matriks ekstra sel dan mem eri
kan
respon terhadap injury (Ro erts and Sporn ,1990, Shah M etal., 1995).
Selanjutnya, ke eradaan Nitric Oxide (NO) di intima arteri yang menua
juga erkurang, sedangkan aktivitas NADP(H) oksidase dan produksi reacti
ve
oxygen species juga meningkat (Cernadas et al., 1998; Hamilton et al.,
2001).
Keadaan ini akan mem eri kesempatan terjadinya peroksidasi lipid dan modifikasi
protein karena oksidasi juga.
2.2.3.3 Peru ahan di Tunika Media
Pada tunika media yang menua, peru ahan yang menonjol antara lain
deposisi dari matriks protein ekstraseluler seperti Fi ronectin dan type
2 matrix

metalloprotease (MMP-2) (Wang et al., 2003) yang mendorong degradasi matriks


protein dan memfasilitasi migrasi dari sel otot polos vaskuler (Pauly et al., 19
92).
26
Sel otot polos di tunika media tampaknya mengalami proses modulasi
penotip ke arah dedifferentiated dan synthetic state. Menurut Najjar, 2005, pros
es
migrasi sel otot polos dari media ke intima menjadi le ih masuk akal
yaitu oleh
karena peningkatan jumlah sel otot polos di dinding intima arteri sent
ral yang
mene al seiring dengan pertam ahan usia. Selanjutnya, ila terjadi arterial inju
ry
pada tikus yang tua, sel otot polos disini akan
ertum uh menyertai f
ormasi
neointimal yang erle ihan dan aselererasi respon remodeling dinding pem
uluh
arteri. Pertum uhan yang erle ihan ini melam angkan faktor intrinsik pa
da
dinding pem uluh darah (Hariri et al., 1988)
Penurunan jaringan elastin oleh karena umur le ih dise a kan karena
menurunnya sintesis elastin. Penurunan ini dise a kan oleh karena repres
i
terhadap ekspresi gen elastin oleh B-My dan degradasi sera ut elastin
yang
kejadiannya dipercepat oleh adanya
proses enzymatis seperti MMP-2 yang
tingkat dan aktivitasnya meningkat dengan ertam ahnya usia (Wang et al., 2003).
Fragmen elastin yang dihasilkan akan erinteraksi dengan reseptor elastin-lamini
n
yang ada di e erapa permukaan sel termasuk sel endotel dan sel otot
polos dan
menginduksi motilitas dan proliferasinya.
Se aliknya pada inatang ini terjadi penim unan kolagen tipe I dan III di
tunika media pem uluh darah yang sudah menua (Wang et al., 2002). Jar
ingan
collagen yang erdekatan akan mengalami glikasi enzimatis dan oksidasi sehinga
menghasilkan glycation end products (Vaitkevicius et al., 2001). Yang mem uat
dinding arteri menjadi kaku.
27
2.3 Teori Penuaan Pem uluh Darah
Patofisiologi penuaan pem uluh darah dijelaskan oleh e erapa teori yang
erjalan seiring dan saling mempengaruhi. Teori-teori yang dapat menjelaskan hal
terse ut antara lain
2.3.1 Teori Stress Oksidatif
Sel endotel pem uluh darah mempunyai peranan paling penting dalam
merespon setiap invasi molekul antigen, sehingga dapat dikatakan
ahwa
sel
endotelah yang menjaga dan memelihara keseim angan tu uh manusia. Setiap
faktor yang menye a kan peru ahan pada permukaan mem ran sel, secara
otomatis akan direspon oleh sel endotel dalam upaya untuk mengem alikan
atau

mempertahankan keseim angan itu kem ali (Baraas F., 2006). Untuk
mengantisipasi keadaan ini, sel endotel senantiasa memproduksi faktor re
laksasi
dan pengham at pertum uhan seperti Nitric Oxide (NO), prostacyclin,
endothelium-derived hyperpolarizing factors (EDHF) dan faktor vasokonstrik
si
dan faktor promosi pertum uhan seperti superoxide anions (O
2
), endoperoxides,
throm oxane A
2
, endothelin (ET)-1, Angiotensin II, secara seim ang (Vanhoutte,
2002).
Invasi molekul yang mengenai endotel ini dise ut se agai stres oksida
si,
di mana stres ini dapat menim ulkan kerusakan pada sel endotel ini. S
tress ini
dapat dise a kan oleh peru ahan tekanan gaya gesek pulsatil pada permukaan sel
endotel, iritasi ahan kimiawi, trauma fisik, infeksi, polusi, asap rokok, hipok
sia,
fenomena iskemia-reperfusi dan fenomena dismeta olik (Baraas F., 2006).
28
Setiap saat sel endotel akan selalu mengalami proses ini sehingga da
pat
dikatakan peristiwa ini merupakan salah satu mekanisme dasar dari terja
dinya
kerusakan endotel. Stress oksidasi yang kronis walaupun ringan akan mem
otong
integritas telomere yang menye a kan sel endotel mengalami senescence se
cara
prematur (Kurz et al., 2004).
Dengan ertam ahnya umur, ke eradaan faktor pem uluh darah
yang aik (relaksasi dan pengham at pertum uhan) akan menurun
di andingkan dengan faktor jelek (kontraksi dan promotor pertum uhan) yang
meningkat (Brandes et al., 2005). Produksi O
2
yang meningkat tampaknya akan
mengikis reaktivitas dari endothelium dependent nitrovasodilator di dinding aort
a
dan eraki at erkurangnya daya untuk relaksasi (Brandes et al., 2005).
Ke eradaan Oksida Nitrit (NO) pada penuaan arteri menurun tetapi
aktivitas eNOS masih kontroversi. Be erapa studi menye utkan ahwa ekspr
esi
Endothelium Nitric Oxide Synthase (eNOs) dan NO menurun sehingga
mengaki atkan terjadinya stress oksidasi (Csiszar et al., 2002), tetapi
e erapa
studi menye utkan ekspresi eNOS meningkat dan peningkatan ini dirangsang oleh
tingginya O
2
(van der Loo et al., 2000). Meningkatnya O
2
esar kemungkinan
oleh karena rangsangan NaD(P)H oksidase yang memang meningkat pada

pem uluh darah yang menua (Csiszar et al., 2002). O


2
merangsang eNOS untuk
memproduksi NO , tetapi tingginya rangsangan untuk memproduksi NO dan oleh
O
2
yang terus menerus akan mem entuk peroxynitrite (ONOO
) dan uncoupling
dari Enos (gam ar 2.3). Peroxynitrite inilah yang mengikis ketersediaan
NO dan
mengham at kerja antioksidan Manganese Superoksida Dismutase (MnSOD) di
29
dalam plasma yang sedianya akan mengu ah Radikal Superoksida (O
2
) segera
menjadi H
2
O
2
(van der Loo et al., 2000, Griendling et al., 2003, Brandes et a
l.
2005, Schiffrin, 2008), untuk selanjutnya oleh enzym Catalse dan GSH H
2
O
2
akan
segera diru ah menjadi H
2
0 dan O
2
(Griendling and FitzGerald, 2003). Disamping
itu Peroxynitrit (ONOO
) juga merupakan mediator penting dari peroksidasi
lemak termasuk oksidasi LDL dan proses nitrasi protein yng erujung pa
da
aterogenesis (Griendling et al., 2003).
Peningkatan umur
erlanjut dengan disfungsi mitokondria yang
dise a kan oleh karena kerusakan DNA didalamnya.
Sepanjang hidup manus
ia,
mitokondria selalu memproduksi Superoxide anion (O
2
) dengan jumlah yang
er eda- eda sesuai dengan lokasinya dan DNA dalam mitokondria selalu
terpapar terhadap stres oksidatif
yang
eraki at pada kerusakan DNA. B
iasanya
O
2
cepat diu ah menjadi H
2
O
2

oleh manganese superoxide dismutase (MnSOD),


untuk selanjutnya diu ah menjadi H
2
O dan O
2
tadi. Se agai aki at dari produksi
O
2
yang terus menerus, maka jumlah mitokondria akan erkurang, ekspresi
proteinnya akan melemah seperti format disfungsi protein yang mengarah
pada
deplesi energi seluler yang erlanjut dengan ter entuknya radikal lanjutan sepe
rti
peroxynitrit (ONOO
.). Dalam pem uluh darah, peroxynitrit yang menonaktifkan
MnSOD di Mitokondria akan merangsang ter entuknya kem ali
O
2
dalam
mitokondria (Griendling et al., 2003, Brandes et al., 2005).
Kerusakan DNA tidak ter atas di mitokondria saja dan ada satu enzym
yang ekerja dalam mela el DNA yang rusak yaitu Poly(ADP-ri ose)polymerases
30
(PARP) yang ternyata juga terli at dalam penipisan endotel yang menye a
kan
relaksasi pada penuaan

Be erapa enzym yang ikut dalam proses pem entukan radikal antara lain,
NO sintase, xantin oksidase, dan walaupun kejadiannya kurang, NADPH oxidase
juga dapat dikatakan se agai sum er dari pem entukan radikal karena enzy
m ini
dapat mengaktifkan GTPase NADPH oxidase su unit Nox4 yang ternyata mampu
mem entuk O
2
dan sel senescence (Brandes et al., 2005). Bahkan NADPH
oxidase dianggap se agai sum er terpenting dari ter entuknya O
2
dalam dinding
pem uluh darah (Schiffrin, 2008). Di pihak lain, NADPH di entuk oleh
vasoactive hormones dan
protein G-protein rac-1 yang erat molekulnya
kecil
(Griendling et al., 2003).
Meningkatnya peroksida ini dapat menjadi p
ersisten
Gam ar 2.3:
Proses munculnya

radikal e as dalam
endotel yang menua
Sum er: Brandes et al., 2005
31
oleh karena pem erian kholesterol yang tinggi secara terus menerus, dan
hal ini
eraki at pada tertekannya aktivitas NO (Griendling and Fitzgerald, 2003).
Disamping kerusakan atau modifikasi DNA, pem entukan radikal e as
ini juga akan memodifikasi lemak dan protein, meregulasi
e erapa
agia
n dari
gen seperti adhesion molecules, chemotactic factors, enzim antioksidan,
vasoactive su stances.
Meningkatnya ROS
eraki at pada oksidasi LDL,
ila
konsentrasi lemak dalam darah tetap tinggi (Berliner etal, 1985, Griendling, 200
3),
degradasi kolagen yang dise a kan oleh
termodifikasinya aktivitas Matri
x
Metalloproteinase (MMPs) seperti MMP-2 dan MMP-9 (Griendling et al., 2003).
2.3.2 Teori Inflamasi (Respon Imunologi)
Di dalam tunika intima yang mene al pada tikus yang tua ditemukan
e erapa sitokin seperti Transforming Growth Faktor- eta (TGF-), Interstit
ial
Cell Adhesion Molecule (ICAM-1), dan enzym zinc-dependent endopeptidase
type-2 metalloproteinase (MMP-2) (Lakatta, 2003). Hal ini menunjukkan ad
anya
pengaruh proses inflamasi pada penuaan pem uluh darah.
Proses inflamasi ini merupakan respon terhadap lesi yang terjadi pada
sel
endotel (vascular respon to injury) oleh karena tekanan dan oleh karen
a gaya
gesek dari darah. Ada dua jalur respon terhadap lesi endotel yaitu melewati ja
lur
NO yang sudah di icarakan se elumnya dan jalur imunologik. Respon
imunologik ini diawali dengan peningkatan sekresi sitokin, sekresi fakto
r-faktor
koagulasi dan reaktivasi platelet, yang sangat esar peranannya dalam p
roses
trom osis akut (Baraas F., 2006).
32
Respon imunologik yang akut diawali dengan keluarnya sitokin
proimunologik melalui aktivasi faktor transkripsi NFB (Nucler Ftor Kpp
B). Ftor ini emudin berger e dlm inti sel untu beritn dengn DNA
untu espresi beberp gen trget yng mengode sitoin-sitoin, protei
n fse
ut dn sebginy. Beberp sitoin yng diespresi ntr lin TNF-,
IL117, IFN-. (Baraas F., 2006). Sitokin-sitokin inilah, pada sel otot polos pembuluh
darah yan menebal, meransan
disekresinya MMP-2 dan terjadi prolifer
asi
Platelet Derive Growth Factor (PDGF) dan peninkatan TGF- yang merangsang
formasi matriks fi ronectin dan collagen
(Lakatta, 2003). Respon lokal
yang
muncul aki at ekspresi sitokin terse ut antara lain munculnya ICAM-1, VCAM-1

(Vascular Cell Adhesion molecule-1) dan PECAM-1 (Platelet Endothelial Ce


ll
Adhesion Molecule-1) pada dinding pem uluh darah (Li y et al., 2002, Baraas F.,
2006).
Bilamana proses erlangsung kronis,
erulang-ulang dan erkepanjangan,
maka respon proinflamasi dan protrom osis yang semula ersifat akut aka
n
eru ah menjadi kronis. Akan terjadi infiltrasi sel-sel leukosit, teruta
ma sel
monosit, ke awah jaringan su endotel dan kemudian eru ah menjadi sel
makrofag. Sel ini kemudian akan menelan er agai sisa LDL yang teroksida
si
mem entuk sel usa dan kemudian menjadi ateroma (Baraas F., 2006).
Nuclear faktor (NF)- B (respon elemen interferon- ), dan motif ikatan
DNA NFinterleukin-6 (IL-6) erada pada promoter dari Receptor Glication End
Product (RAGE).
NF- B mengatur ekspresi seluler dari RAGE, menghu ungkan
RAGE dengan respon inflamasi (Li & Schmidt, 1997). RAGE adalah receptor dari
33
Advanced Glycation End Product (AGE) yang merupakan modifikasi protein atau
lipid yang mengalami glikasi nonenzymatik dan teroksidasi setelah kontak dengan
gula aldosa (Singh et al., 2001). AGE di entuk oleh 3 faktor kunci y
aitu
kecepatan protein turnover untuk proses glycoxidation, tingginya kadar g
lukosa
darah,
dan keadaan lingkungan yang menim ulkan stress oksidasi.
mengu ah sifat-sifat dari matrix

AGE dapat

protein collagen, vi ronectin, dan laminin,


melalui ikatan AGE-AGE
intermolecular covalent, atau cross-linking. Crosslinking AGE pada collagen tipe I dan elastin menye a kan peningkatan m
atrik
ekstra seluler yang erdampak pada meningkatanya kekakuan pada vasculatu
re
(Goldin et al., 2006).
AGE yang eredar di sirkulasi dapat erinteraksi dengan RAGE di endotel
(gam ar 2.4.) yang menim ulkan pertu erasi sifat-sifat sel seperti penin
gkatan
regulasi transkripsi faktor NF- B
dan kemudian dapat mentranskripsi
e
erapa
target gen seperti endothelin-1,
vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1),
intercellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1), E-selectin, tissue faktor,
throm omodulin,
vascular endothelial growth faktor (VEGF), dan sangat mungkin
proinflammatory
sitokins, seperti IL-1 , IL-6, and tumor necrosis faktor-

(Yamagishi etal., 1998; Wautier & Guillausseau, 2001; Basta et al. 200
4) .
Disamping itu NF- B adalah
essensial dalam menginduksi adhesi monosit
dan
migrasi oleh AGE (Morigi et al., 1998) dan meginduksi hiperpermea ilita
s sel
endotel (Basta et al., 2004).
34

Sum er: Wautier & Guillausseau, 2001, Dia etes Meta , 27,
Gam ar 2.4: Proses Glikasi yang menim ulkan disfungsi endotel
AGE yang ada di asal mem ran mengham at migrasi monosit dan menginduksi
proses yang dise ut se agai apostaxis. AGE juga erkontri usi terhadap ekspres
i
reseptor oxidized LDL (OxLDL) pada monosit yang menjadi makrofag yaitu
macrophage scavenger receptor class A and CD36 sehingga dengan demikian
meningkatkan uptake OxLDL yang menim ulkan ter entuknya Sel Busa (Foam
Cell) (Iwashima et al., 2000) .
2.3.3 Kerusakan Endotel
Sel endotel pem uluh darah yang sehat erfungsi untuk mengatur
homeostasis dari sistim vaskular. Disfungsi endotel dianggap se agai awa
l yang
sangat penting
agi munculnya kerusakan aterotrom otik yang mengarah kep
ada
munculnya penyakit pem uluh darah (Baraas F., 2006).
Sel endotel yang sehat mensekresi su strat yang ersifat proteksi dan yang
terpenting disini adalah Nitric Oxide (NO). Dalam keadaan sakit atau inju
ry
35
seperti munculnya faktor risiko kardiovaskuler, aktivasi endotel mengarah kepada
disekresinya faktor kontraksi yang ekerja justru merugikan dan ahkan mengikis
NO. Disamping itu faktor kontraksi ini juga mencegah dan mengaktivasi er agai
mekanisme yang
erkaitan dengan aterotrom osis seperti yang telah di aha
s
se elumnya (Versari et al., 2008)
Begitu juga dalam kondisi semakin tua, fungsi sel endotel dalam
mempertahankan homeostasis juga semakin erkurang, yang dise a kan terutama
oleh karena adanya stress oksidatif oleh Reactive Oxygen Species (ROS).
Stres
oksidatif ini menye a kan dipercepatnya pemendekan telomere yang dinyatak
an
melalui analisa terhadap terminal restriction fragment (TRF) dan hilangn
ya
integritas telomere inilah yang yang memicu proses senescence prematur dari se
l
endotel (Kurz et al., 2004)

2.3.4 Teori Pemendekan Telomere


Pada endotel arteri yang tua didapatkan telomere yang mengalami keausan
dan supresi terhadap aktivitas telomerase (Chang & Harley, 1995, Lakatta, 2005).
Panjang telomere
erhu ungan dengan penggantian sel invivo maupun invitr
o,
sehingga dengan peningkatan keausan telomere diikuti dengan penurunan pr
oses
penggantian sel dan diikuti dengan peru ahan ekspresi gen yang tampak dalam sel
yang mengalami senescence (Chang & Harley, 1995, Najjar et al., 2003,
Nilson,
2008) Proses ini terutama terjadi di pem uluh arteri yang mengalami te
kanan
hemodinamika yang le ih anyak (Chang & Harley, 1995). Bila senescence
cell
dari endotel ini terakumulasi di daerah yang proses penggantian selnya
tinggi,
36
menurunnya kemampuan memecah diri akan mem uat tunika media menjadi satu
lapis saja dan mengeksposnya terhadap faktor mutasi mitogenic dan adhes
i yang
erkontri usi terhadap munculnya plak aterogenik (Chang & Harley, 1995,
Minamino et al., 2002).
Kurz dan kawan-kawan (2004) menyatakan ahwa pemendekan telomere,
dise a kan oleh stres oksidasi yang ringan tetapi erulang-ulang secara
kronis.
Dijelaskan di sini ahwa di dalam sel endotel yang normal, stres oksi
dasi yang
ringan tetapi kronis yang diinduksi oleh pengaruh pertahanan antioksidan
seperti
glutation, justru mengaselerasi erosi telomere dan onset sel yang menga
lami
senescence.
Di samping teori yang disampaikan oleh Chang dan Harley, 1995, Wautier
(2004) juga mengemukakan
ahwa pada telomere yang memendek dan aktivitas
telomerase reverse transcriptase yang tertekan akan menye a kan proses gli
kasi
dari jaringan kolagen yang dapat menginduksi munculnya peru ahan penotip
sel
endotel seperti sel senescence. Advanced glycation end products (AGE) y
ang
terakumulasi oleh karena umur akan mengaktivasi NAD(P)H/oksidase yang akan
meningkatkan produksi anion superoksida. Menyatunya Advanced glycation en
d
products dan reseptornya di sel endotel akan memicu pengerahan dan aktifasi sel
inflamasi yang meningkatkan throm ogenesis dengan cara menstimulir agrega
si
platelet (Wautier & Schmidt, 2004).
2.4 Penuaan Pem uluh Darah dan Aterosklerosis
Penuaan pem uluh darah
erkaitan sangat erat dengan ateroskelrosis
ahkan dapat dise utkan
ahwa faktor risiko utama dari aterosklerosis a
dalah
37
pem uluh darah yang menua, atau dengan kata lain aterosklerosis pada usia muda
adalah penuuan dini pem uluh darah.
Faktor risiko dan perjalanan dari proses penuaan pem uluh darah tidak

er eda dengan proses terjadinya aterosklerosis. Yang er eda hanya waktunya di


mana umur merupakan faktor utama yang independen terhadap lamanya prose
s
interaksi, sedang faktor lainnya dapat mempercepat atau megurangi kecepa
tan
proses interaksi terse ut. Secara diagramatis proses dapat dijelaskan da
lam
gam ar 2.5.

Gam ar 2.5: Proses penuaan pem uluh darah yang ditandai dengan kerusakan sel
endotel erakhir pada aterosklerosis
(Modifikasi dari: Baraas F., 2006, Kardiologi Molekuler, Yayasan
Kardia Iqratama, hal 200)
Gaya gesek
pulsatil
Iskemia
Reperfusi
Infeksi
Polusi Merokok
Alograf
Bahan kimia
Kele ihan makan
O esitas
Dia etes
Dislipidemia
Hipertensi
Stress
Oksidatif
ROS
Peroksidasi lipid
pada mem rane sel
Endotel, LDL dll
Luka endotel,
LDL teroksidasi
Disfungsi endotel
Respon NO
Respon imunologik
Trom osis
Aterosklerosis
Bahan Fisika
38
2.4.1 Stress oksidasi dan aterosklerosis
Seperti dise utkan diatas, sel endotel pem uluh darah selalu mengalami
stress oksidatif yang se etulnya merupakan suatu proses yang alami.
S
tres ini
dapat meningkat oleh e erapa keadan antara lain: Gaya gesek pulsatil pem uluh
darah, Iskemia reperfusi, infeksi, polusi khususnya oleh asap rokok, Al
ograf,
Bahan- ahan kimiawi, ahan- ahan fisika, hipertensi, dislipidaemia, o esit

as,
makan erle ihan (Baraas F., 2006). Plasma kolesterol, khususnya kolesterol yang
teroksidasi dise utkan erkontri usi menghasilkan radikal e as di sel e
ndotel
dinding pem uluh darah. LDL yang teroksidasi menjadi OxLDL menstimuli
ter entuknya O
2
yang menim ulkan apoptosis pada dinding sel vaskuler
(Awal
Prasetyo dan Udadi Sadhana, 2006; Bahorun etal., 2006).

Gam ar 2.6: Mekanisme ter entuknya Foam Cell dalam proses Aterosklerosis
Modifikasi dari Awal Prasetyo dan Udadhi Sadhana, 2006
ROS
39
Stress oksidatif (ROS) (gam ar 2.6) dapat menim ulkan peroksidasi
lemak pada dinding sel termasuk sel endotel yang menim ulkan jejas pad
a sel
terse ut (Endothelial injury).
Jejas di dalam sel endotel inilah yang
ditunjukkan
oleh munculnya respon NO dalam entuk peningkatan yang diikuti dengan respon
imunologik. Di samping itu ROS yang erlangsung terus menerus walaupun
ringan dapat mengaselerasi sel senescence. Kejadian ini ila erulang terus ak
an
memendekkan telomere sel endotel disamping juga memicu munculnya
Advanced glycation end products (AGE), dan AGE yang
terakumulasi oleh
karena umur akan mengaktivasi NAD(P)H oksidase yang akan meningkatkan
produksi anion superoksida disamping juga dapat mengaktifkan monosit menjadi
macrophage. Proses erlangsung terus yang menim ulkan disfungsi endotel yang
mengarah kepada trom osis (Baraas F., 2006). NAD(P)H oksidase tidak han
ya
meningkat oleh karena meningkatnya umur, tetapi terjadi juga pada keada
an
patofisiologis yang menye a kan penyakit kardiovaskuler seperti
hipercholesterolemia, hipertensi dan dia etes (Csizar et al., 2002). Mac
rophage
dan lemak terutama low-density lipoprotein (LDL) terakumulasi di daerah
injury
di mana LDL akan teroksidasi dan dimakan oleh macrophage dan atau
macrophage sendiri juga teroksidasi sehingga memproduksi foam cell, yang dapat
erkem ang menjadi plak aterosklerosis. Berliner et al., 1995 menye utka
n
ahwa proses oksidasi lemak le ih dise a kan oleh lamanya LDL yang
terakumulasi di endotel di andingkan dengan tingginya kadar LDL dan LDL yang
teroksidasi akan
ersifat toksik uat macrophage
yang dapat erkontri
usi
40

terhadap mem uruknya proses inflamasi dan formasi pusat nekrosis pada stadium
yang lanjut.
Disamping itu macrofag foam cell yang ter entuk oleh karena asupan
lemak yang tinggi tidak hanya erasal dari teroksidasnya LDL menjadi o
xLDL
tetapi juga dapat erasal dari penyerapan Very Low Density Lipoprotein (VLDL)
dan Agregated LDL (AgLDL) (Persson etal., 2006).
2.4.2 F2-Isoprostane untuk mengukur Stress Oksidasi dan Disfungsi
Endotel
Dalam keadaan normal lemak akan megalami oksidasi menjadi radikal
yaitu lipid peroksida molekul lemak radikal (
.
L) dan atau peroksida lemak (LOO
.
).
Kedua molekul ini ersifat radikal (Best, 2003)
.
OH + LH =>
.
L + H
2
O
.
L + O
2
=> LOO
.
LOO
.
+ LH => LOOH +
.
L
Fe
++
+ LOOH + H
+
=> Fe
+++
+
.
OL + H
2
O
Proses terjadi di dalam mitochondria dimana kedua molekul radikal terse
ut
ersifat sangat reaktif dan dapat menem us hinga ke sitoplasma.
Oksidasi lemak dapat diukur dari meta olit yang dihasilkannya.
Peroksidasi lemak menghasilkan meta olit meta olit teroksidasi seperti ke
to,
hidroksi, epoksi dan e erapa asam lemak le ih pendek lainnya (Velasco
et al.,
2004). Hydroperoksida yang dihasilkan oleh Asam Arachidonat kemudian dap
at
dideteksi se agai F2-isoprostan. Isoprostan adalah produk yang dihasilkan
dari

41
jalur cyclooxygenase oleh mekanisme yang di katalisis oleh radikal e a
s. Jadi,
meta olit ini dihasilkan se agai ester phospolipid dari proses penyusunan kem al
i
stereo dan struktur isomer derivat PGH2 yang diproduksi oleh proses
cyclooxigenase asam arachidonat yang diinduksi oleh radikal e as (Morrow J.D.
et al. 1990). Secara invitro F2-isoprostan ter entuk dari peroksidasi l
emak LDL
oleh Cu2+ atau juga oleh pengoksida larut dalam air lainnya seperti 2,2-azo- is2amidinopropane (AAPH)(Lynch etal., 1994).
Asam Arachidonat yang termasuk dalam seri (n-6) asam lemak tak jenuh
jamak (PUFA), secara enzymatis melalui siklus Cyclooxygenase (COX) diru
ah
menjadi
ioaktif Prostaglandin (PGF
2
, PGE
2
, PGl
2
dn lin-lin) dn
Thromboxne (TX). Tetpi secr non enzymti mellui jlur rdil beb
s
dpt jug dirubh menjdi isoprostn (8-Iso-prostglndin F
2
(8-iso-PGF
2
; F
2
isoprostnes), dn diethui senyw ini merupn biomrer yng relib
le
untu menguur stress osidsi bi di esperimen mupun dlm study 
lini
(Nlsn C etl., 2006).
Senyw ini sudh dibutin dpt menjdi indes yng sngt berrti
untu meliht perosidsi lem secr invivo (Morrow J.D. etl., 1998)
. Slh
stuny dipi untu menguur munculny rdil bebs oleh ren osi
dsi
Low Density Lippoprotein (oxLDL) di dlm plsm drh (Dhwn etl., 2004),
menggmbrn proses lsifisi pd rteri oroner (Gross M. etl., 2005) dn
Lvi dlm rtielny mengitn ntr F2-isoprostn, stress osidsi
dn
erusn endotel dimn disebutn bhw F2isoprostn menggmbrn
erusn endotel yng disebbn oleh rdil bebs endogen (Lvi S e
tl.,
42
2008).
Sehingg st ini F2-isoprostn digunn sebgi mrer yng
spesifi
dn jeg dlm menggmbrn stress osidsi secr invivo (Milne etl.,
2005;
Comporti M. et l., 2008).
Robert Arjun dlm disertsiny pd thun 2007, menyebutn bhw
F2-isoprostn meningt pd serum tius yng menderit dislipidemi menjdi

(28.06 8.26 ng/dl) dibndingn tius yng norml (21.99 5.70 ng/dl).
An tetpi
d elemhn dlm menggunn F2-isoprostn sebgi
mrer invivo dlh eceptn eliminsiny. Hliwell B. dn Lee C.Y.J
(2010)
dlm reviewny menyebutn bhw F2isoprostn cept seli di metbolis
me
dn emudin diesresi mellui urin sehingg dpt memberin hsil y
ng
berbed bil dilun pd wtu yng berbed, wlupun smpelny sm.
2.4.3 Interleuin (IL)-6
IL-6 dlh sitoin 26 D yng diprodusi oleh berbgi mcm sel
seperti limposit, monosit, fibroblst dn endotel termsu jug mrofg. Melih
t
spetrum fungsiny dlm proses inflmsi sistemi, IL-6 terlibt pd
fse ut
dri penyit rdiovsulr. Diprodusi bersm-sm dengn IL-1 dan TNF-
sebgi respon inflmsi di endothelium dn mungin beerj bersm-sm
dlm menghmbt proses vsodiltsi di pembuluh drh (Woods et.l., 2
000;
Wiipedi, 2009; Dvidson, 2009). Hddy etl, 2003 yng mengnlis
hubungn IL-6 dengn ftor risio eteroslerosis pd studi ohort
menyimpuln bhw dlm populsi elurg yng seht termsu n-n
,
tingtn IL-6 beritn ert dengn ftor risio teroslerosis bi
itu
43
trdisionl mupun non trdisionl. Sehingg dt ini sngt bergun un
tu
mendifinsin pern sitoin pd menisme teroslerosis pd ondisi
fisiologis. Tuomisto etl., 2006 yng diperut oleh Sremi etl., yng
menytn bhw IL-6 dlh slh stu inflmtory mrer yng beritn ert
dengn ejdin penyit rdiovsuler (Sremi A etl., 2009). Hl ini
disebbn ren tingginy dr IL-6 dlm serum orng seht berit
n ert
dengn disfungsi endotel pembuluh drh (Esteve E. etl., 2007).
Kitnny dengn metbolisme lem, IL-6 memilii hubungn dengn
metbolisme lem dimn IL-6 ini dpt menen tivits dri Lipoprot
ein
lipse di jringn dipos yng mengerh epd penenn terhdp penyerpn
trigliserid (Greenberg etl., 1990). Hl ini n beribt dengn men
ingtny
dr lem yng ronis dlm drh yng dpt berontribusi terhdp ejdin
teroslerosis (Woods etl., 2000). Omoigui (2007) dlm hypotesisny
menyebutn bhw IL-6 memedisi terosidsiny LDL menjdi OxLDL dn
isoflvon ternyt dpt menen terbentuny IL-6.
Dismping itu cholesterol
LDL yng terjeb di intim n menglmi osidsi menjdi oxLDL dn hl ini
n meningtn espresi IL-6 (Willim nd Tbbs, 1998).
Seperti disebutn oleh Berliner et l., 1995 dn diperut oleh Omoigui,
2007, munculny ROS dn jejs pd endotel ini n merngsng terjdi
ny
proses inflmsi, begitu jug sebliny. Hl ini dpt diliht dri b
nyny
moleul inflmsi seperti monosit dn neutrofil yng n melet di
endotel

dn seresi sitoin pro inflmsi.


Respon yng ut diwli dengn 
elurny
sitoin proimunologi mellui tivsi ftor trnsripsi NFB (Nucler F
tor
44
Kpp-B). Ativsi NFB dipicu oleh berbgi stimulus, seperti sitoin inflmsi,
ROS, lem dn eutn-eutn menis yng mengeni sel endotel dind
ing
pembuluh drh yng emudin dpt mengtivsi receptor trns membrn
(Donto etl. 2009). Ftor ini emudin berger e dlm inti sel u
ntu
beritn dengn DNA untu mengespresi beberp gen trget yng mengo
de
sitoin-sitoin, protein fse ut dn sebginy. Beberp sitoin yng
diespresi ntr lin TNF-, IL1-17, IFN-. (Baraas F., 2006, ), dan teru
tama
yan terekpresi adalah yan dapat menyebabkan disfunsi endotil atau be
rsifat
proateroenik yaitu Interleukin-6 (IL-6), Tumor Neckrosis Factor- (TNF-),
Monocyte Chemottrctnt Protein 1 (MCP-1), receptor untu Advnce Glyction
End Products (RAGE) dn pro-oxidnt enzyme NADPH oxidse (Donto etl.
2009). An tetpi espresi dri sitoin ini yitu IL-6, TNF- dn CRP di dinding
pembuluh drh tid beritn dengn onsentrsiny, sehingg onsentrs
i
sitoin-sitoin ini sj di dlm drh tid dpt dipi untu menguur sttu
s
inflmsi di pembuluh drh (de Winther etl., 2005).
IL-6 yng terespresi dlm sel berinti n mudh terelminsi bersmn
dengn leps tu hilngny sel tersebut di dlm drh (Melni etl.,
1993).
Dismping itu produsi IL-6 menurun oleh dny genestein yng merup
n
bgin dri flvonoid dn jug dri lngn terpenoid (Omoigui,2007).
2.5. Antiosidn sebgi ntiterogeni
Anti osidn didefinisin sebgi semu substrt yng dlm jumlh yng lebih
sediit dibnding dengn zt yng terosidsi tpi dpt mencegh proses osids
i
45
dri zt tersebut (Bchem et l., 1999). Sistim erj ntiosidn sngt omple
s,
tetpi secr gris besr ntiosidn dpt dielompon menjdi du j
enis
ntiosidn yitu: pertm, yng bersift enzymtis, bisny bersl d
ri dlm
tubuh (endogen) dn berger sebgi lini perthnn pertm, ntr l
in:
Superosid dismutse (SOD), Ctlse (CAT), glutthione perosidse (GPx) dn
lin-lin, dn edu, yng bersift rdicl scvenging ntioxdnts yng umumny
bersl dri lur seperti: Vitmin C, B crotene, Vitmin E, flvonoid, polyphen
ol
dn terpenoid (Bhorun et l., 2006) (gmbr 2.6). Kedu jenis ntios
idn ini
beerj bersm di dlm melwn efe dri rdil bebs (Wht re ntioxidnt,
2011).

Gmbr 2.7 Digrm eteritn ntr ROS dn ntiosidn


Bhorun et l., IJMU, 1 (2), 2006
46
Wlupun ditn bhw ntiosidn endogen ini lebih poten dripd
yng esogen, ntiosidn dri lur ini dpt mencegh proses inisisi
dn
menterminsi berembngny proses osidsi (Willcox et l., 2004).
Disebutn bhw ROS menyebbn bnormlny fungsi endotel dn
ntiosidn dpt menceghny (Cmeron nd Cotter, 1999).
Selin itu
sel
endotel yng menglmi jejs dpt diregenersi oleh dny progenitor
sel
endotel yng bersl dri sumsum tulng tetpi beredr di pembuluh dr
h, dn
ROS mengurngi efe eerj dri progenitor ini (Dimmeler nd Zeiher, 2004).
2.5.1 Antiosidn Endogen
Tubuh sudh membngun sistem yng menghsiln ntiosidn yng bersift
endogen untu melwn Rdil Bebs. Antiosidn tersebut d yng bers
ift
enzymti seperti SOD yng merubh O
2
menjdi H
2
O
2
dn H
2
O, Ctlse yng
merubh H
2
O
2
menjdi H
2
O dn O
2
dn Glutthione Perosidse yng merubh
H
2
O
2
menjdi H
2
O. Dismping itu ntiosidn yng bersift non enzymtic ntr
lin Glutthione (GSH), Alph Lipoic Acid (ALA) dn Coenzym Q10 (CoQ10
)
(Foud T, 2010, ).
Antiosidn ini disebut jug ntiosidn primer ren siftny yng wl
yitu mencegh munculny rdil bebs bru dengn memutus rnti bern
ti
dengn mengubhny menjdi bentu yng lebih stbil seperti menjdi ir (H
2
O)
tu hodrogen perosid (H
2
O

2
). (Wiipedi, 2011)
NF-E2-relted fctor 2 (Nrf2) dlh senyw yng beritn ert dengn
protein p45 NF-E2 yng bilmnn tif dpt mengespresi gen ntiosid
n
47
protein endogen. Atifny protein ini dlh sutu bentu perthnn se
l
(cytoprotection) terhdp induser fse2 termsu dintrny stress osid
si
(Kobyshi nd Ymmoto, 2005).
Senyw yng diespresi oleh Nrf2 nt
r lin
Glutthione S-trnsferses (GSTs) dn NAD(P)H quinone oxidoreductse (Itoh K.
etl., 1997). Dismping itu Nrf2 jug mengode phse 2 detoxifying enz
ymes
seperti
UDP-glucuronyl trnsferse 1A6, fltoxin B1 ldehyde reductse
, dn
microsoml epoxide hydrolse (Kw etl., 2001) dn espresi gen enzyme
Glutmylcysteine Synthse (-GCS) yan

menkontrol sintesis GSH (Wild A.C.

etal., 1999).
2.5.2 Glutathione (GSH)
Glutathione (-lutamylcysteinyllycine, GSH) adalah antioksidan sulfhydryl
(SH), antotoksin dan kofaktor enzym. GSH ada dimana-mana termasuk hewan,
tumbuhan, tanaman dan mikrooranisme, larut dalam air dan berada di da
lam
cytosol dari sel atau substrat larut dalam air lainnya. Dan karena jumlahnya ya
n
cukup besar maka disebutkan sebaai antioksidan dalam sel yan mayor (Kidd P,
1997).
Glutathione eksis di dalam sel dalam bentuk antioksidan tereduksi yan

dikenal denan istilah GSH, dan dalam
bentuk teroksidasi yan dikenal
denan
istilah Glutathione Disulfida (GSSG). Rasio antara GSH/GSSG merupakan
indikator sensitif untuk stress oksidasi. GSH denan enzym lutathione
peroksidase (GPx) dapat menkatalisis proses reduksi Hidroperokside lemak
menjadi alkohol dan hidroen peroksida menjadi air. Pada saat menkatalisis tad
i
ikatan disulfida dari 2 GSH akan berikatan membentuk Glutathione teroks
idasi
48
(GSSG) , dan enzym lutathione reduktase dapat mendaur ulan GSSG menj
adi
GSH kembali denan cara menoksidasi NADPH. Ketika sel terekspos denan
stress oksidasi maka akan terjadi penumpukan GSSG dan rasio GSH/GSSG akan
menurun (Oxford Biomedical Research, 2008).
Mekanisme kerja dari GSH didalam proses peredaman radikal bebas yaitu
dalam sei kemampuananya mereduksi hidroksil radikal (
.
OH) yan berasal dari

reaksi Fenton (Best B, 2003).


Fe
++
+ H
2
O
2
> Fe
+++
+
.
OH + :OH
GSH +
.
OH >
.
GS + H
2
O
dan lutathione yan teroksidasi bersifat radikal akan salin menetralisir
.
GS +
.
GS > GSSG
atau dapat jua dikatakan denan rumus yan berbeda, yaitu
2 GSH + ROOH => GSSG + ROH + H
2
O
Disampin itu enzym Glutathione peroxidase menetralisir Hidroen
Peroksida (H
2
O
2
) denan cara menambil hydroen untuk membentuk 2 H
2
O dan
satu GSSG, sedankan enzyme lutathione reduktase akan menjadikan GSSG,
denan menunakan enzyme NADPH sebaai sumber hydroen, menjadi GSH
kembali
2 GSH + H
2
O
2
=> GSSG + 2 H
2
O
Denan kata lain lutathione di sini menceah hidroksil radikal yan dapat
merubah molekul lemak menjadi lemak radikal (
.
L) atau peroksida lemak (LOO
.
)
melalui dua sisi yaitu menceah terbentuknya hydroksil radikal (
.
OH) bereaksi
49

denan molekul lemak atau menceah terbentuknya hidroksil radikal denan


merubah Hidroen Peroksida (H
2
O
2
) menjadi molekul air.
Meninkatnya peroksidasi lemak dalam dindin pembuluh darah yan
menalami aterosklerosis akan menurunkan kadar GSH peroksidase dan kadar
protector eicosanoid prostacyclin (PGI-2) menakibatkan balans prostaland
in
menjadi lebih bersifat proinflamasi. Untuk itu diperlukan enzym GSH-S
transferase yan bekerja di sel endotel untuk meninkatkan produksi dar
i
protektor eicosanoid (Kidd P, 1997).
Flavonoid khususnya jenis quercetin dari ekstrak bawan bombay (onion),
kaemferol dan apienin meninkatkan konsentrasi lutathione (GSH)
melal
ui
aktivasi ekspresi dari -lutamylcysteine synthetase (GCS) heavy subunit (GCS
h
)
promoter (Myhrstad M.C.W. etal., 2002).
2.6 Makanan sebaai Faktor Risiko mempenaruhi Proses Penuaan
Pembuluh Darah
Gaya hidup yan meliputi makanan, alkohol, merokok dan aktivitas fisi
k
merupakan faktor risiko klasik terhadap penyakit pembuluh darah termasuk
di
dalamnya penuaan pembuluh darah tersebut. Gaya hidup seperti diatas dia
nap
dapat mempercepat ataupun menurani percepatan proses penuaan tersebut.
2.6.1 Makanan yan meninkatkan Risiko Menderita Penyakit Pembuluh
Darah
Li H. dan kawan-kawan (1993) menunjukkan adanya aktivasi fokal di
endotelium aorta asenden kelinci, setidaknya 1 minu setelah pemberian
diet
ateroenik yan menandun 0,3% cholesterol, 9 % minyak kelapa yan
50
dihidroenasi dan 1% minyak jaun dibandinkan denan kelinci yan
mendapatkan diet 10 % minyak jaun. Bentuk fokal aktivasi yan ditunj
ukkan
adalah terekspresinya VCAM-1 (Vascular Cell adhesion Molecule-1) dan setelah
3 minu di daerah fokal muncul lesi yan menandun macrophaes beari
n
class II major histocomtability antien (MHC-II) (Li H. et al., 1993). Temuan in
i
ditunjan oleh Henderson dan kawan-kawan (2004) yan melakukan percobaan
pada babi, menyatakan bahwa di fase awal dari penyakit kardiovaskuler,
pemberian diet tini lemak dan tini kolesterol memberikan efek sedan

terhadap dilatasi yan dependen terhadap endotel di arteriol koroner dan
efek ini
dapat diceah bahkan dipulihkan denan olah raa (Henderson et al., 200
4). Hal
senada jua diunkapkan oleh Soinio dan kawan-kawan (2003) yan melakuk

an
penamatan pada kelompok penderita Diabetes tipe 2 laki-laki dan peremp
uan
menyatakan bahwa pada kelompok laki-laki yan memperoleh diet lemak denan
rasio polyunsaturated/saturated fat (P/S) tertini (>0,28 atau >28%) me
miliki
risiko penyakit koroner terendah dibandinkan denan yan rasio P/Snya
rendah
(rasio 5 % dan 14.2 %).
Dari sini Soinio menyimpulkan bahwa rendahn
ya rasio
P/S dapat memprediksi kemunkinan menderita penyakit jantun koroner pad
a
penderita Diabetes tipe 2 independen dari faktor risiko penyakit korone
r
konvensional lainnya (Soinio et al., 2003). Selanjutnya Lopez-Garcia dan kawankawan menyebutkan bahwa tininya asupan trans-fatty acid secara positif
berkorelasi denan C-reactive protein (CRP, P<0.009), soluble Tumor Necr
osis
Factor Receptor-2 (sTNFR-2, P,0.002), E-selectin (P<0.003), soluble Cells
Adhesion Molecules sICAM (P,0.007), dan sVCAM (P,0.001) yan
51

memberikan

efek merusak endotel dan merupakan faktor risiko dari penyakit kardiova
skuler
(Lopez-Garcia et al., 2005)
Katan dan kawan-kawan (1994) pada laporannya menyatakan bahwa
menkonsumsi lemak jenuh akan meninkatkan kolesterol total dan LDL,
walaupun secara individu asam lemak memberikan efek yan berbeda-beda. Dari
semua jenis asam lemak jenuh, asam miristat, palmitat yan ada pada l
emak
hewan dan asam laurat yan ada kelapa memberikan efek terbesar, karena
asam
lemak ini yan menyebabkan LDL susah untuk dihilankan dari sirkulasi
(Hu
etal., 1999; Denke, 2006). LDL yan lama beredar dalam darah akan tero
ksidasi
yan nantinya akan dimakan oleh macrophae untuk menimbulkan foam cell
di
tunika intima (Bahorun et al., 2006)
2.6.2 Diet yan menandun Antioksidan dapat Menceah Aterosklerosis
Seperti disebutkan di atas bahwa antioksidan dibedakan atas dua yaitu antioksida
n
endoen yan bersifat primer dan antioksidan eksoen atau eksternal yan

umumnya berasal dari luar terutama dari makanan. Yan termasuk dalam
antitoksidan eksoen ini antara lain vitamin A, E dan C, -carotene, flavonoid dan
polyphenol dan terpenoid. Antioksidan ini
iasanya erfungsi se agai rad
ical
scavenging antioxdants, oleh karena umumnya
erasal dari luar seperti:
Vitamin
C, B carotene, Vitamin E, flavonoid, polyphenol dan terpenoid (Bahorun
et al.,
2006).
Dise utkan ahwa antioksidan dari luar ini dapat mencegah proses inisiasi
dan menterminasi
erkem angnya proses oksidasi (Willcox et al., 2004).
52

Disamping ersifat se agai scavenging antioxdants, flavonoid dan polypenol juga


dapat meningkatkan produksi Glutathion melalui pengaruhnya terhadap ekspr
esi
su strat yang diperlukan untuk sintesa glutation seperti CT cystine ant
iporter,
gamma-glutamylcysteine synthetase and glutathione synthase (Bahia et al., 2008),
ahkan Myhrstad et al., menye utkan ahwa ekstrak awang onion dan quercetin,
dapat meningkatkan konsentrasi intraseluler glutathione sampai kira-kira 50 %nya
lagi (Myhrstad et al. 2002). Vitamin E dan C ter ukti telah dapat me
ngurangi
erkem angnya aterosklerosis. Kedua vitamin ini diketahui dapat menggagal
kan
efek stimulasi Angiotensin II pada aktivitas JNK dan p38 dari Vascular
Smooth
Muscle Cell (VSMC) (Kyaw et al., 2001), dan hal ini mendukung temuan dalam
penelitian yang dilakukan oleh Cam ridge Heart Antioxidant Study (CHAOS)
yang dilaporkan oleh Stephens dan kawan-kawan mengatakan
ahwa vitamin
E
dapat menurunkan insiden Penyakit Kardiovasculer (Stephens et al., 1996).
Flavonoid oleh karena sifatnya se agai antioksidan dise utkan dapat
mengurangi risiko menderita penyakit pem uluh darah. Antioksidan ini sem
akin
diperlukan dengan meningkatnya stress oksidasi oleh karena penuaan, kare
na
stress oksidasi ilamana di iarkan akan merusak lapisan endotel yang e
raki at
pada penyakit pem uluh darah (Achmad, 1990). Youdim dan kawan-kawan
mem uat penelitian dengan komposisi polyphenol yang ada pada tanaman
u
ah
eri dan melihat efek putatif antioksidan dan efek antiinflamasinya yan
g dapat
mencegah rusaknya lapisan endotel. Dari sini kelompok ini kemudian
menyimpulkan ahwa senyawa polyphenol yang ada pada uah cran erry dan
lue erry yaitu senyawa anthocyanins dan hydroxycinnamic acid dapat dideteksi
53
sampai di lapisan endotel dan dapat menurunkan kerentanan sel endotel
aik di
mem ran maupun sampai ke sitosol. Selanjutnya senyawa polypehnol ini
juga
dapat meregulasi rangsangan TNF-alpha yang diinduksi oleh mediator infla
masi
seperti IL-8, MCP-1 dan ICAM-1, sehingga senyawa ini dapat dikatakan
mem erikan efek proteksi terhadap kerusakan sel endotel (Youdim et al.,
2001).
Quercetin dan senyawa phenol yang ada pada jahe seperti gingerol dan
shogaol
dapat mencegah penumpukan dan oksidasi LDL (Fuhrman et al., 2000, Narayana
et al., 2001). Disamping itu, zat yang ada dalam awang putih seperti
kaemferol
glicosida, merupakan scavenger yang kuat terhadap ter entuknya hydroxyl
radical dan dapat mencegah oksidasi dari LDL (Fuhrman dan Aviram, 2002).
Pendapat di atas sedikit ditentang oleh Sesso dan kawan-kawan (2003)
yang menye utkan ahwa tidak ada hu ungan linier antara asupan flavonoi

d
terhadap kejadian penyakit jantung koroner (Sesso et al., 2003), tetapi
Xu dan
kawan-kawan (2007) menegaskan
ahwa flavonoid, walaupun kemampuannnya
er eda- eda sesuai dengan jenisnya, mempunyai efek relaksasi pem uluh d
arah
yang tentu sangat erguna untuk mencegah proses aterosklerosis (Xu et al. 2007)
Nevin dan Rajamohan (2003) yang melakukan penelitian tentang Virgin
Coconut Oil (VCO) menyatakan ahwa VCO menunjukkan sifat antitrom otiknya
secara signifikan di mana antioksidannya le ih tinggi, sehingga LDL le
ih
resisten terhadap oksidasi di andingkan dengan minyak unga matahari, sehingga
dise utkan ahwa VCO dapat mencegah oksidasi dari LDL oleh oksidan, dan hal
ini oleh karena sifat VCO yang mengandung unsaponifia le component sepe
rti
Vitamin E., provitamin A., polyphenols dan phytosterol (Nevin and
Raj
amohan,
54
2004). Selain itu Seneviratne et al. (2008) menye utkan
ahwa minyak k
elapa
yang diolah dengan pemanasan memiliki sifat le ih sta il di andingkan d
engan
minyak kelapa yang diolah secara fermentasi
2.7. Ba i Guling
Ba i guling adalah salah satu makanan yang iasanya dipergunakan untuk
pelengkap ke utuhan upacara. Pada masa lalu, makanan ini iasanya dikonsumsi
oleh masyarakat Bali hanya pada waktu upacara. Tetapi makanan ini seka
rang
sudah anyak diperjual elikan di warung-warung makan, sehingga mudah unt
uk
dikonsumsi. Makanan ini unik karena kandungan ahan yang digunakan, dis
atu
sisi kandungan makanan ini, daging dan lemak, kaya akan lemak jenuh y
ang
ersifat aterogenik tapi disisi lain makanan ini kaya juga akan serat dan flavon
oid
yang erasal dari um u dan tam ahan lagi makanan ini juga anyak
menggunakan minyak kelapa yang
elakangan ini menjadi ajang kontroversi
(Indraguna, 2009).
2.7.1 Ba i Guling dalam Perpesktif Budaya
Ba i guling di Bali, pada awalnya dan sampai sekarang, dikenal se agai makanan
yang dipersem ahkan pada saat upacara. Di desa adat Tim rah, agian dar
i desa
Tenganan Pegringsingan dan merupakan salah satu desa adat tradisional d
i Bali
timur, menggunakannya se agai salah satu kelengkapan upacara yang sampai saat
ini masih dipertahankan (Bajra, 2009).
Cole (1983) dalam disertasinya
tentang
prilaku makan orang
ali menye utkan ahwa a i guling merupakan salah
satu
makanan upacara disamping sate, urutan, oretan, lawar, ares, tum dan se againya.
55
Saat ini a i guling dapat diperoleh di mana-mana. Dari restoran sampai
dengan
warung lesehan kecil di seluruh ka upaten di Bali, dapat diperoleh a i guling.

Di
desa Sukawati Gianyar, Ba i Guling diperjual

elikan dalam warung-warung

makan lesehan. Ba i guling dapat dikatakan se agai salah satu menu favorit tidak
saja di kalangan orang Bali tetapi juga mancanegara.
Bahan utama dari makanan ini adalah anak a i yang memang dipelihara
untuk itu. Untuk ke utuhan upacara, a i yang dipakai iasanya anak
a
i lokal
yang masih
erumur muda dengan erat sekitar 8-15 kg.. Untuk ke utuhan
komersial, a i yang digunakan le ih esar yaitu
eratnya mencapai 60
kg.,
ahkan dapat mencapai 80 kg. dan jenis
a inyapun
ukan lagi a i lok
al tetapi
a i jenis Landrace atau kawin silang antara a i lokal dengan Landrac
e. Ba i
Landrace adalah jenis
a i yang awalnya dikem angkan di Denmark kemudia
n
diimport dan dikem angkan di Australia (Taylor et al., 2005). Ba i jen
is ini
sekarang sudah mulai diternakkan secara luas di Bali (Saka, 2003). Peternak a
i
di Bali le ih memilih jenis a i Landrace ini karena, a i ini le ih
mudah
dipelihara di andingkan dengan
a i lokal,
a inya cepat esar dan
dagingnya
le ih anyak sehingga le ih cepat dapat dijual di andingkan dengan
a i
lokal.
Saka (1996 dan 2003) dalam laporannya menye utkan ahwa a i Landrace
ini
le ih unggul dalam memproduksikan daging karkas di andingkan dengan a i
Saddle ack maupun kawin silang antara a i ali dan a i Saddle ack. Dipihak
lain pedagang a i guling khususnya yang mem uat untuk tujuan komersial, juga
le ih memilih a i jenis ini karena dagingnya le ih
anyak di andingkan
yang
lokal (Gung De Agung, 2009).
56
2.7.2 Pem uatan dan Penyajian Ba i Guling
Ba i yang akan diolah, di unuh dengan memotong nadi di daerah leher
supaya keluar darahnya, kemudian ulu dan kulit di ersihkan dengan cara dikuliti
,
dan kemudian agian dalamnya: isi perut dan semua organ viscera dikelu
arkan.
Setelah semua ersih, anus a i ditusuk dengan kayu ulat panjang mele
wati
perut sampai keluar dari mulut, aru kemudian rongga perut dan dada diisi dengan
um u. Setelah itu, perut a i dijahit kemudian kulit
a i kemudian di
olesi
dengan larutan dari remasan kunyit yang dicampur dengan gula merah unt
uk
kemudian dipanggang di atas ara api sampai dianggap matang dengan war
na
kulit yang kecoklatan (gam ar 2.8).
Bum u a i guling tidak jauh er eda dengan um u yang dipakai dalam
masakan tradisional Bali lainnya. Di dalam konsep
um u Bali, um u

diharuskan untuk memenuhi 5 (lima) kriteria rasa yaitu rasa pahit, rasa manis, r
asa
asam, rasa pedas dan rasa asin. Untuk itu komponen dalam
um u a i
guling
di edakan menjadi tiga agian yaitu um u dasar ( ase genep), um u wa
ngn
dan um u penyedap ( ase penyangluh) (Sudharsana, 2001). Bum u dasar terdiri
dari Lengkuas (Langua galanga), jahe (ginger atau Zingi er officinale),
kencur
(Kaempferia galanga), awang merah (Shallot, Allium Cepa),
awang putih
(garlic atau Allium Sativum), kunyit (turmeric/Alpina galanga), lom ok/ca

esar (Capsicum annum), ca e rawit ( ird chilli atau Capsicum frutescen


s),
kemiri (candle nut atau Aleurites moluccana), merica hitam ( lack peppe
r atau
Piper nigrum), ketum ar (coriander atau Coriandrum sativum) . Bum u wan
gn
yang terdiri dari pala (Myristica sp.), ta ya un (Piper retrofactum),
egarum,
57
cengluh dan mesui (Cinammomum), dan
um u penyangluh yang terdiri dari
terasi (Shrimp paste), garam, daun salah ada atau tomat, daun salam (
Eugenia
Polyantha), jeruk limau dan minyak kelapa (Coconut oil). Semua um u
dicincang halus kecuali garam, terasi, daun salam dan minyak kelapa. Pew
angn
yang digunakan
iasanya sudah dalam entuk
u uk (Eiseman Jr., 1998;
Sudharsana, 2001).
Semua
um u yang telah dicincang dicampur dengan ahan yang lain
kemudian diaduk
ersama minyak kelapa yang diolah secara tradisional. B
aru
kemudian semua
um u dimasukkan ke dalam perut-dada a i yang sudah
di ersihkan.

Se agai sayur, di e erapa daerah digunakan daun u i kayu atau daun


kayu-manis atau daun-daunan lainnya yang erwarna hijau yang iasa dipa
kai
sayur, yang dicampur dengan um u yang kemudian dimasukkan kedalam peru
t
Gam ar 2.8. Ba i Guling Utuh
Sum er endrone. logspot, 2009
58
a i. Di e erapa daerah, ada yang memasukkan atu hitam ke dalam perut a i
ersama-sama dengan um u dengan tujuan supaya daging a i matangnya
sempurna. Setelah dijahit, se elum dipanggang kulit
a i diolesi dulu d
engan
minyak dan kunyit supaya kulit erwarna kecoklatan dan renyah.

Dalam penyajiannya, daging a i guling disajikan ersama dengan lemak,


kulit, sosis
a ai (urutan) dan gorengan organ dalam tu uh yang kemudi
an
dituangi um u diatasnya. Kemudian
a i guling dikonsumsi
ersama-sama
dengan nasi, lawar a i dan atau sayur nangka muda (gam ar 2.9).

2.7.3 Kandungan Nutrient dan antioksidan dalam Ba


Secara teoritis, daging a i mentah yang
mengandung 11,9 gram protein, 45 gram lemak
n
jumlah energinya adalah 453 Kcal. Daging
a
mnya

i Guling
erlemak, per 100 gramnya,
dan 0 gram kar ohidrat da
i yang kurus, per 100 gra

Sum er endrone. logspot, 2009


Gam ar 2.9: Penyajian Ba i Guling
59
mengandung 14,1 gram protein dan 35,0 gram lemak (Oey Kam Nio, 1992).
Dalam penelitian tentang inventarisasi makanan tradisional yang dilakukan
oleh
Universitas Udayana Bali, dise utkan ahwa, per 100 gram daging
a i g
uling
mengandung energi 375,76 Kkal, kar ohidrat 5,96 gram, protein 8,15 gram
dan
lemak 35,48 gram (Suter et al., 1999).
Ta el 2.3.
Kandungan dan Aktivitas Antioksidan dalam Bum u Bali Guling (Secara teoritis)

FLAVONOID PHENOL TERPEN ANTIOKSIDAN


mg GAE/100 gr
mVCE/100gr
Lengkuas
v 216,3*
98,61  2,13*
Kunyit
v 1340,7* v 1126,12  94,26*
Jahe
v 99,7*
62.24  0.19*
Kencur
Bawang merah

51,9* 88,9* v 11.93  2.36*


Bawang putih
63,51*
8.77  1.93*
Ca e rawit
21,91* 129,88*
130,36  2,76*
Kemiri
Ketum ar
Merica hitam
447,23*
Pala
Ta ia Bun
Begarum
Cengluh
Mesui (Cinamon)
Terasi
Garam
Daun Salah Ada
Daun Salam
Jeruk limau
3,8*
Monosodium
Minyak kelapa
* Sum er: Tangkanakul etal., 2009
60
Lemak jenuh yang erasal dari a i umumnya ersifat rantai panjang
seperti palmitat (C16:0) dan stearat (C18:0) (Anne, 2008, Wikipedia, 20
08, Ard
Jamy D., 2006). Seperti diketahui se elumnya ahwa lemak jenuh rantai panjang
ersifat aterogenik, maka lemak ini dapat dikatakan se agai makanan yan
g
ersifat proaging (Kromhout et al. 1995).
Be erapa agian dari um u
a i guling, secara individual sudah
diketahui kandungan antioksidannya, aik itu flavonoid, terpene, phenol, vitami
n
A, C maupun E. Tetapi
anyak juga yang elum diketahui apakah mengand
ung
antioksidan atau tidak. Bum u yang sudah diketahui kandungan antioksidan
nya
antara lain awang merah, lengkuas, jahe, kunyit, merica hitam, kemiri, dan jeru
k
limau. Ta el 2.3 menunjukkan komposisi dari
um u yang diam il dari
pengamatan ke e erapa produsen a i guling di Denpasar dan kandungan secara
teoritis dari masing-masing ahan yang diam il dari Tangkanakul et al., 2009.
Berdasarkan ta el 2.3, dapat dilihat ahwa komponen um u dalam

um u a i guling sangat
anyak dan hampir semua
um u seperti awang
merah, lengkuas, awang putih, ca e rawit dan lainnya, yang
ila dilih
at
kandungan antioksidan yang disum angkan oleh masing-masing um u terse ut
cukup tinggi (Tzung-Hsun Tsai etal., 2005).
Berdasarkan data dari USDA Data ase for the Flavonoid Content of
selected Food (2003) maka dise utkan
ahwa awang merah (Allium Cepa)
mengandung quercetin, kaemferol, isorhamnetin dan cyanidin); lom ok rawit
kecil mengandung quercetin, luteolin dan vitamin C; air jeruk limau se
lain
61
mengandung asam juga mengandung eriodyctol, naringerin dan hesperitin,
flavonols: quercetin, dan flavones: luteolin. Sedangkan kunyit mengandung
hesperitin, naringerin, eriodyctole dan quercetin. (Nutrient Data La oratory et
al.,
2003). Murtihapsari dalam perco aannya menye utkan ahwa senyawa aktif
flavonoid tertinggi pada
awang merah adalah senyawa quercetin (Murtihap
sari,
2010). Quercetin merupakan antioksidan yang kuat karena kemampuannya
ertindak se agai scavenger terhadap radikal e as dan ion metal. Sehin
gga ia
dapat mengham at peroksidasi lemak (Sakanashi etal., 2008).
Fuhrman (2002) dan Linda Lazarides (2008) dalam tulisannya menyatakan
ahwa jahe mengandung monoterpenes, sesquiterpenes, gingerol, shogaol. Verma
etal., 2004, menye utkan
ahwa jahe dapat juga mencegah peroksida lemak
disamping kemampuannya se agai antiinflamasi (Verma etal., 2004). Benke l
ia
(2005) dan Bozin et al. (2008) mengatakan kalau awang putih dan kemi
ri
mengandung
kaemferol, glycoside dan alysin, sedangkan Prasad etal.,
menyatakan ahwa senyawa alysin adalah suatu antioksidan yang mengikat
hydrogen peroksida (
.
OH) menjadi tidak aktif (Prasad etal., 1995). Gorenstein dan
kawan-kawan dalam penelitiannya tentang awang putih ahkan menye utkan
ahwa pem erian tam ahan awang putih pada tikus yang mendapatkan makanan
kaya lemak dan kolesterol, dapat menekan pem entukan plasma lipid dan
meningkatkan konsentrasi anti oksidan dalam darahnya (Gorinstein et al., 2006).
Dalam Her
and Suplement Enzyclopedia (2008) dan juga Tangkanakul
(2009) menye utkan ahwa lengkuas mengandung galangin, gingerol,
diarylheptanoid., sedangkan Mahae N dan Chaiseri yang meneliti aktivitas
62
antioksidan secara invitro mem uktikan ahwa lengkuas (Alpina Galanga) selain
mengandung ketiga unsur di atas juga mengandung methyl eugenol, chavico
l,
eugenol, myricetin. Dan yang merupakan mayor antioksidan dise utkan se a
gai
ekstrak 1-acetoxycavichol acetate dan catechin (Mahae and Chaiseri, 2009).
Disamping itu Aisyah Tri Septiana dan kawan-kawan (2006) menye utkan
ahwa kandungan poli fenol pada ekstrak kunyit adalah 216,57 ppm, dan
jahe

adalah 127,97 ppm. Kandungan curcuminnya untuk kunyit adalah 55,93 ppm dan
jahe adalah 4,6 ppm. Aktivitas antioksidan pada kunyit dan jahe ternya
ta le ih
tinggi di andingkan dengan tocopherol. Hanumanthappa Manjunatha dan
Krishnapura Srinivasan (2008)
ahkan menye utkan ahwa kunyit dan Lom ok
merah tidak hanya mengandung antioksidan tetapi juga dapat menurunkan
kolesterol darah khususnya kolesterol LDL. Tangkanakul et al., 2009, da
lam
laporannya telah menghitung secara kuantitatif kandungan polyphenol dan
antioksidan yang ada pada um u yang dipakai masakan Thailand dan tern
yata
e erapa um u memiliki persamaan dengan um u yang dipakai di Bali.
Ekstrak awang merah dan awang putih ternyata mampu secara
siginifikan mengham at peroksidasi lemak (Leelarungrayu et al., 2006, Yin, Shu
dan Chang, 2006),
ahkan Yin, Shu dan Chang secara le ih eksplisit
menye utkan tempat pengham atan peroksidasi lemak terse ut yaitu di
multilamellar phosphatidylcholine liposomes dan human RBC mem ranes.
Minyak kelapa yang diolah dengan pemanasan secara tradisional
esar
kemungkinan
ersifat le ih sta il di andingkan dengan minyak kelapa yang
63
diolah secara fermentasi (Virgin Coconut Oils) (Seneviratne, 2008). Be e
rapa
um u yang lain elum diketahui kandungan antioksidannya.
Dari hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Indraguna (2009)
diperoleh kandungan zat aktif dari um u adalah senyawa mengandung terpenoid,
polifenol dan flavonoid. Aktivitas antioksidan secara invitro diperoleh
dapat
dilihat pada ta el 2.4.
Ta el 2.4.
Aktivitas Antioksidan pada Bum u Ba i Guling Mentah dan Matang
pada Konsentrasi yang Ber eda
KONSENTRASI
BUMBU MENTAH BUMBU MATANG
5 menit (%) 60 menit (%) 5 menit (%) 60 menit (%)
8000 ppm 109,01 116,18 131,09 251,93
1000 ppm 50,50 66,34 62,04 55,63
100 ppm 27,66 34,13 32,38 43,13
Dari ta el di atas dapat disimpulkan ahwa kemampuan
um u se agai
anti radikal e as pada konsentrasi 8000 ppm mencapai di atas 100%,
ahkan
dalam
um u matang kemampuan meredam radikal e as mencapai 250% pada
menit ke enampuluh. Pada konsentrasi 1000 ppm, kemampuan meredamnya
masih mencapai 50% ke atas, dan kemampuan um u matang se agai anti radikal
e as le ih tinggi di andingkan dengan um u yang mentah (Indraguna, 2009).

Anda mungkin juga menyukai