Anda di halaman 1dari 4

Awal mulanya, CT (Comfort Theory) dikembangkan sebagai teori yang

berpusat pada pasien dan/atau keluarga. Analisis awal Kolcaba dari CT


mengungkapkan penguatan pada aspek kenyamanan sebagai pusat untuk perawatan.
Dia pun mendefinisikan 3 jenis kenyamanan: (a) Relief (bantuan) keadan dimana
kebutuhan kenyamanan tertentu harus cepat terpenuhi; (b) Ease (kemudahan) keadaan
tenang atau kepuasan; dan (c) Transcendence, keadaan dimana orang bisa
berkembang di atas masalah atau sakitnya. Wilson dan Kolcaba mengamati bahwa
ketidaknyamanan lebih dari sensasi fisik negatif
atau tekanan emosional dan aspek lain dari kenyamanan / ketidaknyamanan yang
dapat mempengaruhi makhluk secara holistik. Oleh karena itu, CT sebangun dengan
nilai-nilai dan domain keperawatan, seperti manajemen gejala, interaksi, lingkungan
penyembuhan, identifikasi kebutuhan, dan homeostasis (Kolcaba, Tilton & Drouin,
2006).
Selain itu, pengalaman manusia berlangsung di 4 konteks: fisik, psikospiritual,
sosial budaya, dan kenyamanan lingkungan. CT bertujuan bahwa ketika pasien dan
keluarga merasa lebih nyaman, maka mereka akan terlibat secara penuh dalam
perilaku health seeking yang mencakup perilaku internal, eksternal, atau kematian
yang damai. Ketika pasien dan keluarga terlibat dalam perilaku health seeking secara
utuh, memberi manfaat yang banyak bagi rumah sakit, seperti mengurangi biaya
perawatan dan lama tinggal, meningkatnya kepuasan pasien, stabilitas keuangan
meningkat, publisitas yang lebih positif, dan begitu seterusnya (Kolcaba, Tilton &
Drouin, 2006).
Konsep kenyamanan telah memiliki hubungan bersejarah dan konsisten dengan
dunia keperawatan. Perawat tradisional memberikan kenyamanan kepada pasien dan
keluarga mereka melalui intervensi yang kita sebut dengan tindakan kenyamanan.
Teori kenyamanan yang juga disebut perawatan kenyamanan, menjelaskan secara

lengkap filosofi perawatan dimana kenyamanan holistik, kebutuhan pasien dan


keluarga diidentifikasi dan segera ditangani (Peterson & Bredow, 2004).
Kolcaba mendefinisikan kenyamanan sebagai penghargaan pada sifat holistik
manusia yang memiliki mental, spiritual, dan kehidupan emosional, yang erat
hubungannya dengan fisik. Kolcaba juga mengartikan kenyamanan sebagai keadaan
dimana kebutuhan manusia untuk lega, memperoleh kemudahan, dan transendensi
(jenis kenyamanan) harus dipenuhi dan ditangani secara fisik, psikospritual, sosial
budaya, dan lingkungan. Definisi ini menekankan bahwa meskipun perawat mungkin
saja tidak dapat sepenuhnya memenuhi semua kebutuhan kenyamanan pasien, tapi
setidaknya mereka dapat tetap menunjukkannya secara proaktif di seluruh rangkaian
perawatan (Wilson & Kolcaba, 2004).
Kolcaba mengidentifikasi tiga jenis kenyamanan; (1) Relief (keringanan,
pertolongan) adalah keadaan yang memiliki ketidaknyamanan spesifik. Misalnya pada
kasus perianesthesia, beberapa ketidaknyamanan umum yang berkaitan, yaitu nyeri,
mual, dingin, atau kegelisahan; (2) Ease (ketentraman, mengurangi) mengacu pada
keadaan kepuasan untuk pasien. Ease dapat merujuk pada kebutuhan kenyamanan
yang timbul dari pengalaman sebelumnya pasien dengan kebutuhan tertentu atau
berdasarkan diagnosis atau prognosis pasien. Sebagai contoh, pasien dengan
ketidakpastian mengenai diagnosis mereka mungkin membutuhkan dukungan
emosional untuk mencapai kenyamanan di area ini. Perawat dapat mencegah atau
meminimalkan kebutuhan, sering tanpa pasien sadari bahwa mereka dapat
melakukannya, sehingga pertahankan pasien dalam keadaan tentram (ease); (3)
Tracendence (kelebihan, melampaui). Jenis ketiga kenyamanan transendensi meliputi
kebutuhan untuk inspirasi, penguatan, dan motivasi. Perawat sering berfokus pada
pemenuhan kebutuhan transendensi ketika mereka tidak dapat sepenuhnya memenuhi

jenis kenyamanan kebutuhan untuk pasien mereka. Misalnya, mereka dapat


membantu pasien dalam penggunaan distraksi dan relaksasi pernapasan saat mual
terus berlanjut meskipun telah diberikan antiemetik (Wilson & Kolcaba, 2004)
Kenyamanan yang didefinisikan oleh Kolcaba sebagai keadaan yang harus
diperkuat segera melalui pemenuhan kebutuhan manusia pada relief, ease, dan
transcendence dibahas dalam empat konteks pengalaman (fisik, psikospiritual, sosial
budaya dan lingkungan), dan dihitung kenyamanan dengan mengembangkan
kuesioner kenyamanan. Penjajaran dari tiga keadaan kenyamanan tersebut dengan
empat konteks kenyamanan menghasilkan sebuah struktur yang disebut dengan
taksonomi kenyamanan. Taksonomi ini telah digunakan dalam beberapa penelitian
dan praktek. Dimana tujuannya ada;ah untuk menilai kenyamanan sebagai suatu hal
yang positif dan biersifat holistik bagi seluruh manusia.
Tabel 1.
Struktur Taksonomi Kenyamanan
Konteks
(a) Relief
(d) Fisik
(e) Psikospritual
(f) Lingkungan
(g) Sosial-budaya
Sumber : (Peterson & Bredow, 2004)

(b) Ease

(c) Transcendence

Ket: (Kolcaba, Tilton & Drouin, 2006)


(a) Relief: memiliki memenuhi kebutuhan kenyamanan tertentu
(b) Ease: menjadi tenang
(c) Transcendence: perasaan bahwa satu hal dapat berkembang di atas masalah
atau sakit.
(d) Fisik: Homeostatasis (cairan, elektrolit, pernapasan, eliminasi, sirkulasi,
metabolisme, nutrisi)
Masalah diagnosa medis terkait:
Nyeri / kenyamanan manajemen (sekarang, tujuan masa depan)
Ketidaknyamanan fisik lainnya (dirasakan atau potensial)
Kurang sensorik (alat bantu dengar, gelas, berbicara perlahan, waktu untuk
pengolahan)
(e) PsikoSpritual: hal-hal yang terkait harga diri, konsep diri, seksualitas, sesuatu
yang berarti dalam hidup, dan spiritualitas, yang berkontribusi pada kesadaran
internal, sumber kekuatan, kecemasan, ketakutan

(f) Lingkungan: meliputi suhu, cahaya, suara, bau, warna, furnitur, pemandangan,
dan faktor- faktor lain dari latar belakang pengalaman manusia.
(g) Sosial Budaya: melibatkan interpersonal, keluarga, dan hubungan masyarakat
seperti masalah keuangan, pengajaran, perencanaan pulang, perawatan
kesehatan personil, serta mengacu pada tradisi keluarga, ritual, dan praktik
keagamaan.

Anda mungkin juga menyukai