Anda di halaman 1dari 6

MALARIA

2.1 Definisi Malaria


Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah. Infeksi
malaria memberikan gejala berupa demam, mengigil, anemia dan splenomegali. Dapat
berlangsung akut maupun kronis. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi
mauoun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat (Harijanto,
2009).
2.2 Etiologi
Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga
menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan mamalia. Termasuk genus
plasmodium dari famili plasmodidae (Harijanto, 2009). Spesies plasmodium yang
menginfeksi manusia, antara lain Plasmodium falciparum penyebab malaria falciparum atau
malaria tertiana yang maligna (ganas) , Plasmodium vivax menyebabkan malaria vivax atau
disebut juga malaria tertiana benigna (jinak), Plasmodium malariae menyebabkan malaria
kuartana atau malaria malariae dan Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale
(Departemen Kesehatan RI, 2008)
2.3 Siklus Hidup Plasmodium
Daur hidup keempat spesies malaria pada manusia umumnya sama. Proses ini terdiri
dari fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual
(skizogoni) dalam badan hospes vertebrata. Fase aseksual dalam hospes perantara
(vertebrata) terdiri dari beberapa fase berikut:
Fase jaringan. Bila nyamuk Anopheles betina yang mengandung parasit malaria
dalam kelenjar air liurnya menusuk hospes, sporozoit yang berada dalam air liurnya masuk
melalui probosis yang ditusukan ke dalam kulit. Sporozoit segera masuk dalam peredaran
darah dan setelah 30 menit sampai 1 jam masuk ke dalam sel hati. Parasit masuk ke sel hati
dan berkembang biak, proses ini disebut skizogoni praeritrosit. Inti parasit membelah diri
berulang-ulang dan skizon jaringan hati berbentuk bulat atau lonjong. Pada akhir fase
praeritrosit, skizon pecah, merozoit keluar dan masuk ke peredaran darah. Sebagian besar
menyerang eritrosit yang berada disinusoid hati tetapi beberapa difagositosis. Pada P.vivax
dan P.ovale sebagian sporozoit yang menjadi hipnozoit dan setelah beberapa waktu dapat
menjadi aktif kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder. Proses ini dianggap
sebagai penyebab timbulnya relaps jangka panjang atau rekurens. P.falciparum dan P.malariae
tidak mempunyai fase eskoeritrositik; relapsnya disebabkan oleh proliferasi stadium
eritrositik dan dikenal sebagai rekrudesensi.
Fase aseksual dalam darah. Waktu antara permulaan infeksi sampai parasit malarua
ditemukan dalam darah tepi disebut masa pra-paten. Masa ini dapat dibedakan dengan masa
inkubasi yang berhubungan dengan timbulnya gejala klinis penyakit malaria. Merozoit yang
dilepaskan skizon jaringan mulai menyerang eritrosit. Invasi merozoit bergantung pada
interaksi reseptor pada eritrosit, glikoforin dan merozoit sendiri. Setelah merozoit masuk,
parasit mengalami pertumbuhan bentuknya menjadi tidak teratur. Stadium muda ini disebut

trofozoit. Parasit mencerna hemoglobin eritrosit dan sisa metabolismenya berupa pigmen
malaria (hemozoin dan hematin). Pigmen ini yang mengandung zat besi ini terlihat sebagai
butir-butir berwarna kuning tengguli hinggi tengguli hitam yang makin jelas pada stadium
lanjut. Setelah masa pertumbuhan, parasiy berkembang biak secara aseksual melalui proses
pembelahan yang disebut skizogoni. Skizon matang mengandung bentuk-bentuk bulat kecil,
terdiri dari inti dan sitoplasma yang disebut merizoit. Setelah proses skizogoni selesai,
eritrosit pecah dan merozit dilepaskan dalam aliran darah (sporulasi). Kemudian merozoit
memasuki eritrosit baru dan genarasi lain dibentuk dengan cara yang sama.
Fase seksual dalam darah. Setelah 2 atau 3 generasi (3-15 hari) merozoit dibentuk,
sebagian merozoit tumbuh menjadi bentuk seksual. Proses ini disebut gametogoni
(gametositogenesis). Gametosit mempunyai bentuk yang berbeda pada berbagai spesies.
Bila nyamuk Anopheles betina mengisap darah hospes manusia yang mengandung
parasit malaria, parasit aseksual dicernakan bersama dengan eritrosit, tetapi gametosit dapat
tumbuh terus. Fase seksual terjadi dalam lambung nyamuk, dimana mikrogamet (gamet
jantan) tertarik oleh makrogamet (gamet betina) yang membentuk tonjolan kecil tempat
masuk mikrogamet sehingga pembuahan dapat terjadi. Hasil pembuahan disebut zigot. Pada
permulaan, zigot merupakan bentuk bulat yang tidak bergerak, tetapi dalam waktu 18 24
jam menjadi bentuk panjang dan dapat bergerak; stadium seperti cacing berukuran panjang 8
24 mikron dan disebut ookinet. Ookinet kemudian menembus dinding lambung melalui sel
epitel ke permukaan luar lambung dan menjadi bentuk bulat, disebut ookista. Bila ookista
pecah, ribuan sporozoit akan dilepaskan dan bergerak dalam rongga badan nyamuk untuk
mencapai kelenjar liur. Nyamuk betina sekarang menjadi infektif. Bila nyamuk ini mengisap
darah setelah menusuk kulit manusia, sprozoit dimasukan ke dalam luka tusuk dan mencapai
aliran darah hospes perantara. (Gandahusada et al, 1998)

Gambar 2.1. Siklus Hidup Plasmodium

2.4 Cara Infeksi


Infeksi dapat terjadi dengan 2 cara yaitu: 1) secara alami melalui vektor, bila
sporozoit dimaskukkan ke dalam badang manusia melalui tusukan nyamuk dan 2) secara
induksi, bila stadium aseksual dalam eritrosit secara tidak sengan masuk ke dalam tubuh
manusia melalui darah, misalnya dengan transfusi, suntikan atau secara kongenital.
(Gandahusada et al, 1998)
2.5 Patologi dan Gejala Klinis
Perjalanan penyakit malaria terdiri dari serangan demam yang disertai oleh gejala lain
diselingi oleh periode bebas penyakit. Gejala khas demamnya adalah periodisitasnya.
(Gandahusada et al, 1998)
Manifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi
infeksi malaria. Berat atau ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium, daerah asl
infeksi (pola resistensi pengobatan), umur, ada dugaan konstitusi genetik, keadaan kesehatan
dan nutrisi kemoprofilaksis dan pengobatan sebelumnya. (Harijanto, 2009)
Demam. Pada infeksi malaria, demam secara periodik berhubungan dengan waktu
pecahnya sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk dalam aliran darah
(sporulasi). Pada malaria vivaks dan ovale skizon setiap brood (kelompok) menjadi matang
setiap 4 jam sehingga periodisitas demamnya bersifat tersian, pada malaria kuartana yang
disebabkan oleh P.malariae hal ini terjadi dengan interval 72 jam. Mas tunas intrinsik
berakhir dengan timbulnya serangan pertama (first attack). Tiap serangan terdiri atas
beberapa serangan demam yang timbulnya secara periodik, bersamaan dengan sporulasi
(sinkron). Timbulnya demam juga bergantung kepada jumlah parasit (pyrogenic level, fever
thresold). Berat infeksi pada seseorang ditentukan dengan hitung parasit (parasite count) pada
sediaan darah. Demam biasanya bersifat intermitten (febris intermitten), dapat juga remiten
atau terus menerus (febris kontinu). Serangan demam malaria biasanya dimulai dengan gejala
prodormal, yaitu lesu, sakit kepala, tidak nafsu makan, kadang-kadang disertai dengan mual
dan muntah. Serangan demam yang khas terdiri dari beberapa stadium:
1) stadium mengigil dimulai dengan perasaan dingin sekali, sehingga mengigil.
Penderita menutupi badannya dengan baju tebal dan selimut. Nadinya cepat, tetapi
lemah, bibir dan jari-jari tangannya menjadi biru, kulitnya kering dan pucat. Kadangkadang disertai dengan muntah. Pada anak sering disertau kejang-kejang. Stadium ini
berlangsung antara 15 menit hingga 1 jam.
2) Stadium puncak demam dimulai pada saat perasaan dingin sekali berubah menjadi
panas sekali. Muka menjadi merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar,
sakit kepala makin hebat, biasanya ada mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut
keras. Perasaan haus sekali pada saat suhu naik sampai 40C atau lebih. Stadium ini
berlangsung 2 sampai 6 jam.
3) Stadium berkeringat dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga tempat
tidurnya basah. Suhu turun dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah ambang
normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak dan waktu bangun, merasa lemah
tetapi sehat. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam.
Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan berlangsung 8 -12 jam.
Setelah itu terjadi stadium apireksia. Lamanya serangan demam ini untuk setiap spesies

malaria tidak sama. Serangan demam makin lama makin berkurang beratnya karena tubuh
menyesuaikan diri dengan adanya parasit dalam badan dan karena adanya respon imun
hospes.
Splenomegali. Pembesaran limoa merupakan gejal khas terutam pada malaria menahun.
Perubahan pada limpa biasanya disebabkan oleh kongesti, tetapi kemuidan limpa berubah
menjadi berwarna hitam karena pigmen yang tertimbun dalam eritrosit yang mengandung
parasit dalam kapiler dan sinusoid.
Anemia. Pada malaria terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada spesies parasit
yang menyebabkannya. Jenis anemia pada malaria adalah hemolitik, normokrom dan
normositik. Pada serangan akutr kadar hemoglobin turun secara mendadak.
Malaria berat akibat Plasmodium falciparum mempunyai patogenesis yang khusus.
Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi yaitu tersebarnya
eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada
permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen
Plasmodium falciparum. Pada saat terjadi proses sitoadherensi, knob tersebut akan berikatan
dengan reseptor sel endotel kapiler. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan)
dalam pembuluh kapiler yang didukung oleh proses terbentuknya rosette yaitu
bergerombolnya sel darah merag yang berparasit dengan sel darah merah lainnya. Pada
proses sitoaderensi ini diduga juga terjadi proses imunologik, yaitu terbentuknya mediatormediator antara lain sitokin (TNF, interleukin) di mana mediator tersebut mempunyai peranan
dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu. (Gandahusada et al, 1998)
2.6 Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan
sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostik cepat (RDT-Rapid Diagnostic Test)
(Departemen Kesehatan RI, 2008)
1) Anamnesis. Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
a. Keluhan utama : demam, mengigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal.
b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik
malaria
c. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria
d. Riwayat sakit malaria
e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
f. Riwayat mendapat transfusi darah
Selain hal di atas penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan
dibawah ini:
a. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat
b. Keadaan umum yang lemah
c. Kejang-kejang
d. Panas sangat tinggi
e. Mata atau tubuh kuning
f. Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
g. Nafas cepat dan atau sesak napas

h. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum


i. Warna air kencing seperti air teh dan dapat sampai kehitaman
j. Jumlah air kecing kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria)
k. Telapak tangan sangat pucat
(Departemen Kesehatan RI, 2008)
2) Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan demam (pengukuran dengan
termometer > 37,5C), konjungtiva atau telapak tangan pucat, hepatosplenomegal.
Sedangkan tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut :
temperatur rektal 40C, nadi cepat dan lemah, tekanan darah sistolik <70 mmHg pada
orang dewasa dan <50 mmHg pada anak-anak, frekuensi nafas >35 kali per menit
pada orang dewas atau >40 kali per menut pada balita, anak di bawah 1 tahun >50 kali
per menit, Glasglow coma scale (GCS) < 11, manifestasi perdarahan, tanda dehidrasi,
tanda anemia berat, mata ikterik, ronki pada kedua paru, hepatosplenomegali, gagal
ginjal, dan gejala neurologi. (Departemen Kesehatan RI, 2008)
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan dengan mikroskop. Sediaan darah dengan pulasan Giemsa
merupakan dasar untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Pemeriksaan sediaan darah
tebal dilakukan dengan memeriksaan 100 lapangan mikroskopis dengan pembesaran
500-600 yang setara dengan 0,20 l darah. Jumlah parasit dapat dihitung per lapangan
mikroskopis. Metode semikuantitatif untuk hitung parasit (parasite count) pada
sediaan darah tebal adalah sebagai berikut:
(-)
= Negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar)
(+)
= positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
Hitung parasit dapat juga dilakukan dengan menghitung jumlah parasit per 200
leukosit dalam sediaan darah tebal dan jumlah leukosit rata-rata 8000/l darah,
sehingga densitas parasit dapat dihitung sebagai berikut:
jumla h parasit yang dih itung x 800
Parasit /l darah = jumla h leukosit yang dih itung(200)
Namun, sayang sekali bahwa diagnosis mikroskopis secara rutin kadang-kadang
kurang bermutu atau tidak dapat dilakukan pada sistem pelayanan kesehatan di daerah
perifer. Walaupun teknologinya sederhana dan biayanya relatif rendah, diagnosis
mikroskopis tetap memerlukan infrakstruktur yang memadai untuk pengadaan dan
pemeliharaanya, serta untuk melatih tenaga mikroskopis dan mempertahankan mutu.
Teknik Mikroskopis lain. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
meningkatkan sensitivitas teknik mikroskopis konvensional diantaranya adalah teknik
QBC (Quantitative buffy coat) dengan pulasn jingga akridin yang berfluoresensi
dengan pemeriksaan mikroskop fluoresen. Selain itu juga terdapat teknik Kawamoto
yang merupakan modifikasi teknik dengan pulasan jingga akridin pada sediaan darah
dan diperiksa dengan mikroskop cahya yang diberi lampu halogen.

Metode lain tanpa menggunakan mikroskop. Metode ini mendeteksi protein


atau asam nukleat yang berasal dari parasit.
a) Teknik dip-stick dan uji ICT (immunochromatographic test), mendeteksi secara
imuno-enzimatik suatu protein kaya histin II spesifik parasit.
b) Metode yang berdasarkan deteksi asam nukleat yaitu hibridisasi DNA atau RNA
berlabel yang sensitivitasnya dapat ditingkatkan dengan PCR.
(Gandahusada et al, 1998)

Anda mungkin juga menyukai